• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik infiltrasi tanah pada penggunaan lahan pertanian dan pemukiman di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik infiltrasi tanah pada penggunaan lahan pertanian dan pemukiman di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK INFILTRASI TANAH

PADA PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DAN PEMUKIMAN

DI DESA SUKARESMI, KECAMATAN MEGAMENDUNG,

KABUPATEN BOGOR

MAWAR KUSUMAWARDANI

A14063015

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze soil infiltration characteristic and the main soil physical characters that influence to soil infiltration of several land uses, namely pine forest, vegetable garden, chilli garden, grasses land and resettlement area. Resettlement area has the highest soil bulk density (1,14 g/cm3) producing the lowest total pore space as compared to the others. The pore of resettlement area is dominated by hygroscopic pore (35,57 % v/v), whereas drainage pore is just 4,24 % (v/v). In pine forest, drainage pore is up to 19,85 % (v/v) and hygroscopic pore is up to 24,86 % (v/v). The amount of drainage pore in vegetable garden is 10,28 % (v/v) and its hygroscopic pore is 25,78 % (v/v). Drainage pore in chili garden is up to 17,17 % (v/v) and its hygroscopic pore is up to 17,35 % (v/v). In grasses land, the amount of drainage pore is 14,79 % (v/v) and its hygroscopic pore is 22,98 % (v/v). Infiltration rate of pine forest is the fastest rate, with average rate is up to 600 mm/hour that is classified as very fast rate according to Kohnke’s infiltration rate classification (1968), followed by chilli garden soil (180 mm/hour) and vegetable garden (140 mm/hour) that are classified as fast rate. Infiltration rate of grasses soil is classified as fast rate with average value is up to 136 mm/hour. The lowest infiltration rate occurs at resettlement area, where average infiltration rate is only 7,33 mm/hour that classified as medium-slow rate. The low average of soil infiltration rate at resettlement area is caused by soil compaction. Infiltration rate is mainly influenced by soil porosity, particularly by pore size distribution. At the beginning, infiltration rate is more governed by drainage pore while for constant infiltration rate is more influenced by finest pore, namely capillary pore and hygroscopic pore.

(3)

RINGKASAN

Karakteristik Infiltrasi Tanah pada Penggunaan Lahan Pertanian dan Pemukiman di

Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Mawar

Kusumawardani. A14063015. Di bawah bimbingan LATIEF M. RACHMAN dan

YAYAT HIDAYAT.

Infiltrasi merupakan salah satu bagian yang penting dari siklus hidrologi. Karakteristik infiltrasi tanah mempengaruhi besar-kecilnya aliran permukaan (run off). Pengelolaan tanah yang tidak memperhatikan konservasi tanah dan air dan konversi lahan hutan ke penggunaan lahan lain mengakibatkan penurunan laju infiltrasi air ke dalam tanah. Penurunan laju infiltrasi tanah pada wilayah hulu berdampak pada peningkatan aliran permukaan dan meningkatkan potensi terjadinya banjir di wilayah hilir.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik infiltrasi dan sifat-sifat fisik tanah utama yang mempengaruhinya pada penggunaan lahan hutan pinus, kebun sayuran, kebun cabai, lahan berumput dan lahan pemukiman. Pengukuran infiltrasi dilakukan di Desa Sukaresmi, Bogor, dan analisis sifat fisik tanah berupa bobot isi, total ruang pori dan distribusi pori dilakukan di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Kegiatan penelitian berlangsung pada Juli sampai dengan Agustus 2010.

Bobot isi tanah hutan pinus adalah 0,95 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm dan 0,90 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm. Tanah kebun sayuran memiliki bobot isi sebesar 0,83 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm dan 0,80 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm. Tanah kebun cabai memiliki bobot isi senilai 0,80 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm dan 0,93 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm. Rendahnya bobot isi tanah kebun cabai dan kebun sayuran terjadi akibat pengolahan tanah yang diaplikasikan pada tanah kebun tersebut, termasuk pemberian pupuk kandang.

(4)

lahan berumput merupakan tanah lapisan bawah hasil penterasan sehingga bobot isi tanah pada lahan ini lebih tinggi daripada bobot isi tanah pada kebun sayuran dan kebun cabai. Bobot isi lahan pemukiman pada kedalaman 0-20 cm merupakan bobot isi tertinggi dengan nilai 1,14 g/cm3. Pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi tanah pemukiman sebesar 0,96 g/cm3. Faktor utama tingginya bobot isi tanah lahan pemukiman adalah adanya pemadatan tanah akibat aktivitas manusia dan lalu-lintas kendaraan seperti motor dan mobil.

Penggunaan lahan pemukiman memiliki total ruang pori tanah paling rendah dibandingkan total ruang pori tanah pada penggunaan lahan lainnya. Pada penggunaan lahan berumput, pori-pori tanah terbentuk sebagai akibat adanya aktivitas perakaran rumput dan organisme tanah seperti semut. Demikian pula pada tanah hutan pinus. Total pori tanah kebun cabai dan kebun sayuran lebih tinggi daripada total ruang pori tanah hutan pinus karena lahan kebun cabai dan sayuran diolah dengan penambahan pupuk kandang.

Tanah pada lahan berumput dan hutan pinus memiliki pori drainase lebih banyak dari pada pori drainase tanah pada lahan pemukiman. Hal ini terjadi karena pada lahan berumput dan hutan pinus terdapat aktivitas perakaran dan organisme tanah serta proses pemadatan tanah yang lebih ringan. Tanah kebun sayuran memiliki total pori drainase lebih rendah daripada total pori drainase kebun cabai karena pengolahan tanah pada kebun sayuran lebih intensif.

(5)

KARAKTERISTIK INFILTRASI TANAH

PADA PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DAN PEMUKIMAN

DI DESA SUKARESMI, KECAMATAN MEGAMENDUNG,

KABUPATEN BOGOR

MAWAR KUSUMAWARDANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian

Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Latief M. Rachman, M.Sc, MBA. Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si.

NIP. 19590424 198503 1 001 NIP. 19650103 199212 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP.19621113 198703 1 003

Tanggal lulus :

Judul : Karakteristik Infiltrasi Tanah pada Penggunaan Lahan Pertanian dan Pemukiman di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

Nama : Mawar Kusumawardani

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, 25 September 1987, putri dari Bapak Ayat Hidayat (Alm) dan Ibu Nurhasanah. Penulis adalah anak ke tujuh dari delapan bersaudara.

Pada tahun 1994, penulis memulai pendidikan di SDN VIII Pangalengan. Lulus tahun 2000, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya di SLTPN I Pangalengan. Setelah menamatkan pendidikan menengah pertama selama tiga tahun, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah atas di SMAN 8 Bandung. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. atas segala petunjuk dan karunia-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Infiltrasi Tanah pada Penggunaan Lahan Pertanian dan Pemukiman di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari, bahwa keberhasilan penyelesaian skripsi ini bukan sepenuhnya hasil kerja penulis sendiri. Rasa terima kasih penulis haturkan kepada Dr. Ir. Latief M. Rachman, M.Sc., MBA, dan Dr. Ir. Yayat Hidayat, M. Si, selaku pembimbing skripsi serta Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si sebagai dosen penguji atas segala bimbingan dan perhatian yang telah diberikan. Semoga semua kebaikan dibalas dengan keberkahan dari Allah swt.

Selain itu, penulis juga mengahaturkan terima kasih pada: 1. Mama, Ibunda Nurhasanah; atas kasih sayang dan doa,

2. Abah, Teteh-teteh, dan adik kecilku, Aditya, serta keluarga besar Ayat Hidayat (Alm), semoga kita menjadi keluarga sakinah dunia dan akhirat, 3. Penelitian KKP3T 2010: Pengembangan Model Prediksi Erosi Parameter

Terdistribusi untuk Memprediksi Daerah Aliran Sungai; atas sarana penelitian

4. Bapak H. Dede dan keluarga, Bapak Yunus dan keluarga, Bapak Mumu, serta masyarakat Desa Sukaresmi Kec. Megamendung, Kab. Bogor, atas bantuannya selama penulis melaksanakan pengamatan lapang,

5. Pak Ipul dan staf Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah Departemen. ITSL., atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian di laboratorium,

6. Bapak S. Pramudito dan Bappeda Bogor, atas bantuannya dalam pengumpulan data sekunder,

(9)

8. Uni, Chacha, Fitri, Islamy, Ipung, dan sahabat – sahabat yang Allah pertemukan di IPB; atas kerelaannya menjadi bagian dari kru penelitian penulis,

9. Mila, Puti, Mike, Miranti, Nurul, dan kelurga besar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Faperta IPB,

10.Serta pihak-pihak lain yang telah mendukung dan membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2011

(10)

DAFTAR ISI

Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan... 7

BAHAN DAN METODE... 9

Analisis Sifat Fisik Tanah... 10

Analisis Data... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN... 11

Kondisi Umum Penggunaan Lahan... 11

Hutan Pinus... 11

Kebun Sayuran... 11

Kebun Cabai... 12

Lahan Berumput... 12

Pemukiman... 12

Sifat Fisik Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan... 13

Bobot Isi... 13

Hutan Pinus……….. 14

Lahan Berumput……….. 14

(11)

