• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keanekaragaman Jenis Burung di Permukiman

Keanekaragaman hayati dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman komunitas (Indrawan et al. 2007). Jumlah jenis merupakan tingkatan paling sederhana dalam suatu ukuran komunitas yang disebut sebagai kekayaan jenis (Primack et al.

1998). Namun, secara umum keanekaragaman jenis ini menunjukkan jumlah jenis yang beragam yang terdapat pada suatu lokasi tertentu (Indrawan et al. 2007). Informasi mengenai kekayaan jenis burung dapat diperoleh menggunakan metode daftar jenis (Bibby et al. 2000). MacKinnon et al. (1998) menyatakan bahwa hasil pengamatan menggunakan suatu daftar jenis dapat menggambarkan tempat data tersebut dikumpulkan dan akan memperlihatkan perbedaan pada setiap pola survei yang berbeda.

Keanekaragaman jenis burung berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Menurut Kreb (1978) tinggi rendahnya suatu keanekaragaman jenis pada suatu komunitas dipengaruhi oleh waktu, heterogenitas, ruang, persaingan, pemangsaan, kestabilan lingkungan serta produktivitas. Selain itu, ketersediaan tipe habitat, ketersediaan pakan, serta keberadaan predator juga mempengaruhi tinggi rendahnya keanekaragaman jenis burung yang berada pada suatu lokasi (Blendinger dan Ricardo 2001).

Kawasan permukiman merupakan suatu bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung yang mendukung bagi habitat hidupan liar termasuk burung (Handikto 1997). Tinggi rendahnya keanekaragaman jenis burung pada suatu kawasan permukiman dipengaruhi oleh kondisi iklim yang baik, tumbuhan yang beragam serta habitat yang bervariasi (Alikodra dan Zuhud 1984).

Rosanna (2005) melakukan penelitian di beberapa ruang terbuka hijau dan koridor permukiman di Jakarta antara lain Taman Suropati tercatat 21 jenis burung, Taman Situ Lembang tercatat 15 jenis burung, Taman Monas tercatat 22 jenis burung, Koridor Teuku Umar tercatat 17 jenis burung serta Koridor Gondangdia tercatat 18 jenis burung. Penelitian tersebut dilakukan pada ruang

terbuka hijau sekitar perumahan serta koridor-koridor RTH dengan jenis tanaman Mahoni daun besar (Swietenia macrophylla), Asam jawa (Tamarindus indicus), Kelapa (Cocos nucifera), Sawo kecik (Manilkara kauki) serta beberapa jenis tanaman hias.

Handikto (1997) melakukan penelitian pada beberapa perumahan di Bogor, yaitu Vila Duta, Bantar Kemang dan Bogor Baru mencatat 29 jenis burung dari 17 suku tersebar pada ketiga perumahan tersebut. Jenis burung Lonchura leucogastroides dan Passer montanus merupakan jenis burung yang memiliki kelimpahan tinggi pada penelitian ini.

Sebanyak 63 jenis burung tercatat di wilayah kabupaten Bogor pada habitat pekarangan permukiman (Alikodra dan Zuhud 1984). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hernowo (1985) pada area permukiman di Wilayah Tk. II Bogor mencatat 55 jenis burung dari 29 suku. Banyak jenis burung tercatat di kawasan pekarangan dengan lingkungan sekitar yang beragam (Hernowo 1985).

Ontario et al. (1990) menyatakan jenis-jenis yang memiliki nilai kelimpahan relatif tinggi dan merata pada penelitiannya di sekitar kawasan permukiman Bogor dan Jakarta antara lain Walet linci (Collocalia linchi), Cinenen kelabu (Orthotomus ruficeps), Perenjak jawa (Prinia familiaris), Cabe jawa (Dicaeum trochileum), Kacamata biasa (Zosterops palpebrosus), Gereja eurasia (Passer montanus), Bondol jawa (Lonchura leucogastroides) serta Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster). Jenis-jenis tersebut ditemukan pada habitat dengan jenis tanaman seperti Jambu air (Eugenia aquea), Cengkeh (E. aromatica), Nangka (Artocarpus heterophyllus), Mahoni daun besar (Swietenia macrophylla) serta diselingi beberapa jenis tumbuhan bawah.

2.2 Penyebaran Jenis Burung

Burung menempati berbagai tipe habitat, baik hutan maupun bukan hutan (Alikodra 2002). Bebagai jenis burung juga dapat ditemukan pada suatu habitat liar dan habitat semi liar dalam suatu kawasan konsesi kayu, hutan perdesaan, kawasan penghutanan kembali dan areal yang memiliki semak belukar (MacKinnon et al. 1998).

