• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN BURUNG Di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN BURUNG Di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KEANEKARAGAMAN BURUNG

Di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

Penanggung Jawab:

Lukita Awang Nistyantara, S.Hut, M.Si

Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

Tim Penyusun:

Nuraini S.Hut,Fendi Saputra S.Hut, Syahril Abdullah

Diterbitkan Oleh:

Balai TN Bogani Nani Wartabone

Jl . AKD Mongkonai Barat, Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara

Tlp. Telp, (0434) 22548, Fax. 22547

(3)

Ir. Wiratno Msc.

Direktur Jenderal KSDAE

(4)

T

aman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) adalah salah satu taman nasional yang mempunyai nilai keaneka-ragaman hayati yang tinggi dan daratan terluas di Pulau Sulawesi bahkan di kawasan wallacea, dengan luas Kawasan 282.008,757 Ha. Kawasan TNBNW mewakili 4 ekosistem, yaitu: hutan sekunder, hutan hujan dataran rendah, hutan hujan pegunungan rendah, dan hutan lumut. Kawasan ini menyimpan kekayaan hayati endemik dan unik karena merupakan bagian dari pusat wilayah Wallace. Wilayah geografis Wallace adalah tempat bertemunya margasatwa dan tumbuhan khas dari daratan Asia dan Australia. Nama Wallacea berasal dari nama seorang naturalis yang sangat terkenal di dunia, Alfred Russel Wallace, namun yang lebih penting lagi bahwa, pulau-pulau di kawasan Wallacea yang terisolasi di lautan menjadi arena evolusi jenis burung endemic yang luar biasa banyaknya.

TNBNW sejauh ini telah memberikan manfaat dengan fungsinya sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan. Penutupan lahan yang optimal dan kawasan yang relatif utuh menjadikan habitat alami berbagai jenis satwa antara lain Maleo (Macrocephalon maleo), Babirussa (Babyrousa babyrussa) dan Anoa (Bubalus sp) tetap terjaga. TNBNW memiliki 24 jenis mamalia, 200 jenis aves, 11 jenis reptilia, 2 jenis amfibia, 36 jenis kupu-kupu, 200 jenis kumbang, dan 19 jenis ikan air tawar. Sebagian besar satwa yang ada di taman nasional ini merupakan satwa khas/endemik Pulau Sulawesi. Daratan utama Sulawesi mendukung avifauna penetap sekitar 224 jenis burung darat dan air tawar, yang 41 jenis diantaranya

adalah endemic. Lebih dari 56 jenis terbatas di Sulawesi dan pulau pulau satelitnya termasuk Talaud, Sangihe, Banggai dan kep. Sula.

Pengelolaan kawasan TNBNW dengan pendekatan berbasis tapak atau Resort Based Management (RBM) yang mulai di-giatkan pada priode 2018, menunjang dalam pengumpulan data potensi pada kawasan. Buku keanekaragaman jenis burung ini merupakan hasil penerapan RBM pada 11 Resort, Buku ini menggambarkan berbagai jenis Burung yang dapat dijumpai langsung di kawasan TNBNW , dengan menyajikan 73 jenis dari 200 jenis burung yang ada, gambar-gambar yang ada pada buku ini di ambil oleh staf dan personil MMP saat melaksanakan tugas monitoring satwa pada jalur pengamatan. Transformasi dan inovasi dalam mengelola kawasan TNBNW diharapkan mampu melindungi segala hidupan liar menakjubkan yang ada di dalamnya, sekaligus memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat sekitarnya. Semoga lahirnya buku ini bermanfaat bagi berbagai pihak dan menumbuhkan kesadaran konservasi, serta mampu mendukung pelaksanaan pengelolaan Taman Nasional Bogani nani wartabone.

Kotamobagu, September 2018

Lukita Awang Nistyantara

Kata

Pengantar

Lukita Awang Nistyantara

Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

(5)

Daftar Isi

I. Halaman Pengesahan ... 3

II. Kata Pengantar Direktur Jenderal KSDAE ... 5

III. Kata Pengantar Kepala Balai TNBNW ... 7

IV. Daftar Isi ... 8

V. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone ... 10

Keanekaragaman Burung

Taman Nasional Bogani Nani wartabone

ANHINGIDAE Pecuk Ular (Anhinga melanogaster) .... 14

ACCIPITRIDAE Elang alap ekor totol (Accipiter trinotatus) ... 16

Elang Ular Sulawesi (Spilornis rufipectus)_ Endemik ...17

Elang alap kepala kelabu (Accipiter griseiceps) ...19

Elang Ikan Kecil (Ichthyophaga humilis) ...22

Elang Sulawesi (Spizaetus lanceolatus)_ Endemik ...23

CICONIIDAE Bangau sandang-lawe (Ciconia episcopus) ... 26

RALLIDAE Mandar hitam (Fulica atra) ... 35

Mandar Muka Biru (Gymnocrex rosenbergii) _Endemik ... 36 MUSCICAPIDAE Sikatan matari (Culicicapa heliantea) ... 37 PYCNONOTIDAE Cucak kutilang ANATIDAE Itik Benjut (Anas gibberifrons) ... 27 MEGAPODIIDAE Maleo senkawor (Macrocephalon maleo) _ Endemik ... 28 MEROPIDAE Cirik-cirik sulawesi (Meropogon forsteni) _ Endemik ...34

17

108

36

70

COLUMBIDAE Merpati Hitam Sulawesi (Turacoena manadensis) _Endemik ... 40 Uncal Ambon (Macropygia amboinensis) ... 41 Delimukan Zamrud (Chalcophaps indica) ... 42 Delimukan Timur (Chalcophaps stephani) ... 44

Pergam Hijau (Ducula aenea) ... 46

Walik Malomiti (Ptilinopus subgularis) _Endemik ... 48

Walik Kembang (Ptilinopus melanospila) ... 49

Punai Penganten (Treron greiseicauda)... 50

Punai Gading (Treron vernans) ... 52

CUCULIDAE Wiwik Uncuing (Cacomantis sepulcralis) ... 61 Kadalan Sulawesi (Phaenycophaeus calyorhincus) _Endemik ... 62 Tuwur Sulawesi (Eudynamis melanorhynca) _Endemik ... 63 ALCEDINIDAE Raja Udang Merah Sulawesi (Ceyx fallax) _Endemik ... 90

CORACIIDAE Tiong Lampu Sulawesi (Coracias temminckii)_Endemik ... 94 BUCEROTIDAE Kangkareng Sulawesi (Pnelopides exarhatus)_Endemik ... 96 Julang Sulawesi_sdh (Aceros cassidix)_Endemik... 98 PICIDAE Caladi Sulawesi (Dendrocops temminckii)_Endemik ... 104

Pelatuk Kelabu Sulawesi (Mulleripicus fulvus)_Endemik ... 105 TIMALIIDAE Pelanduk Sulawesi (Trichastoma celebensis) _Endemik ... 117 TURDIDAE Anis Punggung Merah (Zoothera erythronota) _Endemik ... 118 MONARCHIDAE Kehicap Ranting (Hyphotimis azurea) ... 120 ARTAMIDAE Kekep Sulawesi (Artamus monachus)_Endemik ... 122 NECTARINIIDAE Burung Madu Sriganti (Nectarinia jugularis) ... 130

Burung Madu Kelapa (Anthreptes malacensis) ... 134

Burung Madu Hitam (Nectarinia aspasia) ... 136

Burung madu sepah raja (Aethoyga siparaja) ... 137

DICAEIDAE Cabai Panggul Kuning (Dicaeum aureolimbatum) _Endemik ... 138

Cabai Panggul Kelabu STURNIDAE Blibong Pendeta (Streptocitta albicolis) _Endemik ... 124 Jalak alis-api (Enodes erythrophris) _Endemik ... 125

Jalak Tunggir Merah (Scissirostrum dubium)_Endemik ... 126

Raja Perling Sulawesi (Basilornis celebensis)_Endemik ... 128

ZOSTEROPIDAE Kaca Mata Dahi Hitam (Zosterops atrifrons)... 129

CORVIDAE Gagak Hutan (Corvus enca) ... 116

ORIOLIDAE Kepodang Kuduk Hitam (Oriolus chinensis) ... 114

CAMPEPHAGIDAE Kepudang Sungu Belang (Coracina bicolor)_Endemik... 108

Kepudang sungu biru (Coracina temminckii)_Endemik ... 110

DICRURIDAE Srigunting Jambul Rambut (Dicrurus hottentottus)_Endemik ... 112 PITTIDAE Pita Sulawesi (Pitta erythrogaster) ... 106 PSITTACIDAE Kring-kring bukit (Prioniturus platurus) _Endemik ... 54

Perkici Dora (Trichoglossus ornatus) ... 56

Kring-kring Dada Kuning (Prioniturus flavicans) _Endemik ... 57

Serindit paruh-merah (Lorinculus exilis) ... 58

Serindit Sulawesi (Loriculus stigmatus) _Endemik ... 60

CENTROPIDAE Bubut Sulawesi (Centropus celebensis) _Endemik ... 64

Bubut Alang-alang (Centropus bengalensis) ... 65

TYTONIDAE Serak Sulawesi (Tyto rosenbergii) _Endemik ...68

STRIGIDAE Punggok Coklat (Nynox punctulata) _Endemik ... 70

Celepuk Sulawesi (Otus manadensis) _Endemik ... 72

CAPRIMULGIDAE Taktarau Besar (Eurostopodus macrotis) ... 74

MOTACILLIDAE Kicuit batu (Motacilla cinerea) ... 75

PASSERIDAE Burung Gereja Erasia (Passer montanus) ... 76

Bondol Rawa (Lonchura malacca) ... 78

Bondol Taruk (Lonchura malacca) ... 79

HALCYONIDAE Cekakak Hutan Tunggir Hijau (Actenoides monachus) _Endemik ... 80

Raja Udang Pipi Ungu (Cittura cyanotis) _Endemik ... 82

Cekakak merah (Halcyon coromanda) ... 85

Cekakak sungai (Halcyon chloris) ... 86

103

(6)

T

aman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) adalah salah satu taman nasional yang mempunyai nilai keanekaragaman hayati yang tinggi dan daratan terluas di Pulau Sulawesi, kawasan TNBNW memiliki arti yang sangat penting dan strategis bagi bangsa Indonesia dalam mendukung kelangsungan dan keberhasilan pem-bangunan nasional.

