• Tidak ada hasil yang ditemukan

Toxo Kit, Generasi Baru Uji Toksoplasma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Toxo Kit, Generasi Baru Uji Toksoplasma"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Toxo Kit, Generasi Baru Uji

Toksoplasma

UNAIR NEWS – Tim Dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga kembali membuat sebuah inovasi. Kali ini, Tim yang terdiri dari Prof. Dr. Lucia Tri Suwanti, drh., M.P., Dr. Mufasirin, drh., M.Si, Prof. Dr. Suwarno, Prof. Dr. Dewa Ketut Meles, drh., MS., Dr. Hani Plumeriastuti, drh., M.Kes, dan rekan asal Mataram yakni Drs. Zainul Muttaqin, membuat dan mengembangkan sebuah produk alat diagnosa toksoplosma. Alat tersebut diberi nama “Toxo Kit”. Pertama kali dibuat dan diteliti pada tahun 2014, sampai saat ini alat tersebut masih dalam proses pengembangan.

“Pembuatan alat ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kebutuhan alat diagnosa, salah satunya toksoplasma,” ujar Mufasirin. “Semua biaya dan dana penelitian Toxo Kit dibiayai oleh Kemenristek Dikti, dalam rangka peningkatan mutu dosen,” imbuhnya.

Selama ini, pengujian adanya toksoplasma lebih sering menggunakan alat diagnosa bernama “Uji ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)”. Namun, untuk mengetahui hasil uji, Uji ELISA dianggap memakan waktu yang lama yaitu dua hari. Sedangkan, hasil dari uji penggunaan Toxo Kit hanya membutuhkan waktu 10 hingga 15 menit.

Cara kerja alat Toxo Kit ini hampir sama dengan alat penguji kehamilan (Test pack). Pertama, darah pasien diambil, kemudian diendapkan, dan diteteskan ke dalam alat Toxo Kit. Setelah beberapa saat akan diketahui hasil. Jika hasil cenderung positif, maka garis yang keluar adalah dua garis. Sementara jika cenderung negatif, maka hanya ada satu garis yang akan keluar pada alat tersebut.

(2)

yang ada di sampel atau antibodi. Kemudian dilengkapi dengan kandungan sinyal reaksi, yakni suatu materi yang akan bereaksi. Jika hasil sampel menunjukkan nilai positif, sinyal reaksi akan berubah warna. Toxo Kit memiliki sensitivitas atau keakuratan sebanyak 73.5% dan spesifitas 66,7%.

“Alat ini belum bisa dikomparasikan dengan uji toksoplasma yang konvensional, memang standarnya menggunakan Uji ELISA, namun Toxo Kit ini hadir digunakan sebagai alternatif awal sebagai diagnosa adanya toksoplasma,” tandas Mufasirin.

Dengan adanya Toxo Kit ini, Mufasirin dan tim berharap, kit tersebut dapat membantu masyarakat dalam diagnosa toksoplasma yang dianggap mahal dan memakan waktu lama. Ke depan, Mufasirin dan tim juga berusaha mengoptimalisasikan alat tersebut dengan meningkatkan keakuratan dan spesifitas

“Kita juga sudah berkomunikasi dengan salah satu produsen kimia untuk produksi alat ini. Mereka memiliki standar tersendiri untuk sebuah alat yang akan di produksi. Maka dari itu kita akan memperbaiki kualitas agar tidak banyak berubah ketika diproduksi massal,” terang Wakil Dekan II FKH UNAIR tersebut.

Selain itu, Mufasirin dan tim berencana untuk mengembangkan kit ini menjadi alat yang multiguna. Tidak hanya bisa mendeteksi Immuniglobulin G, tapi juga Immunoglobulin M. Sehingga mampu mendeteksi lebih dari satu macam penyakit.(*) Penulis : Faridah Hari

(3)

Peternakan Bisa Berkembang,

Tapi…

UNAIR NEWS – Salah satu penyebab peternakan di Indonesia kurang berkembang adalah manajemen pengelolaan yang masih tradisional. Hal itu disampaikan oleh dosen Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga Dr. Trilas Sardjito, drh., M.Si, saat diwawancarai oleh tim UNAIR NEWS. Manajemen pengelolaan tradisional yang dimaksud adalah rencana-rencana untuk mengembangkan peternakan, misalnya pengembangbiakan, nutrisi makanan, dan pengetahuan peternak.

