• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Kemukus Di Jawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Kemukus Di Jawa"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN KEMUKUS DI

JAWA

NIKEN KUSUMARINI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman Kemukus di Jawa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Niken Kusumarini

(4)

RINGKASAN

NIKEN KUSUMARINI. Keanekaragaman Kemukus di Jawa. Dibimbing oleh NUNIK SRI ARIYANTI dan MIEN AHMAD RIFAI.

Kemukus (Piper cubeba L.f.) merupakan tanaman obat dan rempah dari suku lada-ladaan (Piperaceae). Karakter diagnosis tanaman ini adalah buah yang bertangkai dan beraroma rempah. Jenis Piper lainnya yang disebut dengan kemukus semu (Piper caninum Blume) juga memiliki karakter buah bertangkai dan sering ditemukan di habitat yang sama dengan kemukus tetapi buahnya tak beraroma. Buah kemukus bernilai tinggi sebagai komoditas ekspor, namun saat ini pembudidayaannya terbatas pada daerah tertentu di Jawa, serta variasinya belum dideskripsikan. Karakterisasi kemukus perlu dilakukan dalam rangka menyeleksi dan mengembangkan kultivar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan variasi kemukus dan kemukus semu di Jawa dan mengelompokkannya berdasarkan karakter yang diamati.

Spesimen kemukus dan kemukus semu dikoleksi dari perkebunan skala kecil dan pekarangan rumah pada enam kabupaten di Jawa Tengah. Karakter morfologi meliputi struktur vegetatif dan generatif, serta karakter anatomi daun yang diamati digunakan untuk mendeskripsikan dan mengelompokkan spesimen. Sebanyak 35 karakter terpilih dianalisis menggunakan koefisien simple matching

pada Unweighted Pair-Group Method with Aritmetic Average (UPGMA) untuk mengelompokkan spesimen kemukus dan kemukus semu.

Kemukus dapat dibedakan dari kemukus semu melalui karakter warna pucuk magenta keabu-abuan hingga cokelat kemerahan, daun penumpu cokelat keunguan hingga cokelat keabu-abuan; tekstur daun menjangat; bentuk daun pada cabang lateral menjorong, menjorong melanset dan melonjong; tipe perbungaan menyilinder; braktea kuning, perlekatan duduk, menyirap; indumen gundul; buah bertangkai lebih panjang, bentuk membulat, berperikarp tebal, indumen gundul, rasa pedas dan pahit, beraroma rempah; warna buah saat muda hijau atau cokelat kekuningan, dewasa cokelat atau hijau zaitun, dan saat masak jingga atau jingga kecokelatan; serta tekstur buah kering keriput.

Anatomi daun kemukus berbeda dari kemukus semu berdasarkan stomata siklositik, tidak adanya trikom sederhana pada permukaan abaksial daun, dan sel idioblas dijumpai pada jaringan hipodermis atas dan bawah, serta pada jaringan bunga karang. Sedangkan karakter anatomi daun kemukus semu meliputi stomata tetrasitik dan anisositik, ada trikom sederhana pada permukaan abaksial daun, dan sel idioblas dijumpai pada hipodermis atas dan bawah, tetapi tidak ditemukan pada jaringan bunga karang, serta tidak ada sel idioblas yang sangat besar.

(5)

Kemukus ‘Hijau’ dan Kemukus ‘Merah’. Kemukus ‘Hijau’ dari Kelompok I diusulkan untuk dikembangkan menjadi kultivar turunan esensial karena memiliki sifat karakter seleksi yang lebih banyak. Karakter seleksi dan sifat karakternya yang dapat membantu pengembangan cultivated variety (kultivar) meliputi tipe cabang lateral (horizontal vs. menggantung), produksi pucuk lateral (banyak pucuk vs. sedikit pucuk), indeks perbungaan (tinggi vs. rendah), tipe perbuahan (rapat vs. jarang), jumlah buah per perbuahan (>30 vs. ≤24), warna buah muda (hijau vs. cokelat kekuningan), dan warna buah dewasa (hijau zaitun vs. cokelat atau jingga kecokelatan).

Kemukus yang dibudidayakan di Jawa memiliki variasi yang dapat dikembangkan menjadi kultivar, namun budi daya kemukus saat ini terus-menerus menurun dan lahan budi daya semakin sempit. Oleh karena itu, perlu upaya pelestarian keanekaragaman kemukus.

(6)

SUMMARY

NIKEN KUSUMARINI. Diversity of Cubeb in Java. Supervised by NUNIK SRI ARIYANTI and MIEN AHMAD RIFAI.

Cubeb (Piper cubeba L.f.) is a medicinal and spice plant from the piper family(Piperaceae). The stalked fruit and spicy fragrance are the most important diagnostic character for this plant. However, other species called false cubeb (Piper caninum Blume) has diagnostic character of stalked fruit also and often occurs in the same habitat of cubeb but its fruit has no fragrance. The fruits of cubeb were a high valued export comodity for essential oil, however it is now cultivated only at limited area in Java; and its varieties have not been described yet. Characterization of traits is required in the selecting and developing cultivars. The aims of this research were to describe variation of the cubeb and false cubeb in Java and to group them based on the observed characters.

The specimens of cubeb and false cubeb were collected from small scale plantations and home gardens at six districts in Central Java. The morphological characters of vegetative and generative structure, and the anatomical characters of leaves were observed for describing and grouping the specimens. Total of 35 selected characters were analized using simple matching coefficient of Unweighted Pair-Group Method with Aritmetic Average (UPGMA) to group the specimens of cubeb and false cubeb.

The cubebs could be distinguished from the false cubebs based on the greyish magenta to reddish brown shoots, purplish brown to greyish brown stipules, coriaceous leave; ellipse, lanceolate-ellipse, and oblongate lamina of lateral branch leaves; cylidrical inflorescenses; sessile, imbricate, yelow, and glabrous bracts; the fruits are long stalked, spicy fragrance, globose, and glabrous; the immature fruits are green or yellowish brown, the mature fruits are brown or olive green, and the ripe fruits are orange or brownish orange; the pericarps are thick, spicy, bitter taste, and wringkled when it is dry.

The leaves anatomy of cubebs are different from those of the false cubeb based on the cyclocytic stomata, the absence of simple trichome on the abaxial surface, and the idioblast cells which are found in both upper and lower hypodermal and sponge tissue. On the other hand, the leaves anatomy of false cubeb has tetracityc and anisocytic stomata, simple trichomes on abaxial surface, the idioblast cells which are found in upper and lower hypodermal but absent in the sponge tissue, and has no large idioblast cells.

The specimens of cubeb are divided into three groups that separated from those of the false cubeb. These groups of cubeb are identified based on the leaf base, the leaf margin, the texture of fruits, and the colour of fruits. Group I (which is from Magelang, Semarang, and Purworejo) and Group III (which is from Semarang) has olive green fruits when mature so that it called green cubeb (kemukus hijau), while Group II which is from Purworejo and has brown or brownish orange so that it called red cubeb (kemukus merah). The green cubeb and the red cubeb were proposed as two different local varieties: the cubeb ‘Hijau’

(7)

The green cubeb from Group I is preferable to be developed for cultivar because it has more characters for selection. The characters and its state characters that may usefull for developing a cultivated variety (cultivar) are type of lateral branch (horizontal vs. pendant), lateral shoot production (many shoots vs. less shoot), inflorescense index (high vs. low), type of infruitescense (dense vs. sparse), number of fruit per infructescense (>30 vs. ≤24), colour of immature fruit (green vs. yelowish brown), and colour of mature fruit (olive green vs. brown or brownish orange).

The cubebs cultivated in Java have morphological variation which is potentially developed to be cultivated variety, unfortunately there is a declining trend in the areas where the cubebs are cultivated. Therefore efforts are required to conserve the diversity of the cubebs.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

KEANEKARAGAMAN KEMUKUS DI JAWA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Rugayah, MSc

Herbarium Bogoriense, Divisi Botani

(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 ini ialah keanekaragaman, dengan judul Keanekaragaman Kemukus di Jawa.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Nunik Sri Ariyanti MSi dan Prof Mien Ahmad Rifai, PhD selaku pembimbing, serta Dr Rugayah, MSc yang telah banyak memberi saran. Terima kasih kepada Dr Himmah Rustiami, MSc atas diskusi yang mencerahkan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para pengajar di Program Studi Biologi Tumbuhan atas ilmu, pengalaman, bimbingan, dan nasihat.

