• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) biasanya di bagi menjadi daerah hulu, tengah, hilir dan pesisir. Sistem ekologi DAS bagian hulu pada umumnya dipandang sebagai suatu ekosistem pedesaan. Ekosistem DAS hulu terdiri atas empat komponen utama, yaitu desa, sawah/ladang, sungai dan hutan. Di dalam ekosistem DAS terdapat hubungan timbal-balik antar komponen. Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor / komponen yang ada di dalam DAS. Apabila terjadi perubahan pada salah satu komponen maka akan mempengaruhi ekosistem DAS tersebut (Widiatni, 2008).

Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kesatuan ruang yang terdiri atas unsur abiotik (tanah, air, udara), biotik (vegetasi, binatang dan organisme hidup lainnya) serta kegiatan manusia yang saling berinteraksi dan saling ketergantungan satu sama lain, sehingga merupakan satu kesatuan ekosistem, hal ini berarti bahwa apabila keterkaitan sudah terselenggara maka pengelolaan hutan, tanah, air, masyarakat dan lain–lain harus memperhatikan peranan dari komponen–komponen ekosistem tersebut (Sudaryono, 2002).

Sebuah DAS ditandai dengan adanya sungai utama yang langsung bermuara ke danau atau ke laut. Ke dalam sungai utama tersebut bermuara anak sungai yang airnya berasal dari tangkapan air hujan dari wilayah yang dibatasi pembatas topografi menuju ke anak sungai tersebut. Batas wilayah hingga ke pembatas topografi yang mengalirkan air hujan yang ditangkapnya menuju anak sungai itu disebut sebagai kawasan Sub DAS (Rauf dkk, 2011).

Di Bawah Tegakan Tanaman Serbaguna

Jenis pohon serbaguna atau Multipurpose Trees (MPTs) mengandung pengertian pohon–pohon dan semak yang digunakan atau dikelola untuk lebih dari satu kegunaan produk dan atau jasa, penekanan pada penanaman pohon ini untuk tujuan ekonomi dan ekologi dari satu sistem pengunaan lahan dengan keluaran ganda (Sabarnurdin, 1998 ; Suryanto dan Prasetyawati, 2014).

Beberapa jenis tanaman yang biasanya dikembangkan oleh kelompok pembibitan, yaitu tanaman dari jenis Multi Purposes Trees Species (MPTs) dan Kekayuan. MPTs adalah tanaman yang memiliki fungsi selain kayu, misalnya dapat dimanfaatkan buah atau bagian tanaman lainnya. Sedangkan tanaman kekayuan merupakan tanaman yang khusus dimanfaatkan kayunya saja. Tanaman jenis MPTs lebih cenderung memiliki sifat konservatif, karena tanaman tersebut jarang ditebang oleh masyarakat. Meskipun demikian tetap saja perbandingan tanaman kayu lebih banyak dibandingkan dengan tanaman MPTs. Contoh tanaman MPTs seperti Aren (Arenga saccharifera),Picung (Pangium edule REINW) (buahnya untuk bumbu masak) dan lain sebagainya. Sedangkan kekayuan contohnya seperti Sengon (Albasia falcataria) dan Jati (Tectona grandis) (Hafsah dan Heriyanto, 2012).

Berbagai komposisi tegakan tanaman yang berbeda–beda akan mempengaruhi kondisi tanah baik pada sifat fisik maupun kimia tanah. Masing–masing komposisi tegakan tanaman tersebut mempunyai jenis vegetasi yang beragam dominasi tegakan tanaman maupun penutupan oleh tajuk tanaman yang semuanya akan mempengaruhi kondisi tanah di bawahnya terutama pada sifat fisika dan kimia tanah (Kumalasari dkk, 2011).

Hutan dan vegetasinya memiliki peranan dalam pernbentukan dan pemantapan agregat tanah. Vegetasinya berperan sebagai pemantap agregat tanah karena akar akarnya dapat mengikat partikel–partikel tanah dan juga mampu menahan daya tumbuk butir-butir air hujan secara langsung ke permukaan tanah sehingga penghancuran tanah dapat dicegah. Selain itu seresah yang berasal dari daun–daunnya dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Hal inilah yang dapat mengakibatkan perbaikan terhadap sifat fisik tanah, yaitu pembentukan struktur tanah yang baik maupun peningkatan porositas yang dapat meningkatkan perkolasi, sehingga memperkecil erosi (Tolaka dkk, 2013).

