LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Pengambilan Sampel Tanah di Bawah Tegakan Tanaman
3 8 KR 8 1,34 0,15 6,7 0,13 10,22 4,8
3 9 KR 9 1,06 0,07 14,0 0,32 9,53 5,3
Lampiran 3. Rataan pH Tanah Pada Berbagai Tegakan
Lampiran 4. Rataan C-organik Tanah Pada Berbagai Tegakan
Lampiran 5. Rataan N-total Tanah Pada Berbagai Tegakan
Tegakan Rataan t Test Sig
Hutan 0,529 12,228 0,00 Aren 0,157
Hutan 0,53 9,005 ,000 Durian 0,22
Hutan 0,53 16,226 ,000 Karet 0,09
Lampiran 6. Rataan P-tersedia Tanah Pada Berbagai Tegakan
Tegakan Rataan t Test Sig
Hutan 31,494 5,379 0,00 Aren 3,95
Hutan 31,49 4,753 0,00 Durian 6,88
Lampiran 7. Rataan K-tukar Tanah Pada Berbagai Tegakan
Lampiran 8. Rataan Kapasitas Tukar Kation Tanah Pada Berbagai Tanah
Tegakan Rataan t Test Sig
Hutan 26,808 7,081 0,00
Aren 9,822
Hutan 26,81 6,96 ,000
Durian 10,08
Hutan 26,81 7,368 ,000
Arsyad, Sitanala. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : Institut Pertanian Bogor Press
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan Ketiga (revisi). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Anonimous, 1998. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Buku Panduan Kehutanan Indonesia.
Azwar, R., N. Alwi, dan Sunarwidi. 1989. Kajian komoditas dalam pembangunan hutan tanaman industri. Prosiding Lokakarya Nasional Hutan Tanaman Industri Karet, Medan, 28 30 Agustus 1989. Pusat Penelitian Karet, Sungei Putih.
BPDAS Wampu – Sei Ular. 2003. Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu Deli. BPDAS Wampu – Sei Ular. Medan
Boerhendhy I, Agustina DS. 2006. Potensi Pemanfaatan Kayu Rakyat Untuk Mendukung Peremajaan Perkebunan Karet Rakyat. Palembang : Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet.
Buckman dan Nyle.C. Brady., 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Aksara. Jakarta Fathurrohman, D. 2008. Masalah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Brantas di Jawa Timur : Solusi dan Model Kolaborasi. J. Agritek 16(5) : 949 – 952.
Foth, H. D., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan Soenartono Adisumarto. Erlangga, Jakarta.
Goenadi, D. H., Supriadi, M., dan Prayugo, U. H. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet,
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta. Hardjowigwno,S.2007.Ilmu Tanah Jakarta:Penerbit Pusaka Utama
Hanafiah, K.A, 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Hakim, N, M. Y. Nyakpa, S. G. Nugroho, A. M. Lubis, M. R. Saul, M. A. Diha, G. B. Hong, dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung.
Hasibuan, B. E., 2009. Pupuk dan Pemupukan. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Lathifah,H,D.2013.Hubungan antara fungsi tutupan vegetasi dan erosi DAS secang kabupaten kalonprogo.
Lempang, M. 2012. Pohon aren dan manfaat produksinya. Jurnal Teknis Eboni. Mukhlis, 2007. Analisis Tanah Dan Tanaman. USU press, Medan.
Nyakpa, M.Y. Lubis, A.M. Pulung, M.A. Amroh, A.G, Munawar, A. Hong, G.B dan N. Hakim, 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung,S Bandar Lampung.
Ramadani P., I. Khaeruddin, A. Tjoa dan I.F. Burhanuddin. 2008. Pengenalan Jenis-Jenis Pohon Yang Umum di Sulawesi. UNTAD Press, Palu. Ruhiyat, D. 1993. Dinamika Unsur Hara dalam Pengusahaan Hutan Alam dan
Hutan Tanaman; Siklus Biogeokimia Hutan. Rimba Indonesia.
Satto, T. and H.A.I Madgwick. 1982. Forestry Biomass. Martinus Nihjhoff, M. / Dr. W. Junk Publishers The Hague / Boston / London
Sarief, E. S., 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung.
Setiawan, A. I., 2000. Penghijauan Dengan Tanaman Potensial. Kanisius, Yogyakarta.
Soedarya, A.P. (2009). Agribisnis Durian. Bandung: Penerbit CV Pustaka Grafika.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sutedjo, M. M., dan A. G. Kartasapoetra. 1988. Pengantar Ilmu Tanah. Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Bina Aksara. Jakarta
Tisdale, S.L, Nelson, W.L. Beaton, J.D. and. Havlin, J.L 1993. Soil Fertility and Fertilizers. Macmillan Publishing Company. New York.
Premono, E. M. 1994. Jasad Renik Pelarut Fosfat, pengaruhnya terhadap P tanah dan efisiensi pemupukan P tanaman tebu. Disertasi. Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2015 sampai dengan
oktober 2015 melalui 2 tahap kegiatan yaitu kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Tahapan kegiatan lapangan dilaksanakan di Desa Buluh Awar
Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang dengan ketinggian + 503 meter diatas permukaan laut. Contoh tanah dianalisis di Laboratorium BPT Bogor,Bogor dan Laboratorium PT.SOCFINDO Medan.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah terganggu, yang diambil di bawah tegakan vegetasi aren, karet, durian dan tanah
hutan kantong plastik dan kertas label untuk memberi nama sampel serta bahan – bahan yang digunakan untuk analisis di Laboratorium.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System) sebagai alat untuk menentukan koordinat wilayah, bor tanah sebagai alat untuk mengambil sampel tanah terganggu, pisau atau parang sebagai alat untuk
membantu pengambilan contoh tanah, clinometer sebagai alat mengukur kemiringan lereng, kamera sebagai alat untuk mendokumentasikan kegiatan dan
alat tulis sebagai alat untuk menulis data dilapangan. Metode Percobaan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dekskriptif
karet, durian,dan vegetasi hutan berada pada areal daerah aliran sungai, waktu dan kemudahan pencapaian lokasi. Data di analisis dengan menggunakan uji t dengan taraf 5 %.
Pelaksanaan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan. Adapun
tahapan kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Persiapan
Sebelum kegiatan penelitian dilakukan maka terlebih dahulu diadakan
rencana penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing, telaah pustaka, penyusunan ulang usulan penelitian, pengadaan peta–peta yang dibutuhkan dan persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Pelaksanaan
Kegiatan lapangan dilakukan dengan pengambilan sampel tanah. Sampel
tanah diambil pada lokasi di sekitaran aliran sungai Petani. Sampel tanah diambil di bawah tegakan tanaman serba guna (MPTs) dengan komoditi :
1. Aren (Arenga pinnata Merr.)
2. Durian (Durio zibethinus Murr.) 3. Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)
Dan juga dilakukan pengambilan sampel tanah hutan di sekitar areal DAS sebagai perlakuan kontrol dengan menggunakan metode purposive sampling. Sampel tanah terganggu diperoleh dari pengeboran 4 titik di setiap tegakan
tanaman serbaguna (MPTs) dan tanaman hutan, kemudian dikompositkan dan diambil + 1 kg untuk setiap sampel tanah dan dimasukkan kedalam wadah yang
10 sampel tanah dari tegakan karet,10 sampel tanah dari tegakan durian dan 10 sampel dari tegakan aren dan 10 sampel tanah dari hutan.
Analisis Laboratorium
Sampel tanah didapatkan di lapangan selanjutnya dianalisis di laboratorium.
Parameter Pengamatan
- pH H2O metode elektrometri
- C- Organik dengan metode Walkly and Black
- KTK dengan metode NH4Oac pH 7 - P- Tersedia dengan metode Bray I - N- Total dengan metode Kjeldhal
pH tanah
Hasil pengamatan diperoleh Rataan pH tanah pada tiap tegakan tanaman
serbaguna (Tabel 1 ).
Tabel 1. Rataan pH tanah (%) pada sampel tanah.
Pada Tabel 1 menunjukan bahwa nilai Rataan pH tertinggi diperoleh pada tanah di bawah tegakan durian yaitu sebesar 5,2 dan terendah diperoleh pada tanah di bawah tegakan hutan,karet,Aren yaitu sebesar 5,1.
