• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Tinjauan Pustaka

Keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan bermasyarakat dapat dijaga kepentingannya. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata kepastian mempunyai arti “perihal (keadaan) pasti ; ketentuan ; ketetapan”. Sedangkan pengertian Hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan “peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah”. Jadi menurut Kamus Besar Bahasa indonesia Kepastian Hukum adalah “perangkat hukum suatu negara yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara”.

Menurut J.T.C Simorangkir mengatakan bahwa hukum diartikan sebagai peraturan – peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran perbuatan – perbuatan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman. Menurut Kamus Hukum, “Hukum merupakan keseluruhan daripada peraturan – peraturan yang mana tiap – tiap orang yang bermasyarakat wajib mentaatinya, bagi pelanggaran terdapat sanksi.

Sedangkan tujuan hukum itu adalah menciptakan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Menurut Prof. Subekti SH tujuan hukum adalah mengabdi pada tujuan negara yang pada pokoknya tujuan negara adalah mewujudkan kemakmuran dan memberikan kebahagiaan pada rakyat di negaranya. Tujuan hukum tidak hanya untuk memperoleh keadilan tetapi harus ada keseimbangan antara tuntutan kepastian hukum dan tuntutan keadilan hukum. Hal tersebut

dinyatakan dalam bukunya yang berjudul Dasar – dasar Hukum dan Pengadilan.

Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa kepastian hukum adalah tujuan utama yang ingin diwujudkan dalam pelaksanaan suatu hukum. Kepastian ini diberikan kepada subjek hukum dalam bentuk perangkat – perangkat hukum, baik yang bersifat preventif maupun bersifat refresif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain kepastian hukum tidak hanya diberikan kepada seluruh makhluk hidup maupun segala ciptaan Tuhan dan dimanfaatkan bersama – sama dalam rangka kehidupan yang adil dan damai. Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila, maka sistem perlindungan hukum dan kepastian hukum yang dianut harus berpijak pada dasar Negara Pancasila.

2. Bank

Lembaga keuangan dalam arti luas adalah sebagai perantara dari pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak yang kekurangan dana (lack of funds) sehingga peranan dari lembaga keuangan yang sebenarnya yaitu sebagai perantara keuangan/dana masyarakat (financial intermediary). Dalam arti yang luas ini termasuk di dalamnya lembaga perbankan, perasuransia, dana pensiun, penggadaian dan sebagainya yang menjembatani antara yang pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang memerlukan dana. 6

6

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal.101.

Lembaga keuangan bank sampai saat ini khususnya di Indonesia masih mempunyai peranan yang sangat penting. Hal ini dapat terlihat dari menjamurnya usaha perbankan baik yang berasal dari pemerintah maupun swasta dengan tingkat persaingan yang ketat.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyebutkan Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Pada Pasal 1 angka 2 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyebutkan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk – bentuk lainnya dalam dalam rangka menigkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Dari pengertian – pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bank adalah suatu badab usaha yang berbadan hukum yang bergerak di bidang jasa keuangan untuk melayani semua orang yang membtuhkan dana. Bank sebagai badan hukum berarti secara yuridis adalah merupakan subyek hukum yang berarti dapat megikatkan diri dengan pihak ketiga.

Pasal 2 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa “Perbankan di Indonesia berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati – hatian”. Dalam melakukan semua kegiatan seperti menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk – benuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Dari pengertian di atas, maka beberapa istilah yang terkait dalam dunia perbankan antara lain :

a. Kredit

Menurut pasal 1 angka 11 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyebutkan Kredit adalah penyediaan utang atau tagihan yang dapat dipersama-kan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam – meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan pengertian kreditur adalah orang atau lembaga keuangan (bank) yang menyediakan uang maupun bentuk pinjaman lainnya berdasarkan kesepakatan antara bank dengan pihak lain.

Menurut Pasal 1 angka 16 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank

c. Nasabah Debitur (Debitur)

Menurut Pasal 1 angka 18 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mnyebutkan bahwa Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

d. Kreditur Preference

Adalah kreditur yang mempunyai hak pengambilan pelunasan terlebih dahulu daripada kreditur lain (preferntial creditor). Kreditur Preference memiliki hak untuk didahulukan dari kreditur lain dalam pengambilan pelunasan piutang dari benda objek jaminan.

