• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam dokumen Keanekaragaman Kemukus Di Jawa (Halaman 21-65)

Taksonomi Kemukus

Kemukus merupakan tanaman asli Indonesia. Nama kemukus berasal dari bahasa Jawa lintang kemukus, yang berarti bintang berekor atau komet. Kemukus disebut juga dengan rinu (Sunda), dan pamukusu (Sulawesi) (Utami dan Jansen 1999). Kemukus memiliki nama botani Piper cubeba L.f. Masyarakat manca negara mengenalnya dengan nama cubeb, tailed pepper (Utami dan Jansen 1999, Lim 2012), cubeb pepper, false pepper, java pepper, javanese peppercorn (Lim 2012). Berdasarkan klasifikasi fenetik, kemukus merupakan marga Piper, suku

Piperaceae, dan ordo Piperales, sedangkan menurut analisis hubungan kekerabatan (Angiosperm Phylogeny Group III), kemukus termasuk dalam kelompok Magnoliid (Chase 2009).

Kemukus pertama kali dikenal dalam perdagangan dengan istilah kubaba

oleh bangsa Arab (Gledhill 2008) yang berdasarkan penelusuran kamus elektronik (almaany.com), memiliki arti bola. Nama daerah ini menjadi dasar penentuan nama botani oleh Linnaeus filius yang mendeskripsikan Piper cubeba L.f. pertama kali (Linneaus 1782). Vahl (1804) menulis buku mengenai Piper cubeba L.f. akan tetapi jenis yang dideskripsikannya bukan kemukus sehingga dikenal dengan nama Piper cubeba Vahl. Jenis ini oleh Miquel (1859) dinyatakan sebagai sinonim dari Piper caninum Blume. Hal yang sama juga dilakukan oleh Bojer (1837) dalam tulisannya tentang Piper cubeba L.f. yang jenisnya tidak tepat, sehingga dikenal dengan Piper cubeba Bojer. Jenis ini bersinonim dengan Piper borbonense C.DC. (Candolle 1869; www. catalogueoflife.org). Adanya beberapa kerancuan dan kekeliruan dalam mengidentifikasi kemukus diduga karena adanya kemiripan karakter morfologi buah. Masyarakat menyebut kemukus dan beberapa jenis lain yang berbuah membulat sebagai cubeb fruit. Pada tahun 1838, Rafinesque mempublikasikan kemukus dengan nama Cubeba officinalis Raf. (Rafinesque 1838) yang membedakan kemukus dari cubeb fruit lainnya karena memiliki makna cubeb yang digunakan sebagai obat. Nama ini ditetapkan sebagai sinonim dari Piper cubeba L.f. (Miquel 1859).

Fenologi Piper

Piper merupakan tanaman diesis yang memiliki alat perkembangbiakan jantan dan betina pada individu terpisah (Greig 2004). Bunga-bunga kecil yang sangat banyak dan tanpa perhiasan bunga tersusun dalam perbungaan berupa bulir (Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963). Perkembangan struktur reproduksi tersebut merupakan mekanisme pertahanan terhadap lingkungan. Piper

beradaptasi dengan cara menghasilkan bunga dan buah dalam jumlah sangat banyak tanpa harus kehilangan energi pada saat meluruhkan perhiasan bunga (Semple 1974).

Pembentukan bakal buah pada Piper terjadi dengan penyerbukan maupun apomiksis. Penelitian fenologi pada lada menunjukkan bahwa bakal buah lada budi daya tidak dapat dibentuk secara apomiksis. Pembentukan bakal buah secara

4

apomiksis biasa terjadi pada lada liar (Chen 2013). Namun demikian, proses pembuahan pada kemukus belum diteliti sehingga keberadaan apomiksis belum dapat dipastikan.