Penghargaan penulis sampaikan kepada beberapa warga dan petani yaitu Ibu Yuli Rahmawati, Bapak Rusmi, dan Bapak Chayat Machrus beserta keluarga di Kabupaten Magelang; Ibu Sumirah, Sdri Ningrum, dan Bapak Misran beserta keluarga di Kabupaten Purworejo; Sdri Wariyanti dan Sdri Novita Laelly beserta keluarga di Kabupaten Kendal; Bapak Edi, Bapak Margono, dan Bapak Muhammad beserta keluarga di Kabupaten Semarang; Sdri Dyah Ika PWA, Sdr Aris, dan Bapak Darman beserta keluarga di Kabupaten Jepara; Sdri Verawati Sanjoyo, Sdri Trie Utami, Sdri Rini Susanti, Sdri Diki Danar TW, dan Sdr Sugeng Riyanto BU yang telah membantu dalam pengumpulan koleksi dan informasi; serta Bapak Bachroni yang tergabung dalam Bina Agro Mandiri Jogjakarta yang telah membantu penulis selama pengumpulan data; Sdr Abdu Robbir RK atas bantuan literatur. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah mendanai penelitian ini melalui Beasiswa Unggulan 2012. Terima kasih saya sampaikan pula kepada Bapak/Ibu pimpinan instansi berikut: Herbarium Bogoriense, Kebun Raya Bogor, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) Bogor, Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BP2TO2T) Karanganyar atas ijin penelitian. Ungkapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu, adik-adik, Pakde dan Bude Sunyowo, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya serta teman-teman Program Magister BOT angkatan 2012, rekan-rekan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan IPB, dan keluarga Pondok Malea Atas Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Taksonomi Kemukus 3

Fenologi Piper 3

Distribusi dan Budi Daya Kemukus 4

Manfaat Kemukus 4

Perdagangan Kemukus 7

3 METODE 9

Waktu dan Lokasi Pengambilan Spesimen 9

Karakterisasi dan Deskripsi Variasi Morfologi 9

Pengamatan Anatomi Daun 9

Pengelompokan Koleksi 10

4 HASIL 11

Variasi Morfologi Kemukus dan Kemukus Semu 11

Anatomi Daun Kemukus dan Kemukus Semu 25

Pengelompokan Koleksi Kemukus dan Kemukus Semu 29

Deskripsi Kemukus dan Kemukus Semu 33

Perbandingan Kelompok Infraspesies Kemukus 37

5 PEMBAHASAN 39

Perbedaan Kemukus dan Kemukus Semu 39

Potensi Pemanfaatan Kemukus Semu 40

Variasi Morfologi Kemukus dan Kemukus Semu 41

Potensi Pengembangan Kultivar Lokal Kemukus 43

Karakter Seleksi Kemukus 44

Konservasi Kemukus 45

6 SIMPULAN DAN SARAN 47

Simpulan 47

Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 48

LAMPIRAN 54

(15)

DAFTAR TABEL

1 Lokasi tempat pengambilan spesimen kemukus dan kemukus semu 9 2 Perbandingan morfologi kemukus dengan kemukus semu 12 3 Perbandingan anatomi daun kemukus dan kemukus semu 26 4 Perbandingan kelompok infraspesies kemukus bersasarkan karakter

generatif dan vegetatif 37

5 Daftar check list perbandingan kelompok kemukus dengan karakter seleksi (*sifat penciri produktivitas dan kualitas buah) 37

DAFTAR GAMBAR

1 Manfaat buah kemukus sebagai bumbu masakan dan minuman diperjualbelikan dalam bentuk utuh (www.notonthehighstreet.com) (A), serbuk (www.amazon.co.uk) (B), dicampur dalam bumbu kari (www.amazon.com) (C), raz el hanout (www.secretsfinefood.com) (D),

dan ekstrak (www.drinkaddition.com) (E) 5

2 Macam-macam hasil olahan makanan dan minuman yang menggunakan bumbu dari buah kemukus: gulai/kari (www.miramarindonesia.com) (A), kebab (miansari66.blogspot.id) (B), pai (www.realsimplefood. wordpress.com) (C), es krim (www.lisaiscooking.blogspot.co.id) (D), biskuit (www.salthouseandpeppermongers.com) (E), dan minuman (www.tumblr.com; www.lostpastremembered.blogspot.co.id) (F, G) 5 3 Motif isen-isen kemukus (www.modelbajubatik.org.) 6 4 Pemanfaatan kemukus di bidang industri: rokok (www.

legendaryauctions.com) (A), minuman beralkohol (www.fandbi.com; www.bombaysaphire.com) (B, C), dan parfum (www.fragrantica.de;

www.johnvarvatos.com) (D, E) 7

5 Perawakan pada kemukus dan kemukus semu. Tipe cabang terdiri atas batang memanjat (1), cabang lateral (2), dan cabang menjalar (3). 14 6 Batang kemukus berindumen gundul (A) sedangkan batang kemukus

semu berindumen gundul (B) dan meroma (anak panah) (C) 14 7 Warna pucuk: hijau muda (A) dan magenta keabu-abuan hingga cokelat

kemerahan (B). Warna akar panjat: cokelat kemerahan pada kemukus

(C) dan cokelat muda pada kemukus semu (D). 14

8 Tipe cabang lateral: horizontal (A) dan menggantung (B). Produksi

pucuk lateral: sedikit (C) dan banyak (D). 15

9 Indumen tangkai daun: gundul (A) dan meroma (B) 16 10 Indumen permukaan bawah daun: gundul (A) dan meroma (B). Tekstur

daun: menjangat-kusam (C), menjangat-mengkilap (D), dan seperti

kertas-kusam (E). 17

11 Bentuk helaian daun: membundar telur (A), membundar telur melanset (B), menjorong melanset (C), menjorong (D), dan melonjong (E).

(16)

12 Pangkal daun: menyerong (A), membaji asimetri (B), membundar (C), menjantung (D) (gambar diambil dari IPGRI 1995), dan membaji

simetri (E) (gambar oleh penulis) 17

13 Tepi daun: rata (A) dan mengombak (B). Gambar diambil dari IPGRI

(1995). 18

14 Ujung daun: meruncing (A) dan melancip (B). Gambar oleh penulis. 18 15 Tipe pertulangan daun: kampilodromus (A) dan akrodromus (B)

(IPGRI 1995). Variasi posisi pangkal anak tulang daun terujung: berpangkal pada 1/10 panjang helai daun (C), berpangkal pada 1/5 panjang helai daun (D), dan berpangkal pada >1/5 panjang helai daun (E). Nilai diperoleh dari perbandingan jarak anak tulang daun terujung terhadap pangkal daun (x) dan panjang helai daun (y). 18 16 Postur longitudinal daun (barisan atas): rata (A), berliuk (B), dan

tergulung balik (C). Postur transversal daun (barisan tengah dan bawah): rata (D), berujung meruncing ke bawah (E), terlengkung balik

(F), membusur (G). 19

17 Morfologi daun penumpu pada kemukus (A, C, E) dan kemukus semu (B, D, F). Batang memanjat (A, B) memiliki daun penumpu yang memelepah dan luruh saat daun tumbuh dewasa, sedangkan daun penumpu pada cabang lateral (C, D) menyelaput bumbung dan luruh setelah kuncup daun membuka (E), terkadang masih terlihat menempel

hingga kuncup daun membuka (F). 20

18 Bentuk perbungaan: kerucut (A), menyilinder pendek (B), dan

menyilinder panjang (C) 20

19 Bentuk braktea: membundar telur sungsang (A) dan membundar (B). Tipe perlekatan dan susunan braktea: duduk-menyirap (C) dan

memerisai-saling bebas (D). 21

20 Tahap perkembangan braktea kemukus semu (P. caninum Blume) yang terlihat duduk pada perbungaan muda (A), mulai terlihat memerisai dan bertangkai pada perbungaan dewasa (B), dan berkanjang pada

perbuahan (C) 21

21 Indumen braktea: gundul (A) dan berbulu balig (B). Warna braktea:

kuning (C) dan hijau (D). 22

22 Perbungaan betina kemukus (A, B) memiliki putik bercuping 3, 4, dan 5; perbungaan kemukus semu (C dan D) memiliki putik bercuping 2, 3,

dan 4 serta 2 dan 3 22

23 Tipe perbuahan: renggang (A) dan rapat (B). Orientasi perbuahan: lurus (C), bengkok (D). Bentuk buah: membulat telur (E) dan membulat (F). Pangkal buah: menggasing (G) dan mementol (H). Panjang tangkai

buah: sangat pendek (≤0.18 cm) (I), pendek (0.23-0.5 cm) (J), dan

panjang (>0.5 cm) (K). 23

24 Perubahan warna selama pematangan dari buah muda-dewasa-masak pada kemukus (A, B, C, D) dan kemukus semu (E) 24 25 Tekstur kulit buah segar: mengkilap (A) dan kusam (B). Tekstur kulit

buah kering: keriput (C) dan mulus (D). Indumen buah: gundul (E) dan

(17)

26 Sediaan paradermal daun menunjukkan bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial (A, D), abaksial (B, E), dan tipe stomata (C, F) pada kemukus (A-C) dan kemukus semu (D-F). Perbesaran 400x. 26 27 Sediaan paradermal daun menunjukkan letak trikom berkelenjar (anak

panah) pada permukaan adaksial (A, C) dan abaksial (B, D) pada kemukus (A, B) serta kemukus semu (C, D). Perbesaran 400x. Trikom sederhana (anak panah) hanya dijumpai pada epidermis abaksial

kemukus semu (E). Perbesaran 100x. 27

28 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan sudan IV memperlihatkan trikom berkelenjar yang berwarna cokelat (anak panah) pada permukaan adaksial (A, C) dan abaksial (B, D) pada kemukus (A, B)

dan kemukus semu (C, D). Perbesaran 400x. 27

29 Sayatan melintang daun menunjukkan susunan jaringan daun kemukus (A) dan kemukus semu (B) yang terdiri dari kutikula (1), epidermis abaksial (2), hipodermis atas (3), tiang (4), bunga karang (5), hipodermis bawah (6), dan epidermis adaksial (7). Daun kemukus lebih tebal daripada kemukus semu, begitu pula jaringan tiang dan bunga

karangnya. Perbesaran 100x. 28

30 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan sudan IV yang menunjukkan sel minyak berwarna cokelat (anak panah) pada kemukus (A, B) dan kemukus semu (C, D) dijumpai pada hipodermis atas dan bawah. Sel idioblas yang berukuran sangat besar dijumpai pada kemukus (E), tidak dijumpai pada kemukus semu (F). Perbesaran 400x. 28 31 Sayatan melintang daun kemukus (A) dengan pewarnaan sudan IV

menunjukkan sel idioblas (anak panah) terletak pada jaringan bunga karang daun kemukus, akan tetapi tidak dijumpai pada jaringan bunga karang daun kemukus semu (B). Perbesaran 400x. 29 32 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan safranin yang menunjukkan

penebalan dinding sel hipodermis bawah menjadi sel sklereid (anak panah) pada kemukus (A), yang tidak dijumpai pada kemukus semu (B).