Hasil uji t pada Rataan pH pada tiap tanaman serbaguna diperoleh seperti yang tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Uji t pada parameter Rataan pH pada tiap tanaman
Tegakan Signifikan T test T tabel Keterangan Hutan vs Aren 0,86tn 0,176 1,73 Tidak berbeda nyata Keterangan : Angka yang diikuti * menunjukan berbeda nyata menurut uji t 5%
Pada Tabel 2 menjelaskan bahwa Rataan pH pada tegakan aren, durian,
dan karet, tidak berbeda nyata dengan tegakan kemudian pada tegakan durian dan karet tidak berbeda nyata dengan tegakan aren begitu juga pada tegakan karet
menunjukan tidak berbeda nyata terhadap tegakan durian (Lampiran 3). Jenis Tegakan Rataan pH tanah Kriteria
C – Organik
Hasil pengamatan diperoleh rataan C - organik pada tiap tegakan tanaman serbaguna (Tabel 3 ).
Tabel 1. Rataan C - organik (%) pada sampel tanah.
Pada Tabel 3 menunjukan bahwa nilai rataan C – organik tertinggi diperoleh pada tanah di bawah tegakan durian yaitu sebesar 2,189 % dan terendah
diperoleh pada tanah di bawah tegakan karet yaitu sebesar 1,10 %.
Hasil uji t pada parameter C – organik pada tiap tanaman serbaguna
diperoleh seperti yang tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Uji t pada parameter C – organik pada tiap tanaman
Tegakan Signifikan T test T tabel Keterangan Hutan vs Aren 0,189tn 1,367 1,73 Tidak berbeda nyata Keterangan : Angka yang diikuti * menunjukan berbeda nyata menurut uji t 5%
Pada Tabel 4 menjelaskan bahwa C - organik pada tegakan aren dan durian tidak berbeda nyata dengan tegakan hutan kemudian tegakan durian tidak
berbeda nyata dengan tegakan aren sedangkan pada tegakan karet menunjukan berbeda nyata terhadap tegakan hutan, aren dan durian (Lampiran 3).
N - Total
Hasil pengamatan diperoleh rataan N - total pada tiap tegakan tanaman serbaguna (Tabel 5).
Tabel 5. Rataan N - total (%) pada sampel tanah
Pada Tabel 3 menunjukan bahwa nilai rataan N - total tertinggi diperoleh pada tanah di bawah tegakan hutan yaitu sebesar 0,529 % dan terendah diperoleh pada tanah di bawah tegakan karet yaitu sebesar 0,091 %.
Hasil uji t pada parameter N - total pada tiap tanaman serbaguna diperoleh seperti yang tertera pada Tabel 4.
Tabel 6. Uji t pada parameter N - total pada tiap tanaman
Tegakan Signifikan T test T tabel Keterangan
Hutan vs Aren 0,00* 12,228 1,73 Berbeda nyata Keterangan : Angka yang diikuti * menunjukan berbeda nyata menurut uji t 5%
Pada Tabel 6 menjelaskan bahwa N - total pada tegakan aren, durian dan karet berbeda nyata dengan tegakan hutan kemudian tegakan karet berbeda nyata dengan tegakan aren dan durian, sedangkan pada tegakan durian menunjukan
tidak berbeda nyata terhadap tegakan aren (Lampiran 3).
P-Tersedia
Hasil pengamatan diperoleh rataan C - organik pada tiap tegakan tanaman serbaguna (Tabel 7 ).
Tabel 7 . Rataan P-tersedia (ppm) pada sampel tanah.
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa tegakan Hutan memberikan rataan P-tersedia tanah tertinggi yaitu 31,59 ppm sedangkan rataan P-tersedia
terendah pada tegakan Aren yaitu 4,00 ppm.
Hasil uji t pada Rataan P-tersedia (ppm) pada tiap tanaman serbaguna
diperoleh seperti yang tertera pada Tabel 8.
Tabel 8. Uji t pada parameter P-tersedia pada tiap tanaman
Tegakan Signifikan T test T tabel Keterangan
Hutan vs Aren 0,00* 5,379 1,73 Berbeda nyata Keterangan : Angka yang diikuti * menunjukan berbeda nyata menurut uji t 5%
Pada Tabel 8 menjelaskan bahwa P-tersedia pada tegakan aren, karet,dan durian berbeda nyata dengan tegakan hutan kemudian tegakan durian tidak
berbeda nyata dengan tegakan karet dan tegakan aren tidak berbada nyata dengan karet, sedangkan pada tegakan aren menunjukan berbeda nyata terhadap tegakan
durian (Lampiran 3).
K-Tukar
Hasil pengamatan diperoleh rataan Rataan K-tukar pada tiap tegakan tanaman serbaguna (Tabel 9 ).
Tabel 9. Rataan K-tukar (cmol/kg) pada sampel tanah.
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa Tegakan Hutan memberikan rataan K-tukar tanah tertinggi yaitu 0,55 cmol/kg sedangkan rataan K-K-tukar terendah pada
tegakan Karet yaitu 0,15 cmol/kg.
Hasil uji t pada parameter K-tukar pada tiap tanaman serbaguna diperoleh
seperti yang tertera pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji t pada parameter K-tukar pada tiap tanaman
Tegakan Signifikan T test T tabel Keterangan
Hutan vs Aren 0,02* 2,520 1,73 Berbeda nyata
Keterangan : Angka yang diikuti * menunjukan berbeda nyata menurut uji t 5% Pada Tabel 10 menjelaskan bahwa K-tukar pada tegakan aren, dan karet berbeda nyata dengan tegakan hutan kemudian tegakan durian tidak berbeda nyata
dengan tegakan hutan, sedangkan pada tegakan karet menunjukan berbeda nyata terhadap tegakan, aren dan durian kemudian tegakan aren tidak berbeda nyata
dengan tegakan durian (Lampiran 3).
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Hasil pengamatan diperoleh rataan Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada tiap tegakan tanaman serbaguna (Tabel 11 ).
Tabel 11. Rataan K-tukar (cmol/kg) pada sampel tanah.
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa Tegakan Hutan memberikan rataan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah tertinggi yaitu 26,81 cmol/kg
sedangkan rataan KTK tanah terendah pada tegakan karet yaitu 9,17 cmol/kg. Hasil uji t pada parameter Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada tiap
tanaman serbaguna diperoleh seperti yang tertera pada Tabel 11. Tabel 12. Uji t pada parameter KTK pada tiap tanaman
Tegakan Signifikan T test T tabel Keterangan
Hutan vs Aren 0,00* 7,081 1,73 Berbeda nyata
Hutan vs Durian 0,000* 6,96 1,73 Berbeda nyata Hutan vs Karet 0,000* 7,368 1,73 Berbeda nyata Aren vs Durian 0,64tn -0,469 1,73 Tidak berbeda nyata
Aren vs Karet 0,21tn 1,305 1,73 Tidak berbeda nyata Durian vs Karet 0,10tn 1,724 1,73 Tidak berbeda nyata Keterangan : Angka yang diikuti * menunjukan berbeda nyata menurut uji t 5%
Pada Tabel 12 menjelaskan bahwa Kapasitas Tukar Kation pada tegakan aren, durian dan karet berbeda nyata dengan tegakan hutan kemudian tegakan
durian dan karet tidak berbeda nyata dengan tegakan aren maupun pada tegakan karet menunjukan tidak berbeda nyata terhadap tegakan durian (Lampiran 3).
Pembahasan
Nilai Rataan pH tertinggi diperoleh pada tanah di bawah tegakan durian yaitu sebesar 5,2 dan terendah diperoleh pada tanah di bawah tegakan
hutan,karet,Aren yaitu sebesar 5,1. Dari hasil analisis uji t taraf 5% menjelaskan bahwa pH pada tegakan aren, durian, dan karet, tidak berbeda nyata dengan tegakan hutan kemudian pada tegakan durian dan karet tidak berbeda nyata
dengan tegakan aren begitu juga pada tegakan karet menunjukan tidak berbeda nyata terhadap tegakan durian.