Distribusi dan Budi Daya Kemukus

Kemukus merupakan tanaman asli Indonesia. Kemukus dilaporkan pertama kali oleh geografiwan dan sejarawan Arab, Masudi pada abad ke-10 yang menyatakan adanya kemukus di Jawa (Masudi dalam Lloyd 1911). Selain itu, kemukus pernah dijumpai pula di Sumatera dan Kalimantan bagian selatan (Felter dan Lloyd 1898). Berdasarkan penelusuran data spesimen herbarium Smith (www.linnean-online.org), kemukus pernah dilaporkan ditanam di Afrika Barat pada abad ke-18. Kemukus juga pernah dilaporkan ditanam di Cina, Nepal (Bridgman dan Williams 1833), dan Thailand (Hill 1952). Dalam dua puluh tahun terakhir, kemukus ditanam di beberapa negara meliputi Singapura, Semenanjung Malaya (Utami dan Jansen 1999), Sri Lanka, India (Elfami et al. 2002), Sierra Leone, Kongo (Katzer 1998), serta Madagaskar (www.ville-ge.ch.).

Budi daya kemukus di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir dilakukan di Jawa Tengah meliputi Kabupaten Banjarnegara, Kendal, Magelang, Purworejo, Semarang, Temanggung, dan Wonosobo (Kementan 2010). Kemukus pernah dilaporkan dalam penelitian etnobotani di Kabupaten Lebak, Banten (Aristiani 2014). Kemukus pernah dilaporkan ditanam di Jawa Timur meliputi Kabupaten Ponorogo (Gempol 1991), Pamekasan (Zaman 2009), Sumenep (Zaman et al.

2013), dan Banyuwangi (Yuliani 2014). Kemukus juga pernah dilaporkan ditanam di Yogyakarta (Purnomo dan Asmarayani 2004).

Kemukus mampu hidup pada ketinggian 0 sampai 700 mdpl. Kemukus pernah dilaporkan banyak dijumpai di kawasan hutan bakau di pantai utara Jawa (Heyne 1951). Kemukus juga ditanam di perkebunan kecil dan ditanam bersama-sama dengan tanaman kopi oleh pekebun dari Eropa pada masa lampau (Royal Botanic Gardens Kew 1887). Hingga saat ini, mayoritas lahan budi daya kemukus merupakan lahan tumpangsari kemukus dengan kopi di ketinggian lebih dari 500 mdpl.

Manfaat Kemukus

Kemukus digunakan secara luas sebagai bumbu masakan di Indonesia, maupun di negara lainnya (Lim 2012) (Gambar 1 dan 2). Sekitar abad ke-14, kemukus digunakan untuk membumbui daging, saus, dan sup oleh sebagian besar masyarakat Eropa. Kemukus sering dicampur dengan gula dan dikunyah untuk dihisap aromanya. Saat ini kemukus dimanfaatkan sebagai pemberi aroma dan rasa pedas pada masakan kari/gulai di Indonesia dan aneka masakan di Asia Tenggara serta Asia Selatan. Kemukus digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan cuka ocet kubebowy di Polandia. Masyarakat di Afrika Barat menggunakan kemukus dalam bentuk serbuk dalam makanan mereka. Kemukus termasuk salah satu bahan pembuatan raz el honout, yaitu campuran daun dan rempah di Afrika Utara yang digunakan untuk memasak daging atau nasi.

5

Gambar 1 Manfaat buah kemukus sebagai bumbu masakan dan minuman diperjualbelikan dalam bentuk utuh (www.notonthehighstreet.com) (A), serbuk (www.amazon.co.uk) (B), dicampur dalam bumbu kari (www.amazon.com) (C), raz el hanout (www.secretsfinefood.com) (D), dan ekstrak (www.drinkaddition.com) (E)

Gambar 2 Macam-macam hasil olahan makanan dan minuman yang menggunakan bumbu dari buah kemukus: gulai/kari (www.miramar indonesia.com) (A), kebab (miansari66.blogspot.id) (B), pai (www. realsimplefood.wordpress.com) (C), es krim (www.lisaiscooking. blogspot.co.id) (D), biskuit (www.salthouseandpeppermongers.com) (E), dan minuman (www.tumblr.com; www.lostpastremembered. blogspot.co.id) (F, G)

