• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia tahun 1997-2005 yang didapatkan dari satelit NOAA.

2. Sistem mendukung data dimensi dengan ukuran numerik dan ukuran geografik (lokasi).

3. Data persebaran hotspot kebakaran hutan tidak spesifik terhadap suhu, yakni tidak memiliki tingkat kepanasan tertentu pada titik panas kebakaran hutan, sehingga titik panas tidak dapat dikuantisasi berdasarkan suhu.

4. Sistem yang dikembangkan belum mendukung sinkronisasi secara menyeluruh dalam hal visualisasi peta dengan visualisasi tabel pivot dan grafik.

TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran Hutan

Kebakaran merupakan suatu proses reaksi yang menyebar secara bebas dari perpaduan antara unsur oksigen, bahan bakar hutan dan panas, ditandai dengan adanya cahaya, panas dan asap. Proses ini menyebar dengan bebas dan mengonsumsi bahan bakar alam yang terdapat di hutan seperti serasah, rumput, humus, ranting-ranting, kayu mati, tiang, gulma, semak, dedaunan dan pepohonan segar lainnya (Brown dan Davis 1973).

Proses kebakaran hutan merupakan kebalikan dari proses fotosintesis (Brown dan Davis 1973) :

Proses fotosintesis,

CO2+H2O+energi matahari  CH6H12O6+O2 Proses pembakaran,

CH6H12O6+O2+sumber panas  CO2+H2O +energi panas

Proses kebakaran hanya dapat terjadi apabila terdapat tiga unsur yang saling mendukung, yakni bahan bakar, oksigen dan sumber panas yang disebut dengan segitiga api (Clar dan Chatten 1954).

2 tingkat kabupaten. Penelitian ini telah

membangun data warehouse dengan satu tabel fakta (hotspot) dan dua tabel dimensi (waktu dan lokasi). Pada penelitian berikutnya, Hasan (2009) menambahkan empat dimensi, yaitu dimensi Hutan Tanaman Industri (HTI), dimensi jenis tanah, dimensi Hak Pengusahaan Hutan (HPH), dan dimensi litologi, ke dalam kubus data penelitian Hayardisi. Kedua penelitian tersebut membangun data warehouse dengan model multidimensional serta menyajikan data dalam bentuk tabel dan grafik menggunakan PALO (OLAP server). Trisminingsih (2010) melengkapi pembangunan datawarehouse ini dengan melakukan pendekatan spasial terhadap dimensi lokasi menggunakan framework Geomondrian. Pada tahun yang sama, Sari (2010) mengembangkan sistem informasi geografis persebaran hotspot provinsi Kalimantan Tengah menggunakan framework Pmapper. Penelitian tersebut memberikan visualisasi dalam bentuk peta dari persebaran hotspot di Kalimantan Tengah, namun belum menggunakan data warehouse sebagai sumber data – sehingga belum dapat memproses data dengan cepat dalam jumlah yang besar.

Penelitian ini mencoba merangkum dari penelitian sebelumnya yang telah disebutkan, yakni dengan mengintegrasikan spatio-temporal data warehouse dengan aplikasi SOLAP menggunakan framework Geomondrian dan Geoserver sebagai web map server. Hasil akhir dari penelitian ini diharapkan dapat menyajikan data dalam bentuk tabel, grafik dan peta persebaran hotspot sebagai indikasi kebakaran hutan yang terdapat dalam satu sistem yang terintegrasi, sehingga sangat efektif dalam mendukung dalam proses pengambilan keputusan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menambahkan modul visualisasi atau penyajian data persebaran hotspot dalam bentuk peta dan melakukan penyesuaian data warehouse yang telah dibangun pada penelitian sebelumnya.

2. Mengembangkan suatu sistem spatio- temporal data warehouse kebakaran hutan berbasis web dengan hasil akhir penyajian dalam bentuk tabel, grafik dan peta yang terintegrasi.

3. Mengetahui pola persebaran hotspot yang mengindikasikan kebakaran hutan dalam wilayah dan waktu tertentu.

4. Mengukur jarak antar hotspot dan menentukan luasan suatu daerah pada visualisasi dalam bentuk peta.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini meliputi: 1. Data yang digunakan adalah data hotspot

kebakaran hutan yang berada di wilayah Indonesia tahun 1997-2005 yang didapatkan dari satelit NOAA.