Kebun Cabai ………..………. 15

Lahan Pemukiman………..………. 15

Total Ruang Pori... 16

Hutan Pinus………... 16

Lahan Berumput……… 17

Kebun Sayuran……….. 17

Kebun Cabai……….. 17

Lahan Pemukiman………...………. 17

Distribusi Pori ... 18

Hutan Pinus………... 20

Lahan Berumput……… 21

Kebun Sayuran……….. 21

Kebun Cabai……….. 22

Lahan Pemukiman………...………. 22

Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan... 23

Hutan Pinus……….. 24

Lahan Berumput……….. 24

Kebun Sayuran………. 25

Kebun Cabai………..……….. 25

Lahan Pemukiman……….………..… 25

Model Infiltrasi... 26

KESIMPULAN... 30

Kesimpulan... 30

Saran... 30

DAFTAR PUSTAKA... 31

(12)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Klasifikasi laju infiltrasi tanah Kohnke (1968)... 2 2. Sifat fisik yang diamati dan metode analisis …………... 10 3. Total ruang pori tanah pada berbagai penggunaan

lahan... 16 4. Distribusi pori pada berbagai penggunaan lahan…...………….…... 18 5. Rata-rata laju infiltrasi konstan pada berbagai penggunaan lahan….…. 23 6. Persamaan laju infiltrasi Horton dan persamaan infiltrasi lapang pada

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Double ring infiltrometer... 9

2. Penggunaan lahan hutan pinus ... 11

3. Penggunaan lahan kebun sayuran ……….….… 11

4. Penggunaan lahan kebun cabai……….………..…… 12

5. Penggunaan lahan berumput ……….…….… 12

6. Penggunaan lahan pemukiman ... 13

7. Bobot isi tanah pada berbagai penggunaan lahan ... 13

8. Kurva pF penggunaan lahan hutan pinus... 19

9. Kurva pF penggunaan lahan kebun sayuran... 19

10. Kurva pF penggunaan lahan kebun cabai... 20

11. Kurva pF penggunaan lahan berumput... 20

12. Kurva pF penggunaan lahan pemukiman... 20

13. Laju infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan.………...…. 24

14. Kurva laju infiltrasi lapang dan laju infiltrasi Horton pada penggunaan lahan hutan pinus ………... 27

15. Kurva laju infiltrasi lapang dan laju infiltrasi Horton pada penggunaan lahan kebun sayuran ………..… 27

16. Kurva laju infiltrasi lapang dan laju infiltrasi Horton pada penggunaan lahan kebun cabai.………... 28

17. Kurva laju infiltrasi lapang dan laju infiltrasi Horton pada penggunaan lahan berumput ……….…. 28

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Laju infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan ... 34 2. Data infiltrasi lapang penggunaan lahan pemukiman... 35 3. Perhitungan model infiltrasi Horton………... 36 4. Data kadar air pF 1, pF 2, pF 2,54 dan pF 4 pada berbagai penggunaan

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Infiltrasi merupakan salah satu komponen siklus hidrologi yang mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi besar-kecilnya aliran permukaan (run off). Pada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi, semakin rendah infiltrasi tanah maka semakin besar aliran permukaan yang dihasilkan. Dengan demikian potensi terjadinya erosi dan banjir meningkat.

Karakteristik infiltrasi tanah sangat dipengaruhi oleh laju penyediaan air, sifat-sifat tanah, tutupan tajuk vegetasi dan tindakan pengolahan tanah yang dilakukan (Rachman, 1988). Sifat-sifat tanah, tutupan tajuk vegetasi dan tindakan pengolahan tanah berkaitan dengan penggunaan lahan. Saat ini, penggunaan lahan sering kali tidak memperhatikan aspek konservasi tanah dan air. Akibatnya laju infiltrasi ke dalam tanah mengalami penurunan yang signifikan.

Selain itu, konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian dan penggunaan lahan lainnya turut menyebabkan rendahnya peresapan air ke dalam tanah. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah cadangan air pada reservoir tanah dan peningkatan aliran permukaan. Penurunan jumlah cadangan air pada reservoir tanah berakibat pada penurunan ketersediaan air bersih yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Peningkatan aliran permukaan yang sangat tinggi dapat menyebabkan akumulasi air yang lebih banyak pada suatu wilayah di dataran yang lebih rendah. Oleh karena itu, peresapan air ke dalam tanah pada wilayah dataran tinggi sangat penting guna meminimalisir akumulasi genangan air (banjir) di wilayah yang lebih rendah.

Tujuan

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Infiltrasi

Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke bawah dari permukaan tanah (Jury dan Horton, 2004). Infiltrasi tanah meliputi infiltrasi kumulatif, laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Infiltrasi kumulatif adalah jumlah air yang meresap ke dalam tanah pada suatu periode infiltrasi. Laju infiltrasi adalah jumlah air yang meresap ke dalam tanah dalam waktu tertentu. Sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum air meresap ke dalam tanah (Haridjaja, Murtilaksono dan Rachman, 1991).

Laju infiltrasi tertinggi dicapai saat air pertama kali masuk ke dalam tanah dan menurun dengan bertambahnya waktu (Philip, 1969 dalam Jury dan Horton, 2004). Pada awal infiltrasi, air yang meresap ke dalam tanah mengisi kekurangan kadar air tanah. Setelah kadar air tanah mencapai kadar air kapasitas lapang, maka kelebihan air akan mengalir ke bawah menjadi cadangan air tanah (ground water) (Jury dan Horton, 2004).

Laju infiltrasi diklasifikasikan menjadi tujuh kelas oleh Kohnke (1968) berdasarkan nilai laju infiltrasi konstan (Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi laju infiltrasi tanah Kohnke (1968)

Kelas Laju infiltrasi konstan (mm/jam)

Sangat lambat 1

(17)

untuk pertimbangan perkiraan potensi kekeringan, aliran permukaan, erosi dan pertimbangan kegiatan-kegiatan tertentu (Haridjaya dkk, 1991).

Proses infiltrasi mengakibatkan sebagian air hujan masuk ke dalam tanah sehingga mengurangi air limpasan permukaan (run off). Dengan berkurangnya air limpasan permukaan, potensi banjir dapat dihindari atau semakin diminimalisir jika lahannya memiliki kapasitas infiltrasi tanah yang besar. Infiltrasi juga berperan dalam proses pengisian reservoir air tanah. Reservoir air tanah dapat dimanfaatkan oleh vegetasi dan fauna tanah serta mempengaruhi ketersediaan aliran sungai di musim kemarau.

Pengamatan infiltrasi di lapang dapat dilakukan dengan membuat simulasi peresapan air oleh tanah. Simulasi ini dibantu dengan peralatan tertentu. Salah satu peralatan yang dapat digunakan adalah double ring infiltrometer (infiltrometer cincin konsentrik) (Seyhan, 1990). Alat tersebut terdiri dari dua metal silinder yang berbeda ukuran. Kedua silinder dipasang pada tanah dan diisi dengan air untuk kemudian diamati penurunan tinggi muka air pada tiap waktu tertentu (Brady dan Weil, 2008). Dari pengolahan data penurunan ketinggian muka air dan waktu pengamatan dapat diperoleh laju infiltrasi.

Terdapat beberapa rumus persamaan untuk memformulasikan laju infiltrasi. Horton merupakan salah satu pioner yang mempelajari laju infiltrasi di lapangan dan mengembangkan persamaan laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Model infiltrasi Horton dipercaya dapat menjelaskan infiltrasi pada berbagai jenis tanah dan konsisten terhadap proses infiltrasi itu sendiri. Rumus persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

(18)

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi

Laju infiltrasi dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, jenis liat, tutupan tajuk vegetasi, tindakan pengolahan tanah dan laju penyediaan air. Secara langsung, laju infiltrasi dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan. Kapasitas infiltrasi ditentukan oleh struktur dan tekstur tanah. Unsur struktur tanah yang terpenting adalah ukuran, jumlah dan distribusi pori, serta kemantapan agregat tanah (Haridjaja dkk, 1991). Menurut Arsyad (2006), laju masuknya air ke dalam tanah terutama dipengaruhi oleh ukuran dan kemantapan agregat.

Pori tanah merupakan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah. Pori-pori tanah dapat terbentuk akibat susunan agregat tanah, aktivitas akar, cacing, dan aktivitas organisme tanah lainnya. Aktivitas perakaran tumbuhan tahunan, sangat berperan dalam pembentukan saluran untuk pergerakan air dan udara. Saluran yang terbentuk umumnya berbentuk pipa yang kontinu dengan panjang yang dapat mencapai satu meter (Brady dan Weil, 2008).

Keragaman porositas tanah, total ruang pori, ukuran pori, serta distribusi dan susunan pori tanah dapat diamati melalui pengamatan bobot isi tanah serta susunan dan distribusi pori.

