• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka

Dalam dokumen Laporan PKL Indofood I (Halaman 21-38)

BAB III KAJIAN PUSTAKA

B. Tinjauan Pustaka

Dalam SNI 01-3551-2000, mie instan dibuat dari adonan terigu atau tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya. Dapat diberi perlakuan dengan bahan alkali. Proses pregelatinisasi dilakukan sebelum mie dikeringkan dengan proses penggorengan atau proses dehidrasi lainnya.

Mie instan menurut Zaldi dalam blognya yang berjudul Pembuatan Mie Instan, menjelaskan bahwa mie instan merupakan makanan yang terbuat dari bahan dasar terigu. Bentuknya panjang dan elastis dengan diameter ± 2 mm. Proses pembuatan mie instan meliputi persiapan bahan baku, pencampuran adonan, pengadukan, pelempengan, pencetakan, pengukusan, pemotongan, penggorengan, pendinginan, dan pengemasan.

a. Pencampuran (Mixing)

Mixing adalah proses pencampuran bahan yang digunakan dalam pembuatan mie instan. Dengan tujuan untuk mendapatkan lama mixing yang sempurna. Karena mixing yang berlebihan akan merusak susunan gluten dan adonan akan semakin panas, dan apabila mixing kurang dapat menyebabkan adonan kurang elastis sehingga menyebabkan volume mie menjadi sangat kurang dan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan.

Kadar air adonan berpengaruh terhadap proses gelatinisasi. Karena apabila kadar air terlalu tinggi akan menyebabkan untaian mie akan tersangkut di roll penghubung antara conveyor steamer dengan conveyor cutter sedangkan kadar air yang terlalu

12

rendah menyebabkan adonan dan mie yang dihasilkan berwarna kuning pucat. Sehinggaa dalam hal ini dibutuhkan kadar air yang optimal agar didapatkan mie dengan kekenyalan yang optimal. a. Pressing dan Slitting

Pressing merupakan proses pembentukan lembaran adonan dengan ketebalan tertentu, sedangkan slitting merupakan proses pembelahan adonan menjadi pilinan mie dengan diameter tertentu.

b. Steaming (pengukusan)

Steaming merupakan proses pengukusan yang dilakukan dengan uap air panas sebagai media penghantarnya. Untaian mie yang telah ditangkap oleh Waving Net Conveyor selanjutknya dilewatkan melalui steam box dengan menggunakan mesin Boiler. Steaming digunakan untuk mendukung proses terjadinya gelatinisasi gluten. Dengan beberapa tahap proses gelatinisasi yaitu pembasahan, tahap gelatinisasi dan tahap solidifikasi. Pada tahap pembasahan mie bersifat mudah putus. Pada tahap gelatinisasi mie akan mengalami gelatinisasi dengan penetrasi panas ke dalam mie dan bersifat agak lentur. Pada tahap soliditasi permukaan mie terjadi penguapan dan membentuk lapisan film tipis sehingga menjadi halus dan kering yang menyebabkan sifat mie jadi solid.

c. Cutting (pemotongan)

Cutting merupakan proses pemotongan untaian mie menjadi blog mie yang mempunyai ukuran tertentu dengan standar berat dan ukuran mie instan tergantung dari jenis mie. Mie yang telah dipotong kemudian dilipat dengan cangkulan sehingga menghasilkan 2 blok mie yang sama panjang dan simetris lipatannya. Selanjutnya didistribusikan ke dalam mangkok fryer yang berbentuk persegi yang dilengkapi

dengan conveyor yang mampu menggerakkan melewati bak fryer untuk dilakukan proses Frying.

d. Frying (penggorengan)

Frying merupakan salah satu pengawetan bahan pangan. Prinsip Frying adalah mengeringkan mie basah dengan media minyak goreng pada suhu tinggi sehingga diperoleh mie dengan kadar air dan minyak tertentu dan dipatkan mie yang matang, kering dan awet. Metode frying digunakan adalah deep fat frying dimana seluruh bagian terendam oleh minyak selama dilakukan proses frying dengan temperature 150 oC selama 3 menit.

