• Tidak ada hasil yang ditemukan

Infiltrasi

Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke bawah dari permukaan tanah (Jury dan Horton, 2004). Infiltrasi tanah meliputi infiltrasi kumulatif, laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Infiltrasi kumulatif adalah jumlah air yang meresap ke dalam tanah pada suatu periode infiltrasi. Laju infiltrasi adalah jumlah air yang meresap ke dalam tanah dalam waktu tertentu. Sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum air meresap ke dalam tanah (Haridjaja, Murtilaksono dan Rachman, 1991).

Laju infiltrasi tertinggi dicapai saat air pertama kali masuk ke dalam tanah dan menurun dengan bertambahnya waktu (Philip, 1969 dalam Jury dan Horton, 2004). Pada awal infiltrasi, air yang meresap ke dalam tanah mengisi kekurangan kadar air tanah. Setelah kadar air tanah mencapai kadar air kapasitas lapang, maka kelebihan air akan mengalir ke bawah menjadi cadangan air tanah (ground water) (Jury dan Horton, 2004).

Laju infiltrasi diklasifikasikan menjadi tujuh kelas oleh Kohnke (1968) berdasarkan nilai laju infiltrasi konstan (Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi laju infiltrasi tanah Kohnke (1968)

Kelas Laju infiltrasi konstan (mm/jam)

Sangat lambat 1 Lambat 1 – 5 Sedang – lambat 5 – 20 Sedang 20 – 65 Sedang – cepat 65 – 125 Cepat 125– 250 Sangat cepat >250

(Sumber : Kohnke, H. 1968 dalam Sofyan, 2006)

Infiltrasi merupakan bagian dari siklus hidrologi yang mempunyai peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan ketersediaan air. Pada tanah-tanah yang memiliki kapasitas infiltrasi tanah yang rendah, sebagian besar curah hujan berubah menjadi aliran permukaan dan hanya sebagian kecil air hujan yang masuk ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Akibatnya jumlah air yang menjadi simpanan air tanah menurun. Infiltrasi juga dapat dimanfaatkan

untuk pertimbangan perkiraan potensi kekeringan, aliran permukaan, erosi dan pertimbangan kegiatan-kegiatan tertentu (Haridjaya dkk, 1991).

Proses infiltrasi mengakibatkan sebagian air hujan masuk ke dalam tanah sehingga mengurangi air limpasan permukaan (run off). Dengan berkurangnya air limpasan permukaan, potensi banjir dapat dihindari atau semakin diminimalisir jika lahannya memiliki kapasitas infiltrasi tanah yang besar. Infiltrasi juga berperan dalam proses pengisian reservoir air tanah. Reservoir air tanah dapat dimanfaatkan oleh vegetasi dan fauna tanah serta mempengaruhi ketersediaan aliran sungai di musim kemarau.

Pengamatan infiltrasi di lapang dapat dilakukan dengan membuat simulasi peresapan air oleh tanah. Simulasi ini dibantu dengan peralatan tertentu. Salah satu peralatan yang dapat digunakan adalah double ring infiltrometer (infiltrometer cincin konsentrik) (Seyhan, 1990). Alat tersebut terdiri dari dua metal silinder yang berbeda ukuran. Kedua silinder dipasang pada tanah dan diisi dengan air untuk kemudian diamati penurunan tinggi muka air pada tiap waktu tertentu (Brady dan Weil, 2008). Dari pengolahan data penurunan ketinggian muka air dan waktu pengamatan dapat diperoleh laju infiltrasi.

Terdapat beberapa rumus persamaan untuk memformulasikan laju infiltrasi. Horton merupakan salah satu pioner yang mempelajari laju infiltrasi di lapangan dan mengembangkan persamaan laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Model infiltrasi Horton dipercaya dapat menjelaskan infiltrasi pada berbagai jenis tanah dan konsisten terhadap proses infiltrasi itu sendiri. Rumus persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

ft = fc +(fo– fc)e(-kt) ft : laju infiltrasi

t : waktu

fo : laju infiltrasi saat t = 0 fc : laju infiltrasi konstan

k : konstanta yang menunjukkan laju penurunan infiltrasi e : konstanta; senilai 2,718 (Lal dan Shukla, 2004)

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi

Laju infiltrasi dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, jenis liat, tutupan tajuk vegetasi, tindakan pengolahan tanah dan laju penyediaan air. Secara langsung, laju infiltrasi dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan. Kapasitas infiltrasi ditentukan oleh struktur dan tekstur tanah. Unsur struktur tanah yang terpenting adalah ukuran, jumlah dan distribusi pori, serta kemantapan agregat tanah (Haridjaja dkk, 1991). Menurut Arsyad (2006), laju masuknya air ke dalam tanah terutama dipengaruhi oleh ukuran dan kemantapan agregat.