Untuk menentukan jumlah total ruang pori tanah diperlukan nilai bobot isi tanah. Bobot isi tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara bobot tanah dengan volume tanah total, dinyatakan dengan rumus:

BI = ms / Vs BI : bobot isi tanah (g/cm3)

ms : bobot tanah (g)

Vs : volume tanah (cm3) (Wahjunie dan Murtilaksono, 2004)

Tanah dengan bobot isi senilai 1,0 – 1,3 g/cm3 dikategorikan sebagai tanah dengan bobot isi ringan. Sedangkan tanah dengan bobot isi senilai 1,3 – 1,8 g/cm3 termasuk tanah dengan bobot isi berat (Hanafiah, 2005). Menurut Hardjowigeno (1985) semakin tinggi bobot isi tanah, maka tanah semakin padat yang berarti jumlah pori tanah semakin rendah.

Apabila bobot isi tanah suatu tanah diketahui, maka total ruang pori tanah dapat dihitung dengan rumus:

(19)

BI : Bobot isi

BJP : Bobot jenis partikel (Sitorus, Haridjaja dan Brata, 1980)

Total ruang pori tanah yang merupakan volume relatif dari pori-pori tanah dipengaruhi oleh susunan butiran padat tanah. Selain itu, total ruang pori tanah juga dipengaruhi oleh kedalaman tanah. Umumnya, tanah pada lapisan bawah lebih padat sehingga memiliki total ruang pori tanah yang lebih kecil dibandingkan total ruang pori tanah lapisan atas (Soepardi, 1974). Peran total ruang pori tanah berkaitan dengan pergerakan air dan udara serta penyimpanannya berkaitan dengan akar tanaman, mikroorganisme dan fauna tanah (Marshall dan Holmes, 1988).

Susunan dan distribusi pori menunjukkan jumlah masing-masing pori dan sangat menentukan pergerakan air. Pada pori drainase, udara mudah bergerak dan air mengalami perkolasi secara cepat. Berdasarkan Sitorus, Haridjaja dan Brata, (1980), pori drainase terdiri dari:

a. Pori drainase sangat cepat; berdiameter > 300 µm, merupakan bagian pori yang akan kosong pada pF 1,0.

b. Pori drainase cepat; berdiameter 30 – 300 µm, merupakan bagian pori yang akan kosong pada pF 1,0 sampai pF 2,0.

c. Pori drainase lambat; berdiameter 9 – 30 µm, merupakan bagian pori yang akan kosong pada pF 2,0 sampai pF 2,54

Pori kapilar berisi air yang dapat diserap tanaman, pada umumnya akan kosong pada pF 2,54 sampai pF 4,2. Tidak semua air yang terdapat pada pori ini dapat diserap tanaman, terutama pada pori yang akan kosong pada pF yang sudah mendekati 4.2. Pada pori higroskopis, yakni pori yang akan kosong pada pF di atas 4.2, air seluruhnya tidak dapat diserap tanaman (Soepardi, 1974). Dengan demikian, tanah yang memiliki pori kapilar dan pori higroskopis yang tinggi cenderung lebih sulit melalukan air.

Penggunaan Lahan

(20)

lahan pertanian diklasifikasikan menjadi beberapa penggunaan lahan lainnya, seperti tegalan, sawah, kebun karet, hutan lindung dan kebun kopi. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian diantaranya pemukiman, industri, rekreasi, dan pertambangan (Arsyad, 2006).

Hutan didefinisikan sebagai suatu area yang ditumbuhi pepohonan atau sebidang tanah yang menunjang pertumbuhan pepohonan (Troeh, Hobbs dan Donahue, 2003). Pada penggunaan lahan hutan, terdapat tutupan vegetasi yang rapat. Tutupan vegetasi yang rapat melindungi tanah dari pemadatan akibat hujan dan menyediakan lapisan bahan organik yang menjadi tempat aktifitas serangga dan organisme tanah lainnya. Aktivitas organisme tanah meningkatkan jumlah pori makro dan secara tidak langsung meningkatkan infiltrasi tanah (Jury, Gardner dan Gardner, 1991).

Tanah pada penggunaan lahan kebun sayuran dan kebun cabai mengalami pengolahan tanah. Pengolahan tanah merupakan manipulasi tanah secara mekanik dengan tujuan tertentu, seperti penyesuaian kondisi tanah untuk pertumbuhan tanaman (Foth, 1990). Proses pengolahan tanah dapat berupa pencangkulan, pembalikan tanah, pembentukan bedeng dan pemupukan. Cara pengolahan tanah mempengaruhi sifat fisik tanah yang diolah. Pembajakan dan pengolahan tanah dirancang untuk meningkatkan porositas tanah dan mengakibatkan bobot isi tanah meningkat (Tan, 2009). Sedangkan pengolahan tanah berupa penambahan pupuk kandang cenderung menurunkan bobot isi. Adapun tanah yang diolah secara intensif akan mengalami penurunan pori makro terutama pada tanah lapisan atas. (Soepardi, 1974).

Pada Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Bab I Pasal 1 Poin 12, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Bappenas, 2008). Karakterisitik utama pada tanah di kawasan permukiman adalah terjadinya pemadatan tanah (soilcompaction).

(21)

meresapkan air. Akibatnya, laju infiltrasi tanah menjadi rendah. Selain itu, total ruang pori tanah yang rendah akibat pemadatan ikut mengakibatkan laju infiltrasi tanah menjadi rendah (Jury, Gardner dan Gardner, 1991).

Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan yang berbeda memiliki laju infiltrasi yang berbeda pula. Satori (1998) meneliti laju infiltrasi pada tanah di bawah tegakan pohon dan tanah berumput di Kebun Raya Bogor. Hasilnya menunjukkan bahwa laju infiltrasi pada tanah di bawah tegakan pohon lebih cepat dari laju infiltrasi tanah berumput. Hal ini terjadi karena tanah berumput mengalami pemadatan tanah akibat aktivitas manusia dan alat berat sehingga bobot isi tanah berumput lebih tinggi daripada bobot isi tanah di bawah tegakan pohon.

Berdasarkan Isyari (2005), laju infiltrasi pada penggunaan lahan hutan, tegalan, dan semak lebih tinggi daripada laju infiltrasi penggunaan lahan pemukiman. Pemadatan yang terjadi akibat aktivitas manusia menurunkan laju infiltrasi. Pengolahan tanah yang dilakukan pada suatu lahan berpotensi untuk meningkatkan dan menurunkan laju infiltrasi tanah. Aktivitas perakaran meningkatkan pori drainase dan berdampak pada peningkatan laju infiltrasi.

Menurut Arianti (1999), laju infiltrasi tanah hutan lebih tinggi daripada laju infiltrasi tanah pertanian (tegalan). Jenis tanaman semusim yang ditanam pada tanah pertanian memiliki akar yang dangkal dengan penyerapan air yang sedikit sehingga kandungan air tanah tinggi dan laju infiltrasi menjadi rendah. Sejalan dengan Arianti, Yanrilla (2001) mengemukakan bahwa laju infiltrasi hutan lebih tinggi daripada laju infiltrasi pada penggunaan lahan semak dan lahan pertanian. Adanya vegetasi di permukaan tanah melindungi tanah dari efek pemadatan akibat pukulan air hujan.

(22)

lebih intensif daripada pengolahan tanah pada lahan agroforestry sehingga laju infiltrasi lahan agroforestry lebih tinggi daripada laju infiltrasi lahan tegalan.

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini terdiri dari dua kegiatan, yaitu pengukuran infiltrasi dan análisis laboratorium terhadap sifat-sifat fisik tanah. Pengamatan infiltrasi dilakukan di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Analisis sifat-sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB. Penelitian berlangsung pada bulan Juli hingga Agustus 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah air dan sampel tanah untuk analisis laboratorium. Peralatan penunjang penelitian berupa double ring infiltrometer ukuran diameter 30 cm dan 15 cm, cangkul, cutter, ember, gayung, selang, stopwatch, gunting, ring sampel dan koper sampel, timbangan digital, pressure plate apparatus, oven, penggaris, alat tulis, kalkulator dan seperangkat

komputer.

Metoda

Pengukuran Laju Infiltrasi

Pengukuran laju infiltrasi di lapang menggunakan double ring infiltrometer dengan diameter ring besar 30 cm dan 15 cm untuk ring kecil. Ring dengan diameter 15 cm dimasukkan sekitar 5 cm ke dalam tanah, kemudian ring dengan diameter 30 cm dipasang konsentris terhadap ring sebelumnya. Kemudian air dimasukkan ke dalam kedua ring secara bersamaan dan diukur ketinggiannya.

(24)

Pengukuran laju infiltrasi dilakukan selama satu setengah sampai dua jam dengan pencatatan penurunan muka air tiap 60 detik. Setelah diperoleh laju yang mulai konstan, pencatatan penurunan ketinggian muka air dilakukan setiap dua menit, tiga menit atau disesuaikan dengan penurunan muka air. Pengamatan ini dilakukan minimal 150 menit per-titik pengamatan.