Pengelolaan yang masih tradisional itu diakibatkan oleh paradigma peternak yang memandang bahwa peternakan merupakan usaha sampingan atau sekadar investasi jangka pendek. Sehingga bukan tak mungkin peternakan itu berjalan tanpa perencanaan. “Pengelolaannya masih tradisional. Peternakannya belum sebagai usaha, tetapi masih sebatas tabungan saja. Itu yang nggak bisa. Misalnya, kalau anaknya mau nikah, maka sapi itu dijual. Itu yang bikin nggak bisa (berkembang),” tutur Trilas.

Selain faktor paradigma, perkembangan peternakan juga dipengaruhi oleh ketersediaan pakan, terutama rumput dan konsentrat. Ketersediaan rumput bergantung pada musim, sementara harga konsentrat di Indonesia berkisar di angka enam ribu rupiah. Dibandingkan Tiongkok, harga konsentrat di Negeri Tirai Bambu dengan kualitas yang sama berada di angka Rp 2.500,00. Sedangkan, pemerintah tak memberi subsidi terhadap pakan ternak. Akibatnya, peternak hanya memberi pakan berupa rumput nirkonsentrat.

Selanjutnya, selain paradigma dan pakan, faktor ketiga adalah pengetahuan yang dimiliki peternak. Menurut Trilas, pengetahuan peternak selama ini didapat secara turun temurun dari keluarga atau lingkungan sekitarnya yang terlebih dulu

(4)

memelihara hewan ternak. Akibatnya, ilmu pengetahuan terbaru di bidang peternakan jarang didapat oleh para peternak tradisional.

“Padahal sekarang kondisinya sudah tidak sama dengan kondisi leluhurnya. Berarti perlu kreasi, nah itu yang tidak tersampaikan ke peternak. Itu yang tahu adalah perguruan tinggi, tapi perguruan tinggi untuk turun juga susah karena butuh biaya. Kita turun kan berarti harus meninggalkan urusan akademis dan membutuhkan fasilitas. Kita sih siap saja dan tidak bisa kalau di sana hanya sehari karena harus berkelanjutan,” ujar ahli inseminasi buatan FKH UNAIR. Apabila pemerintah ingin mencapai swasembada pangan sebelum tahun 2045, maka ketiga faktor itu perlu diperbaiki secara bersama oleh pemerintah, peternak, dan akademisi perguruan tinggi.

Akibatnya, menurut Trilas, peternak bisa jadi tak memahami masa biakan hewan yang mereka ternakkan. “Kalau rata-rata hanya untuk sampingan, ya, mereka berpikir beranak atau tidak ya terserah. Yang penting diberi makan, ya, sudah. Peternak kita itu seperti itu,” tutur Trilas. (*)

Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan

Wisudawan Terbaik S2 FKH,

Diyah Jalani Studi S1-S2

(5)

Cukup Lima Tahun

UNAIR NEWS – Diyah Ayu Candra, drh., M.Vet, terhitung cepat dalam merampungkan studinya di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Ia berhasil menyelesaikan studi profesi dan Program Master-nya dalam waktu satu setengah tahun saja. Dan akhirnya, Diyah dinobatkan sebagai wisudawan terbaik S-2 FKH UNAIR dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,93.

“Pada saat semester I dan II, saya mengikuti program Pendidikan Profesi Dokter Hewan. Jadi ibaratnya saya melakukan

double degree antara program Profesi dan S-2 sampai akhir

Maret 2016,” ujar Diyah.

Dengan waktu yang relatif singkat itu, tentu, alumnus SMA Negeri 2 Sidoarjo ini harus pandai-pandai memanfaatkan waktu, mengingat tanggungjawab perkuliahan yang tak sedikit. Diluar kegiatan kuliah ia juga memiliki pekerjaan sampingan: menjadi guru les privat untuk murid SD, SMP, dan SMA.

“Saya ingin melatih rasa percaya diri saya dalam hal mengajar sekaligus mengamalkan ilmu. Kebetulan, saya juga bercita-cita menjadi dosen,” tutur perempuan asal “Kota Udang” ini.

Perjuangannya dalam merampungkan studi cukup berliku. Ia rela waktu istirahatnya hanya sekitar tiga jam, karena dipotong pengerjaan tesis. Ia berusaha semaksimal mungkin mengerjakan revisi tesis yang diberikan dosen pembimbing dan pengujinya. “Saya berusaha untuk mengerjakan revisi tesis semaksimal mungkin. Semua yang disarankan dosen pembimbing dan penguji, s a y a k e r j a k a n s e b a i k m u n g k i n , k a r e n a b e l i a u l e b i h berpengalaman. Saya rela tidur sehari hanya tiga jam untuk menyelesaikan revisi agar cepat selesai. Semua seakan sudah menjadi makanan sehari-hari. Jadi saya ambil hikmahnya, mungkin Allah memberi cobaan seperti itu untuk melatih kesabaran saya,” kata Diyah.