3. Tinjauan Umum Mengenai Hak Atas Tanah

Pada dasarnya Hak Atas Tanah lahir dan mengikat pihak – pihak yang melaksanakan perbuatan hukum menciptakan hak tersebut serta pihak ketiga, saat mana Hak Atas Tanah dibukukan pada buku tanah melalui kegiatan pendaftaran tanah. Menurut Pasal 1 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah secara terus – menerus, kesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelohan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan sumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya.

Macam – macam hak atas tanh yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria dapat dilihat pada ketentuan Pasal 16, diantaranya hak milik, hak guna bangunan, hak gunan usaha dan seterusnya. Hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, selain itu hak pakai juga dapat digunakan sebagai agunan, hanya saja disyaratkan menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan dapat dipindahtangankan jika dibebani hak tanggungan, sejalan dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Berdasarkan penjelasan atas Pasal 4 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dijelaskan bahwa ada dua unsur mutlak dari hak atas tanah yang dapat dijadikan obyek hak tanggungan, yaitu :

a. Hak tersebut sesuai ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar umum, dalam hal ini Kantor Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan (preferen) yang diberikan kepada kreditur pemegang hak tanggungan terhadap kreditur lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai hak tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang dibebaninya, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya (asas publisitas), dan

b. Hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindahtangankan, sehingga apabila diperlukan dapat segera direalisasi untuk membayar utang yang dijamin pelunasannya.

4. Pengertian Hak Atas Tanah Yang Belum Terdaftar

Mengenai pengertian Hak Atas Tanah Yang Belum Terdaftar penjelasan Pasal 15 ayat 4 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menyatakan bahwa hak atas tanah yang belum terdaftar adalah tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah berbunyi :

“apabila obyek Hak Tanggunan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan”.

Penjelasan Pasal 10 ayat (3) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah yang dimaksud dengan hak kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang telah ada akan tetapi proses administrasi dalam konversinya belum selesai dilaksanakan.

Jadi pengertian hak atas tanah yang belum terdaftar adalah tanah yang hak kepemilikan atas tanah tersebut menurut hukum adat yang telah ada akan tetapi proses administrasi dalam konversinya belum selesai dilaksanakan.

5. Pengertian obyek Jaminan Hak Tanggungan

Pengertian obyek jaminan dihubungkan dengan jaminan kredit. Jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji yang sebagai jaminan untuk pembayaran dari utang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur. Sedangkan pengertian obyek jaminan adalah barang atau benda yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari utang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat antara kreditur dan debitur. Dan pengertian Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 1 Undang – Undang Republik Indonseia Nomor 4 Tahun 1996 Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah adalah hak jaminan yang dibebankan

pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – pokok Agraria, berikut atau berikut benda – benda lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu yang memeberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur – kreditur yang lain. Jadi pengertian obyek jaminan Hak Tanggungan adalah barang atau benda yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari utang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat antara kreditur dan debitur, yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – pokok Agraria, berikut atau tidak beriktu benda – benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur – kreditur lain.

6. Tinjauan Umum Perjanjian Kredit 1. Pengertian Kredit

Kredit menurut ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang – undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setalah jangka waktu tertentu dengan pemberian bungan”.

Pengertian kredit sendiri sebenarnya dari berasal dari bahasa Romawi yaitu Credere yang berarti kepercayaan. Dasar dari kredit adalah kepercayaan bahwa pihak lain ada pada masa yang akan datang akan memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan. Apa yang dijanjikan untuk dipenuhi itu dapat berupa : barang, uang atau jasa.7

“Dalam pengertian kredit ada terdapat pengertian transfer antara waktu sekarang dengan waktu yang akan datang. Dengan demikian didefinisikan sebagai suatu hak untuk menggunakan uang dalam batas waktu tertentu berdasarkan pertimbangan tertentu.8

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa intisari dari arti kredit sebenarnay menurut Molenaar yang dikutip Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H dalam buku aneka bisnis mengemukakan bahwa kredit adalah meminjamkan benda atau uang pada peminjam dengan kepercayaan, bahwa benda atau uang itu akan dikembalikan di kemudian hari kepada pihak yang meminjamkan.9

.7 Indra Darmawan, Pengantar Uang dan Perbankan, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hal.44.