Pori tanah merupakan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah. Pori-pori tanah dapat terbentuk akibat susunan agregat tanah, aktivitas akar, cacing, dan aktivitas organisme tanah lainnya. Aktivitas perakaran tumbuhan tahunan, sangat berperan dalam pembentukan saluran untuk pergerakan air dan udara. Saluran yang terbentuk umumnya berbentuk pipa yang kontinu dengan panjang yang dapat mencapai satu meter (Brady dan Weil, 2008).

Keragaman porositas tanah, total ruang pori, ukuran pori, serta distribusi dan susunan pori tanah dapat diamati melalui pengamatan bobot isi tanah serta susunan dan distribusi pori.

Untuk menentukan jumlah total ruang pori tanah diperlukan nilai bobot isi tanah. Bobot isi tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara bobot tanah dengan volume tanah total, dinyatakan dengan rumus:

BI = ms / Vs BI : bobot isi tanah (g/cm3)

ms : bobot tanah (g)

Vs : volume tanah (cm3) (Wahjunie dan Murtilaksono, 2004)

Tanah dengan bobot isi senilai 1,0 – 1,3 g/cm3 dikategorikan sebagai tanah dengan bobot isi ringan. Sedangkan tanah dengan bobot isi senilai 1,3 – 1,8 g/cm3 termasuk tanah dengan bobot isi berat (Hanafiah, 2005). Menurut Hardjowigeno (1985) semakin tinggi bobot isi tanah, maka tanah semakin padat yang berarti jumlah pori tanah semakin rendah.

Apabila bobot isi tanah suatu tanah diketahui, maka total ruang pori tanah dapat dihitung dengan rumus:

BI : Bobot isi

BJP : Bobot jenis partikel (Sitorus, Haridjaja dan Brata, 1980)

Total ruang pori tanah yang merupakan volume relatif dari pori-pori tanah dipengaruhi oleh susunan butiran padat tanah. Selain itu, total ruang pori tanah juga dipengaruhi oleh kedalaman tanah. Umumnya, tanah pada lapisan bawah lebih padat sehingga memiliki total ruang pori tanah yang lebih kecil dibandingkan total ruang pori tanah lapisan atas (Soepardi, 1974). Peran total ruang pori tanah berkaitan dengan pergerakan air dan udara serta penyimpanannya berkaitan dengan akar tanaman, mikroorganisme dan fauna tanah (Marshall dan Holmes, 1988).

Susunan dan distribusi pori menunjukkan jumlah masing-masing pori dan sangat menentukan pergerakan air. Pada pori drainase, udara mudah bergerak dan air mengalami perkolasi secara cepat. Berdasarkan Sitorus, Haridjaja dan Brata, (1980), pori drainase terdiri dari:

a. Pori drainase sangat cepat; berdiameter > 300 µm, merupakan bagian pori yang akan kosong pada pF 1,0.

b. Pori drainase cepat; berdiameter 30 – 300 µm, merupakan bagian pori yang akan kosong pada pF 1,0 sampai pF 2,0.

c. Pori drainase lambat; berdiameter 9 – 30 µm, merupakan bagian pori yang akan kosong pada pF 2,0 sampai pF 2,54

Pori kapilar berisi air yang dapat diserap tanaman, pada umumnya akan kosong pada pF 2,54 sampai pF 4,2. Tidak semua air yang terdapat pada pori ini dapat diserap tanaman, terutama pada pori yang akan kosong pada pF yang sudah mendekati 4.2. Pada pori higroskopis, yakni pori yang akan kosong pada pF di atas 4.2, air seluruhnya tidak dapat diserap tanaman (Soepardi, 1974). Dengan demikian, tanah yang memiliki pori kapilar dan pori higroskopis yang tinggi cenderung lebih sulit melalukan air.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan didefinisikan sebagai setiap bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Arsyad (2006), secara garis besar, terdapat dua jenis penggunaan lahan, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan

lahan pertanian diklasifikasikan menjadi beberapa penggunaan lahan lainnya, seperti tegalan, sawah, kebun karet, hutan lindung dan kebun kopi. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian diantaranya pemukiman, industri, rekreasi, dan pertambangan (Arsyad, 2006).