Pengelolaan TNBNW dilakukan oleh Balai TNBNW yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Ling-kungan Hidup dan Kehutanan dengan tugas utama pe-nyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan konservasi, pe-manfaatan jasa lingkungan dan pengelolaan flora dan fauna secara in-situ berdasarkan ketentuan peraturan per-undang-undangan.

Berdasarkan pengelolaan jangka panjang TNBNW me-ngusung visi “Sebagai kawasan konservasi terdepan dalam

pengelolaan keanekaragaman hayati khas wallacea”

Visi tersebut mengandung pengertian bahwa tujuan pengelolaan kawasan TNBNW secara ideal diprioritaskan pada aspek kelestarian kawasan. Sejalan dengan itu, potensi kawasan TNBNW diharapkan tetap dapat dimanfaatkan secara optimal bagi peningkatan kesejahteraan

ma-syarakat di sekitar kawasan TNBNW. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone ditetapkan de-ngan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 724/kpts-II/93, tanggal 8 November 1993 dengan luas 287.115 ha. Kawasan ini terletak pada

00O20’–00O49’ LU dan 123O08’–124O14’ BT.

Kawasan TNBNW tersebar pada 4 wilayah

Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Provinsi Sulawesi Utara). Kawasan TNBNW dapat dicapai melalui 2 pintu ma-suk, yaitu Kotamobagu dan Gorontalo. Lokasi-lokasi kawasan TNBNW yang sudah dikembangkan dapat dimasuki dengan mudah dari Kotamobagu adalah Doloduo dan Toraut. Alter-natif lainnya adalah melalui Lombongo dan Bone Pantai.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.325/Menhut-II/2010 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Propinsi Gorontalo, luas Taman Nasional di Provinsi Gorontalo adalah 104.803,757 ha. Sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 734/Menhut-II/2014 yang telah

177.115 ha. Dengan demikian, luas total TNBNW sekarang ini adalah 282.008,757 ha. Berdasarkan SK 32/KSDAE/SET/ KSDAE.0/2/2016 tanggal 9 Febru-ari 2016, zonasi TNBNW, yaitu: (1) Zona Inti seluas 175.120,676 ha; (2) Zona Rimba seluas 74.701,396 ha; (3) Zona Pemanfaatan seluas 23.223,836 ha; dan (4) Zona Re-habilitasi seluas 8.962,848 ha.

Profil

TNBNW

Flora

Kawasan TNBNW memiliki potensi flora yang cukup tinggi, diperkirakan setidaknya terdapat lebih kurang 400 jenis tumbuhan, lebih kurang 120 jenis anggrek (epifit) dan sekitar 90 jenis tumbuhan berkayu. Adapun tumbu-han yang khas dan langka di kawasan TNBNW diantara-nya palem matayangan (Pholidocarpus ihur), kayu hitam (Diospyros celebica), kayu besi (Intsia spp.), kayu kuning (Arcangelisia flava) dan bunga bangkai (Amorphophallus campanulatus). Adapun tumbuhan yang umum dijumpai seperti Piper aduncum, Trema orientalis, Macaranga sp., cempaka, agathis, kenanga, dan tanaman hias.

Fauna

TNBNW sejauh ini telah memberikan manfaat dengan fungsinya sebagai perlindungan sistem penyangga ke-hidupan. Kawasan ini merupakan daerah tangkapan air bagi Daerah Aliran Sungai (DAS) Ongkau-Dumoga dan DAS Mongondouw yang keduanya yang telah berkontribusi menjaga dan menyediakan air bagi masyarakat di sekitarnya. Penutupan lahan yang optimal dan kawasan yang relatif utuh menyediakan peluang TNBNW menjalankan fung-sinya sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan sekaligus pengawetan keanekaragaman hayati. Kawasan ini merupakan habitat alami jenis satwa kunci (key species) adalah Babirussa dan Anoa.

TNBNWmemiliki 24 jenis mamalia, 64 jenis aves, 11 jenis reptilia, 2 jenis amfibia, 36 jenis kupu-kupu, 200 jenis kumbang, dan 19 jenis ikan air tawar. Sebagian besar sat-wa yang ada di taman nasional ini merupakan satsat-wa khas/ endemik P. Sulawesi. Mamalia antara lain satwa endemic monyet hitam/Yaki (Macaca nigra), monyet Dumoga Bone (M. nigrescens), M. hecki, tangkasi (Tarsius spectrum), mu-sang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii), mumu-sang (Viverra tangalunga), kus-kus besar (Phalanger ursinus), kus-kus kecil (P. celebensis), babi liar Sulawesi (Sus celebensis), anoa besar (Bubalus depressicornis), anoa kecil (B. quarlesi), babirusa (Babyrousa babyrussa), beberapa jenis tikus yang hanya dijumpai di Sulawesi bagian Utara (Bunomys fratrorum, Taeromys taerae, dan Rattus marmosurus) dan kelelawar bone TNBNW menyimpan kekayaan hayati endemik dan

unik karena merupakan bagian dari pusat wilayah Wallace. Wilayah geografis Wallace adalah tempat bertemunya margasatwa dan tumbuhan khas dari daratan Asia dan Australia. Kawasan TNBNW mewaki-li 4 ekosistem, yaitu: hutan sekunder, hutan hujan pe-gunungan rendah, hutan hujan dataran rendah, dan hutan lumut. Bentukan alam berupa sungai, dan habi-tat bagi berbagai jenis primata memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai kegiatan wisata minat khusus (wisata alam terbatas) dan penelitian pengembangan ilmu pengetahuan.Potens yang dimiliki oleh TNBNW ini belum dimanfaatkan secara optimal.

Kawasan TNBNW merupakan hulu dari sungai-sungai yang mengalir di wilayah Kabupaten Bolaang

Mongon-dow, Bolaang Mongondow Utara, Bolaang Mongondow Selatan dan Kabupaten Gorontalo serta Kabupaten Bone Bolango. Kawasan ini merupakan daerah tangkapan air bagi Daerah Aliran Sungai (DAS) Dumoga Mongondow,

DAS Sangkup Langi, DAS Molibagu, DAS Bone Pantai, dan DAS Bolango – Bone.

Potensi

TNBNW

Ekosistem

Wisata

Taman Nasional Bogani Nani wartabone Memiliki Potensi wisa-ta yang dikenal baik di tingkat lokal, regional bahkan internasional , ter-dapat beberapa obyek wisata alam di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Di wilayah Kabu-paten Bolaang Mongondouw di antaranya adalah tempat penelu-ran dan habitat maleo (Macro-cephalon maleo) di Tambun, habitat tarsius (Tarsius spectrum) di Kosinggolan dan Toraut, serta panorama alam dan air terjun di Toraut. Obyek wisata alam yang menonjol di wilayah Kabupaten Gorontalo antara lain adalah panorama alam, air terjun, dan sumber air panas di Lombongo

Salah satu atraksi wisata Terbatas TNBNW yang menarik adalah Pengamatan Burung pada Lokasi Tambun , Muarapusian dan hungayono ketiga lokasi ini merupakan tempat pengamatan burung dan pendidikan konservasi sekaligus tempat suaka satwa Maleo ( Sannctuary) yang merupakan upaya konservasi yang dilaksanakan oleh TNBNW untuk menjaga dan melestarikan keberadaan burung Maleo sebagai satwa kunci di TNBNW. Sanctuary merupakan Suatu unit manajemen spesies untuk kepentingan konservasi dan atau kesejahteraan kehidupan liar yang mempunyai fungsi antara lain untuk tempat penyelamatan, rehabilitasi, perkembangbiakan dalam rangka proses peningka-tan populasi. Terben-tuknya pusat pengem-bangbiakan satwaliar terancam punah telah memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap perkem-bangan populasi dan

(7)

Kontributor

Resort Bolango

Janis Talamati, Abdul Jumardin Sawal, Kusman U Saleh. Ishak Nasaru, Omi Ishak, Sulaiman Pasuru

Resort Bone

Daru H Kamba, Kamsul Ismet, Yustus Maga, S.Hut, Umar Busura, Muhammad Huntuo, Adam tahir

Resort Tulabolo Pinogu

Syamsudin B Ali, Sudarsono, Agus Anto Juanto, S.Hut, Taufik Nadjamuddin, Ardin Mokodompit, Fajar Talib, Vadli Dui

Resort Bone pantai

Muhazir Madina, S.Hut, Jusuf Abdullah, Ferdiyanto Podungge, S.Hut, Yeri H. Sumombo, Forman A Kono, Siswanto Masaguni

Resort Dumoga Barat

Idjong Datunsolang, Hikmah Mamonto, Tarso, Ferry Aula, Suyudin Gumohung, Ahmadi M. Alias, Nandong Bonde, Moh. Jamal Worang., Sutrisno Kobandaha,

Resort Dumoga Utara

Muh. Nur Amamah, Untung Mardudin Mael, Jemmy B. Lewi, Hanri L. Pawiro, Amirudin Potabuga, Arman Lewi, Agus Liongkim Masape

Resort Dumoga Timur Lolayan

Max Welly Lela, Ramli Ginoga, Herman H. Lumenta, S.Hut, Sumarlan, Ramanda Lela, Mujahidin Tungkagi, Andro Jamal Mondo

Resort Pantai Selatan

Asep Solihin, Petrus L. Datu, I Ketut Suyasa, Marten Manorek, Ibrahim Talib, Mendra Munda

Resort Lolanan

Zaenal Arifin, Junaid, Steven H. Rondonuwu, Stenli Paputungan, Tedy Dilapangan, Sakrabin Gonibala, Sakrabin Gonibala, Nurhadi Dotulong

Resort Boroko

Frets Manopo, Richard M. Montolalu, Erwin Tamara, Rahmad Rivandi Makalalag

Resort Pinogaluman

(8)