Perbesaran 400x. 29

33 Fenogram dari 34 nomor koleksi kemukus (A) dan lima nomor koleksi kemukus semu (B) berdasarkan 35 karakter morfologi yang menghasilkan enam kelompok kemukus. Koleksi K: Kendal; M: Magelang; Se: Semarang; P: Purworejo; Sa: Salatiga; J: Jepara. 30 34 Plot tiga dimensi hasil analisis komponen utama (PCA) yang

memproyeksikan koleksi terhadap tiga komponen: PC I 47.95%, PC II 11.66%, dan PC III 8.11%. Koleksi K: Kendal; M: Magelang; Se: Semarang; P: Purworejo; Sa: Salatiga; J: Jepara. 31 35 Plot bivariate menunjukkan hubungan antara 34 nomor koleksi

kemukus (A) dan lima nomor koleksi kemukus semu (B) yang disimbolkan dengan , terhadap 35 karakter morfologi yang disimbolkan dengan . PC I 47.95% dan PC II sebesar 11.66%. 32 36 Piper cubeba L.f.: perawakan (A), perbungaan (B), perbungaan tampak

(18)

melintang daun memperlihatkan daun yang tebal (H), pembentukan sel sklereid pada jaringan hipodermis bawah disebabkan adanya penebalan

dinding sel (I). 34

37 Piper caninum Blume: perawakan (A), perbungaan muda (B), spesimen kering perbungaan yang memperlihatkan braktea berbulu dan memerisai (C), perbuahan masak dengan tipe perbuahan rapat (D), spesimen basah perbuahan muda menunjukkan kepala putik yang bercuping 3–4 (E), buah kering bertangkai sangat pendek (F), sayatan membujur buah yang menunjukkan perikarp yang tipis (G), sayatan melintang daun memperlihatkan daun yang tipis (H), dinding sel pada jaringan hipodermis bawah tidak mengalami penebalan (I). 36

DAFTAR LAMPIRAN

1 Karakter morfologi yang diamati. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor Piper nigrum L. (*) dan penambahan karakter morfologi baru (**). Karakter tanpa keterangan sifat karakter menunjukkan bahwa karakter tersebut merupakan karakter kuantitatif. 55 2 Karakter morfologi yang diamati dan dipilih untuk analisis kelompok

NTSYS. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor P. nigrum L. (*) dan penambahan karakter morfologi baru (**). 58 3 Daftar spesimen kemukus (P. cubeba L.f.) dan kemukus semu (Piper

caninum Blume) yang dikoleksi dari berbagai lokasi budi daya 60

(19)

PENDAHULUAN

LatarBelakang

Kemukus (Piper cubeba L.f., Piperaceae) adalah tumbuhan bertahunan, berkayu, memanjat, berbatang gilig yang menebal dan berakar di bagian ruasnya. Kemukus berkerabat dekat dengan lada (Piper nigrum L.). Buah bertangkai merupakan karakter utama kemukus (Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963) yang tidak dimiliki oleh lada. Karakter khusus lainnya adalah keberadaan kubebin yang dapat diekstrak dari daun dan buahnya (Kim et al. 2011). Kemukus termasuk tanaman obat dan rempah serta komoditas pertanian penghasil minyak atsiri. Kemukus merupakan tanaman asli Indonesia yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan bagian selatan (Felter dan Lloyd 1898). Kemukus kemudian menyebar dan ditanam di Singapura, Semenanjung Malaya (Utami dan Jansen 1999), Sri Lanka, dan India (Elfami et al. 2002).

Pada tahun 1918-1925 (masa penjajahan Belanda), Indonesia adalah negara pengekspor komoditas kemukus terbesar dengan target ekspor Malaysia, Singapura, Hongkong, Jepang, Amerika Serikat, Jerman Barat, dan negara Eropa lainnya. Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Kalimantan Tengah adalah daerah utama penghasil kemukus pada saat itu (Burkill 1935). Produksi kemukus dewasa ini makin mengalami penurunan sehingga berdampak pada ekspor. Negara target ekspor di akhir abad ke-20 terbatas pada Singapura dan India (Utami dan Jansen 1999), bahkan berdasarkan hasil survei Dinas Industri dan Perdagangan Jawa Tengah, pada tahun 1997 ekspor kemukus hanya tertuju ke India (Susanti 2007).

Budi daya kemukus saat ini hanya ditemukan di Jawa Tengah yang meliputi beberapa kabupaten yaitu Banjarnegara, Kendal, Magelang, Purworejo, Semarang, Temanggung, dan Wonosobo (Kementan 2010). Berdasarkan hasil survei tim Balittro tentang obat herbal Indonesia di tahun 2003, kemukus ditanam di perkebunan skala sempit. Kemukus juga dijadikan sebagai tanaman pengisi lahan kosong di kebun kopi atau ditanam di pekarangan rumah dengan total luas areal perkebunan hanya sekitar 517 ha (Deptan 2003).

Beberapa kendala dalam budi daya menyebabkan petani kurang berminat menanam kemukus. Rendahnya harga jual kemukus menyebakan petani lebih memilih menanam komoditas lain seperti cengkih di Kabupaten Magelang yang harganya dua kali lipat lebih tinggi. Sementara masyarakat di Kabupaten Kendal lebih memilih menanam komoditas kayu seperti sengon dibandingkan kemukus sehingga penanaman komoditas kayu mempersempit lahan kemukus. Budi daya kemukus masih menggunakan metode stek batang konvensional dan memakan waktu hingga ±4 bulan sebelum siap tanam (Deptan 2001). Serangan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh jamur Phytophthora capsici

(Wahyuno 2010) pada kemukus dapat langsung mematikan tanaman dewasa produktif dalam waktu singkat.

(20)

2

memengaruhi mutu kemukus dalam perdagangan. Hal ini dikarenakan beberapa petani belum bisa membedakannya dengan kemukus yang sebenarnya.

Tantangan budi daya kemukus semakin banyak, tetapi petani belum melakukan seleksi dalam budi daya kemukus. Pemerintah pun belum mengeluarkan kultivar unggul. Beberapa kultivar lokal kemukus pernah ditanam di Jawa Barat, yaitu ‘Rinu katuncur’, ‘Rinu cengke’, ‘Rinu badak’, ‘Rinu carulang’, ‘Rinu pedes’, dan ‘Rinu tembaga’ (Heyne 1951), namun nama-nama kultivar lokal tersebut diduga merupakan jenis-jenis yang berbeda dan bukan merupakan kultivar kemukus. Saat ini kemukus kurang dikenal oleh masyarakat bahkan di Jawa Tengah sebagai daerah pusat penghasil kemukus. Kemukus hanya dikenal di kalangan petani tanaman obat herbal dan kalangan peneliti.

Kemukus hanya ditanam di daerah dengan ketinggian tertentu (±700 mdpl) di Jawa Tengah. Koleksi hidup tanaman kemukus di Balittro Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah hanya ditemukan satu individu. Koleksi hidup tanaman kemukus di Balittro Kota Bogor, dan Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, sudah tidak lagi ditemukan dikarenakan terserang penyakit. Kondisi kemukus di lapangan seperti ini memerlukan upaya konservasi yang diawali dari konservasi

in-situ (on-farm conservation) yang melibatkan petani kemukus dan dilanjutkan dengan konservasi ex-situ di kebun-kebun koleksi.

Karakterisasi tanaman pertanian diperlukan untuk menetapkan standar kualitas dan nilai dari suatu tanaman dalam perdagangan. Karakterisasi morfologi merupakan langkah awal untuk mengetahui keanekaragaman genetik dari segi fenotipe suatu tanaman. Karakterisasi bermanfaat untuk mendeskripsikan karakter plasma nutfah yang diturunkan dari generasi ke generasi. Karakterisasi mencakup rekaman dan kompilasi data tentang karakter-karakter penting pembeda aksesi dalam jenis yang dapat mempermudah dalam membedakan antar fenotipe dan digunakan untuk mengelompokkan aksesi serta mengembangkan koleksi inti. Data tersebut juga digunakan dalam pemilihan plasma nutfah untuk program pemuliaan (Biodiversity International 2007).

Variasi kemukus yang ditanam masyarakat belum dideskripsikan dan didokumentasi dengan baik. Kemukus sebagai komoditas tanaman obat penghasil minyak atsiri yang cukup strategis belum dikarakterisasi ciri morfologinya dalam bentuk deskriptor.

Tujuan Penelitian

(21)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Kemukus

Kemukus merupakan tanaman asli Indonesia. Nama kemukus berasal dari bahasa Jawa lintang kemukus, yang berarti bintang berekor atau komet. Kemukus disebut juga dengan rinu (Sunda), dan pamukusu (Sulawesi) (Utami dan Jansen 1999). Kemukus memiliki nama botani Piper cubeba L.f. Masyarakat manca negara mengenalnya dengan nama cubeb, tailed pepper (Utami dan Jansen 1999, Lim 2012), cubeb pepper, false pepper, java pepper, javanese peppercorn (Lim 2012). Berdasarkan klasifikasi fenetik, kemukus merupakan marga Piper, suku

Piperaceae, dan ordo Piperales, sedangkan menurut analisis hubungan kekerabatan (Angiosperm Phylogeny Group III), kemukus termasuk dalam kelompok Magnoliid (Chase 2009).