Hutan didefinisikan sebagai suatu area yang ditumbuhi pepohonan atau sebidang tanah yang menunjang pertumbuhan pepohonan (Troeh, Hobbs dan Donahue, 2003). Pada penggunaan lahan hutan, terdapat tutupan vegetasi yang rapat. Tutupan vegetasi yang rapat melindungi tanah dari pemadatan akibat hujan dan menyediakan lapisan bahan organik yang menjadi tempat aktifitas serangga dan organisme tanah lainnya. Aktivitas organisme tanah meningkatkan jumlah pori makro dan secara tidak langsung meningkatkan infiltrasi tanah (Jury, Gardner dan Gardner, 1991).

Tanah pada penggunaan lahan kebun sayuran dan kebun cabai mengalami pengolahan tanah. Pengolahan tanah merupakan manipulasi tanah secara mekanik dengan tujuan tertentu, seperti penyesuaian kondisi tanah untuk pertumbuhan tanaman (Foth, 1990). Proses pengolahan tanah dapat berupa pencangkulan, pembalikan tanah, pembentukan bedeng dan pemupukan. Cara pengolahan tanah mempengaruhi sifat fisik tanah yang diolah. Pembajakan dan pengolahan tanah dirancang untuk meningkatkan porositas tanah dan mengakibatkan bobot isi tanah meningkat (Tan, 2009). Sedangkan pengolahan tanah berupa penambahan pupuk kandang cenderung menurunkan bobot isi. Adapun tanah yang diolah secara intensif akan mengalami penurunan pori makro terutama pada tanah lapisan atas. (Soepardi, 1974).

Pada Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Bab I Pasal 1 Poin 12, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Bappenas, 2008). Karakterisitik utama pada tanah di kawasan permukiman adalah terjadinya pemadatan tanah (soilcompaction).

Pemadatan pada tanah di permukiman terjadi terutama disebabkan oleh lalu- lintas manusia dan kendaraan. Permukaan tanah relatif kedap sehingga tidak dapat

meresapkan air. Akibatnya, laju infiltrasi tanah menjadi rendah. Selain itu, total ruang pori tanah yang rendah akibat pemadatan ikut mengakibatkan laju infiltrasi tanah menjadi rendah (Jury, Gardner dan Gardner, 1991).

Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan yang berbeda memiliki laju infiltrasi yang berbeda pula. Satori (1998) meneliti laju infiltrasi pada tanah di bawah tegakan pohon dan tanah berumput di Kebun Raya Bogor. Hasilnya menunjukkan bahwa laju infiltrasi pada tanah di bawah tegakan pohon lebih cepat dari laju infiltrasi tanah berumput. Hal ini terjadi karena tanah berumput mengalami pemadatan tanah akibat aktivitas manusia dan alat berat sehingga bobot isi tanah berumput lebih tinggi daripada bobot isi tanah di bawah tegakan pohon.

Berdasarkan Isyari (2005), laju infiltrasi pada penggunaan lahan hutan, tegalan, dan semak lebih tinggi daripada laju infiltrasi penggunaan lahan pemukiman. Pemadatan yang terjadi akibat aktivitas manusia menurunkan laju infiltrasi. Pengolahan tanah yang dilakukan pada suatu lahan berpotensi untuk meningkatkan dan menurunkan laju infiltrasi tanah. Aktivitas perakaran meningkatkan pori drainase dan berdampak pada peningkatan laju infiltrasi.

Menurut Arianti (1999), laju infiltrasi tanah hutan lebih tinggi daripada laju infiltrasi tanah pertanian (tegalan). Jenis tanaman semusim yang ditanam pada tanah pertanian memiliki akar yang dangkal dengan penyerapan air yang sedikit sehingga kandungan air tanah tinggi dan laju infiltrasi menjadi rendah. Sejalan dengan Arianti, Yanrilla (2001) mengemukakan bahwa laju infiltrasi hutan lebih tinggi daripada laju infiltrasi pada penggunaan lahan semak dan lahan pertanian. Adanya vegetasi di permukaan tanah melindungi tanah dari efek pemadatan akibat pukulan air hujan.

Sofyan (2006) menyatakan bahwa laju infiltrasi tanah hutan lebih tinggi daripada laju infiltrasi tanah pada lahan tegalan dan lahan agroforestry. Kandungan bahan organik dan jumlah pori makro yang tinggi menjadi faktor utama tingginya laju infiltrasi lahan hutan dibandingkan laju infiltrasi lahan tegaan maupun lahan agrofrestry. Lahan tegalan dan lahan agroforestry mengalami proses pengolahan tanah. Namun pengolahan tanah pada lahan tegalan

lebih intensif daripada pengolahan tanah pada lahan agroforestry sehingga laju infiltrasi lahan agroforestry lebih tinggi daripada laju infiltrasi lahan tegalan.