Kemukus juga dikenal sebagai bahan campuran dalam pembuatan ramuan pewarna kain tradisional oleh suku Jawa serta masyarakat Bandung dan Kerawang sebagai sumber warna merah kecokelatan (Subagiyo 2008). Bahan aktif pewarna pada kemukus belum diketahui, sementara lada yang lebih umum dikenal sebagai pewarna alami sebelumnya, diketahui mengandung bahan aktif piperitol, piperbetol, eugenol, dan piperol (Sutradhar et al. 2015). Selain sebagai pewarna kain, bentuk buah kemukus menjadi inspirasi pembatik tradisional untuk menciptakan motif isen-isen batik kemukus (Susanti 2014) (Gambar 3).

Kemukus dimanfaatkan secara turun-temurun sebagai obat tradisional untuk meredakan demam (pupuh) dan sebagai gurah mata (wuwuh) (komunikasi pribadi dengan warga Kab. Magelang, Jawa Tengah). Kemukus merupakan salah satu bahan campuran boreh (lulur tradisional) untuk perawatan wanita saat hamil, pasca melahirkan, dan saat menyusui (Shanti 2014). Kemukus juga dicampurkan dalam ramuan jamu subur kandungan, jamu bengkes setelah melahirkan, jamu

A B C D E

A B C D

G F

6

lancar ASI (Shanti 2014; Zaman 2009). Jamu lain yang menggunakan kemukus sebagai campurannya yaitu jamu tolak angin, jamu pengobatan gangguan pencernaan, jamu asam urat, jamu penambah stamina, dan jamu sehat lelaki/afrodisiaka (Zaman 2009; Zaman et al. 2013). Pada tahun 1880–1890, kemukus digunakan secara besar-besaran sebagai bahan pembuatan rokok asma di Amerika Serikat (Heyne 1951).

Gambar 3 Motif isen-isen kemukus (www.modelbajubatik.org.)

Saat ini kemukus dimanfaatkan sebagai bahan baku industri obat herbal untuk mengobati batuk dan asma karena memiliki aktivitas trakeoplasmolitik (Wahyono et al. 2003). Selain dapat menstimulasi lapisan mukosa bronkus untuk mengatasi bronkitis dan batuk, bahan aktif kemukus juga bekerja pada mukosa urogenitalia sebagai diuretik dan mengobati gonore (Utami dan Jansen 1999). Kemukus mengandung komponen aktif sikloheksana teroksigenasi (Taneja et al. 1991) yang telah digunakan dan dipatenkan dalam formula anti kanker (Kreuter et al. 2013).

Selain memiliki aktivitas trakeoplasmolitik, beberapa penelitian mengenai kandungan senyawa metabolit sekunder kemukus menunjukkan aktivitas antiinflamasi (Choi dan Hwang 2005), antimikrob (Singh et al. 2007; 2008), antivirus (Hussein et al. 2000), tripanosidal (de Souza et al. 2005), antileismania (Bodiwala et al. 2007), antiparasit (Magalhães et al. 2011), antiulcer (Parvez et al.

2010), inhibisi sitokrom P450 (Usia et al. 2005a; 2005b), genotoksisitas (Junqueira et al. 2007), antioksidan, hepatoprotektif dan analgesik (Pahpute et al. 2012), serta aktivitas moluskisidal (Pandey dan Singh 2009).

Hasil penyulingan berupa minyak atsiri dari buah kemukus yang dikenal sebagai minyak kubeba dan mengandung bahan aktif kubebol digunakan sebagai bahan baku industri minyak telon di Indonesia. Minyak kubeba juga digunakan sebagai komponen perasa produk minuman beralkohol dan non-alkohol, es krim, permen, selai, rokok, pasta gigi, dan parfum (Utami dan Jansen 1999; Velazco dan Wuensche 2001; Lim 2012) (Gambar 4).

Pemanfaatan tanaman kemukus di bidang pertanian adalah sebagai batang bawah pada penyambungan tanaman lada (P. nigrum L.) (Trisilawati et al. 2005) dikarenakan kemukus memiliki tingkat ketahanan yang lebih tinggi terhadap serangan cendawan. Kemukus jantan digunakan sebagai tetua yang disilangkan dengan tetua betina lada untuk mendapatkan kultivar lada yang lebih tahan terhadap serangan cendawan (Wahyuno et al. 2010).