Jenis-jenis pohon yang ditanam pada kegiatan Hutan Kemasyarakatan adalah jenis pohon serba guna atau pohon kehidupan yang sesuai dan cocok dengan kondisi tanah dan lingkungannya. Dengan penanaman serba guna tersebut, di harapkan dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat memanfaatkan hasil hutan bukan kayu seperti buah-buahan (seperti, mede, kemiri, durian, aren dll); getah-getahan (seperti damar, jelutung, lak, pinus) ; rotan ; gaharu ; dan sebagainya. Dalam hal ini, yang dimaksud pohon serba guna adalah tanaman tahunan atau pohon yang menghasilkan hasil hutan bukan kayu yang bermanfaat bagi masyarakat disamping dapat meningkatkan mutu hutan.

Tanaman aren (Arenga pinnata Merr.)

Pohon aren atau enau (Arenga pinnata Merr.) merupakan tumbuhan yang menghasilkan bahan-bahan industri sejak lama kita kenal. Namun sayang tumbuhan ini kurang mendapat perhatian untuk dikembangkan atau dibudidayakan secara sungguh-sungguh oleh berbagai pihak. Begitu banyak ragam produk yang dipasarkan setiap hari yang berasal dari bahan baku pohon

aren dan permintaan produk-produk tersebut baik untuk kebutuhan ekspor maupun kebutuhan dalam negeri semakin meningkat. Hampir semua bagian pohon aren bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari bagian fisik (akar, batang, daun, ijuk dll) maupun hasil produksinya (nira, pati/tepung dan buah). Selama ini permintaan produk-produk yang bahan bakunya dari pohon aren masih dipenuhi dengan mengandalkan pohon aren yang tumbuh liar. Jika pohon aren ditebang untuk diambil tepungnya tentu saja populasi pohon aren mengalami penurunan yang cepat karena tidak diimbangi dengan kegiatan penanaman. Di samping itu, perambahan hutan dan konversi kawasan hutan alam untuk penggunaan lain juga mempercepat penurunan populasi pohon aren (Lempang, 2012).

Aren merupakan jenis tanaman tahunan, berukuran besar, berbentuk pohon soliter tinggi hingga 12 m, diameter setinggi dada (DBH) hingga 60 cm (Ramadani et al, 2008). Pohon aren dapat tumbuh mencapai tinggi dengan diameter batang sampai 65 cm dan tinggi 15 m bahkan mencapai 20 m dengan tajuk daun yang menjulang di atas batang (Soeseno, 1992). Waktu pohon masih muda batang aren belum kelihatan karena tertutup oleh pangkal pelepah daun, ketika daun paling bawahnya sudah gugur, batangnya mulai kelihatan. Permukaan batang ditutupi oleh serat ijuk berwarna hitam yang berasal dari dasar tangkai daun.

Begitu banyak ragam produk yang dipasarkan setiap hari yang bahan bakunya berasal dari pohon aren dan permintaan produk-produk tersebut baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk ekspor semakin meningkat. Hampir Semua bagian pohon aren bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai

kebutuhan, baik bagian fisik (daun, batang, ijuk, akar, dll.) maupun bagian produksinya (buah, nira dan pati/tepung). Pohon aren adalah salah satu jenis tumbuhan palma yang memproduksi buah, nira dan pati atau tepung di dalam batang. Hasil produksi aren ini semuanya dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi (Lempang , 2012).

Tanaman durian (Durio zibethinus L. Murr.)