Pecuk-ular asia

adalah spesies burung dari keluarga Anhingidae,

dari genus Anhinga. Burung ini merupakan jenis burung pemakan ikan yang memiliki habitat pada genangan air luas, danau, sungai besar. tersebar sampai ketinggian 1.400 m dpl. Pecuk-ular memiliki tubuh berukuran besar (84 cm). Burung air seperti pecuk dengan leher ramping dan sangat panjang. Kepala sempit kecil. Kepala dan leher coklat, ada setrip dagu putih sepanjang leher. Bulu bagian lain kehitaman, bulu penutup putih halus dengan pinggir hitam.

dalam jangka waktu lama. Mampu mengurangi daya apung, yang tampak hanya kepala saja waktu berenang. Bulu menyerap air, mengepakkan sayap dan berlari di atas air saat akan terbang. Bertengger lama untuk mengeringkan bulu. Berkumpul dalam kelompok di atas pohon gundul. Bersarang dalam koloni bersama burung air lain. Sarang berupa tumpukan ranting pada pohon tinggi dekat pantai. Telur berwarna keputih-putihan, jumlah 2-4 butir. Berbiak bulan Desember-Maret, Maret-Juni. Jenis ini dapat di jumpai di TN Bogani nani

Pecuk ular

(Anhinga melanogaster)

(9)

Elang alap ekor-totol

(Accipiter trinotatus)

Elang-alap ekor-totol (Accipiter

trinotatus)

adalah spesies burung pemangsa dari famili Accipitridae. Burung ini menyebar terbatas (endemik) di Pulau Sulawesi dan pulau-pulau satelitnya di TNBNW dapat di temukan hampir di seluruh lokasi. Umum didapati di hutan pamah, hutan perbukitan, dan hutan pegunungan bawah, elang ini tercatat hingga ketinggian 1.950 m dpl.

ACCIPITRIDAE

Elang ular sulawesi

(Spilornis rufipectus)

Elang-Ular Sulawesi memiliki nama latin Spilornis rufipectus. dalam bahasa Inggris disebut dengan Sulawesi Serpent Eagle. Burung ini adalah salah satu burung endemik Indonesia.

Elang-Ular Sulawesi merupakan salah satu raptor berukuran medium. Panjangnya berkisar antara 41 hingga 50 cm. Ciri-ciri elang-ular sulawesi bisa anda lihat sendiri pada gambar yang menyertai artikel ini. Namun satu hal yang cukup menjadi ciri khas dari elang jenis ini adalah kepalanya berwarna hitam dengan bulu.

Daerah penyebaran elang-ular-Sulawesi tentu saja di daerah Pulau Sulawesi dan sekitarnya, termasuk Kepulauan Sula. Yang perlu dicatat adalah ada 2 subspesies dari elang-ular sulawesi yaitu jenis rufipectus yang tersebar mulai dari Sulawesi, Siau, Talisei, Lembeh, Kep. Togian, Salayar, Muna dan Butung. serta elang-ular sulawesi jenis sulaensis

yang tersebar mulai dari Kepulauan Banggai (Peleng, Banggai, Lalobo); Kepulauan Sula (Taliabu, Mangole, Sanan). Di TNBNW jenis ini dapat ditemukan di

beberapa lokasi, antara lain: Hungayono, Muara Pusian dan Toraut.

Habitat elang-ular Sulawesi tersebar mulai dari hutan-hutan di dataran rendah hingga hutan-hutan di daerah pegunungan dengan ketinggian mencapai 2200 m di atas permukaan laut. Belum ada informasi pasti mengenai musim kawin burung jenis ini. Namun diperkirakan musim kawin mereka berlangsung sekitar bulan Januari hingga April.

Saat ini populasi elang-ular sulawesi berada pada status “Beresiko Rendah (LC)”. Namun jika perburuan ilegal terus berlangsung, populasi elang-ular sulawesi bisa semakin terancam.

(10)

Elang-alap

kepala-kelabu

(Accipiter griseiceps)

Elang-alap kepala-kelabu (Accipiter griseiceps) adalah spesies burung

pemangsa dalam famili Accipitridae. Burung ini endemik dan peyebarannya hanya terbatas di Pulau Sulawesi, Pulau Togian, Pulau Muna, dan Pulau Bitung. Di TNBNW jenis ini dapat di jumpai di beberapa lokasi, diantaranya Hungayono dan Muarapusian

(11)

Elang-alap kepala-kelabu

(12)

Burung Elang Ikan Kecil

masih satu kerabat dengan Elang Ikan Kepala Kelabu Ichthyopaga icthyaetus. Jenis elang ikan yang lebih sering dijumpai dipinggiran hutan yang kondisi sungainya masih bagus ini masuk dalam Ordo Falconiformes, Familly Accipitridae, Genus Icthyophaga. Elang yang dalam bahasa inggris bernama Lesser Fish Eagle ini di Publikasi pertama oleh Salomon Muller dan Herman Schlegel pada tahun 1841.

Burung ini berukuran sedang sekitar 60 cm memiliki bulu dengan warna kecoklatan. Warna abu-abu terlihat dari kepala, leher dan dada serta warna bagian perut putih. Dibandingkan Elang-ikan Kepala-kelabu jenis ini memiliki ukuran lebih kecil dan ekor gelap. Untuk individu remaja memiliki warna coklat lebih pucat dan tubuh bagian bawah kuning tua polos. Bagian warna iris atau lingkar mata kuning atau coklat dengan warna paruh abu-abu gelap. Kaki abu-abu.

Habitat dan Kebiasaan

Menghuni hutan dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 1500an meter. Lebih sering ditemukan di pinggir sungai dengan kondisi air yang masih alami. Kebiasaan di alam elang ikan kecil akan bertengger disalah satu dahan di atas sungai sambil menunggu ikan yang muncul ke permukaan, menangpak ikan dari tenggeran dan membawa ke pohon dengan kedua kakinya. Menghabiskan waktu dengan berpindah-pindah tempat bertengger di pinggir sungai atau danau dan hanya sesekali soaring.

Makanan

Namanya juga elang ikan pasti makanan utamanya ikan. Cara berburu yang menarik dan biasa untuk jenis elang dalam hal menangkap mangsanya. Bergerak

menangkap ikan pada saat ikan muncul ke permukaan. Bergerak cepat dari tenggeran yang dekat dengan aliran air ke permukaan air untuk menangkap ikan.

Penyebaran

Dari sisi sebaran burung elang ini tersebar sangat luas mulai dari kawasan Himalaya, Asia Tengara, Semenanjung Malaysia, Kalimantan, Sumatra dan Sulawesi. Di TN Bogani Nani Wartabone, jenis ini sering di jumpai di lokasi Muarapusian pada Sekitar Sungai Pusian yang berada pada Desa Pusian Barat

Elang-Ikan Kecil

(13)

Elang Sulawesi

(Spizaetus lanceolatus)

Elang Sulawesi (Sulawesi Hawk Eagle) yang memiliki nama latin Spizaetus lanceolatus, berukuran sedang sekitar 64 cm dari kepala sampai ekor, kepala terlihat botak tanpa jambul dan dada berwarna coklat-kemerahan. Sayap coklat gelap, tubuh bagian bawah putih polos. Kebiasaan Elang ini adalah mendiami hutan primer dan hutan sekunder tua yang berbatasan dengan daerah terbuka pada ketinggian 250-2000 m.

Bertengger di dahan yang tersembunyi menunggu mangsa, kemudian menukik cepat untuk menyerang mangsa. Lebih suka berburu di padang rumput terbuka sekitar hutan.

Elang Sulawesi dapat menunjukkan sehatnya suatu habitat dan ekosistem hutan serta mengindikasikan adanya nilai penting keanekaragaman hayati di

dalamnya dan meduduki nilai penting dalam rantai makanan yaitu sebagai predator teratas.

Didalam perkembang biakannya, Elang ini tercatat bersarang pada bulan Agustus, sarang berada 20 m di atas permukaan tanah pada pohon yang besar dan dipenuhi epifit. Jenis ini dapat dijumpai hampir di setiap tempat di TNBNW.

(14)

Bangau sandang-lawe

(Ciconia episcopus)

Itik benjut

(Anas gibberifrons)

Itik benjut (Anas gibberifrons) burung

yang berjenong ini dapat ditemukan di

kawasan Pulau Serangan. Meski tidak

banyak namun burung ini mudah dikenali

dengan jenong yang ada di bagian

atas kepalanya. Jenis ini memang itik

yang umum di Jawa dan Bali. Badanya

berwarna cokelat , pada saat terbang

terlihat warna putih di bagian sayap

dan tentu saja jenongnya. Burung ini

mempunyai perbedaan suara dari jenis

yang jantan dan juga betina. Untuk jantan

suaranya yaitu “pip” dan yang betina yaitu

terkeheh (biasanya terjadi malam hari).

Itik benjut tersebar dari Andaman,

Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, Jawa

, Bali, dan Lombok. Burung ini sering

berpasangan atau dalam jumlah

kelompok kecil menghuni rawa yang

ada di mangrove, rawa, payau, laguna

dan sungai. Burung ini biasanya terkenal

sensitif. Pengamat harus berhati - jika

ingin mengabadikan foto dari hewan ini.

Terdengar suara sedikit saja burung ini

akan terbang menjauh.

Bangau Sandang lawe biasa disebut juga sebagai bangau hitam disebut Ndao. Dalam bahasa Inggris mempunyai nama

Woolly-necked Stork atau White Woolly-necked stork. Nama

ini didapatkan lantaran sepintas burung ini tampak seperti sedang mengenakan songkok hitam dan berkalung surban putih. Burung dengan berukuran cukup besar. Panjang tubuhnya mencapai 86 cm. Mahkota

putih.Sayap dan ekor hitam berkilau. Dada bergaris dan paha hitam. Perut bawah dan ekor bawah putih. Kulit muka abu-abu. Iris mata berwarna coklat. Paruhnya hitam dengan ujung berwarna merah. Dan kakinya berwarna merah buram. Bangau hitam atau sandang lawe (Ciconia episcopus) membuat sarang dari tumpukan ranting pada pohon tinggi. Dalam sekali bertelur menghasilkan

yang memakan ikan, katak, kodok, ular, kadal, serangga besar, larva, hingga kepiting, moluska dan invertebrata laut. Habitat burung bangau sandang-lawe adalah padang rumput, sungai, rawa, rawa di daerah hutan gambut, hingga ekosistem buatan seperti sawah hingga perkebunan. Pada lokasi TN Bogani Nani wartabone biasa di temukan di dekat sungai

(15)

Maleo senkawor

(Macrocephalon maleo)

(16)
(17)

Burung Maleo (Macrocephalon maleo SAL.