7

Gambar 4 Pemanfaatan kemukus di bidang industri: rokok (www. legendaryauctions.com) (A), minuman beralkohol (www.fandbi.com; www.bombaysaphire.com) (B, C), dan parfum (www.fragrantica.de; www.johnvarvatos.com) (D, E)

Perdagangan Kemukus

Kemukus merupakan salah satu rempah pertama yang diperdagangkan secara lokal pada abad ke-7 di Indonesia (Burkill 1935) maupun internasional menuju Cina, hingga sampai ke Arab melalui jalur sutra. Kemukus diperjualbelikan oleh bangsa Arab dan diperkenalkan kepada masyarakat Eropa, khususnya Yunani dan Italia yang memanfaatkannya sebagai bumbu masakan pada abad ke-13 (Weiss 2002). Sebagian penulis menyebutkan bahwa kemukus bahkan telah sampai di Eropa sejak abad ke-11 (Africanus dalam Lloyd 1911). Pada akhir abad ke-17, kemukus menjadi sangat mahal dan sulit dijumpai di pasaran. Kemukus mulai banyak dijumpai lagi di pasaran Eropa dan lebih dikenal sebagai tanaman obat pada abad ke-19 (Weiss 2002). Pada awal abad ke-20 (1918–1925) yang bertepatan dengan masa penjajahan Belanda, Indonesia adalah negara pengekspor kemukus terbesar di dunia dengan tujuan Malaysia, Singapura, Hongkong, Jepang, Amerika Serikat, Jerman Barat, dan negara Eropa lainnya (Burkill 1935).

Perdagangan kemukus makin mengalami kemunduran. Kegiatan ekspor menuju Eropa dan Amerika pada akhirnya terhenti pada tahun 1940, dan hanya terbatas pada negara-negara tetangga di Asia Tenggara (Weiss 2002). Ekspor kemukus yang bertujuan ke Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa pada tahun 1925 sebesar 270 ton, pada tahun 1940 menurun menjadi 135 ton. Ekspor kemukus pada akhir abad ke-20 hanya terbatas ke negara Singapura dan India (Utami dan Jansen 1999). Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah, ekspor kemukus ke India pada tahun 1997 sebanyak 33.93 ton (Susanti 2007).

Peningkatan harga pada abad ke-20 pernah menyebabkan adanya pemalsuan buah kemukus (cubeb fruit) dengan buah Piperaceae jenis lain yang disebabkan karena pedagang ingin memperoleh keuntungan lebih (Heyne 1951). Heyne mengumpulkan catatan mengenai kemukus asli dan semu di Jawa Barat.

Kemukus asli dikenal dengan nama kultivar lokal ‘Rinu katuncar’ dan ‘Rinu

cengke’, sedangkan kemukus semu meliputi ‘Rinu pedes, ‘Rinu carulang’, ‘Rinu badak’, dan ‘Rinu temaga’. Nama-nama kultivar lokal yang diperoleh tersebut di atas sampai saat ini belum diketahui identitasnya secara pasti. Piper retrofractum

Vahl adalah salah satu jenis kemukus semu yang dikenali oleh warga sebagai

‘Rinu pedes’ (komunikasi pribadi dengan warga Jawa Barat). Jenis ini

8

menghasilkan perbuahan dengan bakal buah yang saling berlekatan, berbeda sekali dengan kemukus yang bakal buahnya saling bebas. Hal ini menguatkan dugaan penulis bahwa rinu bukan hanya sebutan untuk kemukus, melainkan merupakan nama daerah dari kelompok tumbuhan sirih-sirihan.