Penelitian karakter infiltrasi di Sub-DAS Ciliwung Hulu yang meliputi penggunaan lahan hutan dan kebun teh menunjukkan laju infiltrasi konstan tanah hutan lebih tinggi dibandingkan laju infiltrasi konstan tanah kebun teh. Bobot isi tanah hutan lebih rendah daripada bobot isi tanah pada kebun teh. Ruang pori tanah hutan lebih tinggi daripada ruang pori tanah kebun teh. Kedua hal tersebut menyebabkan laju infiltrasi tanah hutan lebih tinggi dibandingkan laju infiltrasi tanah kebun teh (Winarni, 2007).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini terdiri dari dua kegiatan, yaitu pengukuran infiltrasi dan análisis laboratorium terhadap sifat-sifat fisik tanah. Pengamatan infiltrasi dilakukan di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Analisis sifat-sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB. Penelitian berlangsung pada bulan Juli hingga Agustus 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah air dan sampel tanah untuk analisis laboratorium. Peralatan penunjang penelitian berupa double ring infiltrometer ukuran diameter 30 cm dan 15 cm, cangkul, cutter, ember, gayung, selang, stopwatch, gunting, ring sampel dan koper sampel, timbangan digital, pressure plate apparatus, oven, penggaris, alat tulis, kalkulator dan seperangkat

komputer.

Metoda Pengukuran Laju Infiltrasi

Pengukuran laju infiltrasi di lapang menggunakan double ring infiltrometer dengan diameter ring besar 30 cm dan 15 cm untuk ring kecil. Ring dengan diameter 15 cm dimasukkan sekitar 5 cm ke dalam tanah, kemudian ring dengan diameter 30 cm dipasang konsentris terhadap ring sebelumnya. Kemudian air dimasukkan ke dalam kedua ring secara bersamaan dan diukur ketinggiannya.

Pengukuran laju infiltrasi dilakukan selama satu setengah sampai dua jam dengan pencatatan penurunan muka air tiap 60 detik. Setelah diperoleh laju yang mulai konstan, pencatatan penurunan ketinggian muka air dilakukan setiap dua menit, tiga menit atau disesuaikan dengan penurunan muka air. Pengamatan ini dilakukan minimal 150 menit per-titik pengamatan.

Pengambilan Sampel Tanah

Sampel tanah yang diambil merupakan sampel tanah utuh dan sampel tanah terganggu. Sampel tanah utuh digunakan untuk pengamatan bobot isi dan distribusi pori. Sedangkan sampel tanah terganggu digunakan untuk pengamatan bobot jenis partikel tanah sebagai data untuk analisis total ruang pori tanah.

Analisis Sifat Fisik Tanah

Analisis sifat fisik tanah dilakukan pada beberapa sifat fisik yang mempengaruhi infiltrasi. Sifat-sifat tersebut meliputi bobot isi, total ruang pori tanah dan distribusi pori (Tabel 2).

Tabel 2. Sifat fisik yang diamati dan metode analisis

Sifat fisik Metode analisis

Bobot isi Gravimetri

Total ruang pori tanah Gravimetri

Distribusi ukuran pori Pressure plate apparatus

Analisis Data

Data pengukuran infiltrasi di lapang dan sifat fisik tanah di laboratorium diolah menggunakan program Microsoft Excel. Pemodelan infiltrasi dilakukan menggunakan persamaan Horton dengan rumus ft = fc + (fo– fc) e-kt.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penggunaan Lahan Hutan Pinus

Penggunaan lahan hutan pinus menempati bagian lahan dengan lereng yang cukup curam. Tumbuhan penutup tanah (basal cover) pada hutan ini didominasi oleh rerumputan dan tumbuhan liar lainnya, seperti Harendong. Sisa tumbuhan penutup tanah (basal cover) dan pohon pinus menjadi sumber bahan organik yang dimanfaatkan oleh organisme tanah. Hutan Pinus ini terkadang dilalui oleh petani atau warga yang memanfaatkan pohon pinus untuk diambil getahnya sehingga pada beberapa tempat tanah pada hutan ini mengalami pemadatan.

Gambar 2. Penggunaan lahan hutan pinus.