MULLER, 1846) dikenal dengan nama daerah

Maleosan (Minahasa) atau Tuangoho (Bolaang

Mongondow). Jenis ini merupakan jenis endemik

Sulawesi, menyebar di seluruh wilayah Propinsi

di Pulau Sualwesi. IUCN mencantumkan satwa

ini ke dalam Red Data Book dengan kategori

terancam punah (IUCN, 2009), sedangkan CITES

memasukkan jenis ini ke dalam Appendix 1,

artinya tidak boleh diperdagangkan untuk tujuan

komersil.

Beberapa keunikan burung maleo antara lain :

Ukuran telur yang cukup besar dibandingkan

dengan ukuran fisik burung maleo

Telur burung maleo 5-6 kali lebih besar

dibandingkan dengan telur ayam, sementara

ukuran tubuh burung maleo tidak jauh berbeda

dengan ukuran tubuh ayam kampung.

Burung maleo meletakkan telur di dalam

tanah, bukan di dalam sarang

Berbeda dengan jenis burung pada umumnya,

burung maleo tidak meletakkan telurnya di

dalam sarang melainkan di dalam tanah pada

kedalaman 30 – 150 cm tergantung suhu tanah

dimana telur diletakkan.

Burung Maleo tidak mengerami telurnya

Burung maleo menggantungkan penetasan

telurnya pada alam yaitu panas matahari atau

geotermal, bukan dengan cara mengerami

telurnya. Suhu tanah atau pasir yang ideal

untuk penetasan telur burung maleo berkisar

antara 34 – 40oC (Gunawan, 1994). Lama

waktu penetasan telur burung maleo di

alam berkisar antara 60 – 90 hari (Birdlife

(18)

Cirik-cirik sulawesi

(Meropogon forsteni)

Cirik-cirik sulawesi (Meropogon forsteni) adalah spesies burung cirik-cirik dalam suku Meropidae. Burung ini endemik di Pulau Sulawesi, menghuni tepian hutan bekas tebangan dan rumpang di hutan primer dan sekunder yang tinggi, biasanya di lereng-lereng yang curam atau di perbukitan dan pegunungan.

Mandar hitam

(Fulica atra)

Mandar hitam (Fulica atra) adalah spesies burung dalam famili Rallidae. Burung ini sering terlihat di rawa dan sungai sekitar kawasan TNBNW memiliki suara nyaring dengan ukukuran badan sedang bulu dominan hitam.

(19)

Sikatan matari

(Culicicapa heliantea)

Mandar muka-biru

(Gymnocrex rosenbergii)

Mandar Muka-Biru memiliki nama

latin Gymnocrex rosenbergii. Dalam bahasa Inggris burung endemik Sulawesi ini dikenal dengan nama Bald-faced Rail, atau

Blue-faced Rail. Sering juga disebut dengan

nama Schlegel’s Rail.

Habitat Burung Mandar Muka-Biru adalah di

daerah hutan tropis dengan ketinggian sekitar 150-900 m di atas permukaan laut. Namun penemuan terbaru menunjukkan bahwa

burung ini juga terlihat menghuni daerah dengan ketinggian mencapai 1.700 m dpl.. Dulu burung ini terlihat di banyak wilayah di Sulawesi. Namun saat ini sepertinya jumlahnya tidak sebanyak dulu. Bahkan diperkirakan sudah banyak yang menghilang dari semenanjung Minahasa, dan dataran rendah di Sulawesi. Diperkirakan jumlahnya saat ini tersisa sekitar 2,500-9,999 ekor burung mandar muka biru dewasa.

Burung mandar muka biru merupakan penerbang yang buruk. Oleh sebab itu kebanyakan dari mereka tinggal menetap di suatu daerah. Mereka juga merupakan burung terestrial (banyak menghabiskan waktunya di permukaan tanah), dan senang tinggal di dekat aliran sungai.

Sampai tahun 2008, Redlist IUCN menetapkan populasi burung Mandar muka-biru berada dalam status “Rentan (VU)”.

Nama Lokal : Leme/Tida Ngkuni/Sia

Ciri Umum : Panjang tubuh 11,5cm. Tubuh atas kuning zaitun dengan tunggir kuning, tubuh bawah kuning terang. lingkaran mata kuning.

Daerah Sebaran : Subkawasan Sulawesi dan Kep. Sula, Filiphina

Status dan Habitat : Sangat umum ditemukan dikawasan ini, terutama ditepi sungai kecil didalam hutan, tepi sungai besar dan danau, atau ditepi hutan dekat perladangan atau perkebunan. Umumnya hidup berkelompok dalam jumlah kecil maupun jumlah besar. Dari dataran rendah sampai ketinggian 2300m, sebagian besar antara 500-1500m

(20)

Cucak kutilang

(Pycnonotus aurigaster)

Cucak Kutilang atau Kutilang adalah

sejenis burung pengicau dari suku Pycnonotidae. Orang Sunda menyebutnya cangkurileung, orang Jawa menamainya ketilang atau genthilang, mengikuti bunyi suaranya yang khas. Dalam bahasa Inggris burung ini disebut Sooty-headed Bulbul, sementara nama ilmiahnya adalah Pycnonotus aurigaster; mengacu pada bulu-bulu di sekitar pantatnya yang berwarna jingga (Gr.: aurum emas, gaster perut).

Sarang cucak kutilang berbentuk cawan dari anyaman daun rumput, tangkai daun atau ranting yang halus. Telur dua atau tiga butir, berwarna kemerah-jambuan berbintik ungu dan abu-abu. Tercatat bersarang sepanjang tahun kecuali Nopember, dengan puncaknya April sampai September.

Di TNBNW, jenis ini dapat ditemukan di beberapa lokasi pengamatan seperti Resort Pionogaluman, Resort Tulabolo Pinogu, Resort Dumoga Barat serta Dumoga Timur Lolayan.

PYCNONOTIDAE

(21)

Merpati hitam sulawesi

(Turacoena manadensis)

Burung Merpati-hitam Sulawesi memiliki nama latin Turacoena manadensis. Dalam bahasa Inggris burung ini dikenal dengan nama White-Faced Cuckoo dove atau White-Faced dove, sesuai dengan wajahnya yang berwarna putih.

Burung merpati-hitam Sulawesi memiliki panjang tubuh sekitar 40 cm. Ciri khasnya adalah wajahnya berwarna putih, kulit diseputar mata berwarna merah, dengan bulu dominan berwarna sabak tua dengan warna hijau atau lembayung metalik. Ekornya lebar dan lumayan panjang.

Habitat burung merpati-hitam Sulawesi

adalah di pinggiran hutan primer maupun sekunder hingga perkebunan dengan ketinggian sekitar 1170 m di atas permukaan laut.

Penyebaran burung merpati-hitam

Sulawesi

meliputi Pulau Sulawesi, Kepulauan Sula dan sekitarnya.

Belum ada data pasti mengenai jumlah populasi burung merpati-hitam sulawesi di alam liar. Namun diperkirakan jumlahnya tidak lebih dari 10.000 ekor, sehingga Red List IUCN menetapkan populasi burung ini dalam status “Resiko Rendah (LC)”.

Uncal ambon

(Macropygia amboinensis)

Macropygia amboinensis ( Linnaeus, 1766) Brown Cockoo-dove Nama Lokal : Wurukoou Punulu/Doa/Togou Mbongi/Veikombongi/ Wurukou Wana/Wurukou Punulu/ Wuko ngakakou/ Kokou Kama/Ngkolo-ngkolo

Ciri Umum : Panjang tubuh 35,5 cm – 37 cm. Jatan: dahi hrem, mahkota kelabu, coklat kemerahan, tubuh atas lebih gelap, tubuh bawah lebih pucat, dada berpalang hitam, hijau perak berkilat/merah jambu, pada tengkuk dan sisinya. Betina : seluruh tubuh coklat kemerahan.

Penyebaran Lokal : Tersebar Luas di TN Lore Lindu dan Danau Poso Daerah Sebaran : Sub Kawasan Sulawesi dan Maluku,

Papua Nugini dan Kep. Bismarck. Ada Tujuh Anak Jenis

1. Sanghirensis 2. Albicapilla 3. Atrata 4. Sedecima 5. Albiceps 6.

amboinensis 7. Keyenis

Status dan Habitat : Umum, Menghuni hutan primer dan sekunder yang tinggi tepi hutan, rawa hutan, lahan budidaya yang pohonya jarang, dan kadang semak dengan pepohonan jarang. Dijumpai dari permukaan laut sampai dengan ketinggian 2000m. (sulawesi)

(22)

Delimukan zamrud

(Chalcophas indica)

Delimukan zamrud atau disebut juga burung walik adalah spesies burung yang mempunyai paruh, berdarah panas, dan membiak dengan cara bertelur. Burung ini dalam bahasa inggris disebut emerald dove karena warnanya yang hijau seperti zamrud.

Berukuran tubuh sedang (25 cm), berekor agak pendek. Sisi tubuh bagian bawah jingga kemerahan. Mahkota abu-abu, dahi putih, tungging abu-abu, sayap hijau mengkilap. Betina: tidak memiliki mahkota abu-abu. Pada waktu terbang, terlihat dua buah garis putih dan hitam pada bagian punggung. Iris cokat, paruh merah dengan ujung jingga, kaki merah.

Umum dan tersebar luas di ataran rendah hutan primer dan hutan sekunder. Di TNBNW jenis ini dapat ditemukan di setiap resort.

(23)

Delimukan timur

(Chalcophaps stephani)

Delemukan Timur

Delimukan Timur termasuk merpati-merpatian (suku Columbidae) Makanan utamanya adalah buah-buahan dan biji-bijian memiliki tubuh yang padat gemuk dengan paruh yang pendek, tetapi kuat. Sarang terbuat dari ranting-ranting yang tampak rapuh, tempat meletakkan telurnya yang putih di dalamnya. Kicauan berupa suara berirama yang diulang-ulang. Burung ini suka menyendiri dan mencari makan di permukaan tanah.