Dalam proses frying berat mie menyusut dikarenakan air yang terkandung didalam mie diuapkan oleh panas dari minyak goreng. Penguapan terutama terjadi pada bagian terluar mie sampai 3% yang menyebabkan timbulnya kerenyahan. Pada saat frying juga terjadi denaturasi protein dan reaksi maillard. Denaturasi protein dapat meningkatkan daya cerna. Reaksi maillard merupakan reaksi antara gugus reduksi dari karbohidrat pada pati dengan gugus amino pada protein. Reaksi ini menimbulkan aroma yang khas dan perubahan warna yang cenderung lebih gelap dan berbentuk kaku.

e. Pendinginan (Cooling)

Cooling merupakan proses penurunan suhu mie instan, selama 1 menit dengan cara melewatkan mie dalam cooling box yang berisi fan. Udara untuk fan bersumber dari udara luar ruang produksi (udara bebas) sehingga fan dilengkapi filter untuk menyaring polutan. Suhu mie setelah cooling adalah kurang dari 45oC dan kemudian ditangkap oleh konveyor untuk selanjutnya dikemas.

14

f. Pengemasan (Packing)

Packing merupakan proses pembungkusan mie dan seasoningnya dengan kemasan, dengan meliputi dua tahap yaitu packing dengan etiket dan dengan karton.

Dengan proses yang telah dijelaskan di atas, berdasarkan SNI 01-3551-2000, mie instan memiliki standar mutu sebagai berikut:

Tabel III.1 Syarat Mutu Mie Instan

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan 2) - Tekstur - Aroma - Rasa - Warna - - - - Normal/dapat diterima Normal/dapat diterima Normal/dapat diterima Normal/dapat diterima 2. Benda Asing 2) - Tidak boleh ada 3. Keutuhan 1) % b/b Min 90 4. Kadar Air 1) - Proses Penggorengan - Proses Pengeringan % b/b % b/b Maks 10,0 Maks 14,5 5. Kadar Protein 2) - Mie dari terigu - Mie dari bukan

terigu

% b/b % b/b

Min 8,0 Min 4,0

6. Bilangan Asam 1) mgKOH/g

minyak Maks 2,0 7. Cemaran Logam 2) - Timbal (Pb) - Raksa (Hg) Mg/Kg Mg/Kg Maks 2,0 Maks 0,05 8. Arsen (As) 2) Mg/Kg Maks 0,5

9. Cemaran Mikroba 2) - Angka Lempeng Total - E.coli - Salmonella - Kapang Koloni/g APM/g - Koloni/g Maks 1,0 × 105 < 3 Negatif per 25g Maks 1,0 × 103

1) Berlaku untuk keping mie

2) Berlaku untuk keping mie dan bumbu

2. Minyak Goreng

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan.

Lemak dan minyak berperan sebagai penyusun membran yang sangat penting untuk berbagai tugas metabolisme, lemak juga dapat melarutkan berbagai vitamin, yaitu vitamin A, D, E dan K. (Setiadji, 2007). Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Bobot energi yang dihasilkan per gram lemak adalah 2 ¼ kali lebih besar daripada karbohidrat dan protein. 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori, sedangkan 1 gram karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kalori (Soehardjo dan Kusharto, 1992)

Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan. Karena dapat berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Tetapi pemanasan minyak secara berulang-ulang pada suhu tinggi dan waktu yang cukup lama, akan menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat dalam minyak. Senyawa padat tersebut lama kelamaan akan teroksidasi menghasilkan senyawa-senyawa radikal bebas yang merugikan kesehatan. Terdapat beberapa sumber radikal bebas antara lain adalah sumber internal yang meliputi superoksida dari hasil reduksi O2 pada saat sel mengalami fagositosis, hiskemia atau reaksi Fenton. Radikal bebas juga dapat dihasilkan dari sumber

16

eksternal seperti yang berasal dari makanan yang mengandung lemak, makanan yang digoreng, zat warna makanan, pengawet dan polutan udara (Halliwel, et. all. 1989).

