• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penskalaan

Menurut Steven (1959), penskalaan adalah suatu teknik bagaimana mendapatkan angka yang memberikan arti untuk menilai suatu atribut berdasarkan aturan tertentu. Alasan utama dilakukan penskalaan adalah mendapatkan suatu nilai yang dapat merepresentasikan sikap seseorang terhadap atribut yang diberikan oleh peneliti.

Skala Pengukuran

Berdasarkan tingkatannya, skala pengukuran dapat dibedakan menjadi skala nominal, ordinal, interval, dan rasio. Ilustrasi mengenai skala pengukuran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Skala Pengukuran

Skala nominal memiliki makna pembedaan. Artinya, skala ini hanya mampu membedakan antar objek yang bernilai sama. Contoh data berskala nominal adalah ketika membedakan jenis kelamin, jenis pekerjaan, suku, agama, dan sebagainya.

Skala ordinal mempunyai satu tingkatan lebih tinggi dibandingkan skala nominal. Selain dapat membedakan suatu objek, skala ini pun mampu menggolongkannnya dalam suatu urutan lebih tinggi atau lebih rendah. Kelemahan skala ordinal adalah tidak mampu mengukur perbedaan jarak antara dua objek. Contoh data berskala ordinal adalah ketika mengukur tingkat kepuasan terhadap suatu objek yang dinilai dengan skala tertentu, misalkan dengan skala 1-5 dengan asumsi semakin tinggi nilai skala, maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan responden, atau sebaliknya.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Data ordinal biasanya digunakan pada penelitian sosial. Salah satu penggunaan data ordinal adalah ketika peneliti ingin menilai sikap, persepsi, atau reaksi seseorang terhadap sebuah pernyataan yang diajukan. Data ordinal dapat dianalisis secara sederhana dengan menggunakan analisis statistika deskriptif, seperti ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi, grafik, tabulasi silang, atau metode rataan.

Thurstone memperkenalkan metode untuk mengolah data ordinal, khususnya mengenai penilaian sikap, persepsi, atau reaksi seseorang terhadap sebuah pernyataan atau atribut. Metode tersebut diantaranya metode Thurstone (the law of comparative judgement), metode equal appearing intervals, dan metode successive intervals. Ketiga metode ini dipilih karena prinsip dasar metode tersebut adalah mentransformasi data dari skala ordinal menjadi data berskala interval. Transformasi ini penting karena dalam penggunaan data ordinal responden mengalami keterbatasan untuk melakukan penilaian yang sesungguhnya. Beberapa responden yang memberikan penilaian yang sama terhadap suatu atribut dalam bentuk skala ordinal belum tentu memiliki penilaian yang sama pula ketika menilai suatu atribut dalam skala interval. Selain itu, metode tersebut dapat menilai peringkat suatu atribut dan mengukur seberapa besar perbedaan kepentingan suatu atribut terhadap atribut lainnya.

Semakin seringnya data berskala ordinal ini digunakan dalam berbagai penelitian, maka kajian mengenai teknik analisis untuk mengolah data ordinal menjadi salah satu hal yang menarik dan penting untuk dilakukan. Tulisan ini membahas metode yang dikembangkan oleh Thurstone serta aplikasinya dalam dunia perbankan, khususnya pada transaksi non tunai.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Membandingkan metode yang

dikembangkan oleh Thurstone, yaitu metode Thurstone (the law of comparative judgement), metode equal appearing intervals, dan metode successive intervals.

2. Mengaplikasikan ketiga metode Thurstonian dalam menilai aspek-aspek yang dianggap penting ketika melakukan transaksi non tunai.

TINJAUAN PUSTAKA

Penskalaan

Menurut Steven (1959), penskalaan adalah suatu teknik bagaimana mendapatkan angka yang memberikan arti untuk menilai suatu atribut berdasarkan aturan tertentu. Alasan utama dilakukan penskalaan adalah mendapatkan suatu nilai yang dapat merepresentasikan sikap seseorang terhadap atribut yang diberikan oleh peneliti.

Skala Pengukuran

Berdasarkan tingkatannya, skala pengukuran dapat dibedakan menjadi skala nominal, ordinal, interval, dan rasio. Ilustrasi mengenai skala pengukuran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Skala Pengukuran

Skala nominal memiliki makna pembedaan. Artinya, skala ini hanya mampu membedakan antar objek yang bernilai sama. Contoh data berskala nominal adalah ketika membedakan jenis kelamin, jenis pekerjaan, suku, agama, dan sebagainya.