Buah durian yang berasal dari pohon durian (Durio zibethinus L.) banyak tumbuh di hutan maupun di kebun milik penduduk. Tumbuhan berbentuk pohon, tinggi 27 - 40 m. Akar tunggang. Batang berkayu, silindris, tegak, kulit pecah - pecah, permukaan kasar, percabangan simpodial, bercabang banyak, arah mendatar. Daun tunggal, bertangkai pendek, tersusun berseling, permukaan atas berwarna hijau tua - bawah cokelat kekuningan, bentuk jorong hingga lanset, panjang 6,5 - 25 cm, lebar 3 - 5 cm, ujung runcing, pangkal membulat, permukaan atas mengkilat, permukaan bawah buram, tidak pernah meluruh, bagian bawah berlapis bulu halus berwarna cokelat kemerahan. Bunga muncul di batang atau cabang yang sudah besar, bertangkai, kelopak berbentuk lonceng berwarna putih hingga cokelat keemasan. Buah bulat atau lonjong, kulit dipenuhi duri-duri tajam, warna coklat keemasan atau kuning, Universitas Sumatera Utara bentuk biji lonjong, berwarna coklat, berbuah setelah berumur 5 - 12 tahun. Perbanyakan Generatif (biji) (Soedarya, 2009).

Tanaman ini memerlukan tanah yang dalam, ringan dan berdrainase baik.durian juga memerlukan lindungan alam,agar pohon atau cabang – cabangnya yang sarat buah tidak patah di terpah agin yang kuat.Temperatur udara yang sangat di inginkan pohon durian berkisar antara 25 -28 C,meskipun dapat

tumbuh pada kisaran temperatur 20 – 350C.Tanah dengan tekstur sedang,agak halus dan halus dengan pH 5,5-7,8 dan berdrainase baik hingga sedang ,sangat sesuai untuk pohon durian.pohon ini umumnya mengisi sistem pertanian campuran atau pertanian – hutan (agroforestry) yang selalu berdampingan dengan pohon jengkol,petai,karet,kemiri,dan lain – lain menyerupai hutan multispesies. (Abdul rauf,2011)

Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 – 25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Nazarrudin dan Paimin, 2006).

Sedangkan menurut Setiawan (2000) tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Pohon dewasa dapat mencapai tinggi antara 15 – 30 m. Perakarannya cukup kuat serta akar tunggangnya dalam dengan akar cabang yang kokoh. Pohonnya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas.

Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Kayu karet juga akan mempunyai prospek yang baik sebagai sumber kayu menggantikan sumber kayu asal hutan.

Indonesia sebagai negara dengan luas areal kebun karet terbesar dan produksi kedua terbesar di dunia (Goenadi et al., 2005).

Indraty (2005, dalam Boerhendhy dan Agustina, 2006) menyebutkan bahwa tanaman karet juga memberikan kontribusi yang sangat penting dalam pelestarian lingkungan. Upaya pelestarian lingkungan akhir-akhir ini menjadi isu penting mengingat kondisi sebagian besar hutan alam makin memprihatinkan. Pada tanaman karet, energi yang dihasilkan seperti oksigen, kayu, dan biomassa dapat digunakan untuk mendukung fungsi perbaikan lingkungan seperti rehabilitasi lahan, pencegahan erosi dan banjir, pengaturan tata guna air bagi tanaman lain, dan menciptakan iklim yang sehat dan bebas polusi. Pada daerah kritis, daun karet yang gugur mampu menyuburkan tanah. Daur hidup tanaman karet yang demikian akan terus berputar dan berulang selama satu siklus tanaman karet paling tidak selama 30 tahun. Oleh karena itu, keberadaan pertanaman karet sangat strategis bagi kelangsungan kehidupan, karena mampu berperan sebagai penyimpan dan sumber energi. Hal senada dikemukakan oleh Azwar et al. (1989, dalam Boerhendhy dan Agustina, 2006) bahwa laju pertumbuhan biomassa rata-rata tanaman karet pada umur 3−5 tahun mencapai 35,50 ton bahan kering/ha/ tahun. Hal ini berarti perkebunan karet dapat mengambil alih fungsi hutan yang berperan penting dalam pengaturan tata guna air dan mengurangi peningkatan pemanasan bumi (global warming).

Sifat kimia tanah Reaksi Tanah (pH)

Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah, makin tinggi nilai kadar ion H+ dalam tanah, makin masam tanah tersebut. Nilai pH berkisar dari 0−14 dengan pH 7 disebut netral sedang pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Tanah yang terlalu masam dapat dinaikkan pHnya dengan menambahkan kapur ke dalam tanah sedangkan tanah yang terlalu alkalis dapat diturunkan pHnya dengan penambahan belerang.