(24)

Pergam hijau

(Ducula aenea)

Pergam Hijau, Green Imperial Pigeon, Ducula aenea

Green Imperial Pigeon

Ducula aenea (Linnaeus, 1766) Deregem, Geduwa, Embok tanah ,

Jawan (Sunda), Emperegem (Dayak Iban), Kurkur , Kum-kum hijau (minahasa), Ngawu (muna), Pergam (Pematang tujuh, Pontianak, Melayu, Sumatera, sunda)

Ciri Umum

Besar (45 cm), Kepala, leher, dan tubuh bagian bawah abu-abu agak merah jambu pucat. Penutup ekor bagian bawah merah-coklat. Tubuh bagian atas hijau gelap dengan warna pelangi perunggu mengkilap. Iris coklat kemerahan; paruh biru abu-abu; dan kaki merah gelap.

(25)

Walik kembang

(Ptilinopus melanospila)

Bulunya yang didominasi warna hijau daun membuat walik kembang sulit terlihat. Namun, ada ciri unik yang membuat anggota suku merpati-merpatian ini gampang dikenali. Walik kembang jantan memiliki kepala putih dengan garis hitam di bagian tengkuk, layaknya potongan rambut bergaya mohawk. Selain itu, tunggirnya berbalut bulu kuning dan merah menyala. Sementara itu, walik kembang betina cenderung hijau daun polos dengan sedikit corak merah pada penutup ekor dan sisi bulu sayapnya. Meskipun demikian, walik kembang merupakan jenis burung pemalu yang hidup berpasangan. Walik kembang betina kerap dijumpai bersama-sama sang pejantan sehingga cukup mudah dikenali.

Burung bernama latin Ptilinopus melanospilus ini dapat diketahui keberadaannya melalui suaranya yang kerap terdengar di antara rimbun pepohonan. Suara walik

kembang keras dengan bunyi “uwu-wu…uwu-wu” monoton. Walik kembang hanya dapat dijumpai di kepulauan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, sebagian Maluku, Filipina bagian selatan, dan pulau-pulau kecil di lepas pantai Kalimantan. Di Jawa dan Bali, walik kembang umum ditemukan di dataran rendah dan hutan-hutan bukit sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (mdpl). Populasi ini menurut IUCN dikategorikan stabil.

Di Pulau Sulawesi, walik kembang dapat dijumpai hingga di ketinggian 1.600 mdpl. Sementara di pulau yang lebih kecil misalnya Flores, burung ini tersebar hingga ketinggian 700 mdpl.

Walik malomiti

(Ptilinopus subgularis)

Burung Walik Malomiti memiliki nama latin Ptilinopus subgularis atau dalam bahasa INggris lebih dikenal dengan nama Maroon-chinned Fruit-dove.

Burung Walik Malomiti memiliki tubuh yang lumayan besar. Panjang tubuhnya sekitar 31 cm. Bulu di bagian tubuh bagian bawah, leher, dan kepala berwarna abu-abu pucat. Pada bagian bawah paruh terdapat semacam bercak berwarna gelap.

Habitat burung Walik Malomiti adalah hutan primer dan hutan perbukitan dengan ketinggian hingga 800 m di atas permukaan laut. Burung jenis ini hanya dapat ditemukan di Pulau Sulawesi dan sekitarnya seperti Kepulauan Sula, Pulau Taliabu, Pulau Seho, dan Pulau Mangole.

Burung walik malomiti memiliki 3 ras yang berbeda yaitu : Epia yang mendiami wilayah Sulawesi bagian Utara, Timur, dan Tengah bagian Utara.

Subgularis yang mendiami wilayah Kepulauan Banggai (Pulau Peleng dan Banggai). Ras ini memiliki bercak dada lebih kecil, serta warna penutup ekor bagian bawahnya lebih gelap.

Burung ini memiliki ciri dada yang tidak berbintik, serta berwarna kuning kehijauan pada bagian leher dan sebagian besar bagian tubuh bagian bawah.

Populasi burung walik malomiti saat ini berada pada status “Hampir terancam (NT)”, menurut Red List IUCN.

(26)

Punai penganten

(Treron griseicauda)

Burung Punai Penganten

memiliki nama latin Treron griseicauda. Burung yang masih termasuk dalam family Columbidae ini dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Grey-cheeked Green Pigeon. Jadi masih termasuk jenis merpati juga.

Burung punai penganten merupakan jenis burung berukuran sedang. Panjang tubuhnya sekitar 25 cm. Untuk penampilannya, anda bisa melihatnya langsung pada gambar di awal artikel. Yang perlu anda ketahui adalah burung punai penganten jantan memiliki bulu berwarna merah tua pada bagian punggung bagian atas. Sedangkan yang betina berwarna hijau.

Selain itu burung punai penganten jantan memiliki paruh yang berwarna kuning dengan sera hijau gelap. Sedangkan burung punai penganten betina memiliki paruh yang berwarna hijau seluruhnya. Ada 4 subspesies burung punai penganten yang sudah teridentifikasi yaitu sangirensis, yang hidup di wilayah Kepulauan Sangihe dan Talaud, wallacei yang hidup di Pulau Sulawesi dan pulau-pulau di sepanjang pantainya, griseicauda yang hidup di Pulau Jawa dan Bali, serta Tvordermani yang hidup di Kepulauan Kangean.

Habitat burung punai penganten

adalah daerah hutan dataran rendah, semak, kebun berpohon tinggi, dan pinggiran hutan dengan ketinggian hingga 2500 m di atas permukaan laut.

Burung punai penganten hidup secara berpasangan. Namun mereka terkadang dapat ditemukan tengah berkumpul dan makan bersama-sama dengan ratusan burung, dimana di dalamnya berbaur juga burung punai jenis lain.

Populasi burung punai penganten

berada dalam status “Beresiko Rendah (LC)” berdasarkan Red List IUCN.

(27)

Punai gading

(Treron vernans)

Burung yang berbulu indah ini dapat ditemukan di daerah Asia Tenggara seperti Indonesia, Vietnam, Singapura, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Kamboja. Burung yang berbulu indah ini umumnya, tempat-tempat terbuka dan lembah sampai ketinggian 1200 mdpl.

Punai gading membangun sarang di semak-semak dekat permukaan tanah. Sarang yang dibuat oleh burung punai ini sangat tipis, sehingga apabila kita menemukannya kita dapat melihat isi sarangnya dari luar. Biasanya, burung jantanlah yang

bertanggungjawab untuk mengumpulkan material sarang, sementara betinanya yang membangun sarang.

Punai Gading mencintai pohon-pohon dan menghabiskan sebagian besar waktu mereka di kanopi. Berkumpul dalam kelompok kecil, hinggap pada pohon buah-buahan (seperti bringin dan kersen) untuk mencari makan biji-bijinya. Mereka turun ke tanah hanya ketika mereka haus atau mencari beberapa buah yang telah jatuh.

Telurnya berwarna putih dan berjumlah 2 butir di setiap sarang.

(28)

Kring-kring bukit

(Prioniturus platurus

Burung Kring-kring Bukit memiliki nama latin Prioniturus platurus. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Golden-mantled Racket-tail. Burung ini memiliki beberapa nama lain seperti Ili-ili (Gorontalo), Katuli (Muna), Kuli-kuli (Alfur), Kelit-kelit, dan Kring-kring (Minahasa).

Kring-kring Bukit dewasa memiliki panjang tubuh sekitar 28 cm dengan berat badan sekitar 200 hingga 225 gram. Memiliki bulu dominan berwarna hijau dengan bagian penutup ekor bawahnya berwarna kuning.

Jantan memiliki bercak-tengkuk biru keabu-abuan, mahkota belakang berbintik merah, pita-mantel bagian atas berwarna kuning jingga; mantel bagian bawah dan penutup sayap berwarna keabu-abuan. Sementara yang betina bagian tubuh atasnya berwarna hijau seutuhnya. Terdapat 3 sub-spesies dari burung jenis ini yaitu : 1. Prioniturus platurus talautensis (warna bulunya lebih

pucat dan hidup di wilayah Karakelong dan Salebabu di Kepulauan Talaud).

2. Prioniturus platurus platurus (Sulawesi, dan

kepulauan di sekitarnya).

3. Prioniturus platurus sinerubris (berukuran lebih kecil; jantan tanpa bintik merah pada mahkota belakang, tubuh bagian atas berwarna keabu-abuan dan bahu ungu kusam, hidup di wilayah Taliabu dan Mangole di Kepulauan Sula).

Habitat burung Kring-kring bukit adalah di daerah tepi hutan lembab, hutan, kebun dan hutan lumut pada dataran rendah dengan ketinggian hingga 2.000 m di atas permukaan laut. Makanan utama kring-kring bukit di alam liar antara lain buah (terutama mangga), biji-bijian, dan bunga.

Burung ini biasa mencari makan dalam sebuah kelompok yang terdiri dari 20-an ekor. Namun kadang mereka juga berkeliaran dalam kelompok besar yang berisi ratusan ekor kring-kring bukit. Mereka tergolong jenis burung yang berisik saat beterbangan mencari pohon-pohon berbuah. Musim kawin burung kring-kring bukit diperkirakan sekitar bulan Oktober.

Menurut data Red List IUCN, populasi burung kring-kring bukit berada pada status “Resiko Rendah (LC)”. Sementara status perdagangan internasionalnya adalah “Appendix II”, dapat diperdagangkan dengan mengikuti peraturan tertentu.

(29)

Burung Kring-kring Dada Kuning atau ili-ili atau di Minahasa dikenal dengan

nama Kelit-kelit, memiliki nama

latin Prioniturus flavicans. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama

Yellow-breasted Racket-tail.

Kring-kring dada kuning dewasa memiliki panjang tubuh sekitar 37 cm dengan bulu dominan berwarna hijau, dengan bagian dada berwarna kuning. Memiliki mahkota berwarna biru dengan bercak merah di tengahnya, penutup ekor berwarna hijau kekuningan, dan leher berwarna kuning. Untuk yang betina, tidka memiliki bercak merah pada mahkotanya, sementara yang masih remaja memiliki kepala yang berwarna hijau dan bagian tengah bulu ekor utamanya berbentuk runcing.