Dengan demikian, maka diaturlah standar mutu minyak goreng berdasarkan SNI 3741:2013 sebagai berikut:

Tabel III.2 Tabel Standar Mutu Minyak Goreng SNI 3741:2013

No

. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan - Bau - Warna - - Normal Normal 2. Kadar air dan bahan menguap % (b/b) Maks 0,15 3. Bilangan asam Mg KOH/g Maks 0,6 4. Bilangan peroksida Mek O2/kg Maks 10 5. Minyak pelikan - Negatif 6. Asam linolenat (C18:3) dalam

komposisi asam lemak minyak % maks 2 7. Cemaran logam - Kadmium (Cd) - Timbal (Pb) - Timah (Sn) - Merkuri (Hg) Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Maks 0,2 Maks 0,1 Maks 40,0/250,0* Maks 0,05 8. Cemaran arsen (As) Mg/kg Maks 0,1 CATATAN - Pengambilan contoh dalam bentuk kemasan di pabrik

- *dalam kemasan kaleng

Menurut William Reusch, dalam blognya yang berjudul Lipids, lipid adalah kelompok besar dari beragam senyawa organik yang terkait kelarutannya dalam pelarut organik (seperti eter, benzena, kloroform dan aseton) dan secara umum tidak dapat larut di dalam air. Salah satu jenis lipid adalah minyak goreng.

Menurut Sudarman, dalam blognya yang berjudul Perbedaan Asam Lemak dan trigliserida, Asam lemak merupakan zat organik yang terdiri dari rantai karbon panjang dengan atom hidrogen yang terikat dan gugus metil (CH3) di salah satu ujung dan gugus asam (-COOH) di ujung lain. Tergantung pada keberadaan ikatan rangkap C = C. Asam lemak terbagi menjadi dua jenis, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.

Soehardjo dan Clara M. Kusharto dalam bukunya yang berjudul Prinsip-prinsip Ilmu Gizi (1992) menjelaskan bahwa asam lemak dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Asam Lemak Jenuh (Saturated Fatty Acid)

Asam Lemak Jenuh adalah asam lemak yang mempunyai ikatan tunggal atom karbon (C), dimana masing-masing atom karbon ini akan berikatan dengan atom hidrogen (H). Contoh: C1 -C10 umumnya bersifat cair, C12-C24 bersifat padat.

b. Asam Lemak Tak Jenuh

Asam lemak yang mempunyai ikatan ganda, asam lemak tak jenuh terbagi lagi menjadi dua, yaitu:

1) Monounsaturated Fatty Acid (MUFA) adalah asam lemak yang selalu mengandung paling sedikit satu ikatan rangkap antara 2 atom karbon (C) dengan kehilangan paling sedikit 2 atom hidrogen (H).

2) Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) adalah asam lemak yang mengandung lebih dari satu ikatan rangkap. Asam lemak tak jenuh poli ini akan kehilangan paling sedikit 4 atom, hidrogen (H).

Untuk membentuk lemak, tiga molekul asam lemak dan satu molekul gliserol melalui esterifikasi membentuk satu molekul lemak trigliserida.

Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O), yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut lemak). Lemak

18

yang mempunyai titik lebur tinggi bersifat padat pada suhu kamar, sedangkan yang mempunyai titik lebur rendah, bersifat cair. Lemak yang padat pada suhu kamar disebut lemak atau gaji, sedangkan yang cair pada suhu kamar disebut minyak (Sediaoetama, 1987).

a. Mutu Minyak Goreng

Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena terjadi hidrolisis molekul lemak. Oleh karena itu untuk menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dari seharusnya. Pada umumnya suhu penggorengan yaitu 177-221°C (Winarno, 2004).

1) Sifat Fisika dan Kimia minyak

Sifat fisika dan kimia minyak yang dikemukakan oleh Ketaren (2008) dalam bukunya adalah sebagai berikut:

a) Sifat Fisika 1. Warna

Terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat warna alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain α dan β karoten (berwarna kuning), xantofil, (berwarna kuning kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan) dan antosyanin (berwarna kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol

(vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh. Minyak dalam keadaan murni tidak mempunyai warna, rasa, dan bau.

2. Odor dan Flavor

Odor dan Flavor pada minyak atau lemak selain terdapat secara alami, juga terjadi karena pembentukan asam yang berantai sangat pendek sehingga hasil penguraian pada kerusakan minyak dan lemak. Sebagai contoh, bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya beta ionone, sedangkan bau khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonyl methylketon.

