• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unsur Hara Fosfor (P)

Unsur fosfat (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan fosfat dalam tanah jarang yang melebihi 0,01% dari total P. Sebagian besar bentuk fosfat terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Fosfat tersebut tidak dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh tanaman, karena fosfat dalam bentuk P-terikat di dalam tanah. Pada tanah-tanah masam, fosfat akan bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al-P, Fe-P, dan occluded-P, sedangkan pada tanah-tanah alkali, fosfat akan bersenyawa dengan kalsium (Ca) sebagai

Ca-P membentuk senyawa kompleks yang sukar larut

(Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).

Unsur P terdapat pada seluruh sel hidup tanaman. Beberapa fungsi phosphor adalah membentuk asam nukleat (RNA dan DNA), menyimpan serta memindahkan energi ATP dan ADP, merangsang pembelahan sel dan membantu proses asimilasi dan respirasi (Novizan, 2002).

Fosfat di dalam tanah terdapat dalam bentuk fosfat anorganik dan fosfat organik. Bentuk anorganiknya berupa senyawa-senya-wa Ca-fosfat, Fe-fosfat dan Al-fosfat. Fosfor organik mengandung senyawa-senyawa yang berasal dari tanaman dan mikroba dan tersusun dari asam nukleat, fosfolipid dan fitin. Materi organik yang berasal dari sampah tanaman mati dan membusuk kaya akan sumber-sumber fosfor organik. Beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan fosfat alam antara lain konsentrasi H, Ca dan P di dalam larutan, komposisi fosfat

alam khususnya adanya substitusi karbonat terhadap P pada apatit, derajat percampuran antara fosfat alam dan tanah serta tingkat penggunaan fosfat alam pada tanah (Sutedjo, 1996).

Tanaman menyerap P dalam bentuk ion ortofosfat (H2PO4-) dan ion

ortofosfat sekunder (HPO42-). Unsur P masih dapat diserap dalam bentuk lain, yaitu bentuk pirofosfat dan metafosfat, dan kemungkinan unsur P diserap dalam bentuk senyawa organik yang larut dalam air, misalnya asam nukleat dan fitin. P yang diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat berubah menjadi senyawa P organik yang mudah bergerak antarjaringan tanaman. Kadar optimal P dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetative adalah 0,3–0,5% dari berat kering tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Tanah dengan bahan organik yang tinggi, khususnya fraksi aktif dan bahan organik secara relatif mengikat fosfat dalam tingkat yang rendah. Derajat pengikat P tinggi terjadi pada pH yang sangat rendah dan sangat tinggi. Sebagaimanapun pH meningkat dari bawah 5-6, Fe dan Al-P menjadi suatu yang lebih terlarut juga pada titik pH> 8 dan diatas 6 senyawa Ca-P kelarutannya tinggi. Bahan organik

secara umum memiliki kapasitas yang rendah dalam mengikat ion fosfat ( Brady dan Well, 2002).

Kadar P pada tanah gambut beragam. Sebagian dalam bentuk organik sehingga memerlukan proses mineralisasi untuk dapat digunakan tanaman. Keberadaan P pada tanah gambut diketahui mudah hilang atau rendah disebabkan oleh pencucian. Mekanisme ini di gambarkan oleh kapasitas tukar anion tanah yang rendah. Namun kadar P relatif tinggi pada lapisan atas dibandingkan lapisan bawah (Noor, 2001).

R

2R R4R R 4R

Fosfat alam memiliki sifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam kondisi asam. Faktor yang memengaruhi kelarutan fosfat alam adalah sifat fisik, kimia fosfat alam, tanah, dan tanaman. Sifat tanah yang menentukan kelarutan fosfat alam adalah pH tanah. Fosfat alam lebih mudah larut pada tanah yang memiliki pH rendah, oleh sebab itu fosfat alam tidak sesuai diaplikasikan pada tanah yang bereaksi netral hingga alkalis. Kadar Ca yang tinggi menghambat kelarutan fosfat alam, sedangkan tanah yang memiliki kadar Ca dan P yang rendah seperti tanah ultisol atau oksisol akan mendorong kelarutan fosfat alam sehingga aplikasi fosfat alam menjadi efektif meningkatkan ketersediaan Ca dan P pada tanaman. Tingkat kelarutan fosfat alam dapat diketahui melalui pelarutan asam sitrat 2%, amonium sitrat pH 7, asam format 2%, indeks kelarutan sitrat absolut dalam asam

sitrat terhadap kadar P2O5

Sifat P dalam tanah tidak mobil karena tingkat ketersediaannya dalam tanah dipengaruhi oleh: reaksi tanah (pH), kadar Al dan Fe oksida, kadar Ca, kadar bahan organik, tekstur dan pengelolaan lahan. Fosfat tanah dapat dalam bentuk P larutan, P labil, P difiksasi oleh Al, Fe atau Ca, dan P organik. Fosfat dalam larutan dapat berbentuk H PO ־ atau HPO

pada mineral apatit (Hartatik, 2011).