Pengambilan Sampel Tanah

Sampel tanah yang diambil merupakan sampel tanah utuh dan sampel tanah terganggu. Sampel tanah utuh digunakan untuk pengamatan bobot isi dan distribusi pori. Sedangkan sampel tanah terganggu digunakan untuk pengamatan bobot jenis partikel tanah sebagai data untuk analisis total ruang pori tanah.

Analisis Sifat Fisik Tanah

Analisis sifat fisik tanah dilakukan pada beberapa sifat fisik yang mempengaruhi infiltrasi. Sifat-sifat tersebut meliputi bobot isi, total ruang pori tanah dan distribusi pori (Tabel 2).

Tabel 2. Sifat fisik yang diamati dan metode analisis

Sifat fisik Metode analisis

Bobot isi Gravimetri

Total ruang pori tanah Gravimetri

Distribusi ukuran pori Pressure plate apparatus

Analisis Data

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penggunaan Lahan

Hutan Pinus

Penggunaan lahan hutan pinus menempati bagian lahan dengan lereng yang cukup curam. Tumbuhan penutup tanah (basal cover) pada hutan ini didominasi oleh rerumputan dan tumbuhan liar lainnya, seperti Harendong. Sisa tumbuhan penutup tanah (basal cover) dan pohon pinus menjadi sumber bahan organik yang dimanfaatkan oleh organisme tanah. Hutan Pinus ini terkadang dilalui oleh petani atau warga yang memanfaatkan pohon pinus untuk diambil getahnya sehingga pada beberapa tempat tanah pada hutan ini mengalami pemadatan.

Gambar 2. Penggunaan lahan hutan pinus.

Kebun Sayuran

Komoditas yang ditanam pada kebun sayuran di desa ini cukup beragam, seperti wortel, caisin, tomat, kol, brokoli, jagung, dan kacang-kacangan. Di beberapa lahan ditemukan penanaman berbagai komoditas pada bedeng yang berbeda pada ladang yang sama. Pada lahan ini dilakukan pengolahan tanah yang cukup intensif, yakni tiap 1-4 bulan tergantung komoditas yang ditanam.

(26)

Kebun Cabai

Penggunaan lahan sebagai kebun cabai dibedakan dengan kebun sayuran. Hal ini karena karakteristik kebun yang sedikit berbeda. Pada penggunaan lahan sebagai kebun cabai pengolahan tanah relatif lebih jarang. Tanaman cabai dipanen beberapa kali hingga usia tanaman sekitar delapan bulan. Selama rentang waktu awal tanam hingga panen terakhir, pengolahan tanahnya tergolong minimum.

Gambar 4. Penggunaan lahan kebun cabai.

Lahan Berumput

Wilayah yang ditutupi rumput umumnya merupakan lahan yang tidak dimanfaatkan. Pada beberapa bagian, rumput tumbuh cukup rapat menutupi permukaan tanah. Sedangkan pada bagian lainnya, intensitas tutupan rumput lebih jarang dan keadaan rumput relatif kering. Wilayah ini terkadang dilalui oleh petani atau warga sehingga cenderung agak terganggu. Perakaran rumput berupa akar serabut. Akar serabut cukup banyak menempati pori tanah. Pada kedalaman 0-20 cm tanah lahan berumput ditemui makrofauna tanah, yakni semut.

Gambar 5. Penggunaan lahan berumput.

Pemukiman

(27)

minimum. Jarak antar satu rumah dengan rumah yang lain hanya dibatasi dengan dinding tembok rumah itu sendiri. Adapun halaman yang cukup luas umumnya digunakan sebagai tempat parkir atau tempat singgah kendaraan dan aktivitas manusia sehingga permukaan tanah relatif padat. Permukaan tanah juga ditumbuhi lumut sehingga pori permukaan tanah tertutup dan relatif kedap.

Gambar 6. Penggunaan lahan pemukiman.

Sifat Fisik Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan

Bobot Isi penggunaan tanah disajikan pada Gambar 7.

0,95

Gambar 7. Bobot isi tanah pada berbagai penggunaan lahan.

(28)

Hutan Pinus

Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa bobot isi tanah hutan pinus sebesar 0,95 g/cm3 (kedalaman 0-20 cm ) dan 0,90 g/cm3 (pada kedalaman 20-40 cm). Menurut Hanafiah (2005), bobot isi tanah hutan pinus pada kedua kedalaman tanah termasuk ringan. Adanya aktifitas vegetasi dan flora-fauna tanah yang didukung pula oleh pasokan bahan organik yang tersedia menyebabkan bobot isi relatif ringan. Akar tumbuhan dan flora-fauna tanah menciptakan biopori sehingga tanah tidak menjadi padat. Bahan organik yang terdapat pada lahan ini berperan

sebagai pemicu aktivitas mikroorganisme yang kemudian membantu

penggemburan tanah dan penciptaan biopori. Namun, Hutan Pinus ini terkadang dilalui oleh petani atau warga yang menyebabkan terjadinya pemadatan tanah pada lapisan teratas sehingga bobot isi pada kedalaman 0-20 cm lebih tinggi dibandingkan bobot isi tanah pada kedalaman 20-40 cm.

Lahan Berumput

Bobot isi tanah lahan berumput sebesar 0,89 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm dan sebesar 0,94 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm (Gambar 7) dan keduanya tergolong ringan. Dibandingkan bobot isi tanah Hutan Pinus, bobot isi tanah lahan berumput pada kedalaman 0-20 cm lebih rendah 5,75 %. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas flora dan fauna habitat rerumputan mampu menggemburkan lapisan tanah teratas secara nyata. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi tanah lahan berumput 3,90 % lebih tinggi dibandingkan bobot isi tanah hutan pinus. Bobot isi yang tinggi dipengaruhi oleh gangguan aktifitas manusia yang menyebabkan pemadatan tanah. Selain itu, lahan berumput yang diamati diduga merupakan lapisan bagian dalam tanah yang telah disingkap melalui penterasan yang kemudian belum sempat dimanfaatkan sehingga bobot isi tanah tinggi.

Kebun Sayuran

(29)

bobot isi tanah Hutan Pinus. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi tanah kebun sayuran 11,63 % lebih rendah dibandingkan bobot isi Hutan Pinus. Berdasarkan Tan (2009), rendahnya bobot isi tanah merupakan dampak dari pengolahan tanah dan penambahan pupuk kandang.

Kebun Cabai

Bobot isi tanah kebun cabai bernilai 0,80 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm dan 0,93 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm (Gambar 7). Berdasarkan klasifikasi Hanafiah (2005), bobot isi tanah kebun cabai tersebut termasuk ringan. Dibandingkan bobot isi tanah Hutan Pinus, bobot isi tanah kebun cabai pada kedalaman 0-20 cm lebih rendah 15,02 %. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi tanah kebun cabai 2,79% lebih tinggi dibandingkan bobot isi tanah Hutan Pinus.

Tanah pada kebun sayuran dan kebun cabai mengalami proses pengolahan tanah. Tanah sengaja digemburkan sehingga bobot isi tanah menjadi ringan (Tan, 2009). Selain itu, pada tanah kebun sayuran dan kebun cabai dilakukan penambahan pupuk kandang sehingga bobot isi tanah lebih rendah daripada bobot isi tanah Hutan Pinus.

Lahan Pemukiman

Hasil pengamatan bobot isi menunjukkan bahwa tanah pada penggunaan lahan pemukiman memiliki bobot isi lebih tinggi dibandingkan bobot isi tanah hutan pinus, kebun sayuran, kebun cabai maupun tanah lahan berumput (Gambar 7). Nilai bobot isi tanah lahan pemukiman pada kedalaman 0-20 cm sebesar 1,14 g/cm3 dan 0,96 g /cm3 pada kedalaman 20-40 cm. Menurut klasifikasi Hanafiah (2005), nilai bobot isi tanah pemukiman pada kedua kedalaman tergolong ringan. Dibandingkan bobot isi tanah hutan pinus, bobot isi tanah pemukiman lebih tinggi 20,14 % pada kedalaman 0-20 cm dan lebih tinggi 6,29 % pada kedalaman 20-40 cm.

(30)

berpengaruh langsung terhadap lapisan 0-20 cm. Sedangkan lapisan 20-40 cm terlindungi oleh lapisan diatasnya sehingga tidak terlalu terpadatkan. Namun, bobot isi pada lapisan 20-40 cm akan menjadi lebih tinggi lagi jika intensitas lalu lalang manusia dan kendaraan semakin intensif dan dalam jangka waktu yang lama.

Total Ruang Pori

Hasil pengamatan total ruang pori pada kedalaman 0-20 cm menunjukkan urutan total ruang pori dari total ruang pori tertinggi yakni 56,71 % (kebun cabai), 55,23 (kebun sayuran), 51,99 % (lahan berumput), 49,06 % (hutan pinus) dan 38,80 % (pemukiman). Pada kedalaman 20-40 cm, urutan total ruang pori pada masing-masing penggunaan lahan yakni 57,00 % (kebun sayuran), 51,34 % (hutan pinus), 49,98 % (kebun cabai), 49,43 % (lahan berumput) dan 48,28 % (pemukiman). Nilai total ruang pori pada berbagai penggunaan lahan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Total ruang pori tanah pada berbagai penggunaan lahan

Penggunaan lahan Kedalaman tanah (cm) Total ruang pori tanah (% bobot)

Hutan Pinus 0-20 49,06

(31)

daripada total ruang pori tanah pada kedalaman 20-40 cm. Hal ini terjadi akibat adanya pemadatan tanah pada lapisan teratas.