2. Sistem mendukung data dimensi dengan ukuran numerik dan ukuran geografik (lokasi).

3. Data persebaran hotspot kebakaran hutan tidak spesifik terhadap suhu, yakni tidak memiliki tingkat kepanasan tertentu pada titik panas kebakaran hutan, sehingga titik panas tidak dapat dikuantisasi berdasarkan suhu.

4. Sistem yang dikembangkan belum mendukung sinkronisasi secara menyeluruh dalam hal visualisasi peta dengan visualisasi tabel pivot dan grafik.

TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran Hutan

Kebakaran merupakan suatu proses reaksi yang menyebar secara bebas dari perpaduan antara unsur oksigen, bahan bakar hutan dan panas, ditandai dengan adanya cahaya, panas dan asap. Proses ini menyebar dengan bebas dan mengonsumsi bahan bakar alam yang terdapat di hutan seperti serasah, rumput, humus, ranting-ranting, kayu mati, tiang, gulma, semak, dedaunan dan pepohonan segar lainnya (Brown dan Davis 1973).

Proses kebakaran hutan merupakan kebalikan dari proses fotosintesis (Brown dan Davis 1973) :

Proses fotosintesis,

CO2+H2O+energi matahari  CH6H12O6+O2 Proses pembakaran,

CH6H12O6+O2+sumber panas  CO2+H2O +energi panas

Proses kebakaran hanya dapat terjadi apabila terdapat tiga unsur yang saling mendukung, yakni bahan bakar, oksigen dan sumber panas yang disebut dengan segitiga api (Clar dan Chatten 1954).

3 Ilustrasi ketiga unsur tersebut dapat dilihat pada

Gambar 3.

Bahan bakar

Oksigen Panas

Gambar 3 Segitiga api (Clar dan Chatten, 1954)

Hotspot (Titik panas)

Hotspot merupakan titik-titik di permukaan bumi dimana titik-titik tersebut merupakan indikasi adanya kebakaran hutan dan lahan (Ratnasari 2000). Indikasi yang dimaksud adalah suhu panas hasil kebakaran hutan yang naik ke atas atmosfer (suhu yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu sekitarnya) dan ditangkap oleh satelit serta didefinisikan sebagai hotspot berdasarkan ambang batas suhu (threshold) tertentu. Terdapat beberapa satelit yang dapat dimanfaatkan untuk memantau hotspot, seperti AVHRR–NOAA (Advanced Very High Resolution Radiometer–National Oceanic and Atmospheric Administration) dan MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer).

Satelit NOAA-AVHRR

Satelit NOAA merupakan satelit meteorologi yang diluncurkan untuk pertama kalinya pada tahun 1972. Satelit NOAA memiliki 4 buah sensor, antara lain :

Advance Very High Resolution Radiometer (AVHRR) yang memiliki lima buah band  Tiros Operational Vertical Sonders (TOVS) Data Collection and Location System

(DCLS)

Space Environment Monitoring (SEM) Menurut Ratnasari (2000) satelit meteorologi yang sedang beroperasi adalah satelit NOAA yang membawa sensor AVHRR, memiliki resolusi temporal yang sangat tinggi, yaitu dua kali setiap hari dengan resolusi spasial 1,1 km x 1,1 km. Kemampuan spektral dari sensor AVHRR-NOAA dapat dilihat pada Tabel 1. Menurut Sitanggang (1999) dalam Ratnasari (2000), Sensor data AVHRR sangat bermanfaat dalam memantau kondisi lingkungan dan cuaca secara global.