Ketersediaan Fosfat dalam Tanah

42־

Ketersediaan fosfor tanah untuk tanaman sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi ketersediaan , tergantung dari kemasaman larutan (pH). Fosfat tidak tersedia difiksasi oleh Fe dan Al oksida pada tanah masam, difiksasi Ca pada tanah basa. Bentuk-bentuk tersebut saling terjadi. keseimbangan, artinya apabila bentuk P tidak tersedia dalam jumlah sedikit akan terjadi aliran hara P dari bentuk-bentuk yang tidak tersedia (Havlin et al., 1999).

P tanah, yaitu tipe liat, pH tanah, waktu reaksi, temperatur, dan bahan organik tanah (Foth, 1994).

Ketersediaan P di kebanyakan tanah maksimum pada rentan pH 6,0. Fiksasi P terjadi pada tanah-tanah masam dan kapuran atau bereaksi alkalin. Pada tanah masam (pH rendah), fosfat larut akan bereaksi dengan Fe atau Al larut dan oksida-oksida hidrusnya, membentuk senyawa sebagai Fe- atau Al-fosfat yang relatif kurang larut, sehingga tidak dapat di serap oleh tanaman. Sebaliknya pada tanah-tanah alkalin (pH tinggi) ion Ca dan senyawa karbonatnya akan mengendap dengan P larut sebagai mineral Ca-P. Fosforus paling banyak tersedia pada rentan pH antara 5,5 dan 6,5 (Prasad dan Power, 1997).

Kelarutan senyawa fosfor anorganik secara langsung mempengaruhi ketersediaan P untuk pertumbuhan tanaman. Kelarutan P dipengaruhi oleh pH tanah, yaitu pada pH 6-7 untuk tanaman. Jika pH dibawah 6, maka fosfor akan terikat oleh Fe dan Al. Ketersediaan fosfor umumnya rendah pada tanah asam dan basa. Pada tanah dengan pH diatas 7, maka fosfor akan diikat oleh Mg dan Ca (Rosmarkan dan Yuwono, 2000).

Beberapa factor yang mempengaruhi kelarutan fosfat antara lain konsentrasi H, Ca dan P di dalam larutan, komposisi fosfat alamnya khususnya adanya subtitusi karbonat terhadap P pada apatit, derajat percampuran antara fosfat alam dan tanah serta tingkat penggunaan fosfat alam pada tanah. Kelarutan fosfat alam dalam larutan tanah akan lebih baik jika pH tanah, ca dapat dipertukarkan dan konsentrasi P di dalam larutan tanah rendah. Pada tanah masam yang banyak memerlukan P penggunaan fosfat alam dinilai lebih efektif dan lebih murah dibandingkan bentuk P lainnya, karena pada tanah masam fosfat

alam lebih reaktif dan lebih murah dibandingkan menggunakan super fosfat (Chien, 1990 dalam Kasno et al., 2009).

Secara umum faktor-faktor yang memprngaruhi serapan P dalam tanah ialah: 1)sifat dan jumlah komponen-komponen dalam tanah yang terdiri atas hidrus oksidasi logam dari besi dan aluminium, tipe liat, kadar liat, koloid-koloid amorf, dan kalsium karbonat, 2) pH, 3) kation, 4) anion, 5) kejenuhan kompleks jerapan, 6) bahan organic, 7) suhu, dan 8) waktu reaksi ( Tisdale et al., 1990).