Lahan Berumput

Pada lahan berumput, total ruang pori tanah pada kedalaman 0-20 cm adalah 51,99 % dan pada kedalaman 20-40 cm adalah 49,43 % (Tabel 3). Aktivitas perakaran rumput dan organisme tanah seperti semut meningkatkan ruang pori total tanah pada lapisan atas lahan berumput. Total ruang pori tanah pada lahan berumput lebih rendah dibandingkan dengan total ruang pori tanah pada kebun sayuran dan cabai. Hal ini terjadi karena lahan berumput digunakan sebagai tempat aktivitas manusia sehingga relatif lebih padat.

Kebun Sayuran

Penggunaan lahan kebun sayuran memiliki total ruang pori tanah sebesar 55,23 % pada kedalaman 0-20 cm dan 57,00 % pada kedalaman 20-40 cm (Tabel 3). Tanah pada penggunaan lahan ini mengalami pengolahan tanah. Proses pengolahan tanah menyebabkan tanah pada lahan ini lebih gembur dibandingkan tanah pada pemukiman, lahan berumput, dan hutan pinus. Dengan demikian, total ruang pori tanah kebun sayuran lebih tinggi dibandingkan total ruang pori lahan pemukiman, lahan berumput dan hutan pinus.

Kebun Cabai

Total ruang pori tanah pada penggunaan lahan kebun cabai adalah 56,71 % pada kedalaman 0-20 cm dan 49,98 % pada kedalam 20-40 cm (Tabel 3). Pengolahan tanah yang dilakukan berpengaruh terhadap tingginya total ruang pori kebun cabai. Penggemburan tanah melalui pencangkulan dan penambahan pupuk kandang menyebabkan total ruang pori tanah kebun cabai lebih tinggi daripada total ruang pori lahan pemukiman, lahan berumput dan hutan pinus.

Lahan Pemukiman

(32)

pori tanah pada penggunaan lahan pemukiman adalah faktor pemadatan tanah. Permukaan tanah pada penggunaan lahan pemukiman mengalami tekanan yang cukup besar dari aktivitas manusia dan lalu-lintas kendaraan.

Distribusi Pori

Hasil pengamatan distribusi pori pada kedalaman 0-20 cm menunjukkan urutan total pori drainase tertinggi hingga terendah sebagai berikut; 21,81 % (kebun cabai), 19,85 % (hutan pinus), 17,55 % (lahan berumput), 10,28 % (kebun sayuran) dan 4,24 % (pemukiman). Pada kedalaman 20-40 %, urutan total pori drainase tertinggi hingga terendah adalah 20,21 % (kebun sayuran), 19,53 % (kebun cabai), 19,29 % (hutan pinus), 15,93 % (lahan berumput) dan 14,95 % (pemukiman) (Tabel 4).

(33)

Pori kapiler pada kedalaman 0-20 cm secara berurutan dari tertinggi hingga terendah adalah 9,88 % (kebun sayuran), 6,45 % (kebun cabai), 5,85 % (lahan berumput), 4,32 % (pemukiman) dan 1,73 % (hutan pinus). Pada kedalaman 20-40 cm, urutan pori kapiler tertinggi hingga terendah adalah 6,23 % (pemukiman), 6,15 % (kebun cabai), 3,89 % (lahan berumput), 3,76 % (kebun sayuran) dan 0,71 % (hutan pinus) (Tabel 4).

Urutan pori higroskopis tertinggi hingga terendah pada kedalaman 0-20 cm yakni 35,57 % (pemukiman), 25,78 % (kebun sayuran), 24,86 % (hutan pinus), 22,98 % (lahan berumput) dan 17,35 % (kebun cabai). Pada kedalaman 20-40 cm, urutan pori higroskopis tertinggi hingga terendah adalah 30,75 % (pemukiman), 24,29 % (lahan berumput), 23,38 % (hutan pinus), 23,04 % (kebun cabai) dan 19,19 (kebun sayuran) (Tabel 4).

Kurva pF untuk masing-masing penggunaan lahan disajikan pada Gambar 8, 9, 10, 11 dan 12.

Gambar 8. Kurva pF penggunaan lahan hutan pinus.

(34)

Gambar 10. Kurva pF penggunaan lahan kebun cabai.

Gambar 11. Kurva pF penggunaan lahan berumput.

Gambar 12. Kurva pF penggunaan lahan pemukiman.

Hutan Pinus

(35)

cepat 4,62 %, pori lambat 2,33 %, pori kapilar 3,76 % dan pori higroskopis 23,38 % (Tabel 4).

Komposisi ini merupakan hasil interaksi antara aktifitas berbagai organisme pada tanah hutan pinus. Mulai dari perakaran pinus yang dapat membentuk pori drainase sangat cepat, hingga mikroorganisme yang dapat membentuk pori kapilar. Adanya bahan organik meningkatkan aktifitas organisme tanah sehingga jumlah pori drainase tanah tinggi (Jury, Gardner dan Gardner, 1991).

Lahan Berumput

Tanah pada lahan berumput memiliki pori drainase lebih banyak dari pada pori drainase tanah pada lahan pemukiman. Hal ini terjadi karena pada lahan berumput terdapat aktivitas perakaran dan organisme tanah. Aktivitas organisme tanah, terutama semut, menghasilkan pori drainase (Hamblin, 1985 dalam Lal dan Shukla, 2004) dan akar rumput yang mati menyebabkan pori-pori tanah menjadi kosong. Selain itu, gangguan akibat aktivitas manusia dan kendaraan pada lahan berumput lebih ringan dibandingkan aktivitas manusia dan kendaraan pada lahan pemukiman. Gangguan aktivitas ringan ini pulalah yang menyebabkan pori drainase lahan berumput lebih rendah dibanding kebun sayuran, kebun cabai dan hutan pinus.

Kebun Sayuran

(36)

Rendahnya pori drainase sangat cepat pada kedalaman 0-20 cm diakibatkan oleh intensitas pengolahan tanah yang cukup tinggi. Pada penggunaan lahan kebun sayuran dilakukan pengolahan tanah. Perlakuan ini menyebabkan penurunan bobot isi dan pori drainase sangat cepat. Akan tetapi, seiring pertumbuhan tanaman, aktifitas akar, bahan organik dan organisme tanah terjadi perbaikan sifat fisik tanah, diantaranya pori-pori tanah.

Kebun Cabai

Lahan kebun cabai mengalami pengolahan tanah yang lebih jarang dibandingkan lahan kebun sayuran. Pada saat pengamatan, lahan cabai mencapai masa tanam sekitar lebih dari enam bulan. Hal ini berarti, hampir selama enam bulan terakhir lahan tersebut tidak dikenai pencangkulan. Dengan demikian, pori-pori tanah relatif memiliki waktu lebih lama untuk peningkatan jumlah pori-pori.

Pori drainase sangat cepat tanah kebun cabai mencapai 17,17% pada disebabkan pengolahan tanah pada tanah kebun cabai lebih jarang dibandingkan pengolahan tanah pada kebun sayuran.

Lahan Pemukiman

Distribusi pori pada tanah pemukiman pada kedalaman 0-20 cm terdiri dari 0,37 % pori drainase sangat cepat, 0,61% pori drainase cepat, 3,26 % pori drainase lambat, 4,32 % pori kapilar dan 35,57% pori higroskopis. Pada kedalaman 20-40 cm, distribusi pori tanah pemukiman terdiri dari 9,63 % pori drainase sangat cepat, 1,39 % pori drainase cepat, 3,92 % pori drainase lambat dan 0,71 % pori kapilar dan 30,75 % pori higroskopis (Tabel 4).

(37)

kedalaman 0-20 cm dan 31,46 % (67,79 % dari total ruang pori tanah) pada kedalaman 20-40 cm (Tabel 4). Dominasi pori higroskopis terjadi akibat adanya pemadatan tanah. Lalu-lalang kendaraan dan manusia pada permukaan tanah menyebabkan agregat tanah termampatkan dan jumlah pori drainase menurun.

Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan

Laju infiltrasi rata-rata konstan tanah hutan pinus merupakan laju infiltrasi rata-rata konstan tertinggi, yakni sebesar 660 mm/jam. Dalam klasifikasi laju infiltrasi Kohnke (1968), laju infiltrasi konstan tersebut termasuk sangat cepat. Laju infiltrasi konstan dengan nilai tersebut diklasifikasikan sebagai laju sedang-lambat. Nilai rata-rata laju infiltrasi konstan pada kelima penggunaan lahan disajikan pada Tabel 5.