Selain menggunakan nama-nama kultivar lokal di atas, pencampuran kemukus juga dilakukan dengan jenis Piper lowong Blume dari Jawa yang oleh Backer dan Bakhuizen van den Brink (1963) disebut juga P. caninum Blume (Felter dan Lloyd 1898). Dilaporkan pula bahwa kemukus pernah dicampur dengan Piper crassipes Khorth. ex C.DC. dari Sumatera(Utami dan Jansen 1999; Royal Botanic Gardens Kew 1887). Akan tetapi P. crassipes Khorth. ex C.DC diduga bukan termasuk jenis pemalsu kemukus, karena berdasarkan penelusuran

database herbarium Kew nomor K000575314 (http://specimens.kew.org/ herbarium), jenis ini diduga merupakan kemukus asli P. cubeba L.f.

Piper caninum Blume yang tersebar luas di kawasan Malesia digunakan pula oleh pedagang di luar negeri sebagai bahan pencampur kemukus (Utami dan Jansen 1999; Royal Botanic Gardens Kew 1887). Pedagang kemukus juga menggunakan jenis-jenis endemik di negara mereka sebagai bahan campuran, meliputi Piper guineense Scumach & Thonn. (bersinonim dengan Piper clusii

(Miq.) C.DC.) serta Piper borbonense C.DC. (Royal Botanic Gardens Kew 1887) yang merupakan Piper endemik Afrika Barat. Jenis lainnya yakni Piper marginatum Jacq., Piper ribesioides Wall. (Felter dan Lloyd 1898), Piper mollissimum Blume, Piper baccatum Blume, dan Piper nigrum L. (Utami dan Jansen 1999). Bahkan pencampuran dilakukan pula menggunakan suku lain yang memiliki buah mirip kemukus yaitu Bridelia tomentosa Blume (Euphorbiaceae), Lindera spp. (Lauraceae), Litsea cubeba (Laur.) Pers. (Lauraceae), Pericampylus glaucus (Lam.) Merr. (Menispermaceae), Rhamnus spp. (Rhamnaceae), Xylopia frutescens Aubl. (Annonaceae), serta Zanthoxylum rhetsa DC. (Rutaceae) (Utami dan Jansen 1999).

Dijumpainya kemukus semu (P. caninum Blume) yang diperdagangkan oleh masyarakat lokal Indonesia saat ini sebagai kemukus, disebabkan oleh kesalahan identifikasi. Berbeda halnya dengan pemalsuan kemukus pada masa lampau yang bertujuan untuk memenuhi target penjualan dan meraih keuntungan lebih (Heyne 1951), saat ini perdagangan kemukus semu sebagai bahan baku jamu tradisional disebabkan oleh ketidaksengajaan. Namun demikian, hal ini tidak menutup kemungkinan adanya pemalsuan komoditas kemukus yang dilakukan dengan sengaja. Masyarakat lokal Indonesia tidak mempermasalahkan penggunaan bahan yang mirip dalam pembuatan jamu tradisional jika bahan utama sulit didapatkan. Untuk menghindari pemalsuan bahan obat-obatan dan menjamin keamanan produk, para pelaku perdagangan nasional dan internasional saat ini menuntut adanya standardisasi produk bahan alam (Casazza et al. 2011). Identifikasi jenis tumbuhan yang digunakan untuk pangan dan obat-obatan harus dilakukan secara tepat sebelum dikonversikan menjadi produk yang siap dikonsumsi untuk memastikan keaslian, kualitas, keamanan, dan khasiat dari suatu bahan mentah (Drasar dan Moravcova 2004).

9

METODE

Waktu dan Lokasi Pengambilan Spesimen

Keanekaragaman kemukus dan kemukus semu dieksplorasi dari enam lokasi pusat budi daya kemukus di Jawa, yaitu Kabupaten Semarang, Jepara, Kendal, Magelang, Purworejo, dan Kota Salatiga. Pengambilan spesimen dilaksanakan pada saat tanaman berbunga dan berbuah pada bulan-bulan tertentu (Tabel 1). Spesimen dikoleksi dari tanaman budi daya maupun tumbuhan liar yang tumbuh di pekarangan rumah dan perkebunan skala kecil. Pembuatan herbarium mengikuti metode Rugayah et al. (2004). Masing-masing individu dikoleksi dan dibuat spesimennya sebanyak 3 hingga 5 duplikat. Spesimen herbarium disimpan di Herbarium Bogoriense (BO) dan Herbarium Laboratorium Sistematika Tumbuhan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Tabel 1 Waktu dan lokasi pengambilan spesimen kemukus dan kemukus semu