3. Kelarutan

Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai nilai polaritas yang sama, yaitu zat polar larut dalam pelarut bersifat polar dan tidak larut dalam pelarut non polar. Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak. Minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam etil eter, karbon dioksida dan pelarut-pelarut halogen. Ketiga jenis pelarut-pelarut ini memiiki sifat non polar sebagaimana halnya minyak dan lemak netral.

4. Titik Didih

Titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.

5. Titik Lunak (Softening Point)

Titik lunak dari minyak ditetapkan dengan maksud untuk identifikasi minyak tersebut. Cara penetapannya yaitu dengan menggunakan tabung kapiler yang diisi dengan minyak, kemudian

20

dimasukkan ke dalam lemari es selama satu malam, sehingga minyak akan membeku atau menjadi padat. 6. Slipping Point

Penetapan slipping point dipergunakan untuk pengenalan minyak dan lemak alam serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya. Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan suatu silinder kuningan yang kecil, yang diisi dengan lemak padat, kemudian disimpan dalam bak yang tertutup dan dihubungkan dengan termometer. Bila bak tadi digoyangkan, temperatur akan naik dengan perlahan-lahan.

7. Shot Melting Poin

Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. Minyak dan lemak umumnya mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah yang relatif besar, biasanya berwujud cair pada temperatur kamar. Bila mengandung asam lemak jenuh yang relatif besar, maka minyak atau lemak tersebut akan mempunyai titik cair yang tinggi. Bila titik cair dari trigliserida sederhana yang murni ditentukan, akan dijumpai bahwa panjang rantai karbon dari asam-asam lemaknya, maka titik cairnya pun akan semakin tinggi. 8. Bobot Jenis

Bobot jenis minyak lebih ringan dari pada air yaitu 0,91 – 0,94 g/liter. Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 2500C. Akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 4000C. Pada penetapan bobot jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang pendek.

9. Indeks Bias

Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang

cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak dipakai pada pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak.

10. Titik Asap, Titik Nyala dan Titik Api

Apabila minyak atau lemak dipanaskan dapat dilakukan penetapan titik asap, titik nyala, dan titik api. Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada pemanasan tersebut. Titik nyala adalah temperatur pada saat campuran uap dari minyak dengan udara mulai terbakar. Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan pembakaran yang terus-menerus, sampai habisnya contoh uji. Titik asap, titik nyala, titik api adalah kriteria penting dalam hubungannya dengan minyak yang digunakan untuk menggoreng.

b) Sifat Kimia 1. Hidrolisa

Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak yang terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut.

Menurut Djatmiko dan Pandjiwidjaja, 1984 pada reaksi hidrolisis akan dihasilkan gliserida dan asam lemak bebas dengan rantai pendek (C4 - C12). Akibat

22

yang ditimbulkan dari reaksi ini adalah terjadinya perubahan bau dan rasa dari minyak atau lemak, yaitu timbulnya rasa tengik.

2. Oksidasi

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak atau lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas.

3. Hidrogenasi

Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak.

4. Esterifikasi

Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak goreng

a. Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak goreng sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak goreng.

b. Kadar zat menguap dan kotoran

Meskipun kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum menjamin mutu minyak goreng. Kemantapan minyak goreng harus dijaga dengan cara membuang kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan peralatan pemurnian modern.

c. Kadar Logam

Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak goreng antara lain besi, tembaga, dan kuningan. Mutu dan kualitas minyak goreng yang mengandung logam-logam tersebut akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam-logam itu dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak goreng. Reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak goreng yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan.

d. Angka Oksidasi

Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak goreng menjadi menurun. Dari angka ini dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi berlangsung sehingga dapat pula dinilai kemampuan minyak goreng untuk 11 menghasilkan barang jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama. Angka oksidasi dihitung berdasarkan angka peroksida.

e. Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida adalah banyaknya miliekuivalen peroksida dalam 100 gram lemak. Menurut Ketaren, 1986 bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida.

24

Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri. Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik, baik ensimatik maupun non ensimatik. Di antara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autooksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid, dan keton. Bau tengik atau rancid terutama disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam thiobarbiturat (TBA) (Sudarmadji, S. 2007).