Kandungan bahan organik dan tipe vegetasi juga akan mempengaruhi kemasaman tanah. Hal tersebut sesuai dengan keterangan Soepardi (1983), yang menyebutkan bahwa proses dekomposisi bahan organik akan
menghasilkan asam-asam organik maupun asam anorganik, sehingga menimbulkan suasana asam. Analisis uji T menunjukkan bahwa pengaruh berbagai komposisi tegakan tanaman terhadap pH H2O yang menyatakan tidak
berbeda nyata
Salah satu faktor yang menyebabkan pH setiap tegakan tersebut masam
adalah dekomposisi akhir bahan organik yang menghasilkan senyawa-senyawa resisten seperti humus dan senyawa sederhana seperti CO
2. Hasil dari senyawa sederhana yaitu CO
2 terakumulasi dapat bereaksi dengan air sehingga membentuk asam karbonat (H
2CO3) yang dapat memasamkan tanah. Ini sesuai dengan literatur Hanafiah (2005) bahwa hasil akhir berupa gas CO
2 jika terakumulasi dapat bereaksi dengan air membentuk asam karbonat yang meskipun asam lemah,
namun jika terakumulasi akan terurai menjadi HCO 3
-
+ H+ yang memasamkan
tanah
bawah tegakan karet yaitu sebesar 1,108 %. Dari hasil analisis uji t taraf 5% menjelaskan bahwa C - organik pada komoditi aren dan durian tidak berbeda nyata dengan areal hutan sedangkan pada tegakan karet menunjukan berbeda
nyata.
Nilai rataan C – organik tertinggi diperoleh pada tanah di bawah tegakan
komoditi durian dan hutan, disebabkan oleh masukan sumber bahan organik, aktivitas organisme dan serasah yang menahan erosi pada tanah sehingga ketersediaan bahan organik dan peningkatan bahan organik tinggi. Hal ini sesuai
dengan literatur Saribun (2007), yang menyatakan bahwa kandungan bahan organik tanah yang tinggi pada penggunaan lahan hutan dan lahan agroforestry diduga terjadi karena kualitas dan kuantitas masukkan sumber bahan organik,
aktivitas organisme, dan serasah yang lebih banyak dalam menekan proses erosi. Tegakan karet dapat mempengaruhi sifat biologi tanah berupa C - organik
tanah yang berbeda dengan C - organik tanah pada areal hutan. Hal ini disebabkan karena pola pengelolaan tanah pada tegakan karet berbeda dengan areal hutan seperti pembersihan piringan yang memungkinkan adanya perubahan bahan
organik pada tegakan karet. Hal ini sesuai dengan literatur Yasin (2007), yang menyatakan setiap tanah memiliki kandungan bahan organik yang berbeda-beda
sesuai dengan karakteristik tanahnya dan penggunaan lahannya. Perubahan vegetasi atau penggunaan lahan dan pola pengelolaan tanah menyebabkan perubahan kandungan bahan organik tanah .
Nilai rataan N - total tertinggi diperoleh pada tanah di bawah tegakan komoditi Hutan yaitu sebesar 0,529 % dan terendah diperoleh pada tanah di
menjelaskan bahwa N - total pada komoditi aren, durian dan karet berbeda nyata dengan areal hutan.
Nilai rataan N – total tertinggi diperoleh pada tanah di bawah tegakan
hutan. Hal ini disebabkan oleh hasil dekomposisi bahan organik pada tanah hutan lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Damanik, dkk., (2010), yang
menyatakan bahwa sumber utama nitrogen dalam tanah adalah dari hasil dekomposisi bahan organik. Selanjutnya dalam dekomposisi protein akan dilapuki oleh jasad renik menjadi asam amino kemudian menjadi ammonia (NH4) dan
Nitrat (NO3) yang larut dalam tanah. Selain itu faktor kelembaban pada vegetasi hutan mempengaruhi ketersediaan kandungan N dalam tanah melalui proses nitrifikasi. Hal ini sesuai dengan literatur Damanik, dkk., (2010), yang
menyatakan proses nitrifikasi lebih baik berada pada kelembaban tanah yang tinggi, namun demikian masih dapat berlangsung pada kondisi sedikit dibawah
titik layu permanen.
Nilai rataan N – total terendah diperoleh pada tanah di bawah tegakan karet. Hal ini disebabkan karena pembersihan piringan di bawah tegakan aren
yang menyebabkan N sangat mudah tercuci pada saat hujan. Hal ini sesuai dengan literatur Hardjowigeno (2007), bahwa kehilangan N disebabkan karena sangat
mudah tercuci oleh air hujan (leaching).
Tegakan aren, karet dan durian memiliki nilai N – Total yang lebih rendah dibandingkan pada tegakan hutan. Hal ini diduga disebabkan N lebih mudah
hilang pada tegakan aren, karet maupun durian akibat tercuci oleh air hujan dibanding pada tegakan hutan yang tutupan lahannya lebih rapat. Hal ini sesuai
N dari tanah juga disebabkan penggunaan untuk metabolisme tanaman selain itu juga N dalam bentuk nitrat sangat mudah tercuci oleh air hujan .
Nilai rataan P-tersedia tanah tertinggi pada tanah hutan yaitu 31,59 ppm
sedangkan rataan P-tersedia terendah pada tegakan Aren yaitu 4,00 ppm. Dari hasil analisis uji T taraf 5% menjelaskan bahwa P-tersedia pada tegakan aren,
karet,dan durian berbeda nyata dengan tegakan hutan kemudian tegakan durian tidak berbeda nyata dengan tegakan karet dan selanjutnya tegakan aren tidak berbada nyata dengan karet sedangkan pada tegakan aren menunjukan berbeda
nyata terhadap tegakan durian.
Nilai rataan P – tersedia tertinggi diperoleh pada tanah di bawah tegakan hutan.hal ini sesuai dengan literatur Hasibuan (2009) yang menyatakan bahwa
pengaruh bahan organik yang berasal dari serasah tegakan hutan padat mengpengaruhi terhadap ketersediaan hara fosfat di dalam tanah melalui hasil
pelapukannya yaitu asam-asam organik CO2. Asam-asam organik seperti asam malonat, tartarat, humat, fulvik, akan menghasilkan anion organik. Anion-anion organik ini dapat mengikat logam-logam seperti Al, Fe dan Ca ion-ion ini akan
bebas dari pengikatan logam tersebut sehingga tersedia di dalam larutan tanah. Proses pengikatan logam seperti Al, Fe, Ca oleh senyawa asam-asam organic
komplek disebut dengan proses Khelasi dan senyawa kompleknya disebut Khelat Nilai rataan P – tersedia terendah diperoleh pada tanah di bawah tegakan aren dan disusul juga dengan tegakan karet dan durian hal ini disebabkan adanya
erosi dan rendah setiap tegakan dalam memproduksi serasah yang dimana bahan organik yang dihasilkan rendah dibandingkan dengan tegakan hutan hal ini sesuai
sangat rendah disebabkan oleh pH tanah, mengikatnya ion Al, Fe, dan Mn dalam larutan tanah,meningkatkan Ca, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik rendah serta kegiatan jasad renik.
Nilai rataan K-tukar tanah tertinggi pada tegakan hutan yaitu 0,55 cmol/kg sedangkan rataan K-tukar terendah pada tegakan Karet yaitu 0,15
cmol/kg. Dari hasil analisis uji T taraf 5% menjelaskan bahwa K-tukar pada tegakan aren, dan karet berbeda nyata dengan tegakan hutan kemudian tegakan durian tidak berbeda nyata dengan tegakan hutan sedangkan pada tegakan karet
menunjukan berbeda nyata terhadap tegakan, aren dan durian kemudian tegakan aren tidak berbeda nyata dengan tegakan durian.
Nilai rataan k-dd dilihat bahwa nilai k-dd di setiap tegakan cukup rendah
hal ini disebabkan oleh reaksi tanah yang agak masam dimana ph tanah setiap tegakan berkisar 5,1 sampai 5,2 dimana menurut puslitanak (2000) bahwa Reaksi
tanah masam sampai agak masam (pH 4,6 – 5,5) serta kandungan liat yang cukup tinggi dan kandungan ion Kalium relatif rendah berkisar 0,1 – 02 me/100 gr tanah. tanah inseptisol didominasi oleh kandungan liat yang relatif tinggi sehingga
fiksasi K sangat kuat yang mengakibatkan konsentrasi K pada larutan tanah berkurang. Hal ini menyebabkan unsur K pada tanah Inceptisol relatif rendah.
