• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Deskripsi spesies

2.1.1. Klasifikasi dan tata nama

Klasifikasi ikan layur menurut Nakamura dan Parin (1993) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Pisces Kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Subordo : Scombroidae Superfamili : Trichiuroidea Famili : Trichiuridae Genus : Trichiurus

Spesies : Trichiurus lepturus Genus : Lepturacanthus Spesies : Lepturacanthus savala Famili : Gempylidae Genus : Gempylus

Spesies : Gempylus serpens

Nama Indonesia : Layur

Nama International : Hairtails, ribbon fish

Nama Lokal : Layur (PPN Pemangkat, PPN Brondong, PPN Kejawanan, PPN Ambon, PPN Prigi, PPN Pekalongan, PPP Karangantu, PPP Pengambengan, PPP Teluk Batang, PPP Tegalsari, PPS Nizam Zachman Jakarta, PPS Belawan, PPS Kendari, PPS Cilacap), Layur golok (Lepturacanthus savala), Layur meleu (Trichiurus lepturus), Layur gelang luyung (Gempylus serpens) (PPN Palabuhanratu), Baledang (PPN Sibolga, PPS Bungus).

Secara umum bentuk ikan layur dari famili Trichiuridae dan Gempylidae masing-masing dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Ikan layur (famili Trichiuridae) (Dokumentasi pribadi)

Gambar 2. Ikan layur (famili Gempylidae) (www.fao.org)

2.1.2. Karakter morfologis

Superfamili Trichiuroidea terdiri dari dua famili yaitu Trichiuridae dan Gempylidae. Ikan-ikan dari superfamili ini memiliki ciri-ciri tubuh memanjang, pipih, dan semifusiform. Mulut besar dengan rahang bawah lebih panjang dari rahang atas. Memiliki satu atau dua lubang hidung pada kedua sisi kepala. Sirip dorsalnya tumbuh sepanjang punggung sedangkan sirip pektoralnya pendek dan sirip ventralnya kecil atau tidak ada. Ruas tulang punggung berjumlah 32-170 (Nakamura dan Parin, 1993).

Famili Trichiuridae memiliki bentuk tubuh yang panjang dan pipih menyerupai pita terutama pada bagian ujung belakang ekor. Mulutnya lebar, tidak dapat disembulkan dan dilengkapi dengan gigi-gigi tangkap yang kuat dan tajam. Memiliki satu lubang hidung pada kedua sisi kepala. Rahang bawah lebih panjang dari rahang atas. Tidak bersisik. Tidak terdapat keel pada batang ekor dan garis rusuknya (LL) tunggal (Parin, 1986; Nakamura dan Parin, 1993). Tubuhnya dapat mencapai panjang 150 cm, tetapi pada umumnya berkisar antara 70-80 cm (Parin,

1986; Ayodhya dan Diniah, 1989; Nakamura dan Parin, 1993; Nontji, 2005). Memiliki sirip punggung yang panjang mulai dari atas kepala sampai akhir badan dan berjari-jari lemah antara 105-134 buah. Sirip anal tumbuh tidak sempurna dan berjari-jari lemah antara 72-80 buah. Sirip ini berupa deretan duri-duri kecil. Tidak terdapat sirip perut dan garis rusuk (LL) terlihat jauh dibagian bawah badan (Nontji, 2005).

Ikan-ikan dari famili Trichiuridae berwarna keperak-perakan jika dalam keadaan hidup dan akan berwarna perak keabuan atau sedikit keunguan jika mati. Bagian atas kepala berwarna ungu agak gelap sedangkan sirip-siripnya sedikit kekuningan atau kuning dengan pinggiran gelap (Saanin, 1968).

Famili Gempylidae memiliki tubuh yang memanjang dan agak pipih atau semifusiform. Bagian punggung biasanya berwarna cokelat atau cokelat gelap dan bagian bawah dan perut berwarna keperakan. Memiliki dua lubang hidung pada kedua sisi kepala. Ukuran mulut besar, tidak dapat disembulkan dan dilengkapi dengan gigi yang kuat pada kedua rahangnya. Rahang bawah lebih panjang dari rahang atas. Memiliki dua sirip dorsal yang terpisah dengan jelas. Sirip dorsal kedua (termasuk finlet) lebih pendek dari sirip dorsal yang pertama. Sirip anal sama dengan sirip dorsal kedua dari segi ukuran dan bentuk, atau terkadang lebih kecil. Pada bagian belakang sirip dorsal dan anal biasanya terdapat finlet. Ukuran sirip caudal sedang dan selalu berbentuk cagak. Sirip ventral biasanya kecil, sering tereduksi menjadi satu duri tunggal dengan hanya sedikit atau tidak ada jari-jari lemah. Garis rusuk (LL) tunggal atau ganda, berakhir pada dasar sirip caudal (Nakamura dan Parin, 1993).