Mikroba pelarut fosfat

Mikroba pelarut fosfat hidup di sekitar perakaran tanaman, mulai permukaan tanah sampai kedalaman 25cm. Keberadaannya berkaitan dengan jumlah bahan organik yang akan mempengaruhi populasi serta aktivitasnya dalam tanah. Mikroba yang hidup dekat daerah perakaran secara fisiologis lebih aktif dibanding mikroba yang hidup jauh dari daerah perakaran. Keberadaan mikroba pelarut fosfat beragam dari satu tempat ke tempat lainnya karena perbedaan sifat biologis mikroba itu sendiri. Terdapat mikroba yang hidup pada kondisi masam dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa, ada yang hipofilik, mesofilik dan termofilik ada yang hidup aerob maupun anaerob dan beberapa sifat lain yang bervariasi. Masing-masing mikroorganisme memiliki sifat-sifat khusus dan kondisi lingkungan optimal yang berbeda-beda yang mempengaruhi efektivitasnya melarutkan fosfat (Ginting et al., 2006).

Mikroba tanah yang berperan dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut unsur fosfat (P) dan kalium (K). Kandungan P yang cukup tinggi (jenuh) pada tanah, sedikit sekali yang dapat digunakan oleh tanaman karena terikat pada mineral liat tanah. Disinilah peran mikroba pelarut P yang melepaskan ikatan P dari mineral

liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi dalam melarutkan P (Nurtjahyani, 2011).

Mikroba pelarut fosfat berperanan dalam melarutkan fosfat yang terikat oleh asam organik dan menjaga unsur P yang terlarut tidak hilang dan terikat oleh asam organik tanah sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Mikroba pelarut fosfat fungi menghasilkan asam organik monokarboksilat seperti asam asetat, asam formiat, monokarboksil hidroksil seperti asam laktat, asam monokarboksil ketogluconat (asam oksalat, suksinat dan dikarboksilat hiroksilat sperti asam malat untuk melarutkan P (Khan et al., 2009). Selain itu fosfat juga dapat dilarutkan oleh enzim yang dihasilkan mikroba. Lebih lanjut disebutkan bahwa spesies fungi seperti Aspergillus, dan Penicillium serta bakteri seperti Bacillus,

Rhizobium, Burkholderia, Achromobacter, Agrobacterium, Micro-coccus, Aerobacter, Flavobacterium dan Erwinia berkemampuan sebagai pelarut fosfat.

Mikroba pelarut fosfat bersifat menguntungkan karena mengeluarkan berbagai macam asam-asam organik seperti asam format, asetat, propionate, laktat,glikolat, fumarat dan asam suksinat. Asam-asam organik ini membentuk khelat (komplek stabil) dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P, sehingga ion H2PO4

Fungi terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu mold, yeast dan mushroom. Fungi berperan dalam transformasi unsur pokok di dalam tanah dan pembentukan

menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi tanaman (Rodriquezz dan Fraga, 2000).

pada bahan organik tanah. Jumlah fungi di dalam tanah bervariasi sekitar 106 individu per gram tanah, tergantung pada kondisi tanah. Faktor yang penting

berhubungan dengan aktivitas fungi adalah ketersediaan makanan

(Brady dan Well, 2002).

Kemampuan fungi pelarut fosfat mampu meningkatkan ketersediaan P sebesar 26-40% serta dapat di jumpai pada berbagai habitat dan kondisi yang berbeda dan tahan terhadap kondisi kelembaban dan suhu yang rendah. Pada pH

5−5.5 umumnya di jumpai dominasi fungi, kemasaman (pH) daerah rizosfer

sebagian dikontrol oleh sumber hara nitrogen bagi tanaman. Dekomposisi bahan organik oleh mikroba cenderung meningkatkan kemasaman tanah akibat asam organik yang dihasilkan (Clark, 2001).

Gaur et al., (1990) menyatakan bahwa fungi yang dapat menyesuaikan diri dengan kondisi di sekitarnya akan mudah tumbuh dan cepat berkembang biak, dan jumlahnya akan lebih banyak. Fungi yang pertumbuhannya lambat membutuhkan waktu inkubasi yang lama untuk berkembang biak. Efektifitas pelarutan fosfat sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, aerasi, materi organik, dan waktu inkubasi.

Fungi pelarut P mampu meningkatkan kadar fosfat terlarut sebesar 24-47% ditanah masam. Jenis jamur yang paling banyak diteliti adalah Aspergillus sp dan Penicillum sp. Kelompok Penicillum sp mampu melarutkan 26-40% Ca3PO4. Asam sitrat yang di hasilkan oleh Aspergillus berperan dalam pelarutan Ca-P (Lestari dan Saraswati, 1997). Peningkatan konsentrasi P tanaman dipengaruhi oleh fungi pelarut fosfat dalam menghasilkan substrat sebagai sumber nutrisi, sedangkan P yang terfiksasi dalam mineral tanah dapat dilepaskan sehingga terserap oleh tanaman (El-Azouni, 2008).