Kemukus pertama kali dikenal dalam perdagangan dengan istilah kubaba

oleh bangsa Arab (Gledhill 2008) yang berdasarkan penelusuran kamus elektronik (almaany.com), memiliki arti bola. Nama daerah ini menjadi dasar penentuan nama botani oleh Linnaeus filius yang mendeskripsikan Piper cubeba L.f. pertama kali (Linneaus 1782). Vahl (1804) menulis buku mengenai Piper cubeba L.f. akan tetapi jenis yang dideskripsikannya bukan kemukus sehingga dikenal dengan nama Piper cubeba Vahl. Jenis ini oleh Miquel (1859) dinyatakan sebagai sinonim dari Piper caninum Blume. Hal yang sama juga dilakukan oleh Bojer (1837) dalam tulisannya tentang Piper cubeba L.f. yang jenisnya tidak tepat, sehingga dikenal dengan Piper cubeba Bojer. Jenis ini bersinonim dengan Piper borbonense C.DC. (Candolle 1869; www. catalogueoflife.org). Adanya beberapa kerancuan dan kekeliruan dalam mengidentifikasi kemukus diduga karena adanya kemiripan karakter morfologi buah. Masyarakat menyebut kemukus dan beberapa jenis lain yang berbuah membulat sebagai cubeb fruit. Pada tahun 1838, Rafinesque mempublikasikan kemukus dengan nama Cubeba officinalis Raf. (Rafinesque 1838) yang membedakan kemukus dari cubeb fruit lainnya karena memiliki makna cubeb yang digunakan sebagai obat. Nama ini ditetapkan sebagai sinonim dari Piper cubeba L.f. (Miquel 1859).

Fenologi Piper

Piper merupakan tanaman diesis yang memiliki alat perkembangbiakan jantan dan betina pada individu terpisah (Greig 2004). Bunga-bunga kecil yang sangat banyak dan tanpa perhiasan bunga tersusun dalam perbungaan berupa bulir (Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963). Perkembangan struktur reproduksi tersebut merupakan mekanisme pertahanan terhadap lingkungan. Piper

beradaptasi dengan cara menghasilkan bunga dan buah dalam jumlah sangat banyak tanpa harus kehilangan energi pada saat meluruhkan perhiasan bunga (Semple 1974).

(22)

4

apomiksis biasa terjadi pada lada liar (Chen 2013). Namun demikian, proses pembuahan pada kemukus belum diteliti sehingga keberadaan apomiksis belum dapat dipastikan.

Distribusi dan Budi Daya Kemukus

Kemukus merupakan tanaman asli Indonesia. Kemukus dilaporkan pertama kali oleh geografiwan dan sejarawan Arab, Masudi pada abad ke-10 yang menyatakan adanya kemukus di Jawa (Masudi dalam Lloyd 1911). Selain itu, kemukus pernah dijumpai pula di Sumatera dan Kalimantan bagian selatan (Felter dan Lloyd 1898). Berdasarkan penelusuran data spesimen herbarium Smith (www.linnean-online.org), kemukus pernah dilaporkan ditanam di Afrika Barat pada abad ke-18. Kemukus juga pernah dilaporkan ditanam di Cina, Nepal (Bridgman dan Williams 1833), dan Thailand (Hill 1952). Dalam dua puluh tahun terakhir, kemukus ditanam di beberapa negara meliputi Singapura, Semenanjung Malaya (Utami dan Jansen 1999), Sri Lanka, India (Elfami et al. 2002), Sierra Leone, Kongo (Katzer 1998), serta Madagaskar (www.ville-ge.ch.).

Budi daya kemukus di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir dilakukan di Jawa Tengah meliputi Kabupaten Banjarnegara, Kendal, Magelang, Purworejo, Semarang, Temanggung, dan Wonosobo (Kementan 2010). Kemukus pernah dilaporkan dalam penelitian etnobotani di Kabupaten Lebak, Banten (Aristiani 2014). Kemukus pernah dilaporkan ditanam di Jawa Timur meliputi Kabupaten Ponorogo (Gempol 1991), Pamekasan (Zaman 2009), Sumenep (Zaman et al.

2013), dan Banyuwangi (Yuliani 2014). Kemukus juga pernah dilaporkan ditanam di Yogyakarta (Purnomo dan Asmarayani 2004).

Kemukus mampu hidup pada ketinggian 0 sampai 700 mdpl. Kemukus pernah dilaporkan banyak dijumpai di kawasan hutan bakau di pantai utara Jawa (Heyne 1951). Kemukus juga ditanam di perkebunan kecil dan ditanam bersama-sama dengan tanaman kopi oleh pekebun dari Eropa pada masa lampau (Royal Botanic Gardens Kew 1887). Hingga saat ini, mayoritas lahan budi daya kemukus merupakan lahan tumpangsari kemukus dengan kopi di ketinggian lebih dari 500 mdpl.

Manfaat Kemukus

(23)

5

Gambar 1 Manfaat buah kemukus sebagai bumbu masakan dan minuman diperjualbelikan dalam bentuk utuh (www.notonthehighstreet.com) (A), serbuk (www.amazon.co.uk) (B), dicampur dalam bumbu kari (www.amazon.com) (C), raz el hanout (www.secretsfinefood.com) (D), dan ekstrak (www.drinkaddition.com) (E)

Gambar 2 Macam-macam hasil olahan makanan dan minuman yang menggunakan bumbu dari buah kemukus: gulai/kari (www.miramar indonesia.com) (A), kebab (miansari66.blogspot.id) (B), pai (www. realsimplefood.wordpress.com) (C), es krim (www.lisaiscooking. blogspot.co.id) (D), biskuit (www.salthouseandpeppermongers.com) (E), dan minuman (www.tumblr.com; www.lostpastremembered. blogspot.co.id) (F, G)

Kemukus juga dikenal sebagai bahan campuran dalam pembuatan ramuan pewarna kain tradisional oleh suku Jawa serta masyarakat Bandung dan Kerawang sebagai sumber warna merah kecokelatan (Subagiyo 2008). Bahan aktif pewarna pada kemukus belum diketahui, sementara lada yang lebih umum dikenal sebagai pewarna alami sebelumnya, diketahui mengandung bahan aktif piperitol, piperbetol, eugenol, dan piperol (Sutradhar et al. 2015). Selain sebagai pewarna kain, bentuk buah kemukus menjadi inspirasi pembatik tradisional untuk menciptakan motif isen-isen batik kemukus (Susanti 2014) (Gambar 3).

Kemukus dimanfaatkan secara turun-temurun sebagai obat tradisional untuk meredakan demam (pupuh) dan sebagai gurah mata (wuwuh) (komunikasi pribadi dengan warga Kab. Magelang, Jawa Tengah). Kemukus merupakan salah satu bahan campuran boreh (lulur tradisional) untuk perawatan wanita saat hamil, pasca melahirkan, dan saat menyusui (Shanti 2014). Kemukus juga dicampurkan dalam ramuan jamu subur kandungan, jamu bengkes setelah melahirkan, jamu

A B C D E

A B C D

G F

(24)

6

lancar ASI (Shanti 2014; Zaman 2009). Jamu lain yang menggunakan kemukus sebagai campurannya yaitu jamu tolak angin, jamu pengobatan gangguan pencernaan, jamu asam urat, jamu penambah stamina, dan jamu sehat lelaki/afrodisiaka (Zaman 2009; Zaman et al. 2013). Pada tahun 1880–1890, kemukus digunakan secara besar-besaran sebagai bahan pembuatan rokok asma di Amerika Serikat (Heyne 1951).

Gambar 3 Motif isen-isen kemukus (www.modelbajubatik.org.)

Saat ini kemukus dimanfaatkan sebagai bahan baku industri obat herbal untuk mengobati batuk dan asma karena memiliki aktivitas trakeoplasmolitik (Wahyono et al. 2003). Selain dapat menstimulasi lapisan mukosa bronkus untuk mengatasi bronkitis dan batuk, bahan aktif kemukus juga bekerja pada mukosa urogenitalia sebagai diuretik dan mengobati gonore (Utami dan Jansen 1999). Kemukus mengandung komponen aktif sikloheksana teroksigenasi (Taneja et al. 1991) yang telah digunakan dan dipatenkan dalam formula anti kanker (Kreuter et al. 2013).

Selain memiliki aktivitas trakeoplasmolitik, beberapa penelitian mengenai kandungan senyawa metabolit sekunder kemukus menunjukkan aktivitas antiinflamasi (Choi dan Hwang 2005), antimikrob (Singh et al. 2007; 2008), antivirus (Hussein et al. 2000), tripanosidal (de Souza et al. 2005), antileismania (Bodiwala et al. 2007), antiparasit (Magalhães et al. 2011), antiulcer (Parvez et al.

2010), inhibisi sitokrom P450 (Usia et al. 2005a; 2005b), genotoksisitas (Junqueira et al. 2007), antioksidan, hepatoprotektif dan analgesik (Pahpute et al. 2012), serta aktivitas moluskisidal (Pandey dan Singh 2009).

Hasil penyulingan berupa minyak atsiri dari buah kemukus yang dikenal sebagai minyak kubeba dan mengandung bahan aktif kubebol digunakan sebagai bahan baku industri minyak telon di Indonesia. Minyak kubeba juga digunakan sebagai komponen perasa produk minuman beralkohol dan non-alkohol, es krim, permen, selai, rokok, pasta gigi, dan parfum (Utami dan Jansen 1999; Velazco dan Wuensche 2001; Lim 2012) (Gambar 4).