Tabel 1 Kemampuan Spektral dari NOAA- AVHRR Band Panjang Gelombang (µm) Spektral Kegunaan 1 0,58-0,60 Sinar tampak Untuk deteksi asap, awan dan

vegetasi 2 0,725-1,10 Infra merah dekat Untuk deteksi vegetasi 3 3,55-3,93 Infra merah termal Untuk titik panas, seperti kebakaran hutan 4 10,3-11,3 Infra merah jauh Untuk temperatur permukaan 5 11,5-12,5 Infra merah jauh Untuk temperatur permukaan

Spatio-Temporal Data Warehouse

Spatial data warehouse merupakan suatu koleksi data, baik data spasial maupun data nonspasial, yang bersifat subject-oriented, integrated, time-variant, dan non-volatile yang digunakan pada spatial data mining dan proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan data spasial (Han & Kamber 2006). Koleksi atau kumpulan data ini berasal dari berbagai sumber data yang ditempatkan ke dalam satu tempat penyimpanan yang berukuran besar dan diproses menjadi bentuk penyimpanan multidimensional, kemudian didesain untuk query dan reporting. Dengan demikian, spatio- temporal data warehouse adalah spatial data warehouse yang berdasarkan aspek ruang dan waktu sebagai dimensi akses utama dalam SOLAP yang mendukung proses pengambilan keputusan.

Terdapat empat karakteristik data warehouse menurut Han dan Kamber (2006), yaitu:

1. Berorientasi subjek, data terorganisasi pada subjek utama sesuai topik bisnis atau berdasarkan subjek dari organisasi.

2. Terintegrasi, data dibangun dengan mengintegrasikan berbagai sumber data. 3. Time variant, dimensi waktu secara eksplisit

termasuk dalam data, jadi model dan perubahannya dapat diketahui setiap saat.

API

4 4. Non-volatile, data terpisah dari database

operasional sehingga hanya memerlukan pemuatan dan akses data tanpa mengubah data sumber.

Spatial OLAP

Spatial Online Analytical Processing (SOLAP) didefinisikan sebagai platform visual yang dibangun untuk mendukung proses analisis spatio-temporal dan eksplorasi data dengan pendekatan multidimensional dan ditampilkan dalam lingkungan kartografis yang dilengkapi diagram tabular (Bédard 1997). SOLAP merupakan aplikasi berbasiskan web pada level klien dalam lingkup aplikasi data warehouse yang disajikan dalam lingkungan aplikasi OLAP dan sistem informasi geografis. Operasi-operasi pada Spatial OLAP

Operasi-operasi pada spatial OLAP sama seperti operasi pada OLAP. Beberapa operasi OLAP menurut Han dan Kamber (2006) yaitu: 1. Roll up (drill up)

Operasi roll up dilakukan dengan cara meningkatkan tingkat hierarki atau mereduksi jumlah dimensi.

2. Drill down (roll down)

Drill down merupakan operasi kebalikan dari roll up. Operasi ini dapat merepresentasikan data secara lebih detail atau spesifik dari level tinggi ke level rendah.

3. Slicing

Slicing merupakan proses pemilihan satu dimensi dari kubus data yang bersangkutan sehingga menghasilkan subcube.

4. Dicing

Dicing merupakan proses pendefinisian subcube dengan memilih dua dimensi atau lebih dari kubus data.

5. Pivoting

Pivoting merupakan suatu kemampuan OLAP yang dapat melihat data dari berbagai sudut pandang (view point). Sumbu pada kubus data dalam aplikasi OLAP dapat diatur, sehingga dapat diperoleh data yang diinginkan sesuai dengan sudut pandang analisis yang diperlukan.

Arsitektur Spatial OLAP

Menurut Bimonte (2006), arsitektur sistem spatial OLAP tersusun atas struktur multidimensional pada database spasial, SOLAP server, dan SOLAP client. Database spasial menyimpan geometri yang diasosiasikan dengan dimensi dan ukuran data. SOLAP server

menangani database spasial dalam bentuk multidimensional dan komputasi numerik untuk penentuan nilai yang merupakan asosiasi atau relasional antar dimensi atau parameter yang memungkinkan untuk dilakukan. SOLAP client dapat didefinisikan sebagai suatu perangkat lunak yang menyediakan navigasi dengan database spasial dengan penyajian data dalam bentuk diagram, tabel dan peta yang bersinkronisasi antardata.