Nilai rataan K-tukar tanah tertinggi diperoleh pada tanah tegakan hutan dimana Bahan organik yang berasal dari pelapukan serasah – serasah tegakan vegetasi mempengaruhi ketersediaan unsur K+ dimana melalui proses
mineralisasi dan akan menyumbangkan sejumlah ion-ion hara tersedia seperti K+
humus tanah yang terutama berperan secara koloidal dimana koloidal organik ini melalui muatan listriknya akan meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang akan menyebabkan ketersediaan basa-basa meningkat, secara fisik bahan
organik meningkatkan daya tahan menahan air sehingga hara K+ yang terfiksasi
oleh koloid liat akan terlepas memenuhi permukaan koloid liat dan larutan tanah
yang mengakibatkan K+ lebih mudah diserap oleh bulu akar.
Nilai rataan K - dd terendah diperoleh pada tanah di bawah tegakan karet. Hal ini disebabkan karena pembersihan piringan di bawah tegakan dimana
mnyebabkan terjadinya pencuciaan hal ini sesuai dengan literatur Ismunadji (1989) yang menyatakan bahwa Unsur hara kalium di dalam tanah selain mudah tercuci, tingkat ketersediaanya sangat dipengaruhi oleh pH dan kejenuhan basa.
Pada pH rendah dan kejenuhan basa rendah kalium mudah hilang tercuci.
Nilai rataan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah tertinggi pada tanah
tegakan hutan yaitu 26,81 cmol/kg sedangkan rataan KTK tanah terendah pada tegakan karet yaitu 9,17 cmol/kg. Dari hasil analisis uji T taraf 5% menjelaskan bahwa Kapasitas Tukar Kation pada tegakan aren, durian dan karet berbeda nyata
dengan tegakan hutan kemudian tegakan durian dan karet tidak berbeda nyata dengan tegakan aren maupun pada tegakan karet menunjukan tidak berbeda nyata
terhadap tegakan durian.
Nilai rataan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah tertinggi pada tegakan hutan.hal ini disebabkan oleh pada setiap tegakan memiliki perbedaan tingkat
pelapukan dan tingkat pelapukan sempurna pada tanah hutan Karena jika bahan organik sudah terdekomposisi sempurna maka akan menyumbangkan koloid
Yulnafatmawita, dkk., (2007) bahwa bahan organik yang sudah sangat terdekomposisi jika diberikan ke tanah maka akan meningkatkan KTK tanah karena semakin besar pula koloid humus yang disumbangkan sehingga muatan
negatif tanah meningkat yang mengakibatkan KTK tanah juga meningkat.
Nilai rataan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah terendah pada tegakan
karet dimana adanya erosi dan pencuciaan yang menyebabkan hilangnya bahan organik pada tegakan karet yang menyebabkan terjadinya penurunan kapasitas tukar kation hal ini sesuai dengan literatur Kumalasari (2011) Dengan semakin
menurunnya kandungan bahan organik tanah, humus (koloid organik) sebagai sumber muatan negatif tanah juga semakin berkurang sehingga jumlah muatan positif (kation-kation) dalam tanah yang dapat dipertukarkan juga semakin
Kesimpulan
1. Perubahan tegakan hutan menjadi berbagai tegakan serba guna menurunkan
kandungan C – Organik tanah, N – Total tanah, P- tersedia tanah, K- tukar tanah, Kapasitas Tukar Kation (KTK) di Sub DAS Petani Kecamatan
Sibolangit Deli Serdang.
2. Perubahan tegakan hutan menjadi tegakan serba guna yang menunjukkan
tingkat penurunan terendah terdapat pada tegakan durian dan tegakan yang mengalami penurunan tertinggi terdapat pada tegakan karet
Saran
Sebaiknya ditanam tanaman aren dan durian apabila dalam keadaan
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) biasanya di bagi menjadi daerah hulu,
tengah, hilir dan pesisir. Sistem ekologi DAS bagian hulu pada umumnya
dipandang sebagai suatu ekosistem pedesaan. Ekosistem DAS hulu terdiri atas
empat komponen utama, yaitu desa, sawah/ladang, sungai dan hutan. Di dalam
ekosistem DAS terdapat hubungan timbal-balik antar komponen. Fungsi suatu
DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor / komponen
yang ada di dalam DAS. Apabila terjadi perubahan pada salah satu komponen
maka akan mempengaruhi ekosistem DAS tersebut (Widiatni, 2008).
Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kesatuan ruang yang
terdiri atas unsur abiotik (tanah, air, udara), biotik (vegetasi, binatang dan
organisme hidup lainnya) serta kegiatan manusia yang saling berinteraksi dan
saling ketergantungan satu sama lain, sehingga merupakan satu kesatuan
ekosistem, hal ini berarti bahwa apabila keterkaitan sudah terselenggara maka
pengelolaan hutan, tanah, air, masyarakat dan lain–lain harus memperhatikan
peranan dari komponen–komponen ekosistem tersebut (Sudaryono, 2002).
Sebuah DAS ditandai dengan adanya sungai utama yang langsung
bermuara ke danau atau ke laut. Ke dalam sungai utama tersebut bermuara anak
sungai yang airnya berasal dari tangkapan air hujan dari wilayah yang dibatasi
pembatas topografi menuju ke anak sungai tersebut. Batas wilayah hingga ke
pembatas topografi yang mengalirkan air hujan yang ditangkapnya menuju anak
Di Bawah Tegakan Tanaman Serbaguna
Jenis pohon serbaguna atau Multipurpose Trees (MPTs) mengandung
pengertian pohon–pohon dan semak yang digunakan atau dikelola untuk lebih dari
satu kegunaan produk dan atau jasa, penekanan pada penanaman pohon ini untuk
tujuan ekonomi dan ekologi dari satu sistem pengunaan lahan dengan keluaran
ganda (Sabarnurdin, 1998 ; Suryanto dan Prasetyawati, 2014).
Beberapa jenis tanaman yang biasanya dikembangkan oleh kelompok
pembibitan, yaitu tanaman dari jenis Multi Purposes Trees Species (MPTs) dan
Kekayuan. MPTs adalah tanaman yang memiliki fungsi selain kayu, misalnya
dapat dimanfaatkan buah atau bagian tanaman lainnya. Sedangkan tanaman
kekayuan merupakan tanaman yang khusus dimanfaatkan kayunya saja. Tanaman
jenis MPTs lebih cenderung memiliki sifat konservatif, karena tanaman tersebut
jarang ditebang oleh masyarakat. Meskipun demikian tetap saja perbandingan
tanaman kayu lebih banyak dibandingkan dengan tanaman MPTs. Contoh
tanaman MPTs seperti Aren (Arenga saccharifera),Picung (Pangium edule REINW) (buahnya untuk bumbu masak) dan lain sebagainya. Sedangkan
kekayuan contohnya seperti Sengon (Albasia falcataria) dan Jati (Tectona
grandis) (Hafsah dan Heriyanto, 2012).
Berbagai komposisi tegakan tanaman yang berbeda–beda akan
mempengaruhi kondisi tanah baik pada sifat fisik maupun kimia tanah.
Masing–masing komposisi tegakan tanaman tersebut mempunyai jenis vegetasi
yang beragam dominasi tegakan tanaman maupun penutupan oleh tajuk tanaman
yang semuanya akan mempengaruhi kondisi tanah di bawahnya terutama pada
Hutan dan vegetasinya memiliki peranan dalam pernbentukan dan
pemantapan agregat tanah. Vegetasinya berperan sebagai pemantap agregat tanah
karena akar akarnya dapat mengikat partikel–partikel tanah dan juga mampu
menahan daya tumbuk butir-butir air hujan secara langsung ke permukaan tanah
sehingga penghancuran tanah dapat dicegah. Selain itu seresah yang berasal dari
daun–daunnya dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Hal inilah
yang dapat mengakibatkan perbaikan terhadap sifat fisik tanah, yaitu
pembentukan struktur tanah yang baik maupun peningkatan porositas yang dapat
meningkatkan perkolasi, sehingga memperkecil erosi (Tolaka dkk, 2013).
Jenis-jenis pohon yang ditanam pada kegiatan Hutan Kemasyarakatan
adalah jenis pohon serba guna atau pohon kehidupan yang sesuai dan cocok
dengan kondisi tanah dan lingkungannya. Dengan penanaman serba guna tersebut,
di harapkan dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat memanfaatkan
hasil hutan bukan kayu seperti buah-buahan (seperti, mede, kemiri, durian, aren
dll); getah-getahan (seperti damar, jelutung, lak, pinus) ; rotan ; gaharu ; dan
sebagainya. Dalam hal ini, yang dimaksud pohon serba guna adalah tanaman
tahunan atau pohon yang menghasilkan hasil hutan bukan kayu yang bermanfaat
bagi masyarakat disamping dapat meningkatkan mutu hutan.