(25)

7

Gambar 4 Pemanfaatan kemukus di bidang industri: rokok (www. legendaryauctions.com) (A), minuman beralkohol (www.fandbi.com; www.bombaysaphire.com) (B, C), dan parfum (www.fragrantica.de; www.johnvarvatos.com) (D, E)

Perdagangan Kemukus

Kemukus merupakan salah satu rempah pertama yang diperdagangkan secara lokal pada abad ke-7 di Indonesia (Burkill 1935) maupun internasional menuju Cina, hingga sampai ke Arab melalui jalur sutra. Kemukus diperjualbelikan oleh bangsa Arab dan diperkenalkan kepada masyarakat Eropa, khususnya Yunani dan Italia yang memanfaatkannya sebagai bumbu masakan pada abad ke-13 (Weiss 2002). Sebagian penulis menyebutkan bahwa kemukus bahkan telah sampai di Eropa sejak abad ke-11 (Africanus dalam Lloyd 1911). Pada akhir abad ke-17, kemukus menjadi sangat mahal dan sulit dijumpai di pasaran. Kemukus mulai banyak dijumpai lagi di pasaran Eropa dan lebih dikenal sebagai tanaman obat pada abad ke-19 (Weiss 2002). Pada awal abad ke-20 (1918–1925) yang bertepatan dengan masa penjajahan Belanda, Indonesia adalah negara pengekspor kemukus terbesar di dunia dengan tujuan Malaysia, Singapura, Hongkong, Jepang, Amerika Serikat, Jerman Barat, dan negara Eropa lainnya (Burkill 1935).

Perdagangan kemukus makin mengalami kemunduran. Kegiatan ekspor menuju Eropa dan Amerika pada akhirnya terhenti pada tahun 1940, dan hanya terbatas pada negara-negara tetangga di Asia Tenggara (Weiss 2002). Ekspor kemukus yang bertujuan ke Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa pada tahun 1925 sebesar 270 ton, pada tahun 1940 menurun menjadi 135 ton. Ekspor kemukus pada akhir abad ke-20 hanya terbatas ke negara Singapura dan India (Utami dan Jansen 1999). Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah, ekspor kemukus ke India pada tahun 1997 sebanyak 33.93 ton (Susanti 2007).

Peningkatan harga pada abad ke-20 pernah menyebabkan adanya pemalsuan buah kemukus (cubeb fruit) dengan buah Piperaceae jenis lain yang disebabkan karena pedagang ingin memperoleh keuntungan lebih (Heyne 1951). Heyne mengumpulkan catatan mengenai kemukus asli dan semu di Jawa Barat.

Kemukus asli dikenal dengan nama kultivar lokal ‘Rinu katuncar’ dan ‘Rinu

cengke’, sedangkan kemukus semu meliputi ‘Rinu pedes, ‘Rinu carulang’, ‘Rinu

badak’, dan ‘Rinu temaga’. Nama-nama kultivar lokal yang diperoleh tersebut di atas sampai saat ini belum diketahui identitasnya secara pasti. Piper retrofractum

Vahl adalah salah satu jenis kemukus semu yang dikenali oleh warga sebagai

‘Rinu pedes’ (komunikasi pribadi dengan warga Jawa Barat). Jenis ini

(26)

8

menghasilkan perbuahan dengan bakal buah yang saling berlekatan, berbeda sekali dengan kemukus yang bakal buahnya saling bebas. Hal ini menguatkan dugaan penulis bahwa rinu bukan hanya sebutan untuk kemukus, melainkan merupakan nama daerah dari kelompok tumbuhan sirih-sirihan.

Selain menggunakan nama-nama kultivar lokal di atas, pencampuran kemukus juga dilakukan dengan jenis Piper lowong Blume dari Jawa yang oleh Backer dan Bakhuizen van den Brink (1963) disebut juga P. caninum Blume (Felter dan Lloyd 1898). Dilaporkan pula bahwa kemukus pernah dicampur dengan Piper crassipes Khorth. ex C.DC. dari Sumatera(Utami dan Jansen 1999; Royal Botanic Gardens Kew 1887). Akan tetapi P. crassipes Khorth. ex C.DC diduga bukan termasuk jenis pemalsu kemukus, karena berdasarkan penelusuran

database herbarium Kew nomor K000575314 (http://specimens.kew.org/ herbarium), jenis ini diduga merupakan kemukus asli P. cubeba L.f.

Piper caninum Blume yang tersebar luas di kawasan Malesia digunakan pula oleh pedagang di luar negeri sebagai bahan pencampur kemukus (Utami dan Jansen 1999; Royal Botanic Gardens Kew 1887). Pedagang kemukus juga menggunakan jenis-jenis endemik di negara mereka sebagai bahan campuran, meliputi Piper guineense Scumach & Thonn. (bersinonim dengan Piper clusii

(Miq.) C.DC.) serta Piper borbonense C.DC. (Royal Botanic Gardens Kew 1887) yang merupakan Piper endemik Afrika Barat. Jenis lainnya yakni Piper marginatum Jacq., Piper ribesioides Wall. (Felter dan Lloyd 1898), Piper mollissimum Blume, Piper baccatum Blume, dan Piper nigrum L. (Utami dan Jansen 1999). Bahkan pencampuran dilakukan pula menggunakan suku lain yang memiliki buah mirip kemukus yaitu Bridelia tomentosa Blume (Euphorbiaceae), Lindera spp. (Lauraceae), Litsea cubeba (Laur.) Pers. (Lauraceae), Pericampylus glaucus (Lam.) Merr. (Menispermaceae), Rhamnus spp. (Rhamnaceae), Xylopia frutescens Aubl. (Annonaceae), serta Zanthoxylum rhetsa DC. (Rutaceae) (Utami dan Jansen 1999).

(27)

9

METODE

Waktu dan Lokasi Pengambilan Spesimen

Keanekaragaman kemukus dan kemukus semu dieksplorasi dari enam lokasi pusat budi daya kemukus di Jawa, yaitu Kabupaten Semarang, Jepara, Kendal, Magelang, Purworejo, dan Kota Salatiga. Pengambilan spesimen dilaksanakan pada saat tanaman berbunga dan berbuah pada bulan-bulan tertentu (Tabel 1). Spesimen dikoleksi dari tanaman budi daya maupun tumbuhan liar yang tumbuh di pekarangan rumah dan perkebunan skala kecil. Pembuatan herbarium mengikuti metode Rugayah et al. (2004). Masing-masing individu dikoleksi dan dibuat spesimennya sebanyak 3 hingga 5 duplikat. Spesimen herbarium disimpan di Herbarium Bogoriense (BO) dan Herbarium Laboratorium Sistematika Tumbuhan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Tabel 1 Waktu dan lokasi pengambilan spesimen kemukus dan kemukus semu

Waktu Pengambilan

Spesimen

Kabupaten/

Kota Kecamatan Desa Tipe Habitat

April 2014 Semarang Banyubiru Legundi Kebun

April 2014 Suruh Kebowan Kebun, pekarangan

rumah

April 2014 Jepara Keling Tempur Pekarangan rumah Agustus 2013 Kendal Singorojo Kalipuru Kebun

Juli 2013 Magelang Kajoran Wuwuharjo Kajoran

Kebun, pekarangan rumah

Kebun

Juli 2014 Purworejo Loano Sedayu Kebun, pekarangan rumah

April 2014 Salatiga Sidorejo Ngaliyan Kebun

Karakterisasi dan Deskripsi Variasi Morfologi

(28)

10

Dbh adalah diameter buah basah dan Dbj adalah diameter biji basah. Istilah-istilah botani yang digunakan dalam karakterisasi mengikuti Glosarium Biologi (Depdikbud 1993).

Pengamatan Anatomi Daun

Spesimen segar berupa daun dewasa dari cabang lateral kemukus dan kemukus semu dikoleksi untuk keperluan pengamatan karakter anatomi sediaan paradermal dan sayatan melintang daun. Pembuatan preparat sayatan melintang daun menggunakan metode mikrotom beku dengan pewarnaan safranin dan sudan IV. Pengamatan dilakukan pada tiga spesimen acak dari kemukus dan kemukus semu, sebanyak tiga kali ulangan.

Pengelompokan Koleksi

(29)

11

HASIL

Variasi Morfologi Kemukus dan Kemukus Semu

Berdasarkan eksplorasi yang dilakukan di enam lokasi budi daya, diperoleh 39 nomor koleksi kemukus dan kemukus semu (Lampiran 3). Kemukus (P. cubeba L.f.) yang diperoleh sebanyak 34 nomor koleksi, sedangkan kemukus semu (P. caninum Blume) sebanyak 5 nomor koleksi.

Sebagian besar kemukus dan kemukus semu dikoleksi dari lahan budi daya, kebun, dan pekarangan rumah petani dalam kondisi dibudi daya, hanya koleksi dari Salatiga yang merupakan tumbuhan liar. Kemukus semu yang dikoleksi dari pekarangan rumah warga di Jepara merupakan hasil perkembangbiakan secara vegetatif dengan metode stek batang dari tanaman yang tumbuh liar di hutan Gunung Muria.

Tanaman kemukus dan kemukus semu yang dikoleksi dikarakterisasi dan diamati variasinya berdasarkan deskriptor yang telah disusun. Variasi morfologi ditemukan pada organ batang memanjat, cabang lateral, akar panjat, daun pada batang memanjat, daun pada cabang lateral, perbungaan, bunga, perbuahan dan buah. Tabel perbandingan karakter morfologi kemukus dan kemukus semu yang disusun (Tabel 2) bertujuan untuk memudahkan identifikasi karakter diagnostik kedua jenis Piper tersebut.