Habitat burung kring-kring dada kuning adalah

di wilayah hutan primer serta perkebunan di sekitar hutan dengan ketinggian hingga 100 m di atas permukaan laut.

Burung ini adalah salah satu burung endemik Indonesia. Daerah penyebaran burung

kring-kring dada kuning antara lain di Sulawesi

Utara, Sulawesi Tengah bagian Utara, Bangka, Lembeh dan Keulauan Togian.

Kring-kring dada kuning

(Prioniturus flavicans)

Perkici dora

(Trichoglossus ornatus)

Burung Perkici Dora memiliki nama latin Trichoglassus ornatus dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Ornate Lorikeet. Burung ini termasuk salah satu spesies burung endemik Indonesia.

Perkici dora dewasa memiliki panjang tubuh sekitar 23 hingga 25 cm, Memiliki mahkota dan bercak telinga berwarna biru lembayung. Bagian pipi, tenggorokan hingga dada berwarna merah. Terdapat bercak leher berwarna kuning, serta memiliki ekor yang lumayan panjang dan berbentuk runcing.

Habitat burung perkici dora adalah di wilayah hutan sekunder dataran tinggi, hutan pesisir, hutan mangrove, hutan rawa, pinggiran hutan, perkebunan kelapa, dan juga lahan budidaya yang jumlah pohonnya sedikit dengan ketinggian hingga 1.770 m di atas permukaan laut. Daerah penyebaran burung perkici dora adalah di wilayah Subkawasan Sulawesi yang meliputi Kepulauan Talaud, Sangihe, Bangka,

Manterawu, Kepulauan Togian, Muna, Butung, Kepulauan Tukangbesi (Kaledupa) dan Kepulauan Banggai.

(30)

Serindit paruh-merah

(Lorinculus exilis)

Burung Serindit Paruh-Merah memiliki nama latin Loriculus flosculus. Di dunia internasional salah satu spesies burung beo berbadan kecil ini dikenal dengan nama Pygmy hanging-Parrot. Serindit Paruh-Merah memiliki panjang tubuh sekitar 10,5 cm. Penampakannya terlihat mirip dengan Serindit Sulawesi yang betina, tetapi dengan ukuran tubuh yang lebih kecil dan paruhnya berwarna merah, serta tidak memiliki bercak pada tepian sayap bagian depan.

Serindit Paruh-Merah jantan memiliki bintik-bintik merah pada bagian tenggorokan yang dikelilingi oleh warna biru kehijauan, penutup ekor dan tunggirnya berwarna merah, bagian pangkalnya semu kuning, ekornya berwarna hijau dengan tepi hijau

kekuning-kuningan., serta memiliki mata berwarna kuning.

Serindit Paruh-Merah Betina memiliki penampilan yang menyerupai jantan, tetapi tidak memiliki bintik pada tenggorokan atau jika ada jumlahnya hanya sedikit. Selain itu, mata Serindit Paruh-Merah betina

berwarna cokelat. Sedangkan untuk burung yang masih remaja, tidak memiliki bintik merah pada bagian tenggorokan, paruhnya berwarna

kuning atau coklat, dan matanya berwarna coklat pucat. Burung Serindit Paruh-Merah merupakan burung endemik Sulawesi. Habitat burung Serindit Paruh-Merah antara lain di hutan primer, hutan mangrove, dan pepohonan di dekat perkampungan. Secara geografis mereka hidup hingga ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Spesies burung ini cenderung bergabung dalam sebuah kelompok kecil yang terdiri sekitar 5 ekor, dan mencari makan di atas pohon. Pada bulan

Mei, sering terlihat ada koloni besar burung ini di hutan mangrove. Kemungkinan bulan-bulan itu adalah masa setelah berkembangbiak.

(31)

Wiwik uncuing

(Cacomantis sepulcralis)

Tubuh berukuran kecil (23 cm).

Dewasa: Kepala abu-abu. Punggung, sayap, dan ekor coklat keabu-abuan. Tubuh bagian bawah merah karat. Mirip Wiwik kelabu tapi lebih gelap.

Muda: Punggung coklat terang. Tubuh bagian bawah keputih-putihan dengan garis-garis hitam yang cukup lebar dan jelas pada seluruh bulunya.

Iris coklat, lingkar mata kuning, paruh hitam, kaki abu-abu. Makanan: ulat bulu, belalang, serangga lain.

Bersifat parasit pada sarang Kipasan, Meninting, Kucica batu, Bentet, Perenjak.

Telur berbagai pola warna, jumlah 1 butir. Berbiak bulan Januari-September.

Habitat:

Hutan, tepi hutan, vegetasi sekunder, perkebunan, pedesaan.

Tersebar sampai ketinggian 1.300 m dpl.

Penyebaran

:

Semenanjung Malaysia, Filipina.

Sumatera, Kalimantan, Belitung, Enggano, Simeuleu, Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara.

Pada jenis burung Wiwik Uncuing yang sudah usia dewasa pada umumnya memiliki punggung, ekor dan bagian sayap yang berwarna coklat keabu-abuan. Selain itu, burung ini juga memiliki kepala berwarna abu-abu, dan ada warna kekuning-kuningan di lingkar matanya. Burung ini pada

umumnya akan mencari makan berupa belalang,ulat serta serangga kecil yang lainya.

Serindit sulawesi

(Loriculus stigmatus)

Burung Serindit Sulawesi memiliki nama latin Loriculus stigmatus. Dalam bahasa Inggris dikenal juga dengan nama Celebes Hanging Parrot, Sulawesi Hanging Parrot atau Maroon-rumped Hanging Parrot.

Burung yang masih termasuk kedalam keluarga burung beo dari keluarga Psittaculidae ini merupakan burung endemik Pulau Sulawesi dan sekitarnya. Habitat burung Serindit Sulawesi adalah di daerah hutan, hutan sekunder, dan hutan mangrove..

Burung Serindit Sulawesi termasuk jenis beo berukuran kecil dengan panjang tubuhnya yang hanya sekitar 15 cm. Meskipun demikian, burung ini adalah jenis yang terbesar dari semua jenis hanging parrot.

Burung Serindit Sulawesi memiliki bulu dominan berwarna hijau dengan sedikit kekuningan yang tidak merata. Bagian dagu, mahkota, dan ‘pantat’ berwarna merah. Namun untuk yang betina, bagian mahkotanya tidak ada warna merah.

Burung beo kecil ini membangun sarangnya di rongga-rongga pohon. Biasanya mereka hanya akan

bertelur 3 butir sebelum dierami. Telur-telur tersebut akan dierami

selama kurang lebih 20 hari. Anak-anak merekabaru akan keluar dari sarang setelah

berumur 33 hari.

(32)

Kadalan sulawesi

(Phaenicophaeus calyorhynchus)

Burung Kadalan Sulawesi atau orang Minahasa menyebutnya burung bantik memiliki nama latin Phaenicophaeus calyorhynchus. Dalam bahasa Inggris, salah satu burung endemik Indonesia ini dikenal dengan nama Yellow-billed Malkoha. Burung Kadalan Sulawesi dewasa memiliki panjang tubuh sekitar 51 hingga 53 cm dengan paruh yang tebal dan kokoh serta ekor yang panjang yang berwarna biru tua. Paruh bagian atas berwarna kuning dan menghitam pada ujungnya, sementara paruh bawahnya berwarna merah.

Habitat burung kadalan Sulawesi adalah di daerah hutan primer dan sekunder, serta tidak jarang juga bisa ditemukan di tepian hutan dan lahan budidaya. Makanan utama burung Kadalan Sulawesi adalah Serangga.

Burung ini memiliki cara unik dalam berburu makanan. Mereka akan mencari makan di dekat kelompok monyet, dan mengambil momen dari pergerakan kelompok monyet tersebut yang membuat serangga terusik dan beterbangan keluar dari persembunyiannya.

Daerah Penyebaran burung kadalan

Sulawesi terbagi menjadi 3 wilayah di Pulau Sulawesi sesuai dengan sub-spesiesnya, yaitu : Phaenicophaeus calyorhynchus

calyorhynchus (Sulawesi Utara, Gorontalo,

Sulawesi Tengah bagian timur, Sulawesi Tenggara dan Pulau Togian), Phaenicophaeus

calyorhynchus meridionalis (Sulawesi

Tengah bagian selatan dan Sulawesi

Selatan), dan Phaenicophaeus calyorhynchus

Tuwur sulawesi

(Eudynamis melanorhyncha)

Burung Tuwur Sulawesi memiliki nama latin Eudynamys melanorhyncha. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan

nama Black-billed Koel. Burung ini merupakan salah satu burung endemik Indonesia asal Sulawesi.

Tuwur Sulawesi dewasa memiliki panjang tubuh sekitar 36 – 44 cm dengan ekor panjang membulat, paruh berwarna hitam, dan mata berwarna merah. Tuwur Sulawesi jantan memiki bulu hitam metalik keunguan di

seluruh tubuhnya. Sementara si betina bisa seluruhnya hitam atau bergaris-garis palang dengan coretan-malar berwarna putih pucat.

Habitat burung tuwur Sulawesi adalah wilayah hutan primer, hutan sekunder, tepian hutan, hutan di pinggir sungai, serta daerah dengan sedikit pohon di dataran rendah dengan ketinggian hingga 1.590 m di atas permukaan laut.

Terdapat 2 subspesies dari burung tuwur

sulawesi yaitu : melanorhyncha(hidup di wilayah Sulawesi), dan facialis (hidup di Pulau Sula). Secara keseluruhan, daerah penyebaran burung tuwur sulawesi adalah di Sulawesi, Talisei, Bangka, Lembeh, Manterawu, Kep. Togean, Muna, Kep. Banggai (Peleng), dan Kep. Sula (Taliabu, Seho, Mangole).

(33)

Bubut alang-alang

(Centropus bengalensis)

Bubut Alang-alang, Lesser Coucal, Centropus bengalensis

Ciri Umum

Besar (42 cm), berwarna coklat kemerahan dan hitam dengan ekor panjang. Mirip Bubut besar, tetapi lebih kecil dan berwarna lebih suram, hampir kotor. Mantel berwarna coklat berangan pucat, tersapu hitam. Burung muda bergaris-garis coklat. Terdapat pola warna peralihan. Iris merah; paruh dan kaki hitam.