Diantara fungi penghuni rizosfer, Aspergillus sp. dan Penicillium sp. merupakan fungi yang umum ditemukan dan telah diketahui memiliki kemampuan melarutkan P, sehingga kedua jenis cendawan ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati yang dapat meningkatkan produktifitas pertanian. Pelarutan P oleh cendawan dilakukan melalui produksi asam organik. Salah satu spesies Penicillium, yaitu P. bilaii berperan dalam aktivitas pelarutan P terikat melalui produksi asam sitrat dan asam oksalat. Selain melarutkan P, A.

niger dan Penicillium sp. merupakan jenis cendawan yang ditemukan sebagai

endosimbion pada Ficus bengalensis. Kolonisasi cendawan ini ditemukan di berbagai organ dengan frekuensi yang berbeda. Mikrob endosimbion adalah mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman dan mampu membentuk koloni di dalam jaringan. Mikroba yang dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman akan lebih efektif jika berada di dalam jaringan tanaman, sebab unsur

hara yang tersedia dapat langsung ditransportasikan ke tanaman (Cunningham dan Kuiack 1992)

Reddy et al., (2002) menemukan bahwa semua isolat Aspergillus yang diisolasi dari tanah-tanah yang mengandung rizosfer mempunyai kemampuan untuk melarutkan semua bentuk batuan fosfat alam. Ini adalah laporan pertama mengenai pelarutan batuan fosfat dengan Aspergillus dan menunjukkan bahwa fungi dapat berpotensi sebagai pelarut fosfat yang sangan baik ketika diinokulasikan ke dalam tanah dimana batuan fosfat digunakan sebagai pupuk P.

Aspergillus mampu meningkatkan ketersediaan P pada tanah sebesar 25% dan

Pada umumnya pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh (Gandjar et al., 2006):

1. Substrat

Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi fungi. Nutrien-nutrien baru dapat dimanfaatkan sesudah fungi mengekskresi enzim-enzim ekstraselular yang dapat mengurai senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana.

2. Kelembapan

Faktor ini sangat penting untuk pertumbuhan fungi. Pada umumnya fungi seperti

Aspergillus, Penicillium, Fusarium, dan banyak hyphomycetes lainnya dapat

hidup pada kelembapan nisbi yang lebih rendah, yaitu 80%. 3. Suhu

Berdasarkan suhu kisaran lingkungan yang baik untuk pertumbuhan, fungi dapat dikelompokkan sebagai fungi psikofril adalah fungi yang dengan kemampuan untuk tumbuh pada atau dibawah 0-300C. Hanya sebagian kecil spesies fungi yang

psikofril. Fungi mesofil adalah fungi yang tumbuh pada suhu 25-370C, dan

termofil yang mampu tumbuh pada kisaran suhu 40-740C. Fungi dapat tumbuh

baik pada suhu ruangan (22-250C). 4. Derajat keasaman lingkungan

pH substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi, karena enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu. Umumnya fungi menyenangi pH di bawah 7,0.

Mekanisme pelarutan fosfat

Ketersediaan P-organik bagi tanaman dipengaruhi antara lain oleh aktivitas mikroba. Namun seringkali hasil mineralisasi oleh mikroba, langsung bersenyawa dengan bagian-bagian anorganik dalam tanah untuk membentuk senyawa yang relatif sukar larut. Enzim fosfatase berperan utama dalam melepaskan P dari ikatan Porganik. Enzim ini banyak dihasilkan oleh mikroba tanah, terutama yang bersifat heterotrof. Aktivitas fosfatase dalam tanah meningkat dengan meningkatnya C-organik, tetapi juga dipengaruhi oleh pH, kelembapan, temperatur, dan faktor lainnya. Dalam kebanyakan tanah, total P-organik sangat berkorelasi dengan C-organik tanah, sehingga mineralisasi P meningkat dengan meningkatnya total C-organik. Semakin tinggi C-organik dan semakin tinggi P-organik, maka semakin meningkat immobilisasi P. P-anorganik dapat diimmobilisasi menjadi P-organik oleh mikroba (Havlin et al,. 1999).

Pelarutan fosfat secara biologis terjadi karena mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfat dan enzim fitase. Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase diekskresikan oleh akar tanaman dan mikroorganisme, dan di dalam tanah yang lebih dominan adalah fosfatase yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Joner, et al., 2000 dalam Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006). Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi bentuk fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).