Dalam tanah pH sangat penting dan erat hubungannya dengan hal-hal berikut

ini:

1. Menunjukkan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman, pada umumnya unsur hara mudah diserap tanaman. Pada pH sekitar netral, unsur hara mudah diserap akar tanaman karena pada pH tersebut mudah larut dalam air. Pada tanah masam unsur P diikat (difiksasi) oleh Al, sedangkan pada tanah alkalis unsur P diikat oleh Ca sehingga unsur tersebut tidak dapat diserap tanaman.

2. Menunjukkan kemungkinan adanya unsur beracun. Pada tanah masam, unsur mikro (Fe, Mn, Zn, Cu, Co) mudah terlarut sehingga ditemukan unsur mikro berlebih sedangkan pemakaiannya dalam jumlah kecil sehingga menjadi racun.

3. Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme. Bakteri (bakteri pengikat nitrogen dari udara dan bakteri nitrifikasi) berkembang baik pada pH 5,5 atau lebih, sedang jamur dapat berkembang baik pada segala tingkat kemasaman tanah (Hardjowigeno 2003).

Reaksi tanah sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pada reaksi tanah yang netral, yaitu pH 6,5-7,5, maka unsur hara tersedia dalam jumlah yang cukup banyak (optimal). Pada pH tanah kurang dari 6,0 maka ketersediaan unsur-unsur fosfor, kalium, belerang, kalsium, magnesium dan molibdenum menurun dengan cepat. Sedangkan pH tanah lebih besar dari 8,0 akan menyebabkan unsur-unsur nitrogen, besi, mangan, borium, tembaga dan seng ketersediannya relatif jadi sedikit (Sarief, 1986).

Nitrogen Total

Nitrogen yang didapat dari tanah diusahakan dari bahan-bahan seperti sisa tanaman, pupuk kandang, pupuk buatan, dan garam amonium dan nitrat yang diendapkan. Lagipula ada fiksasi nitrogen atmosfir yang diusahakan oleh mikroorganisme tanah tertentu. Hilangnya dari tanah disebabkan oleh tanaman yang dipanen dan diangkut, drainase, erosi, dan hilang sebagai gas dalam bentuk unsur dan amoniak (Buckman and Brady, 1982).

Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5% bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein. Unsur ini bersifat labil karena mudah berubah bentuk dan mudah hilang baik lewat volatilisasi (gas N2) maupun lewat perlindian (NO3-). Di atmosfer unsur N merupakan unsur dominan karena merupakan 80% dari gas yang ada, tetapi bentuk gas ini tidak secara langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

Pemanfaatannya hanya dapat dilakukan lewat bantuan mikrobia pengikatnya (fiksasi), yang mengubah bentuk N2 menjadi ammonium (NH4+) yang tersedia bagi tanaman, baik lewat mekanisme simbiotik maupun non simbiotik

(Hanafiah, 2005).

Sejumlah besar nitrogen dalam tanah berada dalam bentuk organik. Dengan demikian dekomposisi nitrogen merupkan sumber utama nitrogen tanah, disamping juga dapat berasal dari air hujan dan irigasi. Dekomposisi merupakan proses kimia yang menghasilkan N dalam bentuk ammonium dan dioksidasi lagi menjadi nitrat. Proses dekomposisi ini dilkukan oleh jasad renik yang peka lingkungan. Jika bahan organik yang secara relatif mengandung lebih banyak C dari N ditambahkan ke tanah maka proses tersebut akan terbalik. Karena ada sumber energi yang banyak, jasad renik akan menggunakan N yang ada untuk pertumbuhan. Dengan demikian, N diikat pada tubuh jasad renik dan N akan kurng tersedia di tanah (Hakim, dkk, 1986).

Bahan organik merupakan sumber Nitrogen (N) yang utama di dalam tanah. Pada bahan organik halus jumlah N tinggi maka perbandingan C/N rendah, sedangkan bahan organik kasar jumlah N rendah sehingga C/N tinggi. Nitrogen berfungsi memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N, berwarna lebih hijau dan berperan dalam pembentukan protein. Nitrogen diambil tanaman dalam bentuk amonium (NH4 +) dan nitrat (NO3 -). Tambahan nitrogen pada tanah berasal dari hujan dan debu, penambatan secara tak simbiosis, penambatan secara simbiosis dan kotoran hewan dan manusia. Kehilangan nitrogen dari tanah disebabkan oleh penguapan, pencucian, denitrifikasi, pengikisan dan penyerapan oleh tanaman. Denitrifikasi terjadi

karena drainase buruk, lokasi tergenang, dan tata udara dalam tanah buruk (Hardjowigeno 2003).