(6)

Dalam penelitiannya berjudul “Hubungan Sistem Manajemen Produksi terhadap Kelayakan Usaha Peternakan Sapi Perah Anggota Koperasi Susu Sidoarjo”, ia meneliti tentang pola usaha peternakan rakyat. Menurutnya, banyaknya kegagalan peternak sapi perah disebabkan oleh pengelolaan dan manajemen. Kedepan, setelah studi S-2, ia ingin mencapai cita-citanya s e b a g a i d o s e n . I a j u g a i n g i n b i s a t e r j u n k e d u n i a kewirausahaan dengan mengolah susu sapi perah menjadi produk olahan yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Diyah membagi tipsnya suksesnya kepada mahasiswa adik kelasnya. Mahasiswa harus fokus pada tujuan awal ketika memutuskan melanjutkan studi. Selain harus pandai-pandai mengatur waktu, juga harus memiliki rencana dan target yang jelas. “Buat rencana dan target yang jelas dan harus berkomitmen untuk mencapai target tersebut tepat waktu,” kata wanita kelahiran Sidoarjo, 27 Mei 1993 ini.

Dalam menjalani studi profesi dan S-2 yang hanya ditempuh 1,5 tahun, Diyah telah menyiapkan judul tesis sejak semester II. Ia melakukan sidang proposal tesis pada awal semester III. Apalagi penelitian yang dilakukan itu selesai sekitar dua bulan saja. “Alhamdulillah saya bisa mengikuti ujian tesis sebelum yudisium dilaksanakan,” katanya. (*)

Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina S. S.

Fermentasi Jerami Padi Dukung

(7)

Indonesia

UNAIR NEWS – Kebutuhan konsumsi protein hewani bagi masyarakat Indonesia semakin hari terus meningkat. Sayangnya, untuk memenuhi konsumsi tersebut hingga saat ini pemerintah masih “menambalnya” dengan impor daging karena jumlah populasi sapi di Indonesia belum sebanding dengan jumlah pertambahan penduduk setiap tahunnya. Untuk itu diperlukan upaya penambahan jumlah ternak, khususnya sapi, untuk mencapai swasembada daging di Indonesia.

Demikian disampaikan Prof. Dr. Mirni Lamid, drh., MP, dalam orasi ilmiah pengukuhannya sebagai Guru Besar, hari Sabtu (10/12), di Aula Garuda Mukti, Rektorat UNAIR. Dalam mengiringi jumlah populasi ternak, khususnya sapi, dipandang penting adanya inovasi bioteknologi pakan. Untuk itu, Guru Besar FKH UNAIR ini menyampaikan orasinya dengan tema “Peran

Bioteknologi Pakan Ternak terhadap Pertambahan Berat Badan Sapi sebagai Upaya Pemenuhan Konsumsi Daging nasional”.

Menurut Mirni, untuk meningkatkan populasi sapi di Indonesia, kendala yang dihadapi peternak umumnya masalah kualitas pakan, dimana di Indonesia sangat bergantung pada musim. Ketika musim penghujan, kebutuhan pakan tidak menjadi kendala, sebab rumput banyak tersedia. Namun muncul masalah ketika musim kemarau, sedangkan rumput merupakan makanan pokok sapi, disamping konsentrat sebagai makanan pelengkap.

Ia sukses mengembangkan enzim dalam penelitiannya untuk menghasilkan kualitas pakan yang mampu menambah berat badan sapi. Kelompok enzim lignoselulase atau fibrolase itu merupakan produk riset Mirni dan timnya yang diberi nama

Excelzyme 2. Keunggulan Excelzyme 2 ini dapat menurunkan

kandungan serat kasar, sehingga meningkatkan nilai nutrisi limbah pertanian dan agroindustri.

(8)

sekarang, penggunaan probiotik ML-08 (Bacillus pumilus sp dan

Actinobacillus sp) mempunyai kemampuan untuk mendegradasi

bahan pakan berserat tinggi. Fermentasi jerami padi menggunakan probiotik ML-08 mampu meningkatkan 3 protein kasar sebesar 3.5% dengan penurunan serat kasar sebesar 4%. Hal ini membuktikan bahwa fermentasi jerami padi dapat digunakan untuk pakan penggemukan sapi potong.