Tanaman aren (Arenga pinnata Merr.)
Pohon aren atau enau (Arenga pinnata Merr.) merupakan tumbuhan yang
menghasilkan bahan-bahan industri sejak lama kita kenal. Namun sayang
tumbuhan ini kurang mendapat perhatian untuk dikembangkan atau
dibudidayakan secara sungguh-sungguh oleh berbagai pihak. Begitu banyak
aren dan permintaan produk-produk tersebut baik untuk kebutuhan ekspor
maupun kebutuhan dalam negeri semakin meningkat. Hampir semua bagian
pohon aren bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari
bagian fisik (akar, batang, daun, ijuk dll) maupun hasil produksinya (nira,
pati/tepung dan buah). Selama ini permintaan produk-produk yang bahan bakunya
dari pohon aren masih dipenuhi dengan mengandalkan pohon aren yang tumbuh
liar. Jika pohon aren ditebang untuk diambil tepungnya tentu saja populasi pohon
aren mengalami penurunan yang cepat karena tidak diimbangi dengan kegiatan
penanaman. Di samping itu, perambahan hutan dan konversi kawasan hutan alam
untuk penggunaan lain juga mempercepat penurunan populasi pohon aren
(Lempang, 2012).
Aren merupakan jenis tanaman tahunan, berukuran besar, berbentuk pohon
soliter tinggi hingga 12 m, diameter setinggi dada (DBH) hingga 60 cm
(Ramadani et al, 2008). Pohon aren dapat tumbuh mencapai tinggi dengan
diameter batang sampai 65 cm dan tinggi 15 m bahkan mencapai 20 m dengan
tajuk daun yang menjulang di atas batang (Soeseno, 1992). Waktu pohon masih
muda batang aren belum kelihatan karena tertutup oleh pangkal pelepah daun,
ketika daun paling bawahnya sudah gugur, batangnya mulai kelihatan. Permukaan
batang ditutupi oleh serat ijuk berwarna hitam yang berasal dari dasar tangkai
daun.
Begitu banyak ragam produk yang dipasarkan setiap hari yang bahan
bakunya berasal dari pohon aren dan permintaan produk-produk tersebut baik
untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk ekspor semakin meningkat. Hampir
kebutuhan, baik bagian fisik (daun, batang, ijuk, akar, dll.) maupun bagian
produksinya (buah, nira dan pati/tepung). Pohon aren adalah salah satu jenis
tumbuhan palma yang memproduksi buah, nira dan pati atau tepung di dalam
batang. Hasil produksi aren ini semuanya dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai
ekonomi (Lempang , 2012).
Tanaman durian (Durio zibethinus L. Murr.)
Buah durian yang berasal dari pohon durian (Durio zibethinus L.) banyak
tumbuh di hutan maupun di kebun milik penduduk. Tumbuhan berbentuk pohon,
tinggi 27 - 40 m. Akar tunggang. Batang berkayu, silindris, tegak, kulit pecah -
pecah, permukaan kasar, percabangan simpodial, bercabang banyak, arah
mendatar. Daun tunggal, bertangkai pendek, tersusun berseling, permukaan atas
berwarna hijau tua - bawah cokelat kekuningan, bentuk jorong hingga lanset,
panjang 6,5 - 25 cm, lebar 3 - 5 cm, ujung runcing, pangkal membulat, permukaan
atas mengkilat, permukaan bawah buram, tidak pernah meluruh, bagian bawah
berlapis bulu halus berwarna cokelat kemerahan. Bunga muncul di batang atau
cabang yang sudah besar, bertangkai, kelopak berbentuk lonceng berwarna putih
hingga cokelat keemasan. Buah bulat atau lonjong, kulit dipenuhi duri-duri tajam,
warna coklat keemasan atau kuning, Universitas Sumatera Utara bentuk biji
lonjong, berwarna coklat, berbuah setelah berumur 5 - 12 tahun. Perbanyakan
Generatif (biji) (Soedarya, 2009).
Tanaman ini memerlukan tanah yang dalam, ringan dan berdrainase
baik.durian juga memerlukan lindungan alam,agar pohon atau cabang –
cabangnya yang sarat buah tidak patah di terpah agin yang kuat.Temperatur udara
tumbuh pada kisaran temperatur 20 – 350C.Tanah dengan tekstur sedang,agak
halus dan halus dengan pH 5,5-7,8 dan berdrainase baik hingga sedang ,sangat
sesuai untuk pohon durian.pohon ini umumnya mengisi sistem pertanian
campuran atau pertanian – hutan (agroforestry) yang selalu berdampingan dengan
pohon jengkol,petai,karet,kemiri,dan lain – lain menyerupai hutan multispesies.
(Abdul rauf,2011)
Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan pohon yang tumbuh tinggi
dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 – 25 m. Batang
tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di
beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke
arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama
lateks (Nazarrudin dan Paimin, 2006).
Sedangkan menurut Setiawan (2000) tanaman karet merupakan pohon
yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Pohon dewasa dapat mencapai
tinggi antara 15 – 30 m. Perakarannya cukup kuat serta akar tunggangnya dalam
dengan akar cabang yang kokoh. Pohonnya tumbuh lurus dan memiliki
percabangan yang tinggi diatas.
Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai
sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan
ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun
pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Kayu karet juga akan mempunyai
Indonesia sebagai negara dengan luas areal kebun karet terbesar dan produksi
kedua terbesar di dunia (Goenadi et al., 2005).
Indraty (2005, dalam Boerhendhy dan Agustina, 2006) menyebutkan
bahwa tanaman karet juga memberikan kontribusi yang sangat penting dalam
pelestarian lingkungan. Upaya pelestarian lingkungan akhir-akhir ini menjadi isu
penting mengingat kondisi sebagian besar hutan alam makin memprihatinkan.
Pada tanaman karet, energi yang dihasilkan seperti oksigen, kayu, dan biomassa
dapat digunakan untuk mendukung fungsi perbaikan lingkungan seperti
rehabilitasi lahan, pencegahan erosi dan banjir, pengaturan tata guna air bagi
tanaman lain, dan menciptakan iklim yang sehat dan bebas polusi. Pada daerah
kritis, daun karet yang gugur mampu menyuburkan tanah. Daur hidup tanaman
karet yang demikian akan terus berputar dan berulang selama satu siklus tanaman
karet paling tidak selama 30 tahun. Oleh karena itu, keberadaan pertanaman karet
sangat strategis bagi kelangsungan kehidupan, karena mampu berperan sebagai
penyimpan dan sumber energi. Hal senada dikemukakan oleh Azwar et al. (1989,
dalam Boerhendhy dan Agustina, 2006) bahwa laju pertumbuhan biomassa
rata-rata tanaman karet pada umur 3−5 tahun mencapai 35,50 ton bahan kering/ha/
tahun. Hal ini berarti perkebunan karet dapat mengambil alih fungsi hutan yang
berperan penting dalam pengaturan tata guna air dan mengurangi peningkatan
Sifat kimia tanah Reaksi Tanah (pH)
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang
dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion
hidrogen (H+) di dalam tanah, makin tinggi nilai kadar ion H+ dalam tanah,
makin masam tanah tersebut. Nilai pH berkisar dari 0−14 dengan pH 7 disebut
netral sedang pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis.
Tanah yang terlalu masam dapat dinaikkan pHnya dengan menambahkan kapur ke
dalam tanah sedangkan tanah yang terlalu alkalis dapat diturunkan pHnya dengan
penambahan belerang.
Dalam tanah pH sangat penting dan erat hubungannya dengan hal-hal
berikut
ini:
1. Menunjukkan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman, pada
umumnya unsur hara mudah diserap tanaman. Pada pH sekitar netral,
unsur hara mudah diserap akar tanaman karena pada pH tersebut mudah
larut dalam air. Pada tanah masam unsur P diikat (difiksasi) oleh Al,
sedangkan pada tanah alkalis unsur P diikat oleh Ca sehingga unsur
tersebut tidak dapat diserap tanaman.