Mikroba pelarut fosfat mensekresikan sejumlah asam organik seperti asam-asam format, asetat, propionat, laktonat, glikolat, fumarat, dan suksinat

yang mampu membentuk khelat dengan kation-kation seperti Al dan Fe pada Ultisol sehingga berpengaruh terhadap pelarutan fosfat yang efektif sehingga P menjadi tersedia dan dapat diserap oleh tanaman (Rao, 1994).

Mikroorganisme tanah berperan penting dalam dinamika dan ketersediaan P dalam tanah. Komunitas mikroba mempengaruhi kesuburan tanah melalui proses dekomposisi, mineralisasi, dan penyimpanan/melepaskan nutrisi. Mikroorganisme mampu meningkatkan ketersediaan P untuk tanaman melalui mineralisasi P organik di tanah dan membantu melarutkan fosfat. Fungi pelarut fosfat (FPF) hanya sekitar 0,1–0,5%. Pelarut fosfat yang unggul dari kelompok fungi adalah Penicillium dan Aspergillus (Whitelaw, 2000).

Cendawan seperti A. niger dan Penicillium sp. telah diketahui menghasilkan asam-asam organik. Keduanya telah diketahui mampu menghasilkan asam organik berupa asam oksalat, asam sitrat asam glukonat, dan asam suksinat. Asam-asam organik seperti asam sitrat, asam suksinat, dan asam oksalat dapat menggantikan kedudukan anion P, dan mengelat kation-kation seperti Ca, Al, dan Fe membentuk senyawa kompleks. Keberadaan Al dapat membuat mobilisasi P di jaringan akar terhambat (Khan et al., 2009)

Mikroba pelarut fosfat juga memiliki kemampuan dalam mensekresikan enzim fosfatase yang berperan dalam proses hidrolisasi P organik manjadi P anorganik (Whitelaw, 2000). Beberapa kelompok fungi juga berperan aktif dalam melarutkan fosfat dalam tanah antara lain Aspergillus sp. dan Penicillium sp. mampu melarutkan Al-P dan Fe-P. Penicillium sp. mampu melarutkan 40%

Ca3(PO4)2, sedangkan Aspergillus sp. melarutkan 18% Ca3(PO4)2 (Chonkar dan Rao, 1967 dalam Elfiati, 2005).

Mikroorganisme yang termasuk dalam kelompok jamur antara lain:

Aspergillus sp, Penicillium sp, Zerowilia lipolitika, Pseudomonas sp. Hasil

penelitian menyebutkan bahwa fungi mampu melarutkan P dalam bentuk AlPO4

pada tanah antara 12-162 ppm di medium Pikovskaya yang mengandung sumber P AIPO4 yang relatif lebih sukar larut sebesar 27-47% (Yuliana, 2010)

Mikroba pelarut fosfat berperanan dalam melarutkan fosfat yang terikat oleh asam organik dan menjaga unsur P yang terlarut tidak hilang dan terikat oleh asam organik tanah sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Fungi pelarut fosfat menghasilkan asam organik monokarboksilat seperti asam asetat, asam formiat, monokarboksil hidroksil seperti asam laktat, asam monokarboksil ketogluconat (asam oksalat, suksinat dan dikarboksilat hiroksilat sperti asam malat untuk melarutkan P. Lebih lanjut disebutkan bahwa spesies fungi seperti Aspergillus, dan Penicillium (Lestari dan Saraswati, 1997).

Secara garis besar, mekanisme mikroba pelarut fosfat dalam mereduksi fosfat melalui dua tahapan yaitu secara kimiawi dan secara biologis.

1. Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia dimulai saat MPF mengekresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah hasil metabolismenya ke dalam tanah. Asam-asam organik tersebut dapat membentuk kompleks stabil dengan kation-kation pengikat P di dalam tanah seperti Al dan Fe yang merupakan pengikat P pada tanah masam. Setiap MPF memiliki kemampuan yang berbeda secara genetik dalam mengekskresikan jenis dan jumlah asam organik. Efektivitas asam-asam organik yang dihasilkan tergantung pada kondisi lingkungan mikro di dalam tanah.