Perawakan

Perawakan kemukus terdiri atas batang memanjat, cabang lateral, dan cabang menjalar (Gambar 5) yang masing-masing memiliki karakter dan fungsi berbeda. Batang memanjat tumbuh tegak mengeluarkan akar adventif untuk memanjat tanaman inang atau para-para. Batang memanjat tidak menghasilkan perbungaan. Cabang lateral biasanya tidak mengeluarkan akar adventif, akan tetapi menghasilkan perbungaan saat tanaman dewasa. Cabang menjalar mengeluarkan akar yang menembus tanah pada tiap ruasnya. Daun pada cabang menjalar berukuran lebih kecil dibandingkan daun pada batang memanjat maupun cabang lateral. Cabang menjalar yang menempel pada tanaman inang akan tumbuh memanjat ke atas menjadi batang memanjat dan daunnya tumbuh melebar.

Batang Memanjat dan Cabang Lateral

Indumen. Variasi indumen batang yang ditemukan yaitu gundul dan meroma (pilose) (Gambar 6). Pada kemukus dijumpai indumen gundul sedangkan pada kemukus semu dijumpai indumen gundul dan meroma.

(30)

12

Tabel 2 Perbandingan morfologi kemukus dengan kemukus semu

Karakter Kemukus Kemukus Semu

Batang

Indumen batang Gundul Gundul

Meroma (pilose) Warna pucuk Magenta keabu-abuan Hijau muda Warna akar panjat Cokelat kemerahan Cokelat muda Kekuatan akar

panjat

Kuat Lemah

Tipe cabang lateral Menggantung Horizontal

Warna daun muda Cokelat keunguan hingga cokelat keabu-abuan

Aroma daun Beraroma kuat Tak beraroma

Bentuk helaian

(31)

13 Tabel 2 Perbandingan morfologi kemukus dengan kemukus semu (lanjutan)

Karakter Kemukus Kemukus Semu

Tipe perlekatan braktea

Duduk Memerisai

Duduk Susunan braktea Menyirap Saling bebas

Indumen braktea Gundul Berbulu balig

Warna braktea Kuning Hijau

Bentuk buah Membulat Membulat telur

Warna buah muda Hijau

Warna buah masak Merah kecokelatan Jingga

Aroma buah Beraroma kuat Tak beraroma-beraroma

lemah

Rasa buah Pahit-pedas Masam

(32)

14

Gambar 5 Perawakan pada kemukus dan kemukus semu. Tipe cabang terdiri atas batang memanjat (1), cabang lateral (2), dan cabang menjalar (3).

Gambar 6 Batang kemukus berindumen gundul (A) sedangkan batang kemukus semu berindumen gundul (B) dan meroma (anak panah) (C)

Gambar 7 Warna pucuk: hijau muda (A) dan magenta keabu-abuan hingga cokelat kemerahan (B). Warna akar panjat (anak panah): cokelat kemerahan pada kemukus (C) dan cokelat muda pada kemukus semu (D).

Tipe cabang lateral. Cabang lateral ada yang bertipe horizontal dan menggantung (Gambar 8). Cabang horizontal terdiri atas setidaknya satu hingga

A B C

A B C D

1 mm 1 mm

1

2

3

(33)

15 maksimal lima ruas. Cabang menggantung memiliki lebih dari enam hingga maksimal 15 ruas. Cabang tipe horizontal hanya dijumpai pada kemukus, sedangkan cabang menggantung dijumpai baik pada kemukus maupun kemukus semu.

Produksi pucuk lateral. Produksi pucuk lateral pada kemukus dan kemukus semu bervariasi dalam jumlahnya, meliputi jumlah pucuk sedikit dan banyak (Gambar 8). Produksi pucuk yang banyak ditandai dengan percabangan bertingkat pada cabang lateral, dijumpai pada kemukus dan kemukus semu.

C D

Gambar 8 Tipe cabang lateral: horizontal (A) dan menggantung (B). Produksi pucuk lateral: sedikit (C) dan banyak (D).

Cabang Menjalar

Cabang yang diamati pada penelitian ini meliputi cabang menjalar, batang memanjat, dan cabang lateral. Akan tetapi cabang menjalar hanya bisa diamati pada beberapa individu saja karena tidak semua individu memproduksi cabang menjalar. Tanaman kemukus memproduksi batang menjalar setelah berumur tiga tahun atau lebih. Selain itu, beberapa petani lebih suka menghilangkan/menyiangi cabang menjalar pada tanaman produktif agar penggunaan energi terkonsentrasi pada pertumbuhan dan produksi buah. Cabang menjalar berkualitas baik untuk stek batang dan lebih tahan lama usia tumbuhnya jika dibandingkan dengan batang memanjat maupun cabang lateral (komunikasi pribadi dengan petani Purworejo).

(34)

16

Daun

Seperti halnya karakterisasi cabang, daun yang diamati pada penelitian ini meliputi daun yang tumbuh pada cabang menjalar, batang memanjat, dan cabang lateral. Akan tetapi daun pada cabang menjalar hanya bisa diamati pada beberapa individu saja.

Indumen tangkai daun. Variasi indumen tangkai daun yaitu gundul dan meroma. Tangkai daun kemukus berindumen gundul sedangkan tangkai daun kemukus semu berindumen meroma (Gambar 9).

Gambar 9 Indumen tangkai daun: gundul (A) dan meroma (B)

Warna daun. Daun muda berwarna hijau muda (29A5-4) dan cokelat keunguan (10F5) hingga cokelat keabu-abuan (10E3). Kemukus memiliki daun muda berwarna cokelat keunguan hingga cokelat keabu-abuan, sedangkan pada kemukus semu hanya berwarna hijau muda. Daun dewasa kemukus dan kemukus semu berwarna hijau tua.

Indumen daun. Permukaan atas daun pada kemukus dan kemukus semu berindumen gundul (Gambar 10). Permukaan bawah daun memiliki indumen gundul atau meroma. Permukaan bawah daun kemukus memiliki indumen yang gundul, sedangkan pada kemukus semu memiliki indumen yang meroma.

Tekstur daun. Tekstur daun meliputi kusam, menjangat-mengkilap, dan seperti kertas-kusam (Gambar 10). Kemukus memiliki daun menjangat-kusam dan menjangat-mengkilap, sedangkan kemukus semu memiliki daun seperti kertas-kusam.

Aromadaun. Variasi aroma pada daun ada yang kuat dan tidak beraroma. Daun kemukus beraroma kuat, sedangkan kemukus semu daunnya tak beraroma.

Bentuk helaian daun. Daun kemukus pada cabang menjalar dan batang memanjat memiliki perbandingan ukuran yang sama yaitu 1:2, akan tetapi bentuk daunnya berbeda. Daun pada cabang menjalar membundar telur sedangkan daun pada batang memanjat membundar telur dan menjorong. Daun pada cabang lateral memiliki perbandingan 1:2-5 dan helaiannya menjorong, melonjong, hingga menjorong melanset. Daun kemukus semu pada cabang menjalar dan batang

1 mm 1 mm

(35)

17 memanjat memiliki perbandingan ukuran serta bentuk yang sama yaitu 1:2 dan membundar telur, sedangkan pada cabang lateral perbandingannya 1:2-5 dengan helaian yang menjorong, membundar telur hingga membundar telur melanset (Gambar 11).

Gambar 10 Indumen permukaan bawah daun: gundul (A) dan meroma (B). Tekstur daun: menjangat-kusam (C), menjangat-mengkilap (D), dan seperti kertas-kusam (E).

A B C D E

Gambar 11 Bentuk helaian daun: membundar telur (A), membundar telur melanset (B), menjorong melanset (C), menjorong (D), dan melonjong (E). Gambar dimodifikasi dari IPGRI 1995.

Pangkal daun. Pada kemukus, daun pada cabang menjalar berpangkal menjantung sedangkan daun pada batang memanjat berpangkal menjantung dan atau membundar (Gambar 12). Pangkal daun pada cabang lateral lebih bervariasi dibandingkan dua tipe cabang sebelumnya, yaitu menyerong, membaji simetri, dan membaji asimetri. Pada kemukus semu, daun pada cabang menjalar berpangkal menjantung sedangkan daun pada batang memanjat berpangkal menjantung dan membundar. Daun pada cabang lateral kemukus semu berpangkal membundar, membaji simetri, dan membaji asimetri.

A B C D E

Gambar 12 Pangkal daun: menyerong (A), membaji asimetri (B), membundar (C), menjantung (D) (gambar diambil dari IPGRI 1995), dan membaji simetri (E) (gambar oleh penulis)

(36)

18

Tepi dan ujung daun. Variasi tepi daun yaitu rata dan mengombak (Gambar 13). Kedua variasi ini dapat dijumpai pada kemukus dan kemukus semu. Ujung daun meruncing dan melancip (Gambar 14) dijumpai baik pada kemukus maupun kemukus semu.

A B

Gambar 13 Tepi daun: rata (A) dan mengombak (B). Gambar diambil dari IPGRI (1995).

A B

Gambar 14 Ujung daun: meruncing (A) dan melancip (B). Gambar oleh penulis.

Tipe pertulangan daun. Variasi tipe pertulangan daun yang dijumpai yaitu akrodromus dan kampilodromus (Gambar 15). Kedua tipe pertulangan daun dapat dijumpai pada kemukus semu, sedangkan pada kemukus hanya dijumpai tipe pertulangan daun kampilodromus. Pada pertulangan daun terdapat variasi pada posisi pangkal anak tulang daun terujung meliputi anak tulang daun yang berpangkal pada 1/10 panjang helai daun (C), 1/5 panjang helai daun (D), dan >1/5 panjang helai daun.