Skala ordinal mempunyai satu tingkatan lebih tinggi dibandingkan skala nominal. Selain dapat membedakan suatu objek, skala ini pun mampu menggolongkannnya dalam suatu urutan lebih tinggi atau lebih rendah. Kelemahan skala ordinal adalah tidak mampu mengukur perbedaan jarak antara dua objek. Contoh data berskala ordinal adalah ketika mengukur tingkat kepuasan terhadap suatu objek yang dinilai dengan skala tertentu, misalkan dengan skala 1-5 dengan asumsi semakin tinggi nilai skala, maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan responden, atau sebaliknya.

Skala interval dapat membedakan, mengurutkan, sekaligus dapat mengukur jarak antara dua objek. Skala interval tidak dapat dibandingkan secara rasio karena tidak memiliki nilai nol yang bersifat mutlak. Contoh data berskala interval adalah ketika mengukur suhu dan nilai IQ.

Skala rasio adalah skala yang mampu membedakan, mengurutkan, membedakan jarak antara 2 objek, dan mengukur secara rasio perbedaan objek tersebut karena memiliki nilai nol yang bersifat mutlak. Contoh data berskala rasio adalah ketika mengukur tinggi dan berat badan.

Metode Thurstonian

Louis L. Thurstone mengembangkan metode yang digunakan untuk data hasil penskalaan. Beberapa metode tersebut adalah metode Thurstone (the law of comparative judgement), metode equal appearing intervals, dan metode successive intervals.

A. Metode Thurstone

(The law of comparative judgement)

The law of comparative judgement merupakan salah satu hukum psikofisik yang pertama kali dikembangkan oleh Louis L. Thurstone pada tahun 1927. Psikofisik adalah ilmu yang mempelajari hubungan kuantitatif antara benda-benda atau kejadian fisik dengan respon dari pengamat. Benda-benda atau kejadian fisik disebut sebagai stimuli atau atribut yang berfungsi sebagai perangsang respon dari pengamat.

Prinsip dasar metode Thurstone (the law of comparative judgement) ini adalah metode perbandingan berpasangan (pair comparisons) pada seluruh kemungkinan pasangan atribut. Seorang pengamat dapat memberikan penilaian terhadap seluruh pasangan atribut secara berulang-ulang pada kesempatan yang berbeda atau beberapa pengamat yang hanya sekali memberikan penilaian terhadap seluruh pasangan atribut. Penilaian tersebut akan diletakkan pada garis skala yang memuat semua nilai pengukuran. Garis skala ini disebut rangkaian psikologi (psychological continuum).

Ketika pengamat melakukan penilaian, secara psikologis terdapat proses dalam diri pengamat untuk memberikan reaksi terhadap sebuah atribut. Proses ini disebut sebagai proses diskriminal. Thurstone menyatakan proses diskriminal adalah suatu proses identifikasi, pencirian, atau reaksi seseorang

terhadap atribut. Setiap proses diskriminal memiliki satu nilai rangkaian psikologi.

Pada kenyataannya, pengamat seringkali memberikan penilaian pembandingan yang berbeda terhadap pasangan atribut yang sama pada kesempatan yang berbeda. Dengan kata lain, seorang pengamat memiliki proses diskriminal yang berbeda pada penilaian sebuah atribut dan akan membentuk sebaran frekuensi pada rangkaian psikologi proses diskriminalnya. Sebaran frekuensi proses diskriminal pada suatu atribut membentuk sebuah sebaran normal dengan nilai tengah sama dengan nilai modus dari atribut tersebut. Interpretasi nilai modus dari sebuah atribut adalah sebagai proses diskriminal yang paling sering berasosiasi dengan atribut tersebut atau sering disebut modal proses diskriminal.

Simpangan diskriminal (discriminal deviation) adalah selisih proses diskriminal untuk suatu atribut pada suatu kesempatan dengan proses modus untuk atribut tersebut. Simpangan baku dari sebaran proses diskriminal disebut dispersi diskriminal (discriminal dispersion). Selisih penilaian dua stimulus pada suatu kesempatan penilaian disebut beda diskriminal atau discriminal difference.