2. Reduksi fosfat secara biologis terjadi karena mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase. Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah, apabila ketersediaan fosfat tinggi maka enzim fosfatase kurang berguna atau produksi mikroba untuk menghasilkan fosfat tidak efektif (Ginting et al., 2006)

Asam-asam organik melarutkan P pada media dan dalam tanah melalui mekanisme antara lain: kompetisi anion ortofosfat pada tapak jerapan, perubahan pH media, pengikatan logam membentuk logam organik dan khelat oleh ligan organik. Terdapatnya asam-asam organik ini dalam tanah sangat penting artinya dalam mengurangi ikatan P oleh unsur penjerapannya dan mengurangi daya racun logam seperti aluminium pada tanah masam. Kecepatan pelarut P dari mineral P oleh asam organik ditentukan oleh: (1) kecepatan difusi asam organik dari larutan tanah, (2) waktu kontak antara asam organik dan permukaan mineral, (3) tingkat dissosiasi asam organik, (4) tipe dan letak gugus fungsi asam organik, (5) affinitas kimia agen pengkhelat terhadap logam dan (6) kadar asam organik dalam larutan tanah Urutan kemampuan asam organik dalam melarutkan fosfat adalah asam sitrat > asam oksalat = asam tartarat = asam malat > asam laktat = asam fumarat = asam asetat. Asam organik yang mampu membentuk komplek yang lebih mantap dengan kation logam lebih efektif dalam melepas Al dan Fe mineral tanah sehingga akan melepas P yang lebih besar. Urutan kemudahan fosfat terlepas mengikuti ukuran Ca 3(PO 4) 2 > AlPO 4 > FePO 4 (Premono, 1994).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketersediaan P dalam tanah pada umumnya rendah. Hal ini disebabkan P terikat menjadi Fe-fosfat dan Al-fosfat pada tanah masam atau Ca3 (PO4

Sitanggang(2013), Mulyani (2013) dan Suhendra (2013) berhasil mengisolasi dan menguji fungi pelarut fosfat dari tanah gambut. Fungi kemudian

)2 pada tanah basa. Tanaman tidak dapat menyerap P dalam bentuk terikat dan harus diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Mikroba tanah berperan dalam beberapa aktivitas dalam tanah seperti pelarutan P terikat oleh sekresi asam, dan mineralisasi komponen fosfat organik dengan mengubahnya menjadi bentuk anorganik (Cunningham dan Kuiack, 1992).

Pemberian pupuk fosfat ke dalam tanah sebagian besar tidak tersedia dalam tanaman, hanya 10% sampai 20% yang mampu diserap atau dimanfaatkan oleh tanaman. Alternatif lain untuk mengatasi ketersediaan fosfat bagi tanaman adalah dengan pemberian pupuk hayati yang berisi mikroba tanah. Mikroba tertentu yang hidup bebas memiliki kemampuan dalam melarutkan fosfat tanah yang terikat dan fosfat dari pupuk kimia yang terakumulasi, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Hasanudin, 2009).

Mikroba pelarut P merupakan salah satu jenis pupuk hayati yang dapat mengefisiensikan penggunaan pupuk P anorganik, sehingga dapat mengatasi rendahnya P-tersedia tanah dan meningkatkan konsentrasi P pada tanaman. Diketahui bahwa Aspergillus sp dan Penicillium sp merupakan spesies jamur yang mampu melarutkan beberapa bentuk P anorganik (Whitelaw, 2000).

menunjukkan bahwa Aspergillus mampu melarutkan fosfat. Kemudian isolat hasil isolasi fungi pelarut fosfat (FPF) disimpan sebagai koleksi di laboratorium biologi tanah selama tiga tahun. Hal ini yang menjadi dasar penelitian ini dilakukan yaitu untuk menguji kembali kemampuan fungi pelarut fosfat dalam melarutkan P setelah disimpan selama kurun waktu tiga tahun di laboratorium. Penelitian ini menggunakan empat sumber P yang berbeda yaitu Ca3PO4, AlPO4, FePO4 dan batuan posfat.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menguji kembali kemampuan fungi pelarut fosfat asal gambut yang di simpan selama tiga tahun di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Sumatera Utara dalam melarutkan P dari berbagai sumber.

Kegunaan Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang kemampuan fungi pelarut fosfat dalam melarutkan P yang potensial setelah disimpan dalam kurun waktu tiga tahun.

Hipotesis

Fungi pelarut fosfat yang diisolasi dari tanah gambut diduga masih memiliki potensi dalam melarutkan P dari berbagai sumber, meskipun telah disimpan dalam kurun waktu tiga tahun.

ABSTRAK

SUGIARTI SIPAHUTAR: Kemampuan Fungi Pelarut Fosfat Asal Gambut Dalam

Dokumen terkait