Rata-rata laju peresapan konstan air tanah pada kebun cabai sebesar 180 mm/jam. Laju infiltrasi konstan pada penggunaan lahan kebun sayuran sebesar 140 mm/jam. Kedua laju infiltrasi termasuk laju infiltrasi konstan cepat. Demikian pula pada penggunaan lahan berumput, laju infiltrasi konstan tergolong cepat dengan nilai rata-rata sebesar 136 mm/jam. Adapun pada penggunaan lahan pemukiman, laju infiltrasi rata-rata konstan hanya sebesar 7,33 mm/jam

Tabel 5. Rata-rata laju infiltrasi konstan pada berbagai penggunaan lahan

Penggunaan lahan Rataan laju infiltrasi konstan (mm/jam)

Klasifikasi laju infiltrasi Kohnke (1968)

Hutan Pinus 660 Sangat cepat

Kebun Cabai 180 Cepat

Kebun Sayuran 140 Cepat

Lahan berumput 136 Cepat

Pemukiman 7,33 Sedang-lambat

(38)

Gambar 13. Laju infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan.

Hutan Pinus

Laju infiltrasi tanah maksimum dan laju infiltrasi konstan pada penggunaan lahan hutan pinus merupakan laju infiltrasi tertinggi (Gambar 13). Tingginya laju infiltrasi pada penggunaan lahan hutan pinus dipengaruhi oleh jumlah pori drainase. Distribusi pori tanah hutan pinus menunjukkan jumlah pori drainase sebanyak 19,85 % pada kedalaman 0-20 cm dan 19,29 % pada kedalaman 20-40 cm (Tabel 4). Selain itu, vegetasi hutan dan kontinuitas biopori tanah yang terbentuk secara alami juga berpengaruh besar terhadap tingginya infiltrasi tanah. Tanaman membentuk saluran air di dalam tanah melalui sisa-sisa akar yang membusuk sehingga air meresap lebih mudah (Sofyan, 2006).

Lahan Berumput

(39)

Kebun Sayuran

Penggunaan lahan kebun sayuran memiliki laju infiltrasi yang lebih rendah dibandingkan laju infiltrasi hutan pinus (Gambar 13). Pada kedalaman 0-20 cm, total ruang pori tanah pada kebun sayuran (55,23 %) lebih tinggi daripada total ruang pori hutan pinus (49,06 %) (Tabel 3). Meskipun demikian, total pori drainase hutan pinus lebih tinggi dibandingkan total pori drainase kebun sayuran (Tabel 3). Selain itu, tutupan tajuk vegetasi pada kebun sayuran lebih jarang dibandingkan tutupan tajuk vegetasi hutan pinus. Hal ini mengakibatkan terjadinya efek pukulan air hujan pada kebun sayuran yang mengakibatkan pori tanah tertutup sehingga menurunkan laju infiltrasi.

Kebun Cabai

Penggunaan lahan kebun cabai memiliki laju infiltrasi tanah yang lebih tinggi dibandingkan laju infiltrasi kebun sayuran (Gambar 13). Pada kedalaman 0-20 cm, total ruang pori tanah kebun cabai (56,71 %) lebih tinggi daripada total ruang pori tanah kebun sayuran (55,23 %) (Tabel 3). Selain itu, jumlah pori drainase kebun sayuran pada kedalaman 0-20 cm lebih rendah daripada jumlah pori drainase kebun cabai (Tabel 4).

Rata-rata laju infiltrasi konstan pada penggunaan lahan kebun cabai lebih tinggi daripada rata-rata laju infiltrasi konstan pada penggunaan lahan kebun sayuran (Gambar 13). Total ruang pori tanah kebun cabai lebih tinggi daripada total ruang pori tanah kebun sayuran. Jumlah pori drainase kebun cabai ( 17,17 %) pada kedalaman 0-20 cm lebih tinggi daripada jumlah pori drainase kebun sayuran (10,28 %) (Tabel 4). Hal ini terjadi karena pengolahan tanah kebun sayuran lebih intensif daripada pengolahan tanah di kebun cabai. Dengan demikian, laju infiltrasi tanah kebun cabai lebih tinggi daripada laju infiltrasi tanah kebun sayuran.

Lahan Pemukiman

(40)

adalah adanya pemadatan tanah. Aktivitas lalu lintas kendaraan dan manusia menyebabkan tanah menjadi padat. Adanya pemadatan menyebabkan bobot isi tanah menjadi tinggi, yakni senilai 1,14 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm (Gambar 7) dengan total pori total tanah terendah, yaitu 38,80 (% bobot).

Akibat lain dari pemadatan adalah susunan dan distribusi pori didominasi pori higroskopis sebesar 35,57% (Tabel 4) atau sekitar 80,61 % dari total ruang pori tanah. Minimnya pori drainase tanah pemukiman, yakni hanya sebesar 0,37 %, menyebabkan air sulit meresap. Selain itu, tumbuhnya lumut pada permukaan tanah dan menutupi pori permukaan tanah turut memperlambat laju infiltrasi. Dengan demikian laju infiltrasi pada penggunaan lahan pemukiman menjadi paling rendah dibandingkan laju infiltrasi pada penggunaan lahan lainnya.

Model Infiltrasi

Pemodelan infiltrasi digunakan untuk membuat kurva laju infiltrasi yang baik (curve fit). Dengan berkembangnya teknologi komputer, kurva laju infiltrasi dapat dibuat tanpa harus menggunakan pemodelan infiltrasi, akan tetapi pemodelan infiltrasi tetap dapat dimanfaatkan yakni untuk menduga karakteristik infiltrasi menggunakan variabel-variabel tertentu tanpa pengukuran lapang.

Salah satu pemodelan infiltrasi adalah persamaan infiltrasi Horton. Horton merupakan salah satu pioner yang mempelajari laju infiltrasi di lapangan dan mengembangkan persamaan laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Model infiltrasi Horton dipercaya dapat menjelaskan proses infiltrasi pada berbagai jenis tanah dan konsisten terhadap proses infiltrasi itu sendiri (Lal dan Shukla, 2004). Persamaan laju infiltrasi Horton dan persamaan infiltrasi lapang untuk tiap penggunaan lahan ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Persamaan laju infiltrasi Horton dan persamaan infiltrasi lapang pada berbagai penggunaan lahan

Penggunaan lahan Persamaan laju infiltrasi Horton

(41)

Pada Gambar 14 ditunjukkan kurva infiltrasi lapang dan kurva infiltrasi hasil Persamaan Horton pada penggunaan lahan hutan pinus. Dari gambar tersebut diketahui laju infiltrasi awal pada infiltrasi lapang lebih rendah daripada laju infiltrasi awal hasil perhitungan menggunakan Persamaan Horton. Namun, laju infiltrasi konstan hasil perhitungan menggunakan Persamaan Horton lebih rendah dibanding laju infiltrasi konstan pada infiltrasi lapang.

Gambar 14. Kurva laju infiltrasi lapang dan laju infiltrasi Horton pada penggunaan lahan hutan pinus.

Laju infiltrasi awal pada infiltrasi lapang penggunaan lahan kebun sayuran lebih tinggi dibandingkan dengan laju infiltrasi awal infiltrasi Horton. Sedangkan laju infiltrasi konstan berdasarkan pengukuran di lapang lebih kecil daripada laju infiltrasi konstan perhitungan Persamaan Horton (Gambar 15).

Gambar 15. Kurva laju infiltrasi lapang dan laju infiltrasi Horton pada penggunaan lahan kebun sayuran.

(42)

menggunakan Persamaan Horton. Namun, laju infiltrasi konstan pada infiltrasi lapang dan pemodelan infiltrasi Horton menunjukkan nilai yang sama.

Gambar 16. Kurva laju infiltrasi lapang dan laju infiltrasi Horton pada penggunaan lahan kebun cabai.

Pada Gambar 17 dapat dilihat laju infiltrasi awal penggunaan lahan berumput hasil pengukuran langsung di lapang lebih tinggi dibandingkan laju infiltrasi awal hasil pemodelan infiltrasi Horton. Sebaliknya, laju infiltrasi konstan hasil pemodelan infiltrasi Horton lebih tinggi dibandingkan laju infiltrasi konstan hasil pengukuran lapang.

Gambar 17. Kurva laju infiltrasi lapang dan laju infiltrasi Horton pada penggunaan lahan berumput.

(43)

Gambar 18. Kurva laju infiltrasi lapang dan laju infiltrasi Horton pada penggunaan lahan pemukiman.

(44)

KESIMPULAN

Kesimpulan

Hutan pinus memiliki laju infiltrasi maksimum dan laju infiltrasi konstan tertinggi. Laju infiltrasi maksimum dan laju infiltrasi konstan tanah pada penggunaan lahan pemukiman merupakan laju infiltrasi maksimum dan laju infiltrasi konstan tanah terendah. Laju infiltrasi konstan tanah pada penggunaan lahan hutan pinus di Desa Sukaresmi memiliki laju yang sangat cepat. Tanah dengan penggunaan lahan berumput, kebun cabai dan kebun sayuran memperlihatkan laju infiltrasi konstan yang cepat. Sedangkan laju infiltrasi konstan pada penggunaan lahan permukiman memiliki laju yang bervariatif dari sedang hingga lambat. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa perubahan lahan pinus menjadi kebun sayuran, kebun cabai, lahan berumput dan permukiman menurunkan laju infiltrasi, terutama pada periode awal.