The law of comparative judgement merupakan sebuah persamaan yang menghubungkan proporsi dari frekuensi atribut i lebih tinggi daripada atribut j sesuai dengan kategori yang diberikan. Persamaan the law of comparative judgement dapat didefinisikan sebagai berikut :

j i ij j i ij j i

S Z r

S − = σ

2

2

−2 σ σ

dengan :

Si, Sj = Nilai skala dari atribut i dan j Zij = Nilai dari tabel normal baku yang

berhubungan dengan proporsi penilaian pi>j. Bila pi>j lebih dari 0.5, maka Zij bernilai positif. Sedangkan Bila pi>j kurang dari 0.5, maka Zij bernilai negatif

σ

i = Dispersi diskriminal dari atribut i

σ

j = Dispersi diskriminal dari atribut j r = Korelasi antara simpangan

diskriminal dari atribut i dan j

Asumsi-asumsi yang mendasari persamaan di atas yaitu :

1. Setiap persamaan dalam deret atribut berasosiasi dengan suatu proses modus yang digunakan pengamat untuk mengidentifikasi atribut.

2. Proses modus untuk semua atribut setidaknya mempertahankan beberapa identitas walaupun atribut tersebut dikombinasikan dengan atribut lain dan menjadi suatu penilaian tunggal.

3. Proses modus dapat disusun dalam suatu skala linear dengan peringkat yang sama terhadap atribut yang bersangkutan. 4. Sebagai tambahan untuk menyusun

proses diskriminal dalam peringkat, jarak pemisah linear di antara proses tersebut didasari asumsi bahwa sebaran dispersi diskriminal untuk sembarang atribut menyebar normal.

5. Simpangan-simpangan diskriminal untuk atribut yang berbeda diasumsikan berkorelasi. Bila tidak berkorelasi, maka persamaannya menjadi : 2 2 j i ij j i

S Z

S − = σ +σ

6. Semua selisih (Si-Sj) bernilai positif karena penilaian yang diberikan i>j dan sebaliknya

Berdasarkan perbedaan asumsi, pendekatan penilaian oleh pengamat dan perbedaan derajat penyederhanaan, maka aplikasi Thurstone ini diuraikan dalam lima kasus yang berbeda, yaitu :

1. Kasus I

Dalam kasus ini, the law of comparative judgement diterapkan dalam bentuk lengkap dengan asumsi tiap-tiap atribut saling berkorelasi. Persamaan yang digunakan yaitu : j i ij j i ij j i

S Z r

S − = σ

2

2

−2 σ σ

Kasus ini dapat diaplikasikan pada pengukuran kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan dilakukan oleh pengamat tunggal dengan penilaian berulang pada seluruh pasangan atribut.

2. Kasus II

Pengamatan dilakukan oleh sekelompok pengamat, masing-masing memberikan satu penilaian untuk tiap pasang atribut sebagai pengganti pengamatan berulang yang dilakukan oleh seorang pengamat. Persamaan yang digunakan sama dengan persamaan pada kasus I.

3. Kasus III

Asumsi yang digunakan yaitu asumsi pada kasus I dan kasus II ditambah dengan asumsi tidak ada korelasi antar simpangan diskriminal (r=0), sehingga persamaannya menjadi : 2 2 j i ij j i

S Z

S − = σ +σ

4. Kasus IV

Asumsi tambahan yang digunakan adalah dispersi diskriminal antar atribut tidak jauh berbeda, sehingga

σ

j =

σ

i + d. Dengan mensubstitusikan persamaan tersebut dengan persamaan pada kasus III dan diasumsikan nilai d2 sangat kecil sehingga dapat diabaikan, maka persamaan yang digunakan menjadi :

(

i j

)

ij j i

Z

S

S − = σ +σ

2

(

i j

)

ij

Z σ +σ

=0.707

5. Kasus V

Kasus ini adalah kasus paling sederhana yaitu mengasumsikan bahwa dispersi diskriminal antar atribut adalah homogen, sehingga persamaan yang digunakan adalah :

2

2 ij

σ

ij j i

S Z Z

S − = =

Dengan asumsi semua dispersi diskriminal bernilai sama dengan satu, maka persamaan yang digunakan menjadi:

2

ij j i

S Z

S − =

Konstanta

2

dapat dihilangkan karena yang ingin dicari adalah jarak skala relatif antar atribut. Persamaan akhir yang digunakan untuk kasus V adalah :

ij j

i

S Z

S − =

Mosteller (1951) dalam Green (1954a) memberikan uji chi square untuk melihat kesesuaian model dari hasil yang diperoleh. Nilai Zij harapan dan Zij amatan dikonversikan menjadi proporsi harapan (P’ij) dan proporsi amatan (Pij) menggunakan transformasi normal baku. Proporsi ini kembali ditransformasi dengan transformasi arcsin, yaitu :

ij ij

'=arcsin p'

θ

Nilai Chi-Square dihitung dengan formula :

N

j i ij ij

/

821

)

'

(

2 2

<

=

θ

θ

χ

N adalah banyaknya penilaian yang diberikan untuk setiap pasangan atribut. Derajat bebas dari nilai chi square ini adalah

{

(k-1)(k-2)/2, dengan k adalah banyaknya atribut.