Kebun Sayuran

Komoditas yang ditanam pada kebun sayuran di desa ini cukup beragam, seperti wortel, caisin, tomat, kol, brokoli, jagung, dan kacang-kacangan. Di beberapa lahan ditemukan penanaman berbagai komoditas pada bedeng yang berbeda pada ladang yang sama. Pada lahan ini dilakukan pengolahan tanah yang cukup intensif, yakni tiap 1-4 bulan tergantung komoditas yang ditanam.

Kebun Cabai

Penggunaan lahan sebagai kebun cabai dibedakan dengan kebun sayuran. Hal ini karena karakteristik kebun yang sedikit berbeda. Pada penggunaan lahan sebagai kebun cabai pengolahan tanah relatif lebih jarang. Tanaman cabai dipanen beberapa kali hingga usia tanaman sekitar delapan bulan. Selama rentang waktu awal tanam hingga panen terakhir, pengolahan tanahnya tergolong minimum.

Gambar 4. Penggunaan lahan kebun cabai.

Lahan Berumput

Wilayah yang ditutupi rumput umumnya merupakan lahan yang tidak dimanfaatkan. Pada beberapa bagian, rumput tumbuh cukup rapat menutupi permukaan tanah. Sedangkan pada bagian lainnya, intensitas tutupan rumput lebih jarang dan keadaan rumput relatif kering. Wilayah ini terkadang dilalui oleh petani atau warga sehingga cenderung agak terganggu. Perakaran rumput berupa akar serabut. Akar serabut cukup banyak menempati pori tanah. Pada kedalaman 0-20 cm tanah lahan berumput ditemui makrofauna tanah, yakni semut.

Gambar 5. Penggunaan lahan berumput.

Pemukiman

Pembangunan pemukiman dibuat berjajar di salah satu sisi lereng bukit dan tidak dominan dibanding lahan pertanian. Penggunaan lahan sebagai pemukiman di wilayah ini sebagian besar dibangun dengan halaman rumah yang sangat

minimum. Jarak antar satu rumah dengan rumah yang lain hanya dibatasi dengan dinding tembok rumah itu sendiri. Adapun halaman yang cukup luas umumnya digunakan sebagai tempat parkir atau tempat singgah kendaraan dan aktivitas manusia sehingga permukaan tanah relatif padat. Permukaan tanah juga ditumbuhi lumut sehingga pori permukaan tanah tertutup dan relatif kedap.

Gambar 6. Penggunaan lahan pemukiman.

Sifat Fisik Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan Bobot Isi

Bobot isi tanah pada kelima penggunaan lahan pada kedalaman 0-20 cm secara berurutan dari nilai tertinggi yakni 1,14 g/cm3 (pemukiman), 0,95 g/cm3 (hutan pinus), 0,89 g/cm3 (lahan berumput), 0,83 g/cm3 (kebun sayuran), dan 0,80 g/cm3 (kebun cabai). Pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi tanah masing- masing penggunaan lahan bernilai 0,96 g/cm3 (pemukiman), 0,94 g/cm3 (lahan berumput), 0,93 g/cm3 (kebun cabai), 0,90 g/cm3 (hutan pinus) dan 0,80 g/cm3 (kebun sayuran). Perbandingan bobot isi tanah pada lapisan atas (kedalaman tanah 0-20 cm) dan lapisan di bawahnya (kedalaman 20-40 cm) pada kelima penggunaan tanah disajikan pada Gambar 7.

0,95 0,83 0,89 1,14 0,80 0,93 0,96 0,94 0,80 0,90 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20

Hutan Pinus Kebun

Sayuran

Kebun Cabai

Rumput Pemukiman

Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm

Gambar 7. Bobot isi tanah pada berbagai penggunaan lahan.

B o b o t isi ( g /cm 3 )

Hutan Pinus

Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa bobot isi tanah hutan pinus sebesar 0,95 g/cm3 (kedalaman 0-20 cm ) dan 0,90 g/cm3 (pada kedalaman 20-40 cm). Menurut Hanafiah (2005), bobot isi tanah hutan pinus pada kedua kedalaman tanah termasuk ringan. Adanya aktifitas vegetasi dan flora-fauna tanah yang didukung pula oleh pasokan bahan organik yang tersedia menyebabkan bobot isi relatif ringan. Akar tumbuhan dan flora-fauna tanah menciptakan biopori sehingga tanah tidak menjadi padat. Bahan organik yang terdapat pada lahan ini berperan

sebagai pemicu aktivitas mikroorganisme yang kemudian membantu

penggemburan tanah dan penciptaan biopori. Namun, Hutan Pinus ini terkadang dilalui oleh petani atau warga yang menyebabkan terjadinya pemadatan tanah pada lapisan teratas sehingga bobot isi pada kedalaman 0-20 cm lebih tinggi dibandingkan bobot isi tanah pada kedalaman 20-40 cm.