Cara Mengurangi Kerusakan Minyak Goreng (Ketaren, 2008)

Kerusakan minyak tidak dapat dikurangi dan dapat diperlambat dengan memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, yaitu:

a. Oksigen, semakin banyak oksigen semakin cepat teroksidasi.

b. Ikatan rangkap, semakin banyak asam lemak tidak jenuhnya semakin mudah teroksidasi.

c. Suhu, suhu penggorengan dan pemanasan yang tinggi akan mempercepat reaksi.

d. Cahaya serta ion logam tembaga (Cu2+) dan besi (Fe2+) yang merupakan faktor katalis proses oksidasi.

e. Antioksidan, semakin tinggi antioksidan ditambahkan semakin tahan terhadap oksidasi. Untuk menghindari penurunan mutu akibat proses oksidasi dapat menggunakan antioksidan. Antioksidan secara harpiah dapat diartikan pencegah oksidasi dengan cara menurunkan konsentrasi oksigen (O2).

Dengan memperhatikan faktor penyebab, maka oksidasi atau ketengikan dapat diperlambat. Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya pro-oksidan dan antioksidan.

Pro-oksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan menghambatnya.

3. Kadar Air dan Asam Lemak Bebas (ALB)

Siade (2014) menjelaskan bahwa asam lemak bebas (ALB) adalah suatu asam yang dibebaskan pada proses hidrolisis lemak oleh enzim. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang juga terdapat dalam buah, tetapi berada diluar sel yang mengandung minyak. Jika dinding sel pecah atau rusak karena proses pembusukan atau karena pelukaan mekanik, tergores atau memar karena benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan berlangsung dengan cepat sehingga membentuk gliserol dan asam lemak bebas. Pembentukan asam lemak bebas juga dapat terjadi oleh adanya mikroorganisme pada keadaan lembab dan kotor.

Mutu minyak dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebasnya, karena jika kadar asam lemak bebasnya tinggi, maka akan timbul bau tengik. Kadar air dapat mengakibatkan naiknya kadar asam lemak bebas karena air pada minyak dapat menyebabkan terjadi hidrolisa pada trigliserida dengan bantuan enzim lipase dalam minyak tersebut.

Alfiani (2014) dalam jurnalnya menjelaskan bahwa selama proses penggorengan, makanan terendam di dalam minyak goreng dengan suhu tinggi, sehingga terjadi penyerapan minyak oleh makanan. faktor yang mempengaruhi penyerapan minyak oleh makanan selama proses penggorengan adalah suhu, lama waktu penggorengan dan pemakaian berulang pada minyak goreng. jumlah minyak dalam makanan yang digoreng mengalami kenaikan seiring dengan semakin lamanya proses pengorengan. Hal ini dikarenakan selama proses penggorengan minyak goreng mengalami berbagai reaksi kimia di antaranya reaksi hidrolisis dan oksidasi yang dapat menyebabkan terbentuknya asam lemak bebas.

Asam Lemak Bebas (ALB) merupakan produk yang dihasilkan ketika suatu trigliserida mengalami reaksi hidrolisis. Terjadinya reaksi hidrolisis dapat menyebabkan kerusakan pada minyak atau lemak, dikarenakan adanya reaksi hidrolisis menghasilkan asam lemak dan gliserol. Adanya senyawa asam lemak ini menyebabkan kestabilan dari minyak terganggu. Minyak merupakan senyawa non polar sedangkan

26

asam lemak dan gliserol merupakan senyawa polar, sehingga apabila kandungan asam lemak dan gliserol dalam minyak berlebih akan menyebabkan minyak cepat rusak.

Selain itu asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan rendemen minyak menjadi turun, sehingga kandungan ALB ini perlu dilakukan analisa dan pengontrolan dari awal agar kandungan dan kualitas dari minyak yang akan dihasilkan bagus.

Kerusakan minyak atau lemak dapat juga diakibatkan oleh proses oksidasi, yaitu terjadinya kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak, yang biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan

Dalam dokumen Laporan PKL Indofood I (Halaman 21-38)

Dokumen terkait