Postur longitudinal dan transversal daun. Postur longitudinal dan transversal daun diamati pada daun segar sebelum dikoleksi menjadi herbarium kering. Pada herbarium kering, karakter tersebut sulit diamati. Postur longitudinal daun rata dijumpai pada kemukus dan kemukus semu (Gambar 16). Postur berliuk hanya dijumpai pada kemukus, sedangkan postur tergulung balik hanya dijumpai pada kemukus semu.

Gambar 15 Tipe pertulangan daun: kampilodromus (A) dan akrodromus (B) (IPGRI 1995). Variasi posisi pangkal anak tulang daun terujung: berpangkal pada 1/10 panjang helai daun (C), berpangkal pada 1/5 panjang helai daun (D), dan berpangkal pada >1/5 panjang helai daun (E). Nilai diperoleh dari perbandingan jarak anak tulang daun terujung terhadap pangkal daun (x) dan panjang helai daun (y).

B D E

y

x

y

x C

A

x

(37)

19

Daun pada cabang menjalar kemukus memiliki postur transversal yang rata, sedangkan daun pada batang memanjat berpostur rata dan berujung meruncing ke bawah. Daun pada cabang lateral memiliki daun yang berpostur rata, berujung meruncing ke bawah, terlengkung balik, dan membusur. Pada kemukus semu, daun pada cabang menjalar berpostur rata, sedangkan daun pada batang memanjat dan cabang lateral memiliki variasi postur rata dan berujung meruncing ke bawah.

Gambar 16 Postur longitudinal daun (barisan atas): rata (A), berliuk (B), dan tergulung balik (C). Postur transversal daun (barisan tengah dan bawah): rata (D), berujung meruncing ke bawah (E), terlengkung balik (F), membusur (G).

Daun Penumpu

Bentuk daun penumpu. Daun penumpu hanya dapat dijumpai pada pucuk karena akan luruh saat daun tumbuh dewasa. Dijumpai dua tipe daun penumpu pada daun kemukus dan kemukus semu (Gambar 17). Batang memanjat dan cabang menjalar memiliki daun penumpu yang memelepah, melingkupi tangkai daun, sedangkan cabang lateral memiliki daun penumpu menyelaput bumbung yang melindungi kuncup daun.

Warna daun penumpu. Daun penumpu berwarna hijau pucat (29A3) dan cokelat keunguan (10F5) hingga cokelat keabu-abuan (10E3). Kemukus memiliki daun penumpu berwarna cokelat keunguan hingga cokelat keabu-abuan, sedangkan kemukus semu memiliki daun penumpu berwarna hijau pucat.

Perbungaan

Kemukus dan kemukus semu merupakan tanaman diesis yang memiliki perbungaan jantan dan perbungaan betina yang masing-masing tersusun dalam perbungaan. Perbungaan jantan hanya dijumpai pada satu nomor koleksi kemukus

G F

E D

(38)

20

yang berasal dari Magelang, sedangkan koleksi lainnya memiliki perbungaan betina.

Bentuk perbungaan. Perbungaan kemukus dan kemukus semu tersusun atas bunga yang melekat secara spiral pada sumbu bunga. Variasi perbungaan yakni berbentuk kerucut, menyilinder pendek, dan menyilinder panjang (Gambar 18). Kemukus memiliki perbungaan mengerucut (perbungaan betina) dan menyilinder panjang (perbungaan jantan). Perbungaan jantan kemukus dengan benang sari berjumlah 3–4 pada tiap bunganya berukuran lebih panjang daripada perbungaan betina. Kemukus semu memiliki variasi perbungaan betina yang mengerucut dan menyilinder pendek. Perbungaan jantan kemukus semu tidak diketahui karena individu jantan tidak ditemukan pada saat eksplorasi.

Gambar 17 Morfologi daun penumpu pada kemukus (A, C, E) dan kemukus semu (B, D, F). Batang memanjat (A, B) memiliki daun penumpu yang memelepah dan luruh saat daun tumbuh dewasa (anak panah), sedangkan daun penumpu pada cabang lateral (C, D) menyelaput bumbung dan luruh setelah kuncup daun membuka (E), terkadang masih terlihat menempel hingga kuncup daun membuka (F).

Indeks perbungaan. Indeks perbungaan adalah perbandingan jumlah perbungaan yang muncul dengan jumlah ruas pada tiap cabang lateral. Indeks tersebut dapat menunjukkan lebat atau tidaknya perbungaan yang dihasilkan. Terdapat dua variasi indeks perbungaan, yaitu indeks perbungaan rendah (≤0.5) dan tinggi (>0.5). Kemukus memiliki indeks perbungaan tinggi maupun rendah, sedangkan kemukus semu memiliki indeks perbungaan yang rendah.

Gambar 18 Bentuk perbungaan: kerucut (A), menyilinder pendek (B), dan menyilinder panjang (C)

A B C

(39)

21

Braktea

Bunga kemukus dan kemukus semu seperti halnya bunga Piper lainnya, merupakan bunga telanjang tanpa perhiasan bunga, dan dilindungi oleh daun pelindung (braktea).

Bentuk, tipe perlekatan, dan susunan braktea. Braktea dapat berbentuk membundar telur sungsang dan membundar (Gambar 19). Kedua bentuk braktea dimiliki oleh kemukus semu, sedangkan pada kemukus hanya dijumpai bentuk braktea yang membundar telur sungsang. Braktea menempel pada sumbu perbungaan dengan posisi duduk dan memerisai. Kedua tipe perlekatan dimiliki oleh kemukus semu, sedangkan pada kemukus hanya dijumpai tipe perlekatan memerisai. Braktea yang duduk memiliki susunan yang menyirap, sedangkan braktea yang memerisai memiliki susunan yang saling bebas.

Perbungaan muda kemukus semu memperlihatkan braktea yang hampir duduk. Seiring dengan perkembangan buah, perlekatan memerisai diidentifikasi dari braktea yang mulai terlihat bertangkai serta berkanjang (persistent) hingga buah masak (Gambar 20).

B C D

Gambar 19 Bentuk braktea: membundar telur sungsang (A) dan membundar (B). Tipe perlekatan dan susunan braktea: duduk-menyirap (C) dan memerisai-saling bebas (D).

Gambar 20 Tahap perkembangan braktea kemukus semu (P. caninum Blume) yang terlihat duduk pada perbungaan muda (A), mulai terlihat memerisai dan bertangkai pada perbungaan dewasa (B), dan berkanjang pada perbuahan (C)

Indumen dan warna braktea. Indumen pada braktea ada yang gundul dan berbulu balig (Gambar 21). Pada kemukus dijumpai braktea gundul,

A

1 mm 1 mm 1 mm

(40)

22

sedangkan pada kemukus semu dijumpai braktea yang berbulu balig. Warna braktea mempengaruhi penampakan warna perbungaan secara keseluruhan karena braktea merupakan organ dominan yang menutupi perbungaan saat bunga belum mekar sempurna.Warna braktea terdiri atas kuning dan hijau. Kemukus memiliki braktea berwarna kuning, sedangkan kemukus semu memiliki braktea berwarna hijau.

Gambar 21 Indumen braktea: gundul (A) dan berbulu balig (B). Warna braktea (anak panah): kuning (C) dan hijau (D).

Kepala Putik

Kepala putik memiliki cuping yang bervariasi. Kemukus memiliki kepala putik dengan 3–5 cuping, sedangkan kemukus semu memiliki kepala putik bercuping 2–3 dan 2–4 (Gambar 22).

Gambar 22 Perbungaan betina kemukus (A, B) memiliki putik bercuping 3, 4, dan 5; perbungaan kemukus semu (C dan D) memiliki putik bercuping 2, 3, dan 4 serta 2 dan 3

A B C D

1 mm

1 mm 1 mm

D C

(41)

23

Perbuahan

Tipe perbuahan. Ada dua tipe perbuahan, yaitu perbuahan renggang dan perbuahan rapat (Gambar 23). Perbuahan renggang terdiri atas buah yang tersusun tidak rapat karena memiliki tangkai buah yang panjang, sedangkan perbuahan rapat terdiri atas buah yang tersusun rapat dikarenakan memiliki tangkai buah yang pendek. Selain itu, perbuahan renggang terdiri atas buah yang berukuran tidak seragam dan beberapa belum berkembang dengan sempurna Perbuahan rapat dijumpai pada kemukus semu, sedangkan kemukus memiliki kedua tipe perbuahan.

Orientasi perbuahan. Orientasi perbuahan terdiri atas perbuahan lurus dan bengkok (Gambar 23). Kedua variasi tersebut ditemukan baik pada kemukus maupun kemukus semu.

Buah

Tangkai buah. Tangkai buah pada kemukus dan kemukus semu muncul dari sumbu perbuahan dan merupakan modifikasi dari tangkai putik. Terdapat tiga

variasi tangkai buah, yaitu sangat pendek (≤0.18 cm), pendek (0.23–0.5 cm), dan panjang (>0.5 cm) (Gambar 23). Kedua jenis kemukus semu memiliki tangkai buah yang sangat pendek, sedangkan kemukus memiliki variasi tangkai buah pendek dan panjang.

Bentuk dan pangkal buah. Bentuk buah kemukus bervariasi antara bulat dan membulat telur (Gambar 23). Semua buah kemukus berbentuk membulat, sedangkan buah kemukus semu berbentuk membulat telur. Pangkal buah berbentuk mementol dan menggasing. Kemukus memiliki buah berpangkal mementol maupun menggasing, sedangkan pada kemukus semu hanya dijumpai buah mementol.