Habitat dan Kebiasaan

Umum ditemukan di dataran rendah sampai ketinggian 1.000 m, jarang di pegunungan sampai ketinggian 1.500 m. Menyukai habitat belukar, payau, dan daerah berumput terbuka termasuk padang alang-alang. Sering mencari makan di tanah atau terbang jarak pendek dengan mengepak-ngepak rendah di atas vegetasi.

Makanan terdiri dari serangga, katak, kadal, dan ular. Berburu disela-sela tumbuhan bawah, menangkap dan membunuh manggsa menggunakan paruhnya yang kuat.

Sarang besar dan membulat, tersusun dari ranting dan rerumputan, dengan satu pintu masuk besar disisinya. Terkadang sarang diperbarui dengan merajut daun dan rerumputan yang masih hijau. Telur 2-3 butir, berwarna putih.

Perjumpaan

Di pulau lombok, burung ini bisa dijumpai di taman wisata alam kerandangan lombok barat dan di semua semak-semak persawahan maupun senak tebing-tebing pinggir pantai.

Semoga artikel singkat tentang deskripsi jenis burung Bubut Alang-alang, Lesser Coucal, Centropus bengalensis kali ini bisa bermanfaat dan dapat dijadikan panduan atau referensi pengamatan di lapangan. Sampai jumpa di pembahasan jenis burung menarik lainnya ya. Jangan lupa share artikel ini di akun media sosialnya. Terima Kasih sudah mampir. Salam.

Bubut sulawesi

(Centropus celebensis)

Burung Bubut Sulawesi memiliki nama latin Centropus celebensis. Orang Minahasa mengenalnya dengan nama Kung-kung. Dalam bahasa Inggris salah satu burung endemik Indonesia ini dikenal dengan nama Bay Coucal. Bubut Sulawesi termasuk jenis burung yang berbadan cukup besar. Burung dewasa panjangnya mencapai 51 cm dengan warna merah tanah dan ekor yang panjang. Bagian leher atas hingga kepala berwarna lebih pucat. Terdapat 2 sub-spesies dari burung bubut sulawesi yaitu : celebensis, hidup di daerah Sulawesi utara, dan rufescens yang hidup di wilayah yang lebih luas meliputi Sulawesi Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Labuan Blanda, Muna, dan Butung. Spesies inilah yang memiliki bagian leher atas hingga kepala yang berwarna lebih pucat. Habitat burung bubut sulawesi adalah di hutan primer, hutan sekunder, hutan terbuka, serta semak dengan ketinggian mencapai 1.100 m di atas permukaan air laut. Terkadang burung ini juga dapat dijumpai di sekitaran hutan mangrove.

Menurut data Red List IUCN, populasi burung bubut sulawesi berada pada status “Resiko Rendah (LC)”.

(34)

Bubut sulawesi

(35)

TYTONIDAE

Serak sulawesi

(Tyto rosenbergii)

Serak Sulawesi memiliki nama latin Tyto rosenbergii. Burung hantu jenis ini adalah salah satu burung hantu endemik Indonesia yang

hidup di wilayah Sulawesi. Dalam bahasa Inggris dikenla dengan nama Sulawesi Masked Owl.

Serak Sulawesi merupakan jenis burung hantu yang memiliki ukuran tubuh besar. Panjang tubuh dewasanya mencapai 43 cm

hingga 46 cm dengan warna bulu bagian atas cokelat abu-abu gelap dan bagian bawah memiliki bintik-bintik kehitaman. Burung

ini memiliki lempeng muka putih sedikit gelap dengan tepian hitam, serta memiliki ekor berpalang tebal.

Karena ini adalah burung hantu endemik Sulawesi, serak sulawesi hanya dapat ditemukan di wilayah Sub-kawasan Sulawesi tepatnya di wilayah Sangihe dan Banggai. Terdapat 2 sub-spesies dari burung

hantu jenis ini yaitu :

1. rosenbergii : dapat ditemukan di wilayah Sulawesi dan Sangihe. 2. pelengensis : hidup di wilayah Kepulauan Banggai (Peleng). Habitat burung hantu serak sulawesi adalah di sekitaran tepian hutan, perkebunan kelapa, hingga ke kawasan pedesaan dengan

ketinggian mencapai 1200 m di atas permukaan laut. Menurut data Red List IUCN, populasi serak sulawesi saat ini berada

pada status “Resiko Rendah (LC)”, sedangkan status perdagangan internasionalnya adalah “Appendix II”, sehingga masih dapat

(36)

Punggok coklat

(Ninox punctulata)

Pungguk Coklat atau Punggok Coklat memiliki nama latin Ninox punctulata. Dikenal dalam bahasa Inggris sebagai Speckled

Boobook atau Oriental Hawk owl atau Speckled Hawk Owl. Merupakan spesies burung hantu berbadan kecil dengan panjang tubuh dewasa hanya sekitar 20-23 cm. Bulunya berwarna cokelat kemerahan dengan Coklat-Coklat berwarna putih pada bagian kepala,

punggung, dan sayapnya. Bagian tenggorokannya ada coret putih, lingkaran wajahnya berwarna hitam, dan alis berwarna putih. Habitat pungguk Coklat adalah di daerah hutan yang dekat dengan sungai,

hutan terbuka, dan daerah lahan budidaya yang banyak pohonnya. Kebanyakan hidup pada ketinggian 1.100 m di atas permukaan laut. Namun

ada juga yang ditemukan hidup hingga ketinggian 2.300 mdpl. Daerah penyebaran burung pungguk Coklat terbilang cukup luas,

yaitu mencakup keseluruhan Pulau Sulawesi. Termasuk juga di wilayah Kabaena, Muna dan Butung

Seperti kebanyakan spesies burung hantu lainnya, pungguk Coklat juga merupakan hewan nokturnal. Mereka berkeliaran secara tunggal

ataupun berpasangan. Belum ada data pasti mengenai makanan utama burung pungguk Coklat, tetapi burung hantu ini pernah

terlihat menangkap seekor kelelawar.

Data Red List IUCN menyebutkan bahwa populasi burung pungguk Coklatsampai akhir tahun 2013 berada pada status “Resiko Rendah

(LC)”, sedangkan status perdagangan internasional pungguk Coklat adalah “Appendix II”.

(37)

Celepuk sulawesi

Burung Hantu Celepuk

Sulawesi memiliki nama latin Otus manadensis atau Scops menadensis.

Masyarakat Minahasa mengenalnya dengan nama Manguni. Sementara dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Sulawesi Scops Owl.

Burung hantu jenis ini memiliki ukuran tubuh yang kecil seperti jenis celepuk lainnya. Panjang tubuh dewaanya hanya sekitar 21 cm. Celepuk Sulawesi merupakan satu-satunya burung hantu celepuk di Sulawesi yang memiliki “daun telinga”.

Celepuk Sulawesi memiliki warna bulu yang bermacam-macam. Namun biasanya berwarna cokelat dengan coret hitam pada bagian dada. Tidak banyak yang berwarna merah-karat. Celepuk Sulawesi remaja memiliki penampilan yang menyerupai dewasanya,

tetapi dengan lebih banyak coretan, terutama pada bagian punggung dan mahkotanya.

Menurut wikipedia, hanya terdapat 3 sub-spesies dari celepuk jenis ini yaitu manadensis (hidup di P. Sulawesi), mendeni (hidup di Kep. Banggai), dan kalidupae (hidup di Kep. Tukangbesi). Namun menurut kutilang. or.id, tedapat 2 sub-spesies lain yaitu siaoensis (hidup di P. Siau) dan sulaensis (hidup di Kep. Sula). Habitat burung hantu celepuk

sulawesi adalah di wilayah hutan primer dan sekunder, lahan pertanian dengan sedikit pohon, serta tepian hutan. Secara garis besar, mereka menghuni daratan dengan ketinggian hingga 1200 m di atas permukaan laut.

Menurut data Red List IUCN, populasi burung hantu celepuk Sulawesi berada pada status “Resiko Rendah (LC)”. Sedangkan status perdagangan internasional celepuk sulawesi adalah “Appendix II”, dapat diperdagangkan dengan mengikuti peraturan tertentu.

Celepuk sulawesi

(38)

Taktarau besar

(Eurostopodus macrotis)

Kicuit batu

(Motacilla cinerea)

Persebaran :

Subkawasan Sulawesi (macropterus) dan Kep. Sula, Kep. Talaud.

Status dan habitat :

Umum secara lokal. Sering mengunjungi hutan sekunder, tepi hutan, sekitar sungai-sungai di hutan primer, hutan yang ditebang, hutan pesisir yang diselingi padang rumput, dan kadang di pedesaan yang terbuka. Dari permukaan

laut sampai ketinggian 1100m, secara lokal atau kadang sampai ketinggian 1750m.

Ciri umum :

Ada berkas bulu telinga, pita tenggorokan berwarna putih, kerah leher belakang merah karat , tidak ada warna putih pada kedua sayap atau ekor. Suara berupa siulan panjang (pit)-weeuuu, mendayu, merendah (selama 1,2 detik).

Kicuit batu (Motacilla cinerea) adalah anggota kecil dari

famili kicuit, Motacillidae. Spesies ini kelihatan sama dengan Kicuit kuning, tetapi ada warna kuning yang dibatasi pada tenggorokansampai kloaka. Jantan saat

perkembangbiakan memiliki tenggorokan hitam. Spesies ini terdistribusi luas, dengan beberapa populasi yang berkembangbiak di Eropa dan Asia, serta bermigrasi ke wilayah tropis di Asia dan Afrika. Mereka biasanya terlihat di tanah berawa terbuka atau padang rumput yang mana mereka berjalan sendiri-sendiri atau berpasangan di tanah, menangkap serangga yang mengganggu. Seperti kicuit lainnya, mereka sering menggoyangkan ekornya dan terbang rendah dengan gerakan mengombak dan mereka memiliki panggilan yang tajam yang sering terdengar saat terbang.

