• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

KEPASTIAN HUKUM BAGI BANK SEBAGAI

KREDITUR ATAS TANAH BELUM TERDAFTAR

SEBAGAI AGUNAN

PADA PT. BANK SUMUT CABANG GUNUNG TUA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

NIM : 110200041

SUENTA KARINA SIREGAR

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM AGRARIA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KEPASTIAN HUKUM BAGI BANK SEBAGAI

KREDITUR ATAS TANAH BELUM TERDAFTAR

SEBAGAI AGUNAN

PADA PT. BANK SUMUT CABANG GUNUNG TUA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NIM : 110200041

SUENTA KARINA SIREGAR

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM KEKHUSUSAN AGRARIA

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

NIP. 19600214987032002 Suria Ningsih, S.H., M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH.,MS.,CN

NIP. 196112311987031023 NIP. 195813166143911002

Zaidar, SH.,M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAK

Suenta Karina Siregar*)

Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S.,CN**) Zaidar, S.H., M.Hum***)

Bank mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi di masyarakat, berfungsi sebagai lembaga intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat uang membutuhkan dalam bentuk kredit. Namun kurangnya kesadaran masyarkat untuk mensertifikatkan tanahnya, membuat keterbatasan penyediaan jaminan oleh masyarakat guna memperoleh kredit yang diharapkan. Karena itu, pihak bank maringankan ketentuan yang harus dipenuhi oleh calon debitur yaitu khususnya dalam hal tanah, dengan menerima tanah yang belum terdaftar sebagai agunan jaminan kredit. Maka sudah semestinya Bank sebagai pihak pemberi kredit kepada calon debitur yang mengagunakan tanah yang belum terdaftar sebagai objek jaminan kredit mendapat perlindungan dan kepastian hukum melalui lembaga hak jaminan yang kuat.

Permasalahan yang diajukan dalam pembahasan skripsi ini adalah bagaimana kedudukan tanah yang belum terdaftar sebagai onjek jaminan kredit, apa yang menjadi pertimbangan bank dalam menerima tanah yang belum terdaftar sebagai agunan kredit dan bagaimana kepastian hukum bagi bank sebagai kreditur atas tanah yang belum terdaftar sebagai agunan.

Setelah dilakukan pembahasan dan penelitian maka diketahui tanah yang belum terdaftar dapat dijadikan sebagai agunan kredit dengan ketentusn yang diberikan bank adalah tanah yang diagunkan tersebut di atas kepemilikannya dalam bentuk Akta Peralihan Hak yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan fasilitas kredit yang diterima Debitur tidak lebih dari Rp. 50.000.000,-. Hanya dalam bentuk Akta Peralihan Hak yang diterima oleh Bank sebagai agunan. Bank menerima tanah yang belum terdaftar sebagai agunan jaminan kredit karena ada 2 (dua) alasan yang menjadi pertimbangan, yaitu pertama karena sesuai dengan visi dan misi dari bank itu sendiri yang ingin membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah dan pertimbangan yang kedua adalah karena kondisi pengetahuan masyarakat yang masih minim tentang peran perbankan serta kurangnya kesadaran masyarakat bahwa pentingnya mengurus pensertifikatan atas tanah hak milik mereka. Kepastian hukum bagi bank sebagai kreditur dalam menerima tanah yang belum terdaftar sebagai agunan sebenarnya tidak ada, karena dengan menerima tanah yang belum terdaftar sebagai agunan adalah mengandung resiko yang sangat besar hal itu dikarenakan tanah yang belum terdaftar kurang memiliki kekuatan eksekutorial. Hal dini yang hanya bisa dilakukan bank adalah memperkuat Prinsip 5C (Character,Capacity, Capital, Collateral dan Condition Of Economy) terhadap calon Debitur.

Kata Kunci : Kredit, Hak Atas Tanah Yang Belum Terdaftar, Agunan

1

*) Mahasiswa/i Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara **) Dosen Pembimbing I

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah

melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai

Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank

SUMUT Cabang Gunung Tua”. Skripsi ini merupkan salah satu syarat untuk

menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan,

baik itu disebabkan literatur maupun pengetahuan penulis sehingga pembuatan

skripsi ini jauh dari kata sempurna. Dengan lapang hati penulis selalu menerima

kritik dan saran yang bersifat mendidik dan membangun dari berbagai pihak.