2. Menunjukkan kemungkinan adanya unsur beracun. Pada tanah masam,
unsur mikro (Fe, Mn, Zn, Cu, Co) mudah terlarut sehingga ditemukan
unsur mikro berlebih sedangkan pemakaiannya dalam jumlah kecil
3. Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme. Bakteri (bakteri pengikat
nitrogen dari udara dan bakteri nitrifikasi) berkembang baik pada pH 5,5
atau lebih, sedang jamur dapat berkembang baik pada segala tingkat
kemasaman tanah (Hardjowigeno 2003).
Reaksi tanah sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman.
Pada reaksi tanah yang netral, yaitu pH 6,5-7,5, maka unsur hara tersedia dalam
jumlah yang cukup banyak (optimal). Pada pH tanah kurang dari 6,0 maka
ketersediaan unsur-unsur fosfor, kalium, belerang, kalsium, magnesium dan
molibdenum menurun dengan cepat. Sedangkan pH tanah lebih besar dari 8,0
akan menyebabkan unsur-unsur nitrogen, besi, mangan, borium, tembaga dan
seng ketersediannya relatif jadi sedikit (Sarief, 1986).
Nitrogen Total
Nitrogen yang didapat dari tanah diusahakan dari bahan-bahan seperti sisa
tanaman, pupuk kandang, pupuk buatan, dan garam amonium dan nitrat yang
diendapkan. Lagipula ada fiksasi nitrogen atmosfir yang diusahakan oleh
mikroorganisme tanah tertentu. Hilangnya dari tanah disebabkan oleh tanaman
yang dipanen dan diangkut, drainase, erosi, dan hilang sebagai gas dalam bentuk
unsur dan amoniak (Buckman and Brady, 1982).
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5%
bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein. Unsur ini
bersifat labil karena mudah berubah bentuk dan mudah hilang baik lewat
volatilisasi (gas N2) maupun lewat perlindian (NO3-). Di atmosfer unsur N
merupakan unsur dominan karena merupakan 80% dari gas yang ada, tetapi
Pemanfaatannya hanya dapat dilakukan lewat bantuan mikrobia pengikatnya
(fiksasi), yang mengubah bentuk N2 menjadi ammonium (NH4+) yang tersedia
bagi tanaman, baik lewat mekanisme simbiotik maupun non simbiotik
(Hanafiah, 2005).
Sejumlah besar nitrogen dalam tanah berada dalam bentuk organik.
Dengan demikian dekomposisi nitrogen merupkan sumber utama nitrogen tanah,
disamping juga dapat berasal dari air hujan dan irigasi. Dekomposisi merupakan
proses kimia yang menghasilkan N dalam bentuk ammonium dan dioksidasi lagi
menjadi nitrat. Proses dekomposisi ini dilkukan oleh jasad renik yang peka
lingkungan. Jika bahan organik yang secara relatif mengandung lebih banyak C
dari N ditambahkan ke tanah maka proses tersebut akan terbalik. Karena ada
sumber energi yang banyak, jasad renik akan menggunakan N yang ada untuk
pertumbuhan. Dengan demikian, N diikat pada tubuh jasad renik dan N akan
kurng tersedia di tanah (Hakim, dkk, 1986).
Bahan organik merupakan sumber Nitrogen (N) yang utama di dalam
tanah. Pada bahan organik halus jumlah N tinggi maka perbandingan C/N rendah,
sedangkan bahan organik kasar jumlah N rendah sehingga C/N tinggi. Nitrogen
berfungsi memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbuh
pada tanah yang cukup N, berwarna lebih hijau dan berperan dalam pembentukan
protein. Nitrogen diambil tanaman dalam bentuk amonium (NH4 +) dan nitrat
(NO3 -). Tambahan nitrogen pada tanah berasal dari hujan dan debu, penambatan
secara tak simbiosis, penambatan secara simbiosis dan kotoran hewan dan
manusia. Kehilangan nitrogen dari tanah disebabkan oleh penguapan, pencucian,
karena drainase buruk, lokasi tergenang, dan tata udara dalam tanah buruk
(Hardjowigeno 2003).
Menurut Handayanto, dkk (1999) pelepasan N dari bahan organik
tergantung pada sifat fisik, kimia bahan organik, kondisi lingkungan, dan
komunitas organisme perombak. Terhambatnya pelepasan N mungkin disebabkan
oleh tingginya rasio C/N bahan organik dan immobilisasi N mikrobia yang terikat.
Saat immobilisasi, N tersedia yang ada sebelumnya di dalam tanah diambil
mikroorganisme untuk mencukupi kebutuhannya, karena tidak tercukupi dari
bahan organik yang dirombak sehingga keberadaan N tersedia tanah menjadi
sangat sedikit bagi tanaman yang akan menyebabkan tanaman kekurangan N.
Kehilangan Nitrogen dalam bentuk gas lebih besar daripada kehilangan
yang disebabkan oleh pencucian. Kehilangan lain dapat juga berupa panen, tercuci
bersama air drainase dan terfiksasi oleh mineral. Kehilangan N juga akan
diperbesar lagi bila jumlah pupuk N yang diberikan ke dalam tanah cukup besar
dengan keadaan tanah yang reduksi. Kehilangan N dari urea yang diberikan pada
sawah yang keadaan airnya macak-macak akan lebih besar. Hilangnya N dari
tanah juga disebabkan karena digunakan oleh tanaman, N dalam bentuk NO3-
mudah dicuci oleh air hujan, banyak hujan sehingga N menjadi rendah dan tanah
yang memilkiki tekstur pasir mudah melepaskan air sehingga N menjadi rendah
daripada tanah liat (Hakim, dkk, 1986).
Tinggi rendahnya kandungan nitrogen total tanah ini dipengaruhi oleh
jenis dan sifat bahan organik yang diberikan terutama tingkat dekomposisinya.
pula nitrogen organik yang mengalami mineralisai sehingga akumulasi nitrogen di
dalam tanah semakin besar jumlahnya (Yulnafatmawita,dkk., 2007).
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dinyatakan dalam mg
(milligram) per 100 g tanah (mg 100 g-1) kering oven sering disebut Cation
Exchangeable Capacity (CEC). KTK merupakan jumlah muatan negatif tanah
baik yang bersumber dari permukaan koloid anorganik (liat) maupun koloid
organik (humus) yang merupakan situs pertukaran kation-kation
(Hanafiah, 2005).
Besarnya KTK tanah tergantung kepada (1) tekstur tanah, (2) tipe mineral
liat, dan (3) kandungan bahan organik. Semakin tinggi kadar liat atau tekstur
semakin halus maka KTK tanah akan semakin besar. Demikian juga pada
kandungan bahan organik tanah, semakin tinggi bahan organik maka KTK tanah
akan semakin tinggi. Jenis mineral liat sangat mempengaruhi KTK tanah, karena
besarnya KTK dari masing-masing liat juga berbeda (Mukhlis, 2007).
Kapasitas tukar kation tanah sangat beragam pada setiap jenis tanah.
Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri antara lain
(a) reaksi tanah (pH), (b) tekstur tanah atau jumlah liat, (c) jenis mineral liat, (d)
bahan organik, dan (e) pengapuran dan pemupukan (Hakim, dkk, 1986).
Kation-kation tersebut berikatan dengan permukaan koloid yang
bermuatan negatif karena adanya daya menarik kation-kation tanah. Kekuatan
ikatan antar muatan kation tinggi pada permukaan koloid dan menurun jika kation
Hubungan pH dengan KTK sangat erat yaitu pada pH rendah, hanya
muatan permanen liat, dan sebagian muatan koloid organik memegang ion yang
dapat digantikan melalui pertukaran kation. Dengan demikian KTK relatif rendah.
Hal ini disebabkan oleh kebanyakan tempat pertukaran kation koloid organik dan
beberapa fraksi liat, H+ dan mungkin hidroksi-Al terikat kuat, sehingga sukar
dipertukarkan. Dengan meningkatnya pH, hidrogen yang diikat koloid organik
dan liat berionisasi dan dapat digantikan. Demikian pula ion hidroksi-Al yang
terjerap akan dilepaskan dan membentuk Al(OH)3. Dengan demikian terciptalah
tapak-tapak pertukaran baru pada koloid liat. Beriringan dengan
perubahan-perubahan itu KTK pun meningkat (Hakim,dkk, 1986).
C-Organik
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang
berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini
dikarenakan bahan organik dapat meningkatakan kesuburan kimia, fisika maupun
biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah
C-Organik (Hanafiah 2005).