Bila χ2

hitung kurang dari χ2

(α; db=(k-1)(k-2)/2), berarti nilai amatan tidak berbeda nyata dengan nilai harapan, sehingga dapat dinyatakan bahwa model telah cukup baik menggambarkan kondisi data sebenarnya. Metode Thurstone memiliki kelebihan dibandingkan metode lainnya, yaitu mampu menghitung tingkat keakuratan dengan menggunakan nilai average discrepancy (AD). Semakin kecil nilai AD, maka semakin tepat peringkat yang diperoleh. Formula untuk menghitung nilai AD adalah :

2 / ) 1 ( | ' | − − =

∑∑

k k P P AD ij ij

Prosedur penilaian dengan metode the law of comparative judgement ini adalah : 1. Melakukan perbandingan berganda pada

seluruh pasangan atribut dan seluruh pengamatan. Aturannya adalah :

1 , bila atribut i > atribut j Fij = 0 , bila atribut i < atribut j 0.5, bila atribut i = atribut j

2. Menjumlahkan skor seluruh pengamatan dan menempatkan skor tersebut pada kolom dan baris yang mewakili tiap atribut. Tahap ini menghasilkan matriks frekuensi (Fij).

3. Menghitung matriks proporsi (Pij) dengan cara mambagi unsur-unsur pada matriks frekuensi dengan jumlah responden. 4. Mentransformasikan unsur-unsur dalam

matriks proporsi menjadi nilai kurva normal baku (Zij). Menurut Green (1954), nilai Zij yang lebih dari +2.00 atau kurang dari -2.00 harus ditolak karena hal ini mencerminkan peluang keunggulan yang hampir sempurna (lebih dari 0.975) dan dianggap tidak mungkin terjadi.

5. Menghitung rataan tiap kolom tanpa menyertakan unsur dari diagonal matriks, kemudian kolom diurutkan mulai dari kolom dengan rataan terkecil hingga terbesar.

6. Menghitung selisih antar kolom terdekat. Atribut dengan rataan tertinggi dikurangi dengan atribut dengan rataan yang lebih rendah. Hasilnya merupakan jarak antara dua atribut yang saling berdekatan.

7. Menghitung nilai skala tiap atribut dengan menetapkan nilai skala pertama bernilai nol. Nilai skala selanjutnya dihitung dengan mencari nilai kumulatif dari nilai skala sebelumnya.

B. Metode Equal Appearing Intervals

Metode yang dikembangkan oleh Thurstone dan Chave (1929) ini memiliki prinsip dasar yaitu mencari median bagi seluruh atribut. Metode ini masih baik digunakan, walaupun sebaran datanya tidak simetrik.

Prosedur penilaian dengan metode equal appearing intervals adalah sebagai berikut : 1. Menghitung frekuensi jawaban pada

atribut ke-i dan kategori ke-j (Fij), proporsi (Pij), dan proporsi kumulatif (Cij).

2. Menghitung nilai median setiap atribut (Mi) dengan formula :

b

p

C

a

M

j j i i

⎛ −

+

= 0.5

( −1) dengan :

Mi = Median atau nilai skala atribut ke-i

a = Batas bawah dari kategori tempat median berada

Ci(j-1) = Proporsi kumulatif dari kategori di bawah kategori median berada pj = Proporsi dari kategori dimana

median berada

b = Lebar kategori diasumsikan sama dengan 1

Thurstone dan Chave (1929) dalam Edwards (1957) menggunakan jarak antar kuartil (JAK) untuk melihat keragaman penilaian pada sebuah atribut. Nilai JAK didapat dengan menghitung selisih antara nilai kuartil ketiga (Q3) dan nilai kuartil pertama (Q1) :

1 3

Q

Q

JAK = −

,

Nilai Q1 dan Q3 dapat dihitung dengan rumus:

b

p

C

a

Q

j j i

⎛ −

+

=

( −1) 1

25

.

0

dengan :

Q1 = Nilai kuartil pertama a = Batas bawah dari kategori

tempat kuartil pertama berada Ci(j-1) = Proporsi kumulatif dari kategori

di bawah kategori kuartil pertama berada

pj = Proporsi dari kategori dimana kuartil pertama berada

b = Lebar kategori diasumsikan sama dengan 1

b

p

C

a

Q

j j i

⎛ −

+

=

( −1) 3

75

.