”Terobosan enzim ini sudah pernah dilakukan sejak tahun 2010. Kami mengembangkan apa yang disebut integrated farming, dimana pemanfaatan limbah nanti merupakan suatu siklus yang akan bergulir dan menjadi suatu produk pangan lagi,” ucapnya.

Prof. Mirni menggunakan complete feed atau paket lengkap. Keunggulannya, lengkap ini bisa tersedia sepanjang waktu, terutama pada musim kemarau dengan memanfaatkan bahan baku lokal yang ada di daerah. Ini membuka peluang bagi peternak yang umumnya berada di desa. Selain itu, penggunaan produk ini akan mampu meningkatkan pertambahan berat badan sapi, sehingga pendapatan peternak juga akan meningkat.

“Ini membuktikan bahwa seandainya peternak mau mengelola ternak sapinya, maka tidak kalah penghasilannya dengan yang diperoleh ketika ia bekerja di kota. Ini memberi peluang, bukan saja pendapatan peternak meningkat tetapi juga dalam rangka membantu upaya swasembada pemerintah dalam rangka konsumsi daging di Indonesia,” katanya. (*)

Penulis: Binti Quryatul Masruroh Editor: Bambang Bes

(9)

Lagi, UNAIR Akan Kukuhkan

Tiga Guru Besar Baru

UNAIR NEWS – Sidang Terbuka Universitas Airlangga kembali mengukuhkan tiga putera-puteri terbaiknya untuk menyandang status sebagai Guru Besar di bidang ilmu yang berbeda, Sabtu (10/12) besok. Ketiga guru besar tersebut adalah Prof. Dr. Moh. Yasin, M.Si., Guru Besar Bidang Ilmu Fisika Optik Fakultas Sains dan Teknologi (FST); Prof. Dr. Mirni Lamid, drh., MP., Guru Besar dalam bidang Ilmu Makanan Ternak Fakulats Kedokteran Hewan (FKH); dan Prof. Dr. Utari Kresnoadi, drg., MS.Sp.Pros (K) Guru Besar bidang Ilmu Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UNAIR.

Prof. Moh. Yasin akan dikukuhkan sebagai Guru Besar UNAIR ke-453 (dihitung sejak UNAIR berdiri tahun 1954). Tetapi sejak UNAIR berstatus PTN-BH ia sebagai Guru Besar yang ke-161. Prof. Yasin, Gubes aktif ke-8 FST UNAIR ini akan menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul “Pengembangan Teknologi Sensor Serat

Optik untuk Menuju Kemandirian Bangsa”.

Sedangkan Prof. Mirni Lamid tercatat sebagai Guru Besar aktif FKH ke-25, Gubes UNAIR ke-454 dan sebagai Gubes pasca UNAIR PTN-BH yang ke-162. Gubes FKH yang kini menjabat sebagai Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan (FKP) UNAIR ini akan menyampaikan orasi ilmiah bertajuk “Peran Bioteknologi Pakan

Ternak Terhadap Pertambahan Berat Badan Sapi sebagai Upaya Pemenuhan Konsumsi Daging Nasional”.

Kemudian Prof. Dr. Utari Kresnoadi, M.S., drg., Sp.Pros (K)., sebagai Guru Besar UNAIR ke-545 dan ke-163 sejak UNAIR berstatus PTN-BH. Guru Besar FKG ini akan menyampaikan pidato ilmiah berjudul “Rekayasa Jaringan di Bidang Prosthethic

Dentistry”. Ia juga tercatat sebagai Guru Besar FKG ke-16.

(10)

di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen, Kampus C UNAIR. Sejumlah tamu undangan penting dijadwalkan juga akan datang. Diantaranya adalah Walikota Mojokerto Drs. KH. Mas’ud Yunus, serta ratusan undangan yang lain. (*)

Penulis: Binti Quryatul Masruroh Editor: Bambang Bes

FKH UNAIR Gelar Seminar dan

Workshop untuk Tekan Bencana

Penyakit Zoonosis

UNAIR NEWS – Guna menekan bencana penyakit zoonosis, Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga menggelar seminar yang bertajuk “Manajemen Bencana dan Analisis Risiko Terhadap Penyakit Zoonosis di Indonesia”. Acara yang dilangsukan di Aula Tanjung Adiwinata teresebut berlangsung selama dua hari, yakni tanggal 29 dan 30 November 2016. Hadir sebagai pemateri dalam seminar tersebut, Dr. Mustofa Helmi Effendi, drh., DTAPH. Pemateri yang juga dosen FKH UNAIR tersebut menyampaiakan bahwa analisis resiko terhadap penyakit zoonosis kasus anthrax di Blitar, baginya merupakan sebagai proses terintegrasi yang terdiri dari tiga komponen utama.