Musthofa (2007) menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam
bentuk C-Organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari dua persen.
Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat
proses dekomposisi mineralisasi, maka sewaktu pengolahan tanah penambahan
bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik
sangat erat berkaitan dengan KTK yakni mampu meningkatkan KTK tanah.
biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan pemadatan
tanah (Foth 1994).
Kandungan C-organik dalam tanah ditentukan dengan metode pembakaran
kering atau pembakaran basah. Pembakaran kering dilakukan dengan cara
membakar contoh tanah diatas penangas, kemudian mengukur CO2 yang
dilepaskan. Pembakaran basah dilakukan dengan mengoksidasi dengan asam
khromat dengan jumlah berlebihan, kemudian dititrasi terhadap kelebihan oksidan
tersebut (metode Walkley-Black). Hasilnya lebih semikuantitatif, tetapi dapat
dilakukan lebih cepat dan sederhana (Hardjowigeno, 1993).
Salah satu peranan bahan organik yang penting adalah kemampuanya
bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks. Dengan
demikian ion logam yang bersifat meracuni tanaman serta merugikan penyediaan
hara pada tanah seperti Al, Fe dan Mn dapat diperkecil dengan adanya bahan
organik. Karakteristik bahan organik tanah dapat dilakukan secara sederhana.
Contoh secara kimia berdasarkan dari kadar C-organik (Suridikarta,dkk, 2002).
P tersedia
Posfor merupakan hara esensial bagi pertumbuhan tanaman persoalan
yang umum dihadapi oleh fosfor tanah adalah tidak semua fosfor tanah dapat
segera tersedia untuk tanaman,dalam hal ini sangat tergantung pada sifat dan ciri
tanah serta pegelolaan tanah itu sendiri oleh manusia .disamping itu pertambahan
fosfor ke dalam tanah tidak terjadi dengan pengikatan biokimia seperti halnya
nitrogen,tetapi hanya bersumber dari deposit atau batuan dari mineral fosfor di
Ketersediaan P dipengaruhi sangat nyata oleh pH,bentuk ion P dalam
tanah juga bergantung pada pH larutan. Pada pH agak tinggi (basa) ion HPO42-
adalah dominan,bila pH tanah turun ion H2PO4- danHPO42- akan dijumpai secara
bersamaan pada pH rendah bersenyawa degan Al,,Fe atau Mn, membentuk
senyawa yang tidak larut, sedangkan pada pH tinggi ion P yang larut dan diikat
oleh Ca membentuk senyawa yang tidak larut (Hakim,dkk ,1986).
K – tukar
Unsur kalium merupakan unsur yang paling mudah mengadakan
persenyawaan dengan unsur atau zat lainnya, misalnya khlor dan magnesium.
Unsur kalium berfungsi untuk tanaman yaitu untuk (a). mempercepat
pembentukan zat karbohidrat dalam tanaman; (b). memperkokoh tubuh tanaman;
(c). mempertinggi resistensi terhadap serangan hama dan penyakit dan
kekeringan; (d). meningkatkan kualitas biji. Sifat K yaitu mudah larut dan terbawa
hanyut dan mudah pula terfiksasi dalam tanah. Sumber K adalah beberapa jenis
mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad renik, larutan dalam tanah, abu tanaman dan
pupuk anorganik (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1988).
Banyak tanah mempunyai kelimpa hara kalium yang dapat digunakan dan
tanaman tidak tanggap terhadap pupuk kalium meskipun tanaman biasanya
menggunakan lebih banyak kalium dari tanah dibandingkan dengan hara lain
kecuali nitrogen. Pada dasarnya, kalium dalam tanah berada dalam mineral yang
melapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion tersebut diserap pada pertukaran
kation dan siap tersedia untuk diambil oleh tanaman. Kalium yang tersedia
menumpuk dalam tanah dengan rejim ustik atau berkelembaban lebih kering tanpa
membutuhkan kapur dan memerlukan pupuk kalium bahkan untuk hasil panen
yang tinggi. Pencucian di kawasan basah menghilangkan kalium tersedia dan
menciptakan keperluan akan pupuk kalium bila dikehendaki hasil-hasil panen
yang sedang atau tinggi. Tanah organik terkenal miskin kalium karena tanah
tersebut mengandung sedikit mineral yang mengandung kalium (Foth, 1994).
Dalam Hakim dkk (1986) juga dikatakan bahwa kalium yang tersedia
hanya meliputi 1-2 % dari seluruh kalium yang terdapat pada kebanyakan tanah
mineral. Ia dijumpai dalam tanah sebagai kalium dalam larutan tanah dan kalium
yang dapat dipertukarkan dan diadsorbsi oleh permukaan koloid tanah. Sebagian
besar dari kalium tersedia ini berupa kalium dapat dipertukarkan (90%). Kalium
larutan tanah lebih mudah diserap oleh tanaman dan juga peka terhadap
pencucian. Pada keadaan tertentu, misalnya pada pertanaman intensif atau pada
tanah muda yang banyak mengandung mineral kalium dengan curah hujan tinggi,
Latar belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang
secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung
dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai
utama (Asdak, 2004).
DAS Deli merupakan salah satu dari beberapa DAS di Sumatera utara.
DAS Deli memiliki beberapa sub DAS, salah satunya adalah sub DAS Petani
yang wilayah administrasinya berada pada kecamatan Sibolangit kabupaten Deli
Serdang yang membentuk wilayah hulu sungai Deli. Menurut data (BPDAS
Wampu Sei Ular, 2003) Kawasan Sub DAS Petani berada pada DAS Deli dengan
luas 12.695,32 Ha. Penggunaan lahan di Sub DAS Petani adalah untuk kawasan
hutan, pertanian dan agroforestri dengan vegetasi yang sangat beragam seperti
aren, durian, karet, kakao, pinang, kelapa, padi, bawang, jagung, jahe, dan lain
sebagainya.
Permasalahan di areal das adalah Penggunaan lahan di DAS tidak sesuai
dengan kemampuan lahan. Banyak lahan yang semestinya hanya untuk cagar
alam, tetapi sudah diolah menjadi pertanian, atau lahan yang hanya cocok untuk
hutan dijadikan lahan pertanian bahkan permukiman. Banyak lahan yang
kemiringan lerengnya lebih dari 30 persen bahkan 45 persen masih dijadikan
pertanian yang intensif atau pemukiman.
Alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian pada umumnya menyebabkan
turunnya fungsi hidrologis hutan. Alih fungsi hutan ini berpangkal dari
hal ini sering dilakukan tanpa memperhatikan kemampuan tanahnya. Sejalan
dengan itu semakin terbatasnya lahan pertanian yang sesuai untuk usaha di bidang
pertanian, maka penduduk memperluas lahan petaniannya dengan membuka hutan
di daerah lereng-lereng pegunungan. Pemanfaatan sumberdaya lahan yang
mempunyai kemiringan yang curam untuk usaha pertanian mempunyai resiko
yang besar terhadap ancaman erosi, terutama apabila dimanfaatkan untuk usaha
tani tanaman semusim. Alih fungsi hutan menjadi lahan petanian tanaman
semusim melibatkan faktor-faktor yang kompleks yaitu berupa kegiatan-kegiatan
pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan budidaya yang
diusahakan. Kegiatan tersebut akan memberi pengaruh tertentu terhadap sifat-sifat
tanahnya (Asdak, 2004).
Penggunaan lahan di kawasan DAS sebagai sumberdaya alam memiliki
karekteristik lahan yang sangat beragam. Menurut Saribun (2007), karakteristik
lahan pada suatu DAS sangat bervariasi tergantung keadaan topografi, iklim,
geologi, tanah, dan vegetasi yang menutupinya. Sebagai salah satu unsur
pembentuk lahan, tanah memiliki karakteristik yang bervariasi, terdiri dari sifat
fisik, kimia, dan biologi. ketiga sifat tersebut memiliki peran tersendiri dalam
meningkatkan produktivitas lahan.
Pohon serba guna memiliki manfaat yang baik dalam memperbaiki dan
mempertahankan kualitas tanah dimana menurut Arsyad (2010) bahan organik
yang berasal dari serasah mempunyai peranan dalam meningkatkan ketahanan
struktur tanah,memperbesar kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air
hujan yang jatuh, dan menambah unsur hara.dan juga peranan tanaman penutup
mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi
air kedalam tanah, sehingga mengurangi erosi.