8

Harry Waluya, Ekonomi Moneter, Uang dan Perbankan, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 15.

9

Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Kreditur adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang – piutang tertentu, sedangkan Pasal 1 ayat (3) debitur adalah pihak yang berutang dala suatu hubungan utang – piutang tertentu

Bedasarkan pengertian kredit seperti tersebut diatas, maka ditarik suatu kesimpulan bahwa unsur – unsur yang terdapat dalam pemberian kredit adalah :10

a. Kepercayaan, yaitu keykina si pemberi kredit (bank) bahwa prestasi (uang) yang diberikan akan benar – benar diterima kembali dari si penerima kredit pada suatu masa yang akan datang.

b. Waktu, yaitu jangka waktu antara saat pemberian prestasi dengan saat pengembaliannya.

Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian tentang nilai agio uang yaitu nilai uang sekarang lebih berharga daripada uang di masa yang akan datang.

c. Resiko, yaitu resiko sebagai akibat yang akan dapat timbul pada pemberian kredit. Guna menghindari resiko, maka sebelum kredit diberikan harus dilakukan penilaian secara cermat dan dilindungi dengan agunan/jaminan kredit sebagai benteng terakhir dalam pengamanan kredit.

d. Prestasi, dalam hubungannya dengan pemberian kredit dimaksud dengan prestasi adalah uang.

Buku III Kitang Undang – Undang Hukum Perdata atau BW maksud isi dari kreditur atau pihak berpiutang adalah pihak yang berhak menuntut, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau Debitur.11

10

Mohammad Djohan, Perbankan di Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1990, hal. 5.

11

2. Pengertian Perjanjian Kredit Bank

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing – masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.

Perjanjian kredit merupakan perikatan antasa dua pihak atau lebih yang menggunakan uang sebagai obyek dari perjanjian, jadi dalam perjanjian kredit ini titik beratnya adalah pemenuhan prestasi antara pihak yang menggunakan uang sebagai obyek atau sesuatu yang dipersamakan dengan uang.

Dalam Buku III KUHPerdata tidak terdapat ketentuan yang khususnya mengatur perihal Perjanjian Kredit. Namun berdasarkan asas kebebasan berkontrak, para pihak bebas untuk menentukan isi dari perjanjian kredit sepanjang sepanjang tidak bertentangan dengan undang – undang, ketertiban umum, kesusilaan, dan kepatutan. Dengan disepakati dan ditandatanganinya perjanjian kredit tersebut oleh para pihak, maka sejak detik itu perjanjian lahir dan mengikat para pihak yang mebuatnya sebagai undang – undang.

Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagaimana perjanjian – perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada atau berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank

kepada nasabah kreditur. Kredit yang diberikan oleh bank sebagai kreditur kepada nasabahnya sebagai debitur selalu dilakukan dengan membuat suatu perjanjian. Mengenai bentuk perjanjian ini tidak ada bentuk yang pasti karena tidak ada peraturan yang mengatur, tetapi yang jelas perjanjian kredit selalu dibuat dalam bentuk tertulis dan mengacu pada Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat – syarat sahnya perjanjian.12

Hal di atas menunjukkan bahwa perjanjian kredit di dalam praktek tumbuh sebagai perjanjian standaard.

Di dalam praktek perbankan, setiap bank menyediakan blangko (formulir, model) perjanjian kredit, yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu. Formulir ini disodorkan kepada setiap pemohon kredit. Isinya tidak diperbincangkan dengan pemohon. Kepada pemohon hanya dimintakkan pendapatnya dan apakah dapat menerima syarat – syarat yang tersebut di dalam formulir itu atau tidak. Hal – hal yang kosong (belum) diisi di dalam blangko itu adalah hal – hal yang tidak mungkin diisi sebelumnya yaitu antara lain jumlah pinjaman, bunga, tujuan, dan jangka waktu kredit.