Gambar 23 Tipe perbuahan: renggang (A) dan rapat (B). Orientasi perbuahan: lurus (C), bengkok (D). Bentuk buah: membulat telur (E) dan membulat (F). Pangkal buah: menggasing (G) dan mementol (H). Panjang tangkai buah: sangat pendek (≤0.18 cm) (I), pendek (0.23– 0.5 cm) (J), dan panjang (>0.5 cm) (K).

B D

E

F

G

H

I J K

(42)

24

Warna buah. Buah muda kemukus semu berwarna hijau, setelah dewasa buah berubah warna menjadi jingga kecokelatan serta berubah menjadi merah saat masak (Gambar 24E). Kemukus memiliki variasi buah muda yaitu hijau dan cokelat kekuningan (Gambar 24A-D). Buah muda hijau akan berubah menjadi hijau zaitun dan cokelat saat dewasa, sedangkan buah muda cokelat kekuningan akan berubah menjadi jingga kecokelatan saat dewasa. Buah muda berwarna hijau akan berubah warna menjadi merah kecokelatan dan jingga saat masak, sedangkan buah muda kuning kecokelatan akan berubah warna menjadi merah kecokelatan saja.

muda dewasa masak

Gambar 24 Perubahan warna selama pematangan dari buah muda-dewasa-masak pada kemukus (A, B, C, D) dan kemukus semu (E)

Tekstur kulit buah. Kulit buah memiliki variasi tekstur mengkilap dan kusam. Pada kemukus dijumpai dua tipe tekstur kulit buah, sedangkan pada

(E) (D) (C)

hijau (A)

(B)

hijau zaitun

merah kecokelatan

jingga

jingga kecokelatan

cokelat

hijau merah

hijau hijau zaitun

hijau

merah kecokelatan cokelat

kekuningan

merah kecokelatan

(43)

25 kemukus semu hanya dijumpai tekstur kusam (Gambar 25). Buah kering pada kemukus bertekstur keriput, sedangkan pada kemukus semu teksturnya mulus.

Indumen dan ketebalan perikarp. Indumen pada kulit buah bervariasi yaitu gundul dan berbulu balig. Indumen kulit buah tampak jelas jika diamati pada awetan basah buah (Gambar 25). Kemukus memiliki buah yang gundul, sedangkan kemukus semu memiliki buah yang berbulu balig. Variasi perikarp yang dijumpai yakni tebal dan tipis. Kemukus memiliki buah berperikarp tebal

(>0.5 mm), sebaliknya kemukus semu memiliki buah berperikarp tipis (≤0.4 mm).

Aroma dan rasa buah. Buah kemukus mengeluarkan aroma kuat yang khas, sementara pada buah kemukus semu aroma yang dihasilkan sangat lemah bahkan tidak mengeluarkan aroma sama sekali. Buah kemukus memiliki rasa yang pahit dan pedas seperti merica, sedangkan buah kemukus semu memiliki rasa masam.

Gambar 25 Tekstur kulit buah segar: mengkilap (A) dan kusam (B). Tekstur kulit buah kering: keriput (C) dan mulus (D). Indumen buah: gundul (E) dan berbulu balig (F). Sayatan membujur buah

berperikarp tipis ≤0.4 mm (G) dan tebal ≥0.5 mm (H). X: perikarp. Y: biji. Skala = 1 mm.

Anatomi Daun Kemukus dan Kemukus Semu

Sediaan paradermal daun memperlihatkan bentuk dinding antiklinal sel epidermis, tipe stomata (Gambar 26), serta tipe dan letak trikom (Gambar 27) pada kemukus dan kemukus semu. Jaringan epidermis adaksial pada kemukus dan kemukus semu memiliki bentuk dinding antiklinal sel yang lurus atau melengkung, bersisi empat sampai enam. Karakter yang sama juga diamati pada jaringan epidermis abaksial kedua jenis tersebut. Stomata pada kemukus bertipe siklositik dengan 5–6 sel tetangga yang mengelilingi sel penjaga secara melingkar. Sel penjaga stomata kemukus semu dikelilingi oleh 3–4 sel tetangga yang berbeda ukuran. Stomata tersebut bertipe anisositik dan tetrasitik. Baik daun kemukus

E F

A B

G H

(44)

26

maupun kemukus semu memiliki trikom berkelenjar pada epidermis adaksial dan epidermis abaksialnya. Namun, trikom sederhana hanya dijumpai pada kemukus semu dan terletak pada epidermis abaksial saja. Trikom berkelenjar terletak di antara 5–7 sel epidermis yang tersusun mengelilinginya. Tabel 3 disusun untuk memudahkan identifikasi kemukus dan kemukus semu berdasarkan karakter anatomi daun.

Tabel 3 Perbandingan anatomi daun kemukus dan kemukus semu

Karakter Kemukus Kemukus Semu

Tebal daun 385–431μm 245–272μm

Tebal jaringan tiang 45–97μm 45–62μm Tebal jaringan bunga

karang

80–85μm 38–56μm

Tipe somata Siklositik Anisositik

Tetrasitik

Tipe trikom Trikom berkelenjar Trikom berkelenjar Trikom sederhana Letak sel idioblas Hipodermis atas

Hipodermis bawah Jaringan bunga karang

Hipodermis atas Hipodermis bawah Diameter sel idioblas 30–55 μm

72–212 μm

30–49μm Sel sklereid Ada, terletak pada

hipodermis bawah

Tidak ada

Gambar 26 Sediaan paradermal daun menunjukkan bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial (A, D), abaksial (B, E), dan tipe stomata (C, F) pada kemukus (A-C) dan kemukus semu (D-F). Perbesaran 400x.

A B C

D E F

50 μm 50 μm

(45)

27

Gambar 27 Sediaan paradermal daun menunjukkan letak trikom berkelenjar (anak panah) pada permukaan adaksial (A, C) dan abaksial (B, D) pada kemukus (A, B) serta kemukus semu (C, D). Perbesaran 400x. Trikom sederhana (anak panah) hanya dijumpai pada epidermis abaksial kemukus semu (E). Perbesaran 100x.

Sayatan melintang daun kemukus dan kemukus semu menunjukkan posisi trikom berkelenjar (Gambar 28). Sayatan melintang tersebut juga memperlihatkan susunan jaringan daun dari adaksial hingga jaringan abaksial berturut-turut meliputi kutikula, epidermis adaksial, hipodermis atas, tiang, bunga karang, hipodermis bawah, dan epidermis abaksial (Gambar 29), serta letak sel idioblas (Gambar 30; 31). Jaringan hipodermis atas dan bawah terdiri atas dua lapis, sedangkan jaringan tiang terdiri atas satu lapis.

Daun kemukus (385–431μm) lebih tebal daripada daun kemukus semu (245–272μm), demikian pula ketebalan jaringan tiang dan bunga karangnya (Gambar 29). Ketebalan jaringan tiang pada kemukus 45–97μm, sedangkan pada kemukus semu 30–49μm. Ketebalan jaringan bunga karang pada kemukus 80μm– 85μm, sedangkan pada kemukus semu 38–56μm.

Gambar 28 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan sudan IV memperlihatkan trikom berkelenjar yang berwarna cokelat (anak panah) pada permukaan adaksial (A, C) dan abaksial (B, D) pada kemukus (A, B) dan kemukus semu (C, D). Perbesaran 400x.

Sel idioblas dijumpai pada jaringan hipodermis atas dan bawah baik pada daun kemukus maupun kemukus semu (Gambar 30). Diameter sel idioblas kemukus (30–55μm) dan kemukus semu (30–49μm) berukuran hampir sama. Pada jaringan hipodermis atas daun kemukus terdapat sel idioblas yang

A B

D

C

E

A B C D

Gambar

Tabel 2  Perbandingan morfologi kemukus dengan kemukus semu
Tabel 2  Perbandingan morfologi kemukus dengan kemukus semu (lanjutan)
Gambar 7 Warna pucuk: hijau muda (A) dan magenta keabu-abuan hingga
Gambar 8 Tipe cabang lateral: horizontal (A) dan menggantung (B). Produksi pucuk lateral: sedikit (C) dan banyak (D)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persentase fenotipe parental dan fenotipe rekombinan pada warna pucuk daun, warna permukaan atas tangkai daun, dan warna prmukaan bawah tangkai daun klon-klon F1 keturunan

Dalam konteks interaksi sosial antar pelaku ritual Obyek Wisata Gunung Kemukus yang terlihat dalam interaksi sosial tersebut adalah individu-individu yang berbeda

Karakter morfo-agronomi yang diamati adalah (1) karakter batang, meliputi: jumlah cabang produktif, tinggi tanaman (diukur dari bagian bawah batang hingga pangkal pucuk daun)

Tanpa pertolongan dan kesanggupan dari Tuhan, penulis tidak dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul “ Rekontruksi Ritual Pascakonflik di Obyek Wisata Religi Gunung

Pengamatan dilakukan dengan melihat warna daun pucuk dan disesuaikan dengan pilihan warna yang ada pada prosedur karakterisasi ubi kayu yaitu hijau muda, hjau tua, hjau keunguan,

berwarna hijau keabu-abuan, permukaan anak daun kasar dengan ibu tangkai anak daun berwarna hijau tua, anak daun muda berwarna hijau muda dan tua berwarna hijau

Kambea Pucuk berwarna hijau kemerahan; duri hanya pada anakan, berjajar pada kedua sisi pelepah; pelepah berwarna hijau, berpola cokelat seperti batik pada punggung pelepah

Kelompok II memiliki karakter warna buah semu masak kuning jingga; permukaan buah semu kasar dan kusam; ujung buah semu mendatar; bentuk buah semu mengerucut hingga membulat telur