Laju infiltrasi sangat dipengaruhi oleh bobot isi dan porositas tanah (ruang pori tanah, distribusi pori tanah). Pada awal waktu laju infiltrasi lebih ditentukan oleh pori drainase, sedangkan ketika mendekati konstan, laju infiltrasi lebih dikendalikan oleh pori yang berukuran lebih kecil yaitu pori kapiler dan higroskopis. Persamaan Horton dapat digunakan untuk permodelan dengan hasil yang sangat baik untuk kebun sayuran, kebun cabai dan lahan berumput serta cukup baik untuk hutan pinus dan permukiman.

Saran

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Arianti, G. 1999. Laju Infiltrasi Lahan Hutan dan Lahan Pertanian (Studi Kasus di Sub-DAS Cikabayan, Darmaga). Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB.

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. 396 hal.

Bappenas, 2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Brady, NC. dan Weil RR. 2008. The Nature and Properties of Soils, 14th ed. Pearson Prentice Hall. New Jersey.

Foth, HD. 1990. Fundamentals of Soil Science, 8th ed. John Willey and Sons, Inc. New York. 360 p.

Hanafiah, KA. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 360 hal.

Hardjowigeno, S. 1985. Ilmu Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor

Haridjaja, O., Murtilaksoo, K. dan Rachman, LM. 1991. Hidrologi Pertanian. Jurusan Tanah, Faperta IPB. Bogor.

Isyari, A. 2005. Pendugaan Laju Infiltrasi pada Beberapa Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung Bagian Hulu. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas MIPA, IPB.

Jury, WA., Gardner WR, dan Gardner WH. 1991. Soil Physics, 5th ed. John Wiley and Sons, Inc. New York.

Jury, WA, dan Horton, R. 2004. Soil Physics. John Willey & Sons. New Jersey. 370 p.

Lal, R. dan Shukla, MK. 2004. Principles of Soil Physics. Marcell Dekker, Inc. New York. 715 p.

Marshall, TJ, dan Holmes, JW. 1988. Soil Phisics 2nd ed. Bristol. J.W. Arrowsmith Ltd. 378 p.

Rachman, LM. 1988. Infiltrasi. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 38 hal.

Satori, M. 1998. Analisis Laju Infiltrasi Tanah pada Berbagai Jenis Penutupan Lahan (Studi Kasus Kebun Raya Bogor). Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB.

(46)

Sitorus, S., Haridjaja, O. dan Brata, KR. 1980. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB.

Soepardi, G. 1974. Sifat dan Ciri Tanah. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sofyan, M. 2006. Pengaruh Berbagai Penggunaan Lahan terhadap Laju Infiltrasi Tanah. Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor

Tan, KH. 2009. Environmental Soil Science 3rd ed. CRC Press, Taylor and Francis Group. New York. 557 p.

Troeh, FR., Hobbs, JA. dan Donahue, RL. 2003. Soil and Water Conservation, for Productivity and Environment Protection. Prentice Hall, Inc. New York. 7124 p.

Wahjunie, ED., dan Murtilaksono, K. 2004. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.

Winarni, M. 2007. Karakteristik Infiltrasi dan Hantaran Hidrolik Tanah di Sub-DAS Ciliwung Hulu. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB.

Yanrilla, R. 2001. Laju Infiltrasi pada Berbagai Jenis Penutupan Lahan Hutan di RPH Tenjowaringin, BKPH Singaparna, KPH Tasikmalaya, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB

(47)
(48)
(49)
(50)

Tabel Lampiran 3. Perhitungan model infiltrasi Horton

 Mengubah rumus laju infiltrasi Horton menjadi: ft = fc + (f0 - fc). e

 Meregresi-linierkan ln (ft-fc) dengan t dan diperoleh persamaan y = a +bx.Dari persamaan y = a + bx kemudian didapatkan nilai k dari nilai b dan nilai (f0-fc) dari [antiln a].

(51)
(52)

KARAKTERISTIK INFILTRASI TANAH

PADA PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DAN PEMUKIMAN

DI DESA SUKARESMI, KECAMATAN MEGAMENDUNG,

KABUPATEN BOGOR

MAWAR KUSUMAWARDANI

A14063015

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(53)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze soil infiltration characteristic and the main soil physical characters that influence to soil infiltration of several land uses, namely pine forest, vegetable garden, chilli garden, grasses land and resettlement area. Resettlement area has the highest soil bulk density (1,14 g/cm3) producing the lowest total pore space as compared to the others. The pore of resettlement area is dominated by hygroscopic pore (35,57 % v/v), whereas drainage pore is just 4,24 % (v/v). In pine forest, drainage pore is up to 19,85 % (v/v) and hygroscopic pore is up to 24,86 % (v/v). The amount of drainage pore in vegetable garden is 10,28 % (v/v) and its hygroscopic pore is 25,78 % (v/v). Drainage pore in chili garden is up to 17,17 % (v/v) and its hygroscopic pore is up to 17,35 % (v/v). In grasses land, the amount of drainage pore is 14,79 % (v/v) and its hygroscopic pore is 22,98 % (v/v). Infiltration rate of pine forest is the fastest rate, with average rate is up to 600 mm/hour that is classified as very fast rate according to Kohnke’s infiltration rate classification (1968), followed by chilli garden soil (180 mm/hour) and vegetable garden (140 mm/hour) that are classified as fast rate. Infiltration rate of grasses soil is classified as fast rate with average value is up to 136 mm/hour. The lowest infiltration rate occurs at resettlement area, where average infiltration rate is only 7,33 mm/hour that classified as medium-slow rate. The low average of soil infiltration rate at resettlement area is caused by soil compaction. Infiltration rate is mainly influenced by soil porosity, particularly by pore size distribution. At the beginning, infiltration rate is more governed by drainage pore while for constant infiltration rate is more influenced by finest pore, namely capillary pore and hygroscopic pore.

(54)

RINGKASAN

Karakteristik Infiltrasi Tanah pada Penggunaan Lahan Pertanian dan Pemukiman di

Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Mawar

Kusumawardani. A14063015. Di bawah bimbingan LATIEF M. RACHMAN dan

YAYAT HIDAYAT.

Infiltrasi merupakan salah satu bagian yang penting dari siklus hidrologi. Karakteristik infiltrasi tanah mempengaruhi besar-kecilnya aliran permukaan (run off). Pengelolaan tanah yang tidak memperhatikan konservasi tanah dan air dan konversi lahan hutan ke penggunaan lahan lain mengakibatkan penurunan laju infiltrasi air ke dalam tanah. Penurunan laju infiltrasi tanah pada wilayah hulu berdampak pada peningkatan aliran permukaan dan meningkatkan potensi terjadinya banjir di wilayah hilir.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik infiltrasi dan sifat-sifat fisik tanah utama yang mempengaruhinya pada penggunaan lahan hutan pinus, kebun sayuran, kebun cabai, lahan berumput dan lahan pemukiman. Pengukuran infiltrasi dilakukan di Desa Sukaresmi, Bogor, dan analisis sifat fisik tanah berupa bobot isi, total ruang pori dan distribusi pori dilakukan di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Kegiatan penelitian berlangsung pada Juli sampai dengan Agustus 2010.

Bobot isi tanah hutan pinus adalah 0,95 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm dan 0,90 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm. Tanah kebun sayuran memiliki bobot isi sebesar 0,83 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm dan 0,80 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm. Tanah kebun cabai memiliki bobot isi senilai 0,80 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm dan 0,93 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm. Rendahnya bobot isi tanah kebun cabai dan kebun sayuran terjadi akibat pengolahan tanah yang diaplikasikan pada tanah kebun tersebut, termasuk pemberian pupuk kandang.

(55)

lahan berumput merupakan tanah lapisan bawah hasil penterasan sehingga bobot isi tanah pada lahan ini lebih tinggi daripada bobot isi tanah pada kebun sayuran dan kebun cabai. Bobot isi lahan pemukiman pada kedalaman 0-20 cm merupakan bobot isi tertinggi dengan nilai 1,14 g/cm3. Pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi tanah pemukiman sebesar 0,96 g/cm3. Faktor utama tingginya bobot isi tanah lahan pemukiman adalah adanya pemadatan tanah akibat aktivitas manusia dan lalu-lintas kendaraan seperti motor dan mobil.

Penggunaan lahan pemukiman memiliki total ruang pori tanah paling rendah dibandingkan total ruang pori tanah pada penggunaan lahan lainnya. Pada penggunaan lahan berumput, pori-pori tanah terbentuk sebagai akibat adanya aktivitas perakaran rumput dan organisme tanah seperti semut. Demikian pula pada tanah hutan pinus. Total pori tanah kebun cabai dan kebun sayuran lebih tinggi daripada total ruang pori tanah hutan pinus karena lahan kebun cabai dan sayuran diolah dengan penambahan pupuk kandang.