Waktu Pengambilan

Spesimen

Kabupaten/

Kota Kecamatan Desa Tipe Habitat

April 2014 Semarang Banyubiru Legundi Kebun

April 2014 Suruh Kebowan Kebun, pekarangan

rumah

April 2014 Jepara Keling Tempur Pekarangan rumah Agustus 2013 Kendal Singorojo Kalipuru Kebun

Juli 2013 Magelang Kajoran Wuwuharjo Kajoran

Kebun, pekarangan rumah

Kebun

Juli 2014 Purworejo Loano Sedayu Kebun, pekarangan rumah

April 2014 Salatiga Sidorejo Ngaliyan Kebun

Karakterisasi dan Deskripsi Variasi Morfologi

Deskripsi disusun berdasarkan pengamatan pada spesimen terhadap 27 karakter yang diadaptasi dari deskriptor lada (IPGRI 1995) dengan beberapa modifikasi pada pemecahan karakter dan sifat karakter sehingga menjadi 40 karakter. Modifikasi karakter meliputi warna pucuk, tipe cabang lateral, jumlah ruas cabang lateral, tekstur daun, indumen daun, bentuk helai daun, pangkal daun, pertulangan daun, aroma perbungaan, jumlah perbungaan tiap cabang lateral (indeks perbungaan), perlekatan braktea, warna buah, dan tekstur permukaan kulit buah kering. Selain itu diamati 40 karakter morfologi baru sehingga jumlah keseluruhan karakter sebanyak 80 karakter (Lampiran 1). Standardisasi karakter warna mengikuti Kornerup dan Wanscher (1981). Penentuan bentuk helai daun berdasarkan perbandingan ukuran panjang dan lebar daun pada daun dewasa mengikuti Vogel (1987). Ketebalan perikarp diukur dengan rumus (Dbh-Dbj)/2.

10

Dbh adalah diameter buah basah dan Dbj adalah diameter biji basah. Istilah-istilah botani yang digunakan dalam karakterisasi mengikuti Glosarium Biologi (Depdikbud 1993).

Pengamatan Anatomi Daun

Spesimen segar berupa daun dewasa dari cabang lateral kemukus dan kemukus semu dikoleksi untuk keperluan pengamatan karakter anatomi sediaan paradermal dan sayatan melintang daun. Pembuatan preparat sayatan melintang daun menggunakan metode mikrotom beku dengan pewarnaan safranin dan sudan IV. Pengamatan dilakukan pada tiga spesimen acak dari kemukus dan kemukus semu, sebanyak tiga kali ulangan.

Pengelompokan Koleksi

Pengelompokan koleksi kemukus dan kemukus semu hanya dianalisis berdasarkan karakter terpilih dari keseluruhan karakter morfologi. Karakter yang tidak memiliki variasi dan karakter kuantitatif yang bersifat kontinyu tidak digunakan dalam karakterisasi. Karakter yang berkorelasi dipilih salah satu yang memudahkan dalam pengamatan dan penggunaan. Karakter morfologi terpilih dikonversi ke dalam skor dan disusun dalam deskriptor (Lampiran 2). Karakter kuantitatif yang memerlukan pengukuran, dikategorisasi, dan diskor. Pengelompokan koleksi kemukus menggunakan analisis kelompok dan analisis komponen utama yang terdapat dalam aplikasi NTSYS (Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System) versi 2.02 (Rolf 1998). Sebanyak 39 spesimen (Lampiran 3) yang telah dikarakterisasi kemudian disusun dalam matriks unit takson (operational taxonomy unit) x karakter yaitu 39 x 35. Spesimen dikelompokkan berdasarkan kemiripan karakternya yang dianalisis menggunakan koefisien SM (simple matching). Analisis kelompok menggunakan metode UPGMA (Unweighted Pair-Group Method with Aritmetic Average). Analisis komponen utama PCA (Principal Component Analysis) menggunakan prosedur DCENTER (double center), dengan cara menentukan nilai prosentase komponen utama dengan EIGEN (eigenvectors), kemudian ditampilkan dalam MXPLOT (matrix plot) berupa plot tiga dimensi. Pemilihan karakter kemukus untuk memudahkan pengelompokan dan identifikasi kelompok dilakukan dengan analisis komponen utama yang tersaji dalam plot bivariate, yakni dengan cara menggabungkan analisis komponen utama terhadap nomor koleksi dan analisis komponen utama terhadap karakter. Kemukus semu digunakan sebagai kelompok pembanding.