Selama menyelesaikan skripsi ini, tentunya tidak terbatas dari abntuan,

bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, maka pada

kesempatan ini penulis ingin megucakan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H.,DFM selaku Wakil Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas

(5)

5. Ibu Suria Ningsih, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum

Administrasi Negara Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., CN selaku Ketua Progam

Kekhususan Hukum Agraria sekaligus merupakan Dosen Pembimbing I

yang telah banyak meluangkan waktu dan penuh perhatian, memberikan

petunjuk serta bimbingan, memberi nasihat dan motivasi kepada penulis

dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Ibu Zaidar, S.H., M.Hum yang merupakan Dosen Pembimbing II yang

telah banyak meluangkan waktu dan penuh perhatian, memberikan

petunjuk serta bimbingan, memberi nasihat dan motivasi kepada penulis

dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Ibu Mariati Zendrato, S.H., M.Hum sebagai Sekretaris Departemen

Hukum Administrasi Negara dan sekaligus merupakan salah satu Dosen

Program Kekhususan Hukum Agraria yang telah banyak memberikan

pelajaran penting menyangkut Hukum Agraria yang sangat berguna bagi

penulis.

9. Bapak Affan Mukti, S.H., M.S selaku Dosen Penasehat Akademik penulis

dan sekaligus merupakan salah satu Dosen Program Kekhususan Hukum

Agraria yang telah banyak memberikan pelajaran penting menyangkut

Hukum Agraria yang sangat berguna bagi penulis.

10.Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

seluruhnya yang telah mendidik dan membimbing penulis selama tujuh

(6)

Universitas Sumatera Utara serta semua unsur staf administrasi di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

11.Terimaksih kepada Bapak Toguan Siregar selaku Pimpinan dari PT. Bank

SUMUT Cabang Gunung Tua, Kabupaten Padang Lawas Utara yang telah

memberikan izin melakukan penelitian di Bank tersebut. Bapak Mansur

Siregar bagian Pemasaran, Bapak Erwin Alimansyah Siregar bagian Adm

& Peny. Kredit dan Bapak Eka Syahputra bagian Operasional pada PT.

Bank SUMUT Cabang Gunung Tua yang telah banyak membantu selama

melakukan penelitian.

12.Teristimewa penulis ucapkan terimaksih yang tak terhingga kepada Ibunda

tercinta, Almarhumah Magdalena Br. Ginting, S.P yang semasa hidupnya

telah memberikan yang terbaik buat anak – anaknya, perjuangan dan

perhatian yang takkan terlupakan bagi penulis. Terimaksih Mama, Doa Ku

tak kan pernah putus untuk mu.

13.Teristimewa juga penulis ucapkan kepada Ayahanda tercinta Pangihutan

Siregar yang setia saat berdoa dan memberikan dukungan material dan

spiritual yang tak ternilai harganya. Engkaulah Inspirasi, Penyemangat

sekaligus merangkap menjadi seorang ibu bagi anak – anak mu.

14.Buat Kakak – kakak ku tersayang (Lely Dwinda Sari, S.Psi, Novita

Susyanti Siregar,S.T, Nuraini Andryani Siregar, S.Pt) yang tak lepas

memperhatikan dan mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini,

Kalianlah pengganti sosok ibu buat Ku. Dan Buat seseorang tersayang

(Rico Angga Setiawan, S.T) yang selalu memberikan dukungan dan

(7)

15.Rekan – rekan se-almamater Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Angakatan ‘011, dan tentunya terimakasih penulis sampaikan kepada

rekan – rekan seperjuangan di Program Kekhususan Agraria dan seluruh

teman teman Group A Angkatan ‘011, yang tak bisa penulis sebutkan satu

persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya, semoga segala kebajikan yang telah diberikan kepada penulis

menjadi amal ibadah yang diterima oleh Allah SWT. Selanjutnya tulisan ini

dipersembahkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Maret 2015

Penulis

Suenta Karina Siregar

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 10

C. Tujuan Penulisan ... 10

D. Manfaat Penulisan ... 11

E. Tinjauan Pustaka ... 12

F. Metode Penelitian ... 31

G. Keaslian Penulisan ... 35

H. Sistematika Penulisan ... 35

BABII