13

Perjanjian standard ini adalah suatu perjanjian paksa (dwang kontract), karena kebebasan pihak – pihak yang dijamin oleh Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata sudah dilanggar.pihak yang

12

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hal. 71.

13

lemah (debitur) terpaksa menerima hal ini sebab mereka tak mampu berbuat lain.

Berlakunya perjanjian standard ini adalah karena adanya kebebasan kehendak yang sungguh – sungguh ada pada para pihak, khususnya debitur.

Subekti mengemukakan bahwa “Asas Konsensualisme terdapat di dalam pasal 1320 jo. 1338 KUHPerdata. Pelanggaran terdapat ketentuan ini akan mengakibatkan perjanjian itu tidak sah dan juga tidak mengikat sebagai undang – undang”.14

7. Tinjauan Umum Jaminan 1. Pengertian Jaminan

Istilah “jaminan” merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautic, yaitu kemapuan debitur untuk memenuhi atau melunasi utangnya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap krediturnya.15

Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan. Istilah agunan dapat dibaca di dalam Pasal 1 angka 23 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Agunan adalah “jaminan tambahan diserahkan

14

R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung, 1995, hal.12.

15

nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah”.

Agunan dalam konstruksi ini merupakan jaminan tambahan (accessoir). Tujuan Agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank. Jaminan ini diserahkan oleh debitur kepada bank.

Unsur – unsur agunan yaitu : a. Jamina tambahan

b. Diserahhkan oleh debitur kepada bank

c. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan

Menurut M. Bahsan bahwa jaminan adalah “ Segala sesuatu yang diterima debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat”.16

2. Pengertian Hukum Jaminan

Menurut J. Satrio, Hukum Jaminan diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan – jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Ringkasnya huku jamina adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seorang .

Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah – kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.

16

Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal.22.

Jadi inti dari dua pendapat perumusan pengertian hukum jaminan di atas adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu (kredit) dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu).17

Sedangkan menurut Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, hukum jaminan adalah mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda – benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberika kepastian hukum bagi lembaga – lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupu di luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah, besar, dengan jangka waktu yang lama dan bungan yang relatif rendah.18 3. Jaminan Kredit

Jaminan atau agunan dalam sebuah perjanjian kredit merupakan sesuatu yang mutlak dalam pemebrian kredit, hal ini sejalan dengan ketentuan perundang – undangan berlaku, tiada kredit tanpa sebuah jaminan. Diperlukan jaminan guna menjamin kepastian, ketertiban, dan kelancaran pelunasan utang debitur kepada kreditur dalam proses pemberian kredit, di samping memperhatikan jaminan yang bernilai fisik material, juga diharuskan melihat jaminan yang bernilai immaterial, hal itu untuk

17

Rachmadi Usman, Op.Cit., hal. 1

18

m mencegah kesan bahwa bank hanya mementingkan jaminan fisik saja. Oleh karena itu, dalam praktek perbankan diperlukan untuk memperhatikan prinsip – prinsip perkreditan yang diantaranya ada 5 prinsip yaitu yang terdiri dari kepribadian, kemampuan, modal, agunan dan kondisi ekonomi (Character, Capacity, Capital, Collateral, Conditions). Pentingnya jaminan dalam setiap pengambilan keputusan kredit sebagai the last resources dari kepastian pembayaran kembali pinjaman/utang/kredit oleh debitur terhadap bank jika debitur berada dalam keadaan macet.

Berdasarkan Undang – undang Perbankan pada penjalasan disebutkan bahwa untuk memperoleh keyakinan bank sebelum memberi kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur. Jaminan kredit dalam praktek dikenal juga dengan istilah agunan, merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, bank dapat saja memiliki keyakinan terhadap watak, kegiatan bisnis dan kondisi perekonomian, maka sebagai salah satu unsur kepastian

Dokumen terkait