11

HASIL

Variasi Morfologi Kemukus dan Kemukus Semu

Berdasarkan eksplorasi yang dilakukan di enam lokasi budi daya, diperoleh 39 nomor koleksi kemukus dan kemukus semu (Lampiran 3). Kemukus (P. cubeba L.f.) yang diperoleh sebanyak 34 nomor koleksi, sedangkan kemukus semu (P. caninum Blume) sebanyak 5 nomor koleksi.

Sebagian besar kemukus dan kemukus semu dikoleksi dari lahan budi daya, kebun, dan pekarangan rumah petani dalam kondisi dibudi daya, hanya koleksi dari Salatiga yang merupakan tumbuhan liar. Kemukus semu yang dikoleksi dari pekarangan rumah warga di Jepara merupakan hasil perkembangbiakan secara vegetatif dengan metode stek batang dari tanaman yang tumbuh liar di hutan Gunung Muria.

Tanaman kemukus dan kemukus semu yang dikoleksi dikarakterisasi dan diamati variasinya berdasarkan deskriptor yang telah disusun. Variasi morfologi ditemukan pada organ batang memanjat, cabang lateral, akar panjat, daun pada batang memanjat, daun pada cabang lateral, perbungaan, bunga, perbuahan dan buah. Tabel perbandingan karakter morfologi kemukus dan kemukus semu yang disusun (Tabel 2) bertujuan untuk memudahkan identifikasi karakter diagnostik kedua jenis Piper tersebut.

Perawakan

Perawakan kemukus terdiri atas batang memanjat, cabang lateral, dan cabang menjalar (Gambar 5) yang masing-masing memiliki karakter dan fungsi berbeda. Batang memanjat tumbuh tegak mengeluarkan akar adventif untuk memanjat tanaman inang atau para-para. Batang memanjat tidak menghasilkan perbungaan. Cabang lateral biasanya tidak mengeluarkan akar adventif, akan tetapi menghasilkan perbungaan saat tanaman dewasa. Cabang menjalar mengeluarkan akar yang menembus tanah pada tiap ruasnya. Daun pada cabang menjalar berukuran lebih kecil dibandingkan daun pada batang memanjat maupun cabang lateral. Cabang menjalar yang menempel pada tanaman inang akan tumbuh memanjat ke atas menjadi batang memanjat dan daunnya tumbuh melebar.

Batang Memanjat dan Cabang Lateral

Indumen. Variasi indumen batang yang ditemukan yaitu gundul dan meroma (pilose) (Gambar 6). Pada kemukus dijumpai indumen gundul sedangkan pada kemukus semu dijumpai indumen gundul dan meroma.

Warna pucuk. Warna pucuk yang dijumpai yaitu hijau muda (29A5-4) dan magenta keabu-abuan (14D5) hingga cokelat kemerahan (9D4) (Gambar 7). Pada kemukus dijumpai warna pucuk magenta keabu-abuan hingga cokelat kemerahan, sedangkan pada kemukus semu dijumpai warna hijau muda.