Burung merupakan satwaliar yang dalam penyebarannya dapat menggunakan ruang secara baik. Burung dapat menyebar secara horizontal maupun vertikal yang dapat dilihat dari tipe habitat yang ditempati dan stratifikasi tajuk pada suatu vegetasi. Pola penyebaran tersebut merupakan suatu bentuk adaptasi dan strategi dalam mendapatkan sumberdaya yang berkaitan dengan lingkungan hidupnya (Petersen 1980 dalam Sinulingga 1994).

Menurut Odum (1993) satwa termasuk burung memiliki tiga tipe pola penyebaran, yaitu acak (random) yang terjadi akibat keseragaman lingkungan sekitar, teratur (uniform) dimana burung cenderung mempertahankan jarak dengan individu yang menjadi saingannya, serta pola penyebaran berkelompok (clumped) yaitu kecenderungan pada burung untuk hidup dalam suatu kelompok yang menyebar secara acak.

2.3 Habitat Burung

Habitat merupakan suatu area yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik dalam satu kesatuan yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembang biak satwa liar serta mampu memenuhi semua kebutuhan dasar dari populasi yang ada di dalamnya (Alikodra 2002). Sebagai salah satu komponen dalam suatu ekosistem, burung memerlukan ruang untuk mencari makan, minum, berlindung, bermain, dan tempat untuk berkembangbiak, yang menjadi satu kesatuan yaitu habitat (Alikodra 1990). Burung memerlukan dan memilih tempat tertentu untuk makan, bersarang, bertelur, tumbuh dewasa serta berlindung dari suatu pemangsaan (Masy’ud 1989).

Burung menempati suatu habitat yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Kondisi habitat yang dibutuhkan tiap jenis burung tidak sama. Oleh karena itu habitat yang dikatakan baik bagi suatu jenis satwaliar belum pasti baik bagi jenis yang lainnya (Alikodra 2002). Meskipun burung merupakan jenis satwaliar yang hampir dapat ditemukan pada berbagai tempat (Hernowo 1985), namun habitat yang cocok merupakan suatu persyaratan utama bagi keberadaan jenis burung itu sendiri.

Ruang Terbuka Hijau dalam suatu perkotaan merupakan salah satu tempat yang cocok bagi habitat burung. Mulyani dan Pakpahan (1993) menyatakan

bahwa ruang terbuka hijau selain berfungsi sebagai “paru-paru kota”, diharapkan mampu memberikan fungsi perlindungan (refuge) dan dapat menggantikan habitat alami burung. Selain itu, Ontario et al. (1990) menyatakan bahwa daerah pemukiman di perkotaan dapat menjadi habitat bagi berbagai jenis burung.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keanekaragaman Jenis Burung Menurut Hernowo dan Prasetyo (1989), faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis burung di RTH adalah ukuran habitat, bentuk habitat, komposisi jenis dan struktur tanaman, tipe habitat serta tata letaknya. Selain itu, menurut Rosanna (2005) keanekaragaman spesies tanaman, penutup tanah, tanaman rendah, kompleksitas dan kerapatan pohon juga menentukan keanekaragaman jenis burung pada suatu RTH. Hails et al. (1990) dalam Rosanna (2005) menyatakan bahwa faktor penting yang mempengaruhi populasi dan keanekaragaman jenis burung di daerah perkotaan adalah keanekaragaman struktur tanaman dan penutupan tanaman. Daerah perkotaan yang kaya akan jenis burung adalah daerah yang memiliki komposisi jenis tanaman yang beragam. Daerah tersebut terdiri dari taman, pekarangan, padang rumput, hutan tanaman dua musim, serta daerah yang memiliki semak belukar (Robertson et al. 1990 dalam Rosanna 2005). Handikto (1997) menyatakan bahwa kualitas lingkungan suatu permukiman dapat mempengaruhi keberadaan jenis-jenis burung yang ada di dalamnya.

Keberadaan jenis burung turut dipengaruhi oleh sistem percabangan (bentuk arsitektur pohon) dan keadaan tajuk pohon (Handayani 1995). Tingkat kesukaan burung terhadap suatu jenis pohon bergantung pada struktur tanaman yang meliputi tinggi tajuk, percabangan dan organisasi kanopi (Rosanna 2005). Sistem percabangan (bentuk arsitektur pohon) dan keadaan tajuk pohon merupakan salah satu karakteristik penting sebagai habitat burung. Pada umumnya, burung menyukai jenis tanaman yang memiliki percabangan yang kontinyu (Handayani 1995).

Sebagai habitat burung, struktur percabangan (arsitektur pohon) digunakan oleh burung sebagai tempat bertengger dan bersarang (Handayani 1995). Berdasarkan Halle et al. (1978) terdapat 21 tipe arsitektur pohon yaitu Holtum,

Corner, Tomlinson, Chamberlain, Leeuwenberg, Schoute, Kwan Koriba, Prevost, Fagerlind, Petit, Aubreville, Scarrone, Rauh, Attim, Nozeran, Massart, Roux, Cook, Champagnat, Magenot dan Troll (Lampiran 1).

BAB III

Dokumen terkait