Model Data Multidimensi

Model data multidimensi merupakan konsep desain yang digunakan untuk mengembangkan data warehouse. Model multidimensional tersebut terdiri atas struktur data yang diperlukan untuk merepresentasikan dimensi- dimensi serta fakta dari proses bisnis yang ada. Model data multidimensi terdiri atas dua data yaitu (Malach 2000):

1. Data Dimensi

Data dimensi merupakan entitas yang ingin disimpan oleh perusahaan (organisasi). Data dimensi akan berubah jika analisis kebutuhan pengguna berubah. Data dimensi mendefinisikan label yang membentuk isi laporan. Setiap dimensi diulang untuk setiap kelompok. Atribut data dimensi diletakkan pada tabel dimensi.

Menurut Han & Kamber (2006), dalam kubus data spasial terdapat tiga jenis data dimensi yaitu:

1. Dimensi nonspatial yang berisi data nonspasial pada setial level hierarkinya. 2. Dimensi spatial-to-nonspatial

merupakan dimensi yang memiliki level data spasial tetapi sebagian besar levelnya berupa data nonspasial. Dimensi ini secara umum dikategorikan sebagai dimensi nonspatial.

3. Dimensi spatial-to-spatial adalah dimensi yang setiap levelnya, dari level primitif hingga level tertinggi, secara umum berupa data spasial.

Ilustrasi jenis data dimensi menurut Han & Kamber (2006) dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Jenis dimensi data spasial. Nonspatia

l

Spatial-to-spatial Spatial-to-

5 2. Data Fakta

Data fakta merupakan data utama dari data multidimensi yang berisi kuantitas yang ingin diketahui dengan menganalisis hubungan antardimensi. Data fakta diekstrak dari berbagai sumber. Data fakta cenderung stabil dan tidak berubah seiring dengan waktu. Atribut data fakta diletakkan pada tabel fakta. Tabel fakta berukuran besar, memiliki jumlah baris sesuai dengan jumlah kombinasi nilai dimensi yang mungkin dan jumlah kolom sesuai dengan jumlah dimensi yang direpresentasikan. Tabel fakta berisi nama-nama fakta, ukuran, dan foreign key dari tabel dimensi yang berhubungan.

Ukuran dalam tabel fakta untuk kubus data spasial terdiri atas dua jenis ukuran (Han & Kamber 2006), yaitu: ukuran numerik dan ukuran spasial. Ukuran numerik hanya berisi data numerik, contohnya jumlah frekuensi kemunculan hotspot. Ukuran spasial berisi sekumpulan pointer dari objek spasial, contohnya wilayah yang mempunyai range ketinggian yang sama dapat dikelompokkan menjadi kolom yang sama dengan ukuran luas wilayah.

Model data multidimensi dapat menyajikan data dalam bentuk kubus yang merupakan inti dari model ini dan dapat digambarkan dalam bentuk skema bintang, skema snowflake, dan skema galaksi (Han & Kamber 2006). Skema bintang merupakan rancangan database sederhana, yakni data dimensi terpisah dari data fakta (data transaksi). Skema snowflake merupakan versi pengembangan dari skema bintang, dimana tabel-tabel dimensinya merupakan hasil normalisasi dari beberapa tabel yang berhubungan. Skema galaksi merupakan kumpulan skema bintang dengan lebih dari satu tabel fakta yang saling berhubungan.

Geomondrian

Geomondrian merupakan versi spasial dari

Pentaho Analysis Services (Mondrian).

Geomondrian merupakan implementasi pertama dari SOLAP server yang bersifat open source dimana pengguna dapat memodifikasi modul yang telah ada sesuai dengan kebutuhan. Teknologi ini mengintegrasikan objek spasial ke dalam struktur kubus data OLAP secara langsung. Geomondrian menerapkan tipe data geometri dan menyediakan fungsi MDX untuk ekstensi spasial sehingga mampu menganalisis data spasial dengan query analitis (Bédard 2009). Geomondrian menambahkan library tambahan

yang dapat menangani tipe data geometri sehingga mampu menyimpan bentuk vektor geometri (points, polygons, lines) ke dalam kubus data.

MDX Query

Multidimensional eXpression (MDX Query) merupakan bahasa yang mampu menangani struktur data multidimensi atau query yang diimplementasikan pada kubus data multidimensi, baik kubus data biasa maupun geometri. Query ini digunakan pada SOLAP untuk memanipulasi dan menangani data yang ingin diretrieve sesuai dengan kubus data yang dibuat berdasarkan skema multidimensi.