(39)

PASSERIDAE

Burung gereja erasia

(Passer montanus)

Burung-gereja erasia (Passer montanus) atau dalam

bahasa Inggris dikenal juga sebagai Eurasian Tree Sparrow adalah spesies burung pengicau dalam famili Passeridae. Panjang tubuh sekitar 14 cm. Pada jantan, bagian atas kepala berwarna merah

bata, tenggorakan berwarna hitam dengan tepi leher berwarna putih. Bagian perut putih kebu-abuan. Pada betina mirip jantan, namun kesuluruhan warnanya sedikit pucat. Burung-gereja erasia tersebar

luas dari Eropa hingga Asia Tenggara, menghuni daerah perkotaan dalam jumlah yang besar. Terdapat sembilan subspesies berdasarkan daerah

(40)

Bondol Taruk

(Lonchura molucca)

Berukuran Kecil (11 cm.) berwarna coklat. Perut dan tunggir putih dengan garis-garis melintang hitam (atau coklat) yang rapat. Tengkuk dan punggung coklat terang; sayap dan ekor coklat tua. Dahi, mahkota, tenggorokan, dan dada coklat kehitaman. Iris coklat; paruh dan kaki abu-abu.

Mudah dijumpai di daerah berumput sekunder, mulai dari tepi jalan, lahan budidaya, sawah, daerah terbuka, dan di sekitar permukiman termasuk di taman-taman kota. Di Pulau-pulau kecil hanya ditemukan di dataran rendah, namun di Pulau Sulawesi bisa ditemukan sampai ketinggian 1000 mdpl.

Bondol Rawa

(Lonchura malacca)

Bondol rawa (Lonchura malacca) adalah sejenis burung kecil pemakan biji-bijian yang tergolong dalam suku Estrildidae. Sebelumnya, burung

ini dimasukkan sebagai anggota suku Ploceidae. Asal usul bondol rawa adalah dari India dan Sri Lanka, namun kini telah diintroduksi

ke Australia, Hispaniola, Honduras, Jamaika, Jepang, Kuba, Portugal, Puerto Rico, Hawaii dan Venezuela. Dalam bahasa Inggris, burung pipit

ini dikenal sebagai Tricoloured Munia. Bondol rawa sering tampak menggerombol dalam jumlah besar, terbang atau hinggap memakan biji rumput-rumputan. Sesuai dengan sebutannya, bondol rawa

terutama menghuni paya atau padang rumput berawa, atau di hutandi sekitar persawahan. Musim kawin terutama berlangsung antara Juni – Oktober. Telur berjumlah 5–7 butir, putih, disimpan dalam sarang dari rerumputan kering berbentuk bola, yang dibangun di semak-semak atau di antara batang-batang rumput tinggi.

(41)

Cekakak hutan tunggir hijau

(Actenoides monachus)

Burung yang masuk dalam kelompok raja udang ini hanya ditemukan di kawasan Sulawesi atau endemik.

Ciri-ciri: Burung ini berukuran besar (31,5-33 cm). Perut merah, kepala biru atau hitam. Punggung zaitun polos, tunggir dan ekor kehijauan. Peut dan kerah leher belakang merah-karat. Ras monachus: jantan berkepala biru, dan betina sisi kepala merah karat. Ras capucinus: jantan berkepala hitam.

Persebaran

Dari jenis ini terdapat dua anak janis (sub-species) dengan daerah persebaran;

Actenoides monachus monachus (Bonaparte, 1850) –

Sulawesi utara dan tengah, termasuk Kep. Manadotua & Lembeh.

Actenoides monachus capucinus (A. B. Meyer &

Wiglesworth, 1896) – Sulawesi timur, tenggara & selatan.

Namun demikian, menurut situs HBW jenis ini dinyatakan sebagai jenis tersendiri. Jenis A.capucinus terpisah dari jenis ini. Untuk A.monachus hanya ada di wilayah Sulawesi utara dan tengah termask Kepulauan Manaotua dan Lembeh. Dan kemudian jenis ini diberi nama Blue-headed Kingfsher.

Tempat hidup dan Kebiasaan

Burung ini di kawasan sulawesi khususnya di kawasan konservasi cukup mudah ditemui. Menghuni hutan primer dan hutan sekunder yang tinggi. Dari permukaan laut sampai ketinggian 900 m.

Status Konservasi

Dalam catatan buku merah (red list) IUCN burung ini masuk ke dalam kategori Hampir Terancam (Near Treatened - NT). Dilindungi oleh Undang-undang No.5 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999.

(42)

Raja-udang pipi-ungu (Cittura cyanotis) adalah spesies burung dalam famili Halcyonidae. Burung ini endemik di Indonesia, penyebarannya hanya terbatas di Pulau Sulawesi, Pulau Lembeh, Pulau Siau, dan Kepulauan Sangihe.

Raja udang pipi ungu

(43)

Cekakak merah (Halcyon coromanda) adalah spesies burung raja-udang dalam famili Halcyonidae. Tempat hidup dan kebiasaan

Cekakak merah menghuni hutan pantai, hutan rawa, dan hutan mangrove. Burung ini berburu makanannya di laut, sehingga jarang ditemukan jauh dari laut, memakan ikan, udang dan serangga besar.

Cekakak merah

(Halcyon coromanda)

(44)

CEKAKAK SUNGAI

(Halcyon chloris)

(45)

Cekakak sungai (bahasa Latin = Todirhamphus chloris)

adalah spesies burung dari keluarga Alcedinidae, dari genus Todirhamphus. Burung ini merupakan jenis burung pemakan kadal, serangga besar, katak, ulat, cacaing yang memiliki habitat di daerah terbuka dekat perairan, kebun, kota, tepi hutan, tersebar sampai ketinggian 1.200 m dpl.

Cekakak sungai memiliki tubuh berukuran sedang (24 cm). Warna biru dan putih. Mahkota, sayap, punggung, dan ekor biru kehijauan berkilau terang. Setrip hitam melewati mata. Kekang putih. Kerah dan Tubuh bagian bawah putih bersih. Iris coklat, paruh atas abu tua, paruh bawah pucat, kaki abu-abu. Bertengger pada bebatuan atau pohon. Mangsa besar dibanting-bantingkan dahulu sebelum dimakan. Sangat ribut, suara keras hampir terdengar sepanjang hari.

Sarang berupa galian di bawah pohon atau tepi sungai. Telur berwarna putih, jumlah 2-3 butir. Berbiak bulan Maret-Juni, September-Desember.

(46)

Udang Merah Sulawesi

(Ceyx fallax)

(47)

Udang Merah Sulawesi

(Ceyx fallax)

Udang-merah sulawesi (Ceyx fallax) adalah

spesies burung raja-udang dalam famili Alcedinidae. Burung ini endemik di pulau Sulawesi dan

kepulauan Sangihe.

Ciri Umum:

Panjang tubuh sekitar 12 cm. Paruh berwarna merah, mahkota berwarna biru. Punggung cokelat kemerahan dan tunggir biru terang. Bagian perut berwarna jingga merah karat dan tenggorokan berwarna putih.

Habitat:

Udang-merah sulawesi menghuni hutan primer dan hutan sekunder yang tinggi. Terkadang menghuni hutan yang ditebang pilih.

(48)

Tiong lampu sulawesi

(Coracias temminckii)

Burung Tiong-Lampu Sulawesi memiliki nama latin Coracias temminckii. Di dunia internasional, burung endemik wilayah Sulawesi ini dikenal dengan nama Purple-winged Roller. Tiong-Lampu Sulawesi merupakan jenis burung berbadan cukup besar. Panjang tubuh dewasanya sekitar 30 hingga 35 cm dengan bulu yang dominan berwarna gelap. Bagian tudungnya berwarna biru pucat, sedangkan kedua sayapnya berwarna biru lembayung. Pada saat terbang, bagian tunggirnya akan terlihat berwarna biru mencolok.

Habitat burung Tiong-lampu Sulawesi adalah di daerah hutan rawa, tepi hutan, savana, hutan sekunder yang tinggi, hingga lahan budidaya. Terkadang burung ini juga berkeliaran di

wilayah hutan primer. Secara geografis, burung ini menempati daerah dengan ketinggian hingga 1.150 m di atas permukaan laut.

Burung ini merupakan salah satu burung endemik Indonesia yang hidup di wilayah Sulawesi. Daerah penyebaran burung Tiong-Lampu Sulawesiadalah di Pulau Sulawesi dan sekitarnya seperti Bangka, Lambeh, Manterawu, Munda, dan Burung. Data Red List IUCN menyebutkan bahwa pada tahun 2014 awal, status populasi burung tiong-lampu sulawesi berada pada satus “Resiko Rendah (LC)”. Di TNBNW jenis burung ini dapat ditemukan di beberapa lokasi diantaranya di lokasi pengamatan Hungayono.

(49)

Kangkareng sulawesi

(Penelopides exarhatus)

Referensi

Dokumen terkait

servillia yaitu memiliki warna yang mencolok, yaitu kuning atau merah di seluruh bagian tubuh kecuali sayapnya yang berwarna transparan dengan garis berwarna. hitam pada

penelitian, membandingkan keanekaiagaman jenis burung pada habitat hutan primer, hutan sekunder d'an kebun di ryGC, serta mengkaji penggunaan vegetasi secara

Rendahnya penemuan jenis burung di lokasi Anak Sungai Sibau karena pendeknya jalur pengamatan serta karakter sungainya yang merupakan sungai kecil.. Penemuan jenis burung

Berdasarkan hasil penelitian di Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Sub Lombongo ditemukan adanya hubungan positif antara struktur vegetasi tegakan pohon

Katak pohon berukuran kecil, memiliki telapak tangan dan kaki berwarna krem kekuningan, warna punggung kecokelatan atau kemerahan, bagian bawah tubuh kuning dengan

Penelitian bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan pengelompokan jenis pakan burung di beberapa tipe hutan di kawasan hutan Seksi Ndalir.. Dengan menggunakan metode

Berdasarkan jenis pakannya jenis satwa burung paruh bengkok yang ditemukan pada lokasi pengamatan adalah jenis satwa burung pemakan buah dan biji, diantaranya Perkici Pelangi

Terdapat dua macam peta sebaran biomasa dan karbon yang dapat dibuat dari data hasil pengukuran dan citra ALOS PALSAR dengan resolusi 50 m.. Peta dibuat berdasarkan