0

dengan :

Q1 = Nilai kuartil ketiga

a = Batas bawah dari kategori tempat kuartil ketiga berada Ci(j-1) = Proporsi kumulatif dari kategori

di bawah kategori kuartil ketiga berada

pj = Proporsi dari kategori dimana kuartil ketiga berada

b = Lebar kategori diasumsikan sama dengan 1

Nilai jarak antar kuartil yang besar merupakan indikasi utama bagi pertanyaan yang bersifat ambigu. Dengan kata lain, pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh peneliti diinterpretasikan dengan cara yang berbeda-beda pada setiap responden.

C. Metode Successive Intervals

Metode successive intervals pertama kali dikemukakan oleh Saffir (1937). Metode ini direkomendasikan ketika terlalu banyak atribut yang dibandingkan bila menggunakan metode pair comparison. Thurstone menyarankan agar atribut yang digunakan memiliki keragaman yang relatif kecil. Keragaman atribut yang besar mengindikasikan adanya ambiguitas pada atribut tersebut.

Teknik pengolahan data pada metode ini dibagi menjadi dua kasus, yaitu untuk kasus sel data lengkap dan sel data tidak lengkap. Kasus sel data lengkap yaitu bila seluruh sel data dalam tabulasi silang antara atribut dan kategori terisi seluruhnya.

Prosedur penilaian dengan metode successive intervals untuk kasus matriks sel data lengkapadalah sebagai berikut :

1. Menghitung frekuensi jawaban pada atribut ke-i dan kategori ke-j (Fij), proporsi (pij), dan proporsi kumulatif (Pij). 2. Melakukan transformasi data dari

proporsi kumulatif (Pij) menjadi nilai sebaran normal baku (Zij).

3. Menghitung rataan setiap atribut ke-i dan kategori ke-j.

=

=

c j ij i

Z

c

S

1

1

dan

=

=

p i ij j

Z

p

K

1

1

Keterangan :

Si = Rataan atribut ke-i (i=1,2,…c) Kj = Rataan kategori ke-j (j=1,2,…p)

Nilai rataan kategori juga berfungsi sebagai batas kategori.

4. Menghitung rataan dari seluruh rataan atribut (G) dengan rumus :

=

=

p i i

S

p

G

1

1

5. Menghitung nilai skala (SVi) dengan formula :

SV

i

=GS

i

6. Letakkan atribut pada kategori yang tepat berdasarkan nilai skala (SVi) dan batas kategori (Kj).

Prosedur penilaian dengan metode successive intervals untuk kasus matriks sel data tidak lengkap adalah sebagai berikut : 1. Menghitung frekuensi jawaban pada

atribut ke-i dan kategori ke-j (Fij), proporsi (pij), dan proporsi kumulatif (Pij). 2. Melakukan transformasi data dari

proporsi kumulatif (Pij) menjadi nilai sebaran normal baku (Zij). Nilai Zij yang lebih dari +2.00 atau kurang dari -2.00 harus ditolak karena hal ini mencerminkan peluang keunggulan yang hampir sempurna (lebih dari 0.975) dan dianggap tidak mungkin terjadi.

3. Menghitung selisih normal baku dari kategori ke-j (Dij)dengan rumus :

ij j i

ij

Z Z

D =

( +1)

4. Menghitung rataan dari Dij, yaitu Mj. Nilai M1 tidak ada karena tidak ada kategori sebelumnya.

=

=

p j ij j

D

p

M

1

1

5. Menghitung nilai batas atas setiap kategori (tj). Nilai t1 sama dengan nol.

j j

j

t M

t =

1

+

6. Menghitung selisih batas atas kategori dengan nilai normal bakunya (Bij).

ij j ij

t Z

B = −

7. Menghitung nilai skala setiap atribut (SVi) dengan merata-ratakan Bij.

=

=

p i ij i

B

p

SV

1

1

8. Letakkan atribut pada kategori yang tepat berdasarkan nilai skala (SVi) dan batas kategori (tj).

Mosteller (1951) dalam Green (1954b) memberikan uji chi square untuk melihat kesesuaian model dari hasil yang diperoleh. Uji ini serupa dengan uji yang digunakan pada metode Thurstone. Prinsip penghitungan nilai

AD pun sama seperti metode Thurstone yaitu menghitung rata-rata perbedaan antara proporsi amatan dan proporsi harapannya.

Dokumen terkait