12

Tabel 2 Perbandingan morfologi kemukus dengan kemukus semu

Karakter Kemukus Kemukus Semu

Batang

Indumen batang Gundul Gundul

Meroma (pilose) Warna pucuk Magenta keabu-abuan Hijau muda Warna akar panjat Cokelat kemerahan Cokelat muda Kekuatan akar

panjat

Kuat Lemah

Tipe cabang lateral Menggantung Horizontal Menggantung Daun Indumen tangkai daun Gundul Meroma

Warna daun muda Cokelat keunguan hingga cokelat keabu-abuan

Hijau muda

Indumen daun Gundul Meroma

Tekstur daun Menjangat-kusam Menjangat-mengkilap

Seperti kertas-kusam

Aroma daun Beraroma kuat Tak beraroma

Bentuk helaian daun Membundar telur Menjorong Menjorong melanset Melonjong Membundar telur

Membundar telur melanset Pangkal daun Membundar

Menjantung Membaji asimetri Membaji simetri Menyerong Membundar Menjantung Membaji simetri Membaji asimetri Tepi daun Rata

Mengombak Rata Tipe pertulangan daun Kampilodromus Kampilodromus Akrodromus Postur longitudinal daun Rata Berliuk Rata Terlengkung balik Postur transversal daun Rata Berujung meruncing ke bawah Terlengkung balik Membusur Rata Berujung meruncing ke bawah Warna daun penumpu

Cokelat keunguan hingga cokelat keabu-abuan

Hijau pucat

Perbungaan

Indeks perbungaan Tinggi Rendah

Rendah

Bunga

13 Tabel 2 Perbandingan morfologi kemukus dengan kemukus semu (lanjutan)

Karakter Kemukus Kemukus Semu

Tipe perlekatan braktea

Duduk Memerisai

Duduk Susunan braktea Menyirap Saling bebas

Indumen braktea Gundul Berbulu balig

Warna braktea Kuning Hijau

Jumlah kepala putik

3–5(-6) 2–3 dan 2–4

Perbuahan

Tipe perbuahan Renggang Rapat

Rapat

Buah

Tangkai buah Pendek (0.23–0.5 cm) Panjang (>0.5 cm)

Sangat pendek (0.1–0.18 cm) Diameter buah 4.8–7.1 mm 2.8–4.5 mm

Bentuk buah Membulat Membulat telur

Warna buah muda Hijau

Cokelat kekuningan Hijau Warna buah dewasa Hijau zaitun Jingga kecokelatan Cokelat Jingga kecokelatan Warna buah masak Merah kecokelatan

Jingga

Merah Tekstur kulit buah

segar

Kusan Mengkilap

Kusam Tekstur kulit buah

kering

Mengeriput Mulus

Indumen buah Gundul Bebulu balig

Ketebalan perikarp Tebal (>0.5 mm) Tipis (≤0.4 mm)

Aroma buah Beraroma kuat Tak beraroma-beraroma

lemah

Rasa buah Pahit-pedas Masam

Akar panjat. Akar panjat berwarna cokelat muda (5D4) dan cokelat kemerahan (8E8) (Gambar 7). Pada kemukus dijumpai akar panjat berwarna cokelat kemerahan, sedangkan pada kemukus semu berwarna cokelat muda. Kekuatan mencengkeram akar panjat diukur berdasarkan ada atau tidaknya sisa kulit batang tanaman inang yang ikut terangkat bersama akar saat batang memanjat dipisahkan dari inangnya. Kemukus memiliki perlekatan akar panjat yang lebih kuat dibandingkan dengan kemukus semu.

14

Gambar 5 Perawakan pada kemukus dan kemukus semu. Tipe cabang terdiri atas batang memanjat (1), cabang lateral (2), dan cabang menjalar (3).

Gambar 6 Batang kemukus berindumen gundul (A) sedangkan batang kemukus semu berindumen gundul (B) dan meroma (anak panah) (C)

Gambar 7 Warna pucuk: hijau muda (A) dan magenta keabu-abuan hingga cokelat kemerahan (B). Warna akar panjat (anak panah): cokelat kemerahan pada kemukus (C) dan cokelat muda pada kemukus semu (D).

Tipe cabang lateral. Cabang lateral ada yang bertipe horizontal dan menggantung (Gambar 8). Cabang horizontal terdiri atas setidaknya satu hingga

Dalam dokumen Keanekaragaman Kemukus Di Jawa (Halaman 21-65)

Dokumen terkait