2.2. Habitat, biologi, dan perikanan

Ikan layur tergolong ikan demersal yaitu ikan yang hidup di dasar atau dekat dengan dasar perairan (Aoyama, 1972 dalam Ridho, 2004). Kelompok ikan ini pada umumnya memiliki aktivitas relatif rendah, gerak ruaya tidak terlalu jauh dan membentuk gerombolan yang tidak terlalu besar sehingga sebarannya relatif lebih merata jika dibandingkan dengan ikan-ikan pelagis. Kondisi ini mengakibatkan daya tahan ikan demersal terhadap tekanan penangkapan relatif

rendah dan tingkat mortalitasnya cenderung sejalan dengan upaya penangkapannya (Aoyama, 1972 dalam Ridho, 2004).

Ikan layur umumnya hidup pada perairan yang dalam dengan dasar berlumpur. Meskipun demikian, ikan layur biasanya akan muncul kepermukaan menjelang senja untuk mencari makan (Parin, 1986; Nakamura dan Parin, 1993). Nakamura dan Parin (1993) menyatakan bahwa ikan layur dari famili Gempylidae biasanya ditemukan pada kedalaman lebih dari 150 m dan ikan layur dari famili Trichiuridae dapat ditemukan sampai kedalaman 2000 m. Sedangkan Bal dan Rao (1984) menyatakan bahwa habitat utama ikan layur adalah laut dan terkadang memasuki estuari.

Ikan layur termasuk jenis ikan karnivor yang dilengkapi dengan gigi yang kuat dan tajam pada kedua rahangnya. Makanannya berupa udang-udangan, cumi-cumi, dan ikan kecil seperti teri, sardin, dan yuwana ikan layur (Bal dan Rao, 1984; Nakamura dan Parin, 1993; Nontji, 2005). Masa pemijahan ikan layur belum banyak diketahui, hanya saja untuk ikan layur yang ada di selatan Jepang dari jenis T. lepturus memijah dan telurnya menetas pada musim semi yaitu sekitar bulan April - Mei ketika suhu mulai menghangat. Prabhu (1955) dalam Bal dan Rao (1984) menyatakan bahwa pemijahan T. lepturus hanya berlangsung sekali dalam setahun yaitu pada bulan Juni namun penelitian-penelitian lain mengindikasikan pemijahan terjadi pada Mei - Juni dan November - Desember (Tampi dkk.,1971; Narasimham 1976 dalam Bal dan Rao (1984). Parin (1986) menyatakan hal yang berbeda. Menurutnya T. lepturus yang hidup di daerah Mediterranean memijah pada bulan Juli - Agustus. Sedangkan Nakamura dan Parin (1993) menyebutkan bahwa ikan layur dari famili Trichiuridae memijah sepanjang tahun pada perairan hangat. Untuk jenis L. savala, diketahui bahwa ikan layur jenis ini memijah dua kali dalam setahun namun periode pemijahan mereka belum dipastikan. Sebagian besar petunjuk cenderung menunjukkan bahwa ikan layur memijah dua kali dalam setahun (Tampi dkk., 1971; Narasimham, 1976 dalam Bal dan Rao, 1984). Ikan layur biasanya ditangkap dengan menggunakan trawl, cantrang, pancing, jaring insang, dan macam-macam perangkap seperti bubu dan jermal (Ayodhya dan Diniah, 1989).

2.3. Distribusi

Ikan layur tersebar luas pada semua perairan tropis dan subtropis (Nakamura dan Parin, 1993). Daerah penyebaran ikan layur meliputi hampir seluruh perairan pantai Indonesia seperti Tuban, Lawang, Jampang, Palabuhanratu, Cibanteng, Ujung genteng, dan Sukawayana. Selain di perairan Indonesia, ikan layur juga terdapat di perairan Jepang, Philipina, Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang Laut Cina Selatan hingga pantai utara Australia, dan tersebar luas di perairan dangkal di Afrika Selatan (www.pipp.dkp). Distribusi ikan layur di dunia dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta penyebaran ikan layur Sumber : http://www.fao.org, 2007

Keterangan :