Geoserver

Geoserver merupakan salah satu perangkat lunak open source yang dibangun menggunakan Java, perangkat lunak ini memungkinkan pengguna untuk menampilkan dan memanipulasi data geospasial. Geoserver dirancang untuk interoperability, yaitu menerbitkan data dari semua sumber data spasial. Sebagai project berbasis komunitas, Geoserver dikembangkan, diuji, dan didukung oleh berbagai kelompok individu dan organisasi dari seluruh dunia.

GeoServer dibangun dengan library GeoTools. GeoTools adalah Java Toolkit untuk mengembangkan aplikasi berbasis Java berdasarkan standar dari OpenGIS. GeoServer menitikberatkan pada kemudahan penggunaan dan standar dalam menyajikan data geospatial melalui web. GeoServer dirancang untuk menerbitkan data dari semua sumber data spasial dengan menggunakan standar OGC (Open Geospatial Consortium). Layanan yang disediakan oleh GeoServer adalah layanan yang sesuai dengan open geospatial consortium (OGC) yaitu web feature service (WFS) dan web map service (WMS).

Sebuah web map service (WMS) menghasilkan peta bereferensi geografis. Peta yang dimaksud merupakan representasi visual dari geodata. Spesifikasi WMS memberikan standar bagaimana peta dapat diminta oleh client dan bagaimana server menjelaskan data yang dimilikinya.

Pada spesifikasi implementasi WMS, terdapat tiga operasi WMS, yaitu :

 GetCapabilities

Menampilkan service-level metadata yang berisi deskripsi informasi yang dimiliki WMS dan parameter permintaan yang dapat diterima. Dengan kata lain, layanan ini

6 menghasilkan parameter mengenai WMS

dan layanan layer yang disediakan.  GetMap

Mendapatkan peta dengan parameter dimensi dan geospasial yang telah didefinisikan dengan jelas.

 GetFeatureInfo

Meminta informasi mengenai fitur tertentu yang ditampilkan pada peta.

WFS atau web feature service merupakan layanan publikasi data geospasial pada tingkat fitur data spasial melalui media web. Spesifikasi OGC untuk WFS menggunakan teknologi XML (Extensible Markup Language) dan protokol HTTP (Hyper Text Transfer Protocol) sebagai media penyampaiannya atau mungkin lebih tepatnya menggunakan geography markup language (GML) yang merupakan subset dari XML.

OpenLayers

OpenLayers merupakan aplikasi klien berbasis javascript untuk menampilkan data peta pada web browser tanpa tergantung pada web server (OpenLayers 2010). OpenLayers mengimplementasikan JavaScript API yang digunakan untuk membangun aplikasi SIG berbasis web. OpenLayers adalah perangkat lunak gratis yang dikembangkan dari dan untuk komunitas perangkat lunak open source. Geoext

Geoext ini merupakan library open source yang ditulis menggunakan Javascript, yakni hasil pengembangan dari library OpenLayers dan ExtJs (Anonim 2010). Library ini berperan dalam hal interface atau antarmuka penyajian peta sebagai jembatan penghubung antara web map server dengan pengguna.

Pewarnaan Peta

Pewarnaan pada peta ditujukan untuk membedakan wilayah satu dengan lainnya. Pembagian warna peta, misalnya ditujukan untuk membedakan tingkat kepadatan populasi penduduk pada suatu daerah. Metode pembagian warna pada peta dapat berdasarkan kategori berikut ini :

Equal range

Setiap kelas memiliki rentang nilai yang sama

.

Perbedaan antara nilai yang tertinggi dengan terendah untuk setiap kelas adalah sama.

Natural breaks

Pengelompokan pola data, dengan nilai-nilai dalam kelas yang cenderung sama dan nilai-nilai antar kelas yang berbeda. Data nilai cluster ditempatkan dalam satu kelas.

 Standar deviasi

Masing-masing kelas didefinisikan dengan jarak dari nilai rata-rata dari semua fitur.

Quantile

Setiap kelas memiliki fitur yang sama, serta membandingkan daerah yang berukuran hampir sama, dan menekankan posisi relatif antar fitur (Mitchell 1999).

Dokumen terkait