Namun pengelolaan lahan yang tidak tepat yang dilakukan secara terus
menerus akan menyebabkan kemerosotan terhadap kemampuan tanah yang akan
berdampak pada degradasi lahan, maka perlu adanya untuk memahami
pengelolaan lahan dan tanah yang berkelanjutan.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengetahui karakteristik
kimia tanah di bawah beberapa jenis tegakan di Sub Das Petani kecamatan
Sibolangit Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Tujuan penulisan
Untuk mengetahui karakteristik kimia tanah di bawah beberapa jenis
tegakan di sub das petani desa buluh awar Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli
Serdang Sumatera Utara.
Hipotesis penulisan
Tidak terjadinya perbedaan sifat kimia tanah antara daerah pengunaan
lahan tanaman serba guna dengan daerah hutan di sub das petani kabupaten deli
serdang.
Kegunaan penulisan
Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara serta sebagai bahan informasi bagi
ABSTRACT
This study aims to determine the chemical characteristics of the soil under some kind of stands in sub das farmers districts deli serdang, the study site in the village of reed awar, district Sibolangit Deli Serdang, soil samples were subsequently analyzed in the Laboratory of Soil Research Institute, Bogor and Laboratory Socfindo , Medan North Sumatra in March to October 2015. this research uses descriptive method with field observations. Mechanical sampling by purposive sampling method with the measured parameters namely pH, C- Organic Soil Cation Exchange Capacity Soil, Soil total N, P and K available land exchange, data was tested with T test level of 5%.
The results showed that the parameters of organic C, total N, available P, K exchange, CEC changes decrease soil chemical properties under the stand of palm plants, durian and rubber are significant to the soil under forest stands, the highest decrease in chemical properties located on land under rubber stand with the average value of soil organic C 1.10% and the average value of exchange amounted to 0.166 K- cmol / kg. And on the stand durian amended lowest decline.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia tanah di bawah beberapa jenis tegakan di sub das petani kabupaten deli serdang,yang lokasi penelitian di desa buluh awar,kecamatan sibolangit kabupaten deli serdang,sampel tanah selanjutnya di analisis di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor dan Laboratorium Socfindo ,Medan Sumatera Utara pada bulan Maret sampai dengan oktober 2015. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik observasi lapangan. Teknik sampling berdasarkan
metode purposive sampling dengan parameter yang diukur yaitu pH tanah, C-
Organik Tanah, Kapasitas Tukar Kation Tanah, N- total Tanah, P- tersedia Tanah dan K- tukar, Data diuji dengan uji T taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada parameter C- organic, N- total, P- tersedia, K- tukar, KTK mengalami perubahan penurunan sifat kimia tanah dibawah tegakan tanaman aren,durian dan karet yang berpengaruh nyata dengan tanah dibawah tegakan hutan,penurunan sifat kimia tertinggi terdapat pada tanah di bawah tegakan karet dengan nilai rataan C- organik tanah sebesar 1,10 % dan nilai rataan K- tukar sebesar 0,166 cmol/kg . Dan pada tegakan durian mengalami perubahan penurunan terendah.
Kata Kunci : kimia Tanah, di bawah beberapa tegakan, Daerah Aliran Sungai, Purposive Sampling
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
OLEH :
YUDIANSYAH PANE / 110301035 AGROEKOTEKNOLOGI – ILMU TANAH
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
OLEH :
YUDIANSYAH PANE / 110301035 AGROEKOTEKNOLOGI – ILMU TANAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
Hal.
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Daerah aliran sungai ... 4
Di bawah tegakan tanaman serbaguna……... 5
Aren (Arenga pinnata Merr.) ... 6
Durian (Durio zibethinus Murr.) ... 8
Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) ... 9
Sifat kimia tanah ... 10
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Peneletian ... 18
Bahan dan Alat ... 18
Metode Penelitian ... 18
Pelaksanaan Peneletian Tahap Persiapan ... 19
Pengamatan Lapangan ... 19
Pengambilan sampel... ... 19
Analisis Laboratorium ... 20
Parameter Pengamatan ... 20
NIM : 110301035 Program Studi : Agroekoteknologi
Minat Studi : Ilmu Tanah
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Prof. Dr.Ir. Abdul Rauf, MP) (Ir.Razali,MP.)
NIP. 19590917 198701 1 001 NIP. 19680707 200501 1 001
Mengetahui :
Ketua Program Studi Agroekoteknologi
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat–Nya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini
dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun judul dari usulan penelitian ini adalah “Karakteristik Kimia
Tanah Dibawah Beberapa Jenis Tegakan di Subdas Petani Kabupaten Deli Serdang” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyusun skripsi di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP. Selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir.Razali,
MP .selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan
bimbingan dalam pembuatan usulan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.
Medan, Desember 2015
No. Hal.
1. Nilai rataan pH ... 21
2. Uji pada parameter rataan pH... 21
3. Nilai rataan C- organik ... 22
4. Uji pada parameter rataan C- organik... 22
5. Nilai rataan N-total ... 23
6. Uji pada parameter rataan N- total... 23
7. Nilai rataan P-tersedia ... 24
8. Uji pada parameter rataan P- tesedia... 24
9. Nilai rataan K-tukar ... 24
10. Uji pada parameter rataan K- tukar... 25
11. Nilai rataan KTK... . 25
Muhammad Fadli Pane dan Ibunda Gandisah Sormin, penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara
Adapun pendidikan yang ditempuh hingga saat ini adalah menyelesaikan
pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 064975 MEDAN. Pada tahun 2008
penulis lulus dari SMP Swasta AL ITTIHADIYAH Medan dan pada tahun 2011
penulis lulus dari SMK N ARSE dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk
universitas sumatera utara melalui jalur undangan (SNMPTN Udangan) jurusan
Agroekoteknologi dengan memilih minat ilmu tanah fakultas pertanian,
Universitas Sumatera Utara
Selama melalui perkuliahan penulis aktif sebagai anggota organisasi
kemahasiswaan badan kemunaziran Mosulah (BKM AL- MUKLISIN), , anggota
Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA) Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. MESKOM
ABSTRACT
This study aims to determine the chemical characteristics of the soil under some kind of stands in sub das farmers districts deli serdang, the study site in the village of reed awar, district Sibolangit Deli Serdang, soil samples were subsequently analyzed in the Laboratory of Soil Research Institute, Bogor and Laboratory Socfindo , Medan North Sumatra in March to October 2015. this research uses descriptive method with field observations. Mechanical sampling by purposive sampling method with the measured parameters namely pH, C- Organic Soil Cation Exchange Capacity Soil, Soil total N, P and K available land exchange, data was tested with T test level of 5%.
The results showed that the parameters of organic C, total N, available P, K exchange, CEC changes decrease soil chemical properties under the stand of palm plants, durian and rubber are significant to the soil under forest stands, the highest decrease in chemical properties located on land under rubber stand with the average value of soil organic C 1.10% and the average value of exchange amounted to 0.166 K- cmol / kg. And on the stand durian amended lowest decline.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia tanah di bawah beberapa jenis tegakan di sub das petani kabupaten deli serdang,yang lokasi penelitian di desa buluh awar,kecamatan sibolangit kabupaten deli serdang,sampel tanah selanjutnya di analisis di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor dan Laboratorium Socfindo ,Medan Sumatera Utara pada bulan Maret sampai dengan oktober 2015. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik observasi lapangan. Teknik sampling berdasarkan metode purposive sampling dengan parameter yang diukur yaitu pH tanah, C- Organik Tanah, Kapasitas Tukar Kation Tanah, N- total Tanah, P- tersedia Tanah dan K- tukar, Data diuji dengan uji T taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada parameter C- organic, N- total, P- tersedia, K- tukar, KTK mengalami perubahan penurunan sifat kimia tanah dibawah tegakan tanaman aren,durian dan karet yang berpengaruh nyata dengan tanah dibawah tegakan hutan,penurunan sifat kimia tertinggi terdapat pada tanah di bawah tegakan karet dengan nilai rataan C- organik tanah sebesar 1,10 % dan nilai rataan K- tukar sebesar 0,166 cmol/kg . Dan pada tegakan durian mengalami perubahan penurunan terendah.
Kata Kunci : kimia Tanah, di bawah beberapa tegakan, Daerah Aliran Sungai, Purposive Sampling