: Konsentrasi daerah penyebaran ikan layur

2.4. Karakter morfometrik dan meristik

Morfometrik adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan misalnya panjang total, panjang baku, panjang cagak, dan sebagainya sedangkan meristik adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tertentu pada tubuh ikan misalnya jumlah sisik pada garis rusuk, jumlah jari-jari keras dan lemah pada sirip punggung dan sebagainya (Affandi dkk., 1992). Afrianto dkk., (1996) menyatakan bahwa morfometrik adalah ukuran dalam satuan panjang atau perbandingan ukuran bagian-bagian tubuh luar

organisme, sedangkan meristik adalah sifat-sifat yang menunjukkan jumlah bagian-bagian tubuh luar seperti jumlah jari-jari sirip yang digunakan untuk penentuan klasifikasi.

Ukuran dalam morfometrik adalah jarak antara satu bagian tubuh ke bagian lainnya, misalnya jarak antara ujung kepala sampai dengan pelipatan batang ekor (panjang baku). Ukuran ini disebut dengan ukuran mutlak yang biasanya dinyatakan dalam satuan milimeter atau centimeter (Affandi dkk., 1992).

Setiap spesies ikan memiliki ukuran mutlak yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, dan lingkungan hidupnya. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah makanan, suhu, pH, dan salinitas (Affandi dkk., 1992). Yokogawa dan Tajima (1996) dalam Dewantoro (2001) menyatakan bahwa perbedaan ciri-ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tertentu pada tubuh ikan dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu perairan dan salinitas, atau karena faktor genetik yang tidak seimbang. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ikan. Dengan demikian, walaupun umur ikan dari suatu spesies sama, ukuran mutlaknya dapat berbeda. Olah karena itu, standar dalam identifikasi ialah ukuran perbandingannya, seperti jarak antara panjang baku (PB) dibandingkan dengan panjang total (PT) (Affandi dkk., 1992).

Pengukuran ciri morfometrik dapat dilakukan dengan menggunakan dua metoda yaitu metoda pengukuran baku dan metoda “truss morfometrik”. Namun metoda baku mengandung kelemahan misalnya pengukuran lebar badan tidak mengikuti anatomi ikan sehingga tidak konsisten dari suatu bentuk ke bentuk yang lainnya dan pengukuran panjang tubuh masih terlalu umum dalam menggambarkan bentuk ikan. Sedangkan metoda “truss morfometrik” digunakan untuk menggambarkan secara lebih tepat bentuk ikan dengan memilih titik-titik homologus tertentu disepanjang tubuh dan mengukur jarak antara titik-titik tersebut. Dengan cara ini pengukuran lebih konsisten, memberikan informasi yang terinci dengan menggambarkan bentuk ikan dan memperkecil kesalahan pengukuran (Bzeski dan Doyle, 1988 dalam Nugroho dkk., 1991 dalam Brojo, 1999).

2.5. Hubungan kekerabatan

Studi morfometrik secara kuantitatif memiliki tiga manfaat yaitu, membedakan jenis kelamin dan spesies, mendeskripsikan pola-pola keragaman morfologis antar populasi atau spesies, serta mengklasifikasikan dan menduga hubungan filogenik (Strauss dan Bond, 1990 dalam Imron 1998). Karakter morfometrik juga dapat digunakan untuk membedakan antara satu jenis ikan dengan jenis ikan lainnya (Yokogawa dan Tajima, 1996; Yokogawa, Taniguchi dan Seki, 1997; Madang, 1999), antara jenis ikan yang sama dari geografis atau tempat yang berbeda (Yamazaki dan Goto, 1997; Wanatabe, 1998) dan antar varietas ikan (Sumantadinata dan Taniguchi, 1990 dalam Dewantoro, 2001).

Perbedaan morfologis antar populasi atau spesies biasanya digambarkan sebagai kontras dalam bentuk tubuh secara keseluruhan atau ciri-ciri anatomis tertentu. Meskipun deskripsi secara kualitatif ini mungkin dianggap cukup memadai, tetapi seringkali diperlukan untuk mengekspresikan perbedaan tersebut secara kuantitatif dengan mengambil berbagai ukuran dari individu-individu dan menyatakan statistik (misalnya rata-rata, kisaran, ragam, dan korelasi dari ukura-ukuran tersebut). Hal yang sama dapat dilakukan pada ciri-ciri meristik (ciri-ciri yang dihitung) misalnya jari-jari sirip. Tetapi terdapat perbedaan mendasar antara ciri morfometrik dan meristik, yaitu ciri meristik lebih stabil jumlahnya selama masa pertumbuhan setelah ukuran tubuh yang mantap tercapai, sedangkan karakter morfometrik berubah secara kontinu sejalan ukuran dan umur (Strauss dan Bond, 1990 dalam Imron, 1998).