Tanah pada lahan berumput dan hutan pinus memiliki pori drainase lebih banyak dari pada pori drainase tanah pada lahan pemukiman. Hal ini terjadi karena pada lahan berumput dan hutan pinus terdapat aktivitas perakaran dan organisme tanah serta proses pemadatan tanah yang lebih ringan. Tanah kebun sayuran memiliki total pori drainase lebih rendah daripada total pori drainase kebun cabai karena pengolahan tanah pada kebun sayuran lebih intensif.

(56)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Infiltrasi merupakan salah satu komponen siklus hidrologi yang mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi besar-kecilnya aliran permukaan (run off). Pada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi, semakin rendah infiltrasi tanah maka semakin besar aliran permukaan yang dihasilkan. Dengan demikian potensi terjadinya erosi dan banjir meningkat.

Karakteristik infiltrasi tanah sangat dipengaruhi oleh laju penyediaan air, sifat-sifat tanah, tutupan tajuk vegetasi dan tindakan pengolahan tanah yang dilakukan (Rachman, 1988). Sifat-sifat tanah, tutupan tajuk vegetasi dan tindakan pengolahan tanah berkaitan dengan penggunaan lahan. Saat ini, penggunaan lahan sering kali tidak memperhatikan aspek konservasi tanah dan air. Akibatnya laju infiltrasi ke dalam tanah mengalami penurunan yang signifikan.

Selain itu, konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian dan penggunaan lahan lainnya turut menyebabkan rendahnya peresapan air ke dalam tanah. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah cadangan air pada reservoir tanah dan peningkatan aliran permukaan. Penurunan jumlah cadangan air pada reservoir tanah berakibat pada penurunan ketersediaan air bersih yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Peningkatan aliran permukaan yang sangat tinggi dapat menyebabkan akumulasi air yang lebih banyak pada suatu wilayah di dataran yang lebih rendah. Oleh karena itu, peresapan air ke dalam tanah pada wilayah dataran tinggi sangat penting guna meminimalisir akumulasi genangan air (banjir) di wilayah yang lebih rendah.

Tujuan

(57)

TINJAUAN PUSTAKA

Infiltrasi

Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke bawah dari permukaan tanah (Jury dan Horton, 2004). Infiltrasi tanah meliputi infiltrasi kumulatif, laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Infiltrasi kumulatif adalah jumlah air yang meresap ke dalam tanah pada suatu periode infiltrasi. Laju infiltrasi adalah jumlah air yang meresap ke dalam tanah dalam waktu tertentu. Sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum air meresap ke dalam tanah (Haridjaja, Murtilaksono dan Rachman, 1991).

Laju infiltrasi tertinggi dicapai saat air pertama kali masuk ke dalam tanah dan menurun dengan bertambahnya waktu (Philip, 1969 dalam Jury dan Horton, 2004). Pada awal infiltrasi, air yang meresap ke dalam tanah mengisi kekurangan kadar air tanah. Setelah kadar air tanah mencapai kadar air kapasitas lapang, maka kelebihan air akan mengalir ke bawah menjadi cadangan air tanah (ground water) (Jury dan Horton, 2004).

Laju infiltrasi diklasifikasikan menjadi tujuh kelas oleh Kohnke (1968) berdasarkan nilai laju infiltrasi konstan (Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi laju infiltrasi tanah Kohnke (1968)

Kelas Laju infiltrasi konstan (mm/jam)

Sangat lambat 1

(58)

untuk pertimbangan perkiraan potensi kekeringan, aliran permukaan, erosi dan pertimbangan kegiatan-kegiatan tertentu (Haridjaya dkk, 1991).

Proses infiltrasi mengakibatkan sebagian air hujan masuk ke dalam tanah sehingga mengurangi air limpasan permukaan (run off). Dengan berkurangnya air limpasan permukaan, potensi banjir dapat dihindari atau semakin diminimalisir jika lahannya memiliki kapasitas infiltrasi tanah yang besar. Infiltrasi juga berperan dalam proses pengisian reservoir air tanah. Reservoir air tanah dapat dimanfaatkan oleh vegetasi dan fauna tanah serta mempengaruhi ketersediaan aliran sungai di musim kemarau.

Pengamatan infiltrasi di lapang dapat dilakukan dengan membuat simulasi peresapan air oleh tanah. Simulasi ini dibantu dengan peralatan tertentu. Salah satu peralatan yang dapat digunakan adalah double ring infiltrometer (infiltrometer cincin konsentrik) (Seyhan, 1990). Alat tersebut terdiri dari dua metal silinder yang berbeda ukuran. Kedua silinder dipasang pada tanah dan diisi dengan air untuk kemudian diamati penurunan tinggi muka air pada tiap waktu tertentu (Brady dan Weil, 2008). Dari pengolahan data penurunan ketinggian muka air dan waktu pengamatan dapat diperoleh laju infiltrasi.

Terdapat beberapa rumus persamaan untuk memformulasikan laju infiltrasi. Horton merupakan salah satu pioner yang mempelajari laju infiltrasi di lapangan dan mengembangkan persamaan laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Model infiltrasi Horton dipercaya dapat menjelaskan infiltrasi pada berbagai jenis tanah dan konsisten terhadap proses infiltrasi itu sendiri. Rumus persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

(59)

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi

Laju infiltrasi dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, jenis liat, tutupan tajuk vegetasi, tindakan pengolahan tanah dan laju penyediaan air. Secara langsung, laju infiltrasi dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan. Kapasitas infiltrasi ditentukan oleh struktur dan tekstur tanah. Unsur struktur tanah yang terpenting adalah ukuran, jumlah dan distribusi pori, serta kemantapan agregat tanah (Haridjaja dkk, 1991). Menurut Arsyad (2006), laju masuknya air ke dalam tanah terutama dipengaruhi oleh ukuran dan kemantapan agregat.

Pori tanah merupakan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah. Pori-pori tanah dapat terbentuk akibat susunan agregat tanah, aktivitas akar, cacing, dan aktivitas organisme tanah lainnya. Aktivitas perakaran tumbuhan tahunan, sangat berperan dalam pembentukan saluran untuk pergerakan air dan udara. Saluran yang terbentuk umumnya berbentuk pipa yang kontinu dengan panjang yang dapat mencapai satu meter (Brady dan Weil, 2008).

Keragaman porositas tanah, total ruang pori, ukuran pori, serta distribusi dan susunan pori tanah dapat diamati melalui pengamatan bobot isi tanah serta susunan dan distribusi pori.

Untuk menentukan jumlah total ruang pori tanah diperlukan nilai bobot isi tanah. Bobot isi tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara bobot tanah dengan volume tanah total, dinyatakan dengan rumus:

BI = ms / Vs BI : bobot isi tanah (g/cm3)

ms : bobot tanah (g)

Vs : volume tanah (cm3) (Wahjunie dan Murtilaksono, 2004)

Tanah dengan bobot isi senilai 1,0 – 1,3 g/cm3 dikategorikan sebagai tanah dengan bobot isi ringan. Sedangkan tanah dengan bobot isi senilai 1,3 – 1,8 g/cm3 termasuk tanah dengan bobot isi berat (Hanafiah, 2005). Menurut Hardjowigeno (1985) semakin tinggi bobot isi tanah, maka tanah semakin padat yang berarti jumlah pori tanah semakin rendah.

Apabila bobot isi tanah suatu tanah diketahui, maka total ruang pori tanah dapat dihitung dengan rumus:

Gambar

Tabel 4. Distribusi pori pada berbagai penggunaan lahan
Gambar 9. Kurva pF penggunaan lahan kebun sayuran.
Gambar 12. Kurva pF penggunaan lahan pemukiman.
Gambar 16.  Kurva laju infiltrasi lapang dan laju infiltrasi Horton pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

7 Saya merasa puas karena pekerjaan sesuai minat dan keahlian yang saya miliki X 8 Saya merasa puas karena melakukan pekerjaan yang membuat saya tertantang X Kepuasan

Walaupun untuk mengoptimalkan sifat logam itu sendiri, kebanyakan dari logam yang biasa digunakan adalah campuran dari dua atau lebih unsur logam atau pada  beberapa keadaan,

Salah satu upaya meningkatkan mutu dari produk beras yang beredar di pasar tradisional dan modern adalah dengan cara menerapkan SNI, dengan ditemukannya

Solusinya adalah: (1) Membangun pemahaman masyarakat Islam Indonesia agar lebih sensitif terhadap persoalan perempuan sebagai upaya membangun penghargaan yang adil

Teknik pengukuran lain adalah teknik pengukuran pasif, yaitu dengan Teknik pengukuran lain adalah teknik pengukuran pasif, yaitu dengan memanfaatkan medan

UNAIR NEWS – Selain mengembangkan metode pembekuan sperma sapi, tim Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga juga mengupayakan pengembangbiakan atas persilangan jenis

Dalam penelitian lain [Yong 2009] membahas tentang penentuan prioritas kebijakan strategi green ICT di Korea dengan menggunakan metode Analitic Hierarchy Process

Kerusakan sekunder tim'ul 'e'erapa aktu setelah trauma men&usul kerusakan primer. Dapat di'agi men%adi pen&e'a' sistemik dari intrakranial. Dari 'er'agai gangguan