Menurut Handayanto, dkk (1999) pelepasan N dari bahan organik tergantung pada sifat fisik, kimia bahan organik, kondisi lingkungan, dan komunitas organisme perombak. Terhambatnya pelepasan N mungkin disebabkan oleh tingginya rasio C/N bahan organik dan immobilisasi N mikrobia yang terikat. Saat immobilisasi, N tersedia yang ada sebelumnya di dalam tanah diambil mikroorganisme untuk mencukupi kebutuhannya, karena tidak tercukupi dari bahan organik yang dirombak sehingga keberadaan N tersedia tanah menjadi sangat sedikit bagi tanaman yang akan menyebabkan tanaman kekurangan N.

Kehilangan Nitrogen dalam bentuk gas lebih besar daripada kehilangan yang disebabkan oleh pencucian. Kehilangan lain dapat juga berupa panen, tercuci bersama air drainase dan terfiksasi oleh mineral. Kehilangan N juga akan diperbesar lagi bila jumlah pupuk N yang diberikan ke dalam tanah cukup besar dengan keadaan tanah yang reduksi. Kehilangan N dari urea yang diberikan pada sawah yang keadaan airnya macak-macak akan lebih besar. Hilangnya N dari tanah juga disebabkan karena digunakan oleh tanaman, N dalam bentuk NO3- mudah dicuci oleh air hujan, banyak hujan sehingga N menjadi rendah dan tanah yang memilkiki tekstur pasir mudah melepaskan air sehingga N menjadi rendah daripada tanah liat (Hakim, dkk, 1986).

Tinggi rendahnya kandungan nitrogen total tanah ini dipengaruhi oleh jenis dan sifat bahan organik yang diberikan terutama tingkat dekomposisinya. Dengan semakin lanjut dekomposisi suatu bahan organik maka semakin banyak

pula nitrogen organik yang mengalami mineralisai sehingga akumulasi nitrogen di dalam tanah semakin besar jumlahnya (Yulnafatmawita,dkk., 2007).

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dinyatakan dalam mg (milligram) per 100 g tanah (mg 100 g-1) kering oven sering disebut Cation Exchangeable Capacity (CEC). KTK merupakan jumlah muatan negatif tanah baik yang bersumber dari permukaan koloid anorganik (liat) maupun koloid organik (humus) yang merupakan situs pertukaran kation-kation

(Hanafiah, 2005).

Besarnya KTK tanah tergantung kepada (1) tekstur tanah, (2) tipe mineral liat, dan (3) kandungan bahan organik. Semakin tinggi kadar liat atau tekstur semakin halus maka KTK tanah akan semakin besar. Demikian juga pada kandungan bahan organik tanah, semakin tinggi bahan organik maka KTK tanah akan semakin tinggi. Jenis mineral liat sangat mempengaruhi KTK tanah, karena besarnya KTK dari masing-masing liat juga berbeda (Mukhlis, 2007).

Kapasitas tukar kation tanah sangat beragam pada setiap jenis tanah. Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri antara lain (a) reaksi tanah (pH), (b) tekstur tanah atau jumlah liat, (c) jenis mineral liat, (d) bahan organik, dan (e) pengapuran dan pemupukan (Hakim, dkk, 1986).

Kation-kation tersebut berikatan dengan permukaan koloid yang bermuatan negatif karena adanya daya menarik kation-kation tanah. Kekuatan ikatan antar muatan kation tinggi pada permukaan koloid dan menurun jika kation tersebut jauh jaraknya dari permukaan koloid (Hanafiah, 2005).