2.6. Sebaran frekuensi panjang

Data sebaran frekuensi panjang digunakan untuk mengetahui frekuensi persebaran ikan di perairan berdasarkan ukuran panjangnya. Sebaran frekuensi panjang yang dibuat selanjutnya digunakan untuk pendugaan kelompok ukuran ikan sebagai pendugaan kelompok umur (kohort). Ada hubungan antara umur dengan panjang ikan dimana sejumlah data komposisi panjang dapat dikonversi untuk mendapatkan data komposisi umur. Selanjutnya data komposisi umur yang kompleks digunakan dalam pendugaan parameter pertumbuhan ikan (Sparre dan Venema, 1999).

2.7. Hubungan panjang-berat

Analisa hubungan panjang-berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan dengan menggunakan parameter panjang dan berat. Berat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Nilai yang didapat dari perhitungan panjang dengan berat dapat digunakan sebagai pendugaan berat dari panjang. Selain itu, keterangan mengenai pertumbuhan, kemontokan, dan perubahan lingkungan terhadap ikan dapat diketahui (Effendie, 1997).

Hasil analisis hubungan panjang-berat akan menghasilkan suatu nilai konstanta (b), yaitu harga pangkat yang menunjukkan pola pertumbuhan ikan. Effendie (1997) menyebutkan bahwa pada ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3), pertambahan panjangnya seimbang dengan pertambahan berat. Sebaliknya pada ikan dengan pola pertumbuhan allometrik (b≠3), pertambahan panjang tidak seimbang dengan pertambahan berat. Pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan allometrik positif bila b>3, yang menandakan bahwa pertambahan berat lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan panjang. Sedangkan pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan allometrik negatif apabila nilai b<3, ini menandakan bahwa pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan berat (Ricker, 1970 dalam Effendie, 1997).

2.8. Kondisi umum daerah penelitian

Perairan Palabuhanratu merupakan sebuah perairan teluk di pantai selatan Pulau Jawa dan berhubungan langsung dengan Samudera Hindia. Secara administratif Teluk Palabuhanratu termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Sukabumi dengan luas ± 27.210,130 Ha yang terletak pada posisi geografis 6057’ – 70 07’ LS dan 1060 22’ – 1060 33’ BT (Pariwono dkk., 1988).

Berdasarkan topografi dasar perairannya, perairan dangkal di Teluk Palabuhanratu dapat dijumpai sampai jarak 300 meter dari garis pantai dengan kedalaman kurang dari 200 meter. Semakin jauh dari pantai akan dijumpai lereng kontinen dengan kedalaman lebih dari 600 meter (Pariwono dkk., 1988). Perairan Palabuhanratu memiliki kadar salinitas yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 30 – 33 0/00. Tingginya kadar salinitas tersebut dipengaruhi oleh curah hujan (presipitasi) dan penguapan (evaporasi). Selain itu, adanya hubungan yang

terbuka dengan Samudera Hindia dapat meningkatkan kadar salinitas di Palabuhanratu.

Terdapat dua pola musim di perairan Palabuhanratu yang berpengaruh terhadap aktivitas penangkapan ikan, yaitu musim timur yang berlangsung dari bulan Juni hingga September dan musim barat yang berlangsung dari bulan Desember hingga Februari. Kondisi perairan pada musim timur relatif tenang, angin serta gelombang tidak begitu besar sehingga aktivitas penangkapan ikan cukup tinggi pada musim ini. Periode ini berlangsung pada musim kemarau. Hal yang sebaliknya terjadi pada musim barat. Pada musim ini, angin dan gelombang laut cukup tinggi sehingga menyulitkan nelayan untuk melaut. Pada musim barat umumnya aktivitas penangkapan ikan akan menurun. Diantara kedua musim tersebut terdapat musim peralihan pertama yaitu antara bulan Maret sampai Mei dan musim peralihan kedua yang berlangsung antara bulan Oktober sampai November.

Penduduk sekitar Palabuhanratu sebagian besar berprofesi sebagai nelayan tradisional yang menggunakan pancing, jaring apus, dan payang sebagai alat tangkap utama. Hasil tangkapan utamanya antara lain ikan layur (Trichiurus sp.), ikan tembang (Sardinella fimbriata), dan ikan tongkol (Euthynnus sp.).

Dokumen terkait