“Tiga komponen tersebut meliputi, penilaian resiko, manajemen resiko, dan komunikasi risiko,” jelasnya.

Pemateri lain yang juga menyampaikan paparan yakni Ir. Bernardus Wisnu Widjaja, M.Sc. Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapasiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Drh. I Ketut Diarmita, MP., Direktur jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid., Direktur

(11)

Pencegahan dan Pengendalian Penyakti Tular Vektor, dan Zoonotik Dr. Dr. Sri Budayanti, SpMK., serta Dr. A.T. Soelih, Estoepangestie, drh., dosen FKH UNAIR.

Pada acara tersebut Wakil Dekan III Prof. Dr. Suwarno, drh., M.Si., menyampaikan bahwa adanya acara tersebut dikarenakan selama ini penyakit zoonosis belum dapat dihilangkan di Indonesia. “Kita berharap bahwa kita bisa memanajemen bencana itu hingga mendapati kerugian seminimal mungkin atau kalau bisa tidak sama sekali,” jelas Ketua Pusat Zoonosis FKH UNAIR. Dihadapan ratusan peserta yang terdiri dari 11 provinsi yang ada di Indonesia, Prof. Suwarno yang juga sebagai ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Jawa Timur ini juga memaparkan tentang rencana dan harapan tindak lanjut dari acara tersebut.

“Harapan kami nantinya kegiatan ini dapat menyumbang solusi kepada pemerintah atau instansi terkait, mengenai penyakit zoonosis ini,” pungkasnya.

Penulis: Ahmad Janni Editor: Nuri Hermawan

Perlu Diwaspadai, Bakteri

Baru di Air Penyebab Radang

UNAIR NEWS – Berkat kegigihannya meneliti bakteri yang ada di air di Surabaya, Dr. Eduardus Bimo Aksono, Drh., M.Kes mendapatkan kesempatan untuk mempresentasikan papernya pada

Indonesia Research and Innovation Expo (IRIEX) 2016. Paper

tersebut masuk tiga besar bidang life sciences. IRIEX adalah salah satu kegiatan yang digagas Lembaga Pengembangan Produk

(12)

Akademik dan Hak Kekayaan Intelektual (LPPA-HKI) dalam rangka peringatan Dies Natalis Universitas Airlangga ke-62.

Ada tiga bidang penelitian yang diusung IRIEX, meliputi life sciences, social sciences, dan health sciences. Untuk bisa masuk tiga besar ini, Bimo menyisihkan setidaknya 20 paper terpilih. Bimo mempresentasikan papernya yang berjudul “Genetic Deversity dari Legionella sp Isolat Lokal Pada Sampel Beresiko sebagai Upaya Tanggap dan Pengendalian Adanya New

Emerging Disease di Surabaya”.

Penyakit Legionellosis adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh bakteri Legionella pneumophilia dan spesies lainnya dari Legionella. Bakteri ini bisa menyebabkan serangkaian penyakit, mulai dari batuk ringan, demam, hingga Pneumonia.

Pada mulanya, ada turis asing asal Australia yang berkunjung ke Bali. Namun setelah kepulangannya ke negara asal, ia mendadak sakit dan meninggal. Dari hasil pemeriksaan, ada indikasi bahwa yang bersangkutan terinfeksi bakteri

Legionella. Dicurigai, infeksi bakteri tersebut berasal dari

Bali.

Bermula dari latar belakang tersebut, Bimo dan tim mulai melakukan penelitian ke beberapa lokasi, terutama daerah-daerah yang dicurigai menjadi sumber infeksi. Misalnya, pekerja yang menangani tandon air, orang-orang yang bekerja di bandara, orang-orang yang bekerja di daerah kolam renang. Mereka diambil sampel darahnya.

“Namun, perkembangan selanjutnya saya lebih tertarik pada mencari sumber infeksi di air, bukan infeksi pada manusia. Karena saya sampaikan, bahwa bakteri ini paling suka di air, baik hangat maupun dingin,” ujar Bimo.

“Saya mencoba mengidentifikasi sampel-sampel itu di wilayah Surabaya. Sampel yang saya gunakan adalah air tandon, air asin, air sumur, air kran, dan air kolam renang,” tambahnya.

(13)

Penelitiannya itu bertujuan untuk mendapatkan sumber infeksi bakteri Legionella di air. Bimo juga memastikan jenis bakteri

Legionella yang terdapat di air itu. Sebab, ada sekitar 30

jenis bakteri Legionella, salah satunya Legionella pneumophila yang merupakan jenis Legionella yang infeksius.