Lahan Berumput

Bobot isi tanah lahan berumput sebesar 0,89 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm dan sebesar 0,94 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm (Gambar 7) dan keduanya tergolong ringan. Dibandingkan bobot isi tanah Hutan Pinus, bobot isi tanah lahan berumput pada kedalaman 0-20 cm lebih rendah 5,75 %. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas flora dan fauna habitat rerumputan mampu menggemburkan lapisan tanah teratas secara nyata. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi tanah lahan berumput 3,90 % lebih tinggi dibandingkan bobot isi tanah hutan pinus. Bobot isi yang tinggi dipengaruhi oleh gangguan aktifitas manusia yang menyebabkan pemadatan tanah. Selain itu, lahan berumput yang diamati diduga merupakan lapisan bagian dalam tanah yang telah disingkap melalui penterasan yang kemudian belum sempat dimanfaatkan sehingga bobot isi tanah tinggi.

Kebun Sayuran

Bobot isi tanah kebun sayuran pada kedalaman 0-20 cm senilai 0,83 g/cm3 dan 0,80 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm (Gambar 7). Menurut klasifikasi Hanafiah (2005), bobot isi tanah kebun sayuran tersebut termasuk ringan. Pada kedalaman 0-20 cm, bobot isi tanah kebun sayuran 12,11 % lebih rendah daripada

bobot isi tanah Hutan Pinus. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi tanah kebun sayuran 11,63 % lebih rendah dibandingkan bobot isi Hutan Pinus. Berdasarkan Tan (2009), rendahnya bobot isi tanah merupakan dampak dari pengolahan tanah dan penambahan pupuk kandang.

Kebun Cabai

Bobot isi tanah kebun cabai bernilai 0,80 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm dan 0,93 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm (Gambar 7). Berdasarkan klasifikasi Hanafiah (2005), bobot isi tanah kebun cabai tersebut termasuk ringan. Dibandingkan bobot isi tanah Hutan Pinus, bobot isi tanah kebun cabai pada kedalaman 0-20 cm lebih rendah 15,02 %. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi tanah kebun cabai 2,79% lebih tinggi dibandingkan bobot isi tanah Hutan Pinus.

Tanah pada kebun sayuran dan kebun cabai mengalami proses pengolahan tanah. Tanah sengaja digemburkan sehingga bobot isi tanah menjadi ringan (Tan, 2009). Selain itu, pada tanah kebun sayuran dan kebun cabai dilakukan penambahan pupuk kandang sehingga bobot isi tanah lebih rendah daripada bobot isi tanah Hutan Pinus.

Lahan Pemukiman

Hasil pengamatan bobot isi menunjukkan bahwa tanah pada penggunaan lahan pemukiman memiliki bobot isi lebih tinggi dibandingkan bobot isi tanah hutan pinus, kebun sayuran, kebun cabai maupun tanah lahan berumput (Gambar 7). Nilai bobot isi tanah lahan pemukiman pada kedalaman 0-20 cm sebesar 1,14 g/cm3 dan 0,96 g /cm3 pada kedalaman 20-40 cm. Menurut klasifikasi Hanafiah (2005), nilai bobot isi tanah pemukiman pada kedua kedalaman tergolong ringan. Dibandingkan bobot isi tanah hutan pinus, bobot isi tanah pemukiman lebih tinggi 20,14 % pada kedalaman 0-20 cm dan lebih tinggi 6,29 % pada kedalaman 20-40 cm.

Faktor utama penyebab tingginya bobot isi tanah pada tanah pemukiman adalah pemadatan tanah (soil compaction). Adanya intensitas aktivitas manusia dan kendaraan pada permukaan tanah lahan ini menyebabkan agregat tanah dan termampatkan pori-pori tanah sehingga tanah menjadi padat. Pemadatan ini

berpengaruh langsung terhadap lapisan 0-20 cm. Sedangkan lapisan 20-40 cm terlindungi oleh lapisan diatasnya sehingga tidak terlalu terpadatkan. Namun, bobot isi pada lapisan 20-40 cm akan menjadi lebih tinggi lagi jika intensitas lalu lalang manusia dan kendaraan semakin intensif dan dalam jangka waktu yang

Dokumen terkait