Hubungan pH dengan KTK sangat erat yaitu pada pH rendah, hanya muatan permanen liat, dan sebagian muatan koloid organik memegang ion yang dapat digantikan melalui pertukaran kation. Dengan demikian KTK relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan tempat pertukaran kation koloid organik dan beberapa fraksi liat, H+ dan mungkin hidroksi-Al terikat kuat, sehingga sukar dipertukarkan. Dengan meningkatnya pH, hidrogen yang diikat koloid organik dan liat berionisasi dan dapat digantikan. Demikian pula ion hidroksi-Al yang terjerap akan dilepaskan dan membentuk Al(OH)3. Dengan demikian terciptalah tapak-tapak pertukaran baru pada koloid liat. Beriringan dengan perubahan-perubahan itu KTK pun meningkat (Hakim,dkk, 1986).

C-Organik

Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatakan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Hanafiah 2005).

Musthofa (2007) menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-Organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari dua persen. Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi, maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik sangat erat berkaitan dengan KTK yakni mampu meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan

biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan pemadatan tanah (Foth 1994).

Kandungan C-organik dalam tanah ditentukan dengan metode pembakaran kering atau pembakaran basah. Pembakaran kering dilakukan dengan cara membakar contoh tanah diatas penangas, kemudian mengukur CO2 yang dilepaskan. Pembakaran basah dilakukan dengan mengoksidasi dengan asam khromat dengan jumlah berlebihan, kemudian dititrasi terhadap kelebihan oksidan tersebut (metode Walkley-Black). Hasilnya lebih semikuantitatif, tetapi dapat dilakukan lebih cepat dan sederhana (Hardjowigeno, 1993).

Salah satu peranan bahan organik yang penting adalah kemampuanya bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks. Dengan demikian ion logam yang bersifat meracuni tanaman serta merugikan penyediaan hara pada tanah seperti Al, Fe dan Mn dapat diperkecil dengan adanya bahan organik. Karakteristik bahan organik tanah dapat dilakukan secara sederhana. Contoh secara kimia berdasarkan dari kadar C-organik (Suridikarta,dkk, 2002). P tersedia

Posfor merupakan hara esensial bagi pertumbuhan tanaman persoalan yang umum dihadapi oleh fosfor tanah adalah tidak semua fosfor tanah dapat segera tersedia untuk tanaman,dalam hal ini sangat tergantung pada sifat dan ciri tanah serta pegelolaan tanah itu sendiri oleh manusia .disamping itu pertambahan fosfor ke dalam tanah tidak terjadi dengan pengikatan biokimia seperti halnya nitrogen,tetapi hanya bersumber dari deposit atau batuan dari mineral fosfor di dalam tanah (Hakim,dkk,1989).

Ketersediaan P dipengaruhi sangat nyata oleh pH,bentuk ion P dalam tanah juga bergantung pada pH larutan. Pada pH agak tinggi (basa) ion HPO42- adalah dominan,bila pH tanah turun ion H2PO4- danHPO42- akan dijumpai secara bersamaan pada pH rendah bersenyawa degan Al,,Fe atau Mn, membentuk senyawa yang tidak larut, sedangkan pada pH tinggi ion P yang larut dan diikat oleh Ca membentuk senyawa yang tidak larut (Hakim,dkk ,1986).

K – tukar

Unsur kalium merupakan unsur yang paling mudah mengadakan persenyawaan dengan unsur atau zat lainnya, misalnya khlor dan magnesium. Unsur kalium berfungsi untuk tanaman yaitu untuk (a). mempercepat pembentukan zat karbohidrat dalam tanaman; (b). memperkokoh tubuh tanaman; (c). mempertinggi resistensi terhadap serangan hama dan penyakit dan kekeringan; (d). meningkatkan kualitas biji. Sifat K yaitu mudah larut dan terbawa hanyut dan mudah pula terfiksasi dalam tanah. Sumber K adalah beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad renik, larutan dalam tanah, abu tanaman dan pupuk anorganik (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1988).

Banyak tanah mempunyai kelimpa hara kalium yang dapat digunakan dan tanaman tidak tanggap terhadap pupuk kalium meskipun tanaman biasanya menggunakan lebih banyak kalium dari tanah dibandingkan dengan hara lain kecuali nitrogen. Pada dasarnya, kalium dalam tanah berada dalam mineral yang melapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion tersebut diserap pada pertukaran kation dan siap tersedia untuk diambil oleh tanaman. Kalium yang tersedia menumpuk dalam tanah dengan rejim ustik atau berkelembaban lebih kering tanpa

Dokumen terkait