“Legionella pneumophila tipe 1 sempat menjadi wabah di Amerika. Saya mau mencari apakah betul Legionella pneumophila tipe 1 ada pada lingkungan di Indonesia, khususnya di Surabaya? Ternyata dari hasil penelitian saya, air di Surabaya positif ada Legionella pneumophila,” ujarnya.

Dari 36 sampel yang ia teliti, ada 12 yang positif. 12 yang positif itu meliputi empat di air sumur, dan delapan di air kran. Dari yang positif ini, ternyata bukan termasuk

Legionella pneumophila tipe 1 yang berbahaya, tetapi Legionella pneumophila tipe 8, 9, dan 12. “Artinya, Legionella pneumophila di Surabaya bukan tipe yang infeksius,” ujarnya.

Penelitian yang Bimo lakukan berlangsung selama dua tahun, terhitung sejak Januari silam. Melalui penelitiannya ini ia berharap, bisa mengembangkan kit diagnostik untuk mendeteksi

Legionella, terutama Legionella yang ada di air. (*)

Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Dilan Salsabila

Perjalanan Produksi Sperma

Beku Sapi, 89 Persen Berhasil

(14)

Bunting

UNAIR NEWS – Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR bisa dibilang sukses dalam pengembangan sperma beku yang sampai sekarang bisa dirasakan manfaatnya. Sejak tahun 2001, sivitas akademika Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga sudah mulai mengembangkan sperma beku dari sapi pejantan. Namun, sperma beku dari sapi-sapi yang bersertifikat dan terstandar baru mulai dihasilkan sejak dua tahun lalu, yakni tahun 2014.

Ahli dan dosen inseminasi buatan (IB) FKH UNAIR Dr. Trilas Sardjito, drh., M.Si., menerangkan, proyek pengembangan sperma beku pada awalnya merupakan kesanggupan atas permintaan dari Dirjen Peternakan melalui Gubernur Provinsi Jatim pada saat itu. Dosen FKH diminta untuk mengisi kekurangan stok sperma beku yang diperuntukkan untuk IB sapi-sapi di Jatim.

“Kita waktu itu hanya diminta untuk produksi tiga ribu sampai delapan ribu dan itu berasal dari sapi-sapi pejantan eks Tapos,” tutur Trilas.

Meskipun pada saat itu tidak tersedia peralatan laboratorium, dengan tekad dan keyakinan dosen FKH menyanggupi permintaan dari pemerintah. Keberadaan sumber daya manusia berkompetensi menjadi satu-satunya faktor utama pada saat itu.

Pada saat awal pengembangan semen beku, tim dari FKH UNAIR menggunakan sapi pejantan yang belum teridentifikasi sumbernya. Oleh karena itu, tim menjadikan sapi-sapi pejantan itu sebagai uji coba keberhasilan produksi dan efektivitas sperma beku. Sampai pada akhirnya, tim diberi peluang untuk memanfaatkan sapi pejantan dari peternakan eks Tapos, Bogor, Jawa Barat. Dari sapi pejantan eks Tapos itulah, sapi-sapi itu mulai teridentifikasi dan tersertifikasi oleh pihak-pihak berwenang.

“Sapi pejantan yang tersertifikat itu menunjukkan bahwa sapi ini layak untuk digunakan pejantan karena memiliki keturunan

(15)

yang ciri tubuhnya bagus, seperti postur tubuhnya, panjang tubuhnya, tinggi, dan semuanya memenuhi standar, termasuk berat lahir dan pertambahan berat,” tutur Trilas.

Saat ini

Pada tahun 2012, melalui skema kerja sama, tim FKH yang dipimpin Trilas membeli lima ekor sapi berbagai jenis dari Australia. Jenis sapi yang dibeli adalah 2 ekor jenis sapi simental, 2 ekor jenis sapi limousine, dan 1 sapi perah. Seluruh sapi itu kini ditempatkan di teaching farm di Kabupaten Gresik.

Sapi-sapi itulah yang kini dimanfaatkan untuk memproduksi sperma beku. Pada tahun 2013, sapi-sapi itu mulai dilatih untuk berahi. Setahun setelahnya, tahun 2014, sapi-sapi pejantan tersebut baru dimanfaatkan untuk produksi sperma beku. Satu ekor sapi dalam satu kali ejakulasi pernah bisa menghasilkan sampai 500 dosis. Rata-rata, 200 sampai 300 dosis dalam sekali ejakulasi.

Namun, hal ini bergantung pada sejumlah faktor penyebab. Salah satunya adalah musim. “Pada musim yang tidak menentu, akan sulit mendapatkan sperma yang banyak,” ungkap Trilas.

Dari berbagai hasil uji coba IB di beberapa daerah, sperma beku sapi yang dihasilkan oleh tim UNAIR bisa dinilai membuahkan hasil yang berarti. Pada tahun 2009 lalu, pada implementasi program di Kediri, peternak setempat menggunakan seratus dosis sperma beku. Hasilnya, sekitar 77 sapi betina bunting pada berahi pertama, dan sebanyak 11 sapi betina bunting berhasil pada berahi kedua.

Sedangkan, daerah yang diberi pasokan sperma beku produksi FKH di antaranya Banyuwangi, Jember, Nganjuk, Lamongan, Bojonegoro, dan Sidoarjo.

Dengan inovasi pengembangan sperma beku yang dilakukan tim FKH UNAIR diharapkan bisa mendorong kesuksesan program pemerintah

(16)

yakni SIWAB (Sapi Induk Wajib Bunting). Dengan melihat hasil memuaskan yang dikembangkan FKH UNAIR, Menteri Pertanian RI Amran Sulaiman memberi mandate pada UNAIR untuk bisa memproduksi setidaknya 20.000 sperma beku. (*)

Penulis: Defrina Sukma S Editor : Faridah Hari

Kambing Sapenair-1, Inovasi

Tim Peneliti FKH UNAIR

UNAIR NEWS – Selain mengembangkan metode pembekuan sperma sapi, tim Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga juga mengupayakan pengembangbiakan atas persilangan jenis kambing etawa dan saanen. Oleh UNAIR, hasil atas persilangan itu dinamai “Sapenair-1”. Kedua kambing itu merupakan hasil inovasi penyilangan oleh tim FKH UNAIR sendiri.

Seperti diketahui, kambing etawa dan sapera merupakan kambing ternak yang memproduksi susu yang banyak diminati masyarakat. Ditemui di ruangan Departemen Reproduksi Veteriner FKH UNAIR, pakar inseminasi buatan Dr. Trilas Sardjito, drh., M.Si., mengatakan, pengembangbiakan jenis kambing tersebut diharapkan memiliki keunggulan baru yakni memproduksi volume susu lebih banyak daripada jenis etawa atau saanen biasa. Inovasi pengembangbiakan jenis kambing tersebut juga merupakan salah satu persembahan FKH UNAIR untuk Dies Natalis UNAIR ke-62.

“Kambing itu merupakan milik UNAIR karena pejantannya milik UNAIR (hasil inovasi penyilangan oleh FKH UNAIR, red), sperma jantan hasil pengembangbiakan dari FKH UNAIR, betinanya juga milik UNAIR. Jadi, kalau dilakukan kawin suntik, ya, ini anak kandung UNAIR,” ujar Trilas.

(17)

Saat ini, kambing Sapenair-1 masih berumur tiga minggu karena awal proses pengawinan silang baru dilaksanakan pada awal Mei. Pengawinan itu akan berlanjut sampai peneliti menemukan hasil terbaik dari persilangan berbagai jenis.

“Kita nanti betul-betul akan melakukan pengawinan silang sampai peranakan ‘F’ (filial/generasi keturunan), sehingga hasilnya itu bisa banyak. Sekarang, masyarakat cuma menyilangkan tapi tidak tahu sebatas mana menyilangkannya,” tutur Trilas.

Diharapkan, dari hasil persilangan kambing yang sudah dikembangkan oleh FKH UNAIR, akan menjadi rekomendasi bagi peternak kambing perah karena hasil persilangan hewan oleh tim FKH adalah hasil terbaik dan memilki runtutan keturunan yang jelas.

Selain itu, target dari inovasi inseminasi buatan FKH sendiri bisa membantu peternak dalam pilih kelamin. Pilih kelamin bisa menjawab kendala peternak dalam kebutuhan banyaknya jantan atau betina.

“Misalnya, kebutuhan betina sudah mencukupi namun pejantan belum mencukupi. Nanti, kita akan buatkan inseminasi buatan yang menghasilkan pejantan,” imbuh pakar inseminasi buatan FKH UNAIR.

Dengan adanya inovasi yang dibuat oleh FKH, diharapkan bisa mendorong peternak untuk bisa mengelola kebutuhan ternak dengan baik dan benar, sehingga usaha peternakan bukan sekadar pekerjaan sampingan tetapi juga sumber penghasilan utama. Karena peluang usaha peternakan kambing perah cukup menjanjikan. (*)

Penulis: Faridah Hari Editor: Defrina Sukma S

(18)

Peneliti se-Indonesia Ikuti

Seminar Biologi Molekuler di

FKH

UNAIR NEWS – Sel punca atau yang lebih dikenal dengan stem

cell, menjadi salah satu pemain utama dalam terapi pengobatan

saat ini. Dalam tubuh hewan dan manusia normal, sel punca bisa menyambung organ dan jaringan. Sedangkan, dalam tubuh hewan dan manusia yang sakit, sel punca dapat digunakan sebagai terapi untuk memperbaiki jaringan yang rusak.

Hal itu diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Dr. Fedik Abdul Rantam, DVM., dalam “International Seminar: Molecular Biology in Veterinary Medicine”. Acara seminar internasional itu diselenggarakan di Ruang Tandjung Adiwinata, FKH UNAIR, Rabu (2/11).

Prof. Fedik menjelaskan tentang peran sel punca dalam

comparative medicine. Comparative medicine itu sendiri

merupakan suatu istilah untuk penerapan metode medis yang dipelajari untuk kedokteran manusia kepada spesies hewan. Menurut Prof. Fedik, peranan sel punca itu sendiri cukup penting untuk memperbaiki sel maupun jaringan manusia yang rusak. Sebelum sel punca itu diaplikasikan kepada manusia, maka sel punca itu terlebih dahulu ditanamkan pada hewan.

Selain Prof. Fedik, ada pula Prof. Fatchiah dari FKH Universitas Brawijaya, Prof. Dr. Wolfgang Nellen dari Universitas Kassel, Jerman, Prof. Dr. Yung-Chan Lin dari Universitas Nasional Chung Hsin, Taiwan, dan Prof. Bambang Sektiari dari FKH UNAIR yang menjadi pemateri dalam sesi diskusi tersebut. Acara dihadiri oleh lebih dari seratus

(19)

sivitas akademika FKH, baik dari kalangan mahasiswa, alumni, dosen, maupun peneliti.

“Kita ini sedang mengarah ke level internasional dengan basis molekuler, untuk buat vaksin, kit diagnostik, itu berbasis m o l e k u l e r . D e n g a n a d a n y a s e m i n a r i n i , k i t a i n g i n mengakselerasi ide untuk membuat sesuatu yang baru,” tutur Prof. Fedik.

Selain acara seminar, ada juga 30 poster ilmiah yang dipamerkan. Sejumlah poster yang dipamerkan itu di antaranya “Bacterial Isolation and Molecular Identification of

Avibacterium paragallinarum of Chickens Derived from Kupang Regency” dari Universitas Nusa Cendana, Kupang, NTT, “Review: Molecular Epidemiology of Newcastle Disease in Wild Waterfowl in North Queensland, Australia” dari FKH Universitas Nusa

Cendana, Kupang, NTT, dan “The Impact Strength of

Post-Fracture Femur in White Rat (Rattus norvegicus) Ovariectomize with Extract Cissus quadrangularis” dari FKH UNAIR. (*)

Penulis: Defrina Sukma S Editor: Nuri Hermawan

Referensi

Dokumen terkait

1 Pejabat Eksekutif yang menangani fungsi audit intern telah menyampaikan laporan pelaksanaan audit intern kepada Direktur Utama dan Dewan Komisaris dengan tembusan kepada

Supardjo,B.A 810,5 MPLPG SMA Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SMA.Dominikus Wonosari 1254 5927 Kab.. ENDRA KARDIYANA 1.568 L SMK Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SMK

Kursus ini bersesuaian untuk peserta yang telah bekerja dengan persekitaran atau tugasan penjaga jentera elektrik di industri. Dan juga sesuai bagi mereka yang ingin membuat

Dan hirarki data itu sendiri dalam proyeksinya tehadap penggunaan di computer, merupakan bagian-bagian yang saling mnghubungkan 1 sama lainnya untuk membentuk suatu

Dasar pemikiran makalah ini yaitu semakin berkembangnya konsep pengembangan Kota Tepi Air yang sudah banyak diadopsi oleh banyak Negara didunia.Kawasan tepi air (waterfront) merupakan

Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi

ae$Kete*atan e3aluasi hasil *engawasan Per.embangan Klub Olahraga a6$ Kete*atan e3aluasi hasil *engawasan Kegiatan Ke(uaraan Olahraga ag$Kebenaran la*oran *engelolaan Sarana

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu “Terdapat perbedaan biomassa perifiton pada substrat keramik antara hulu, tengah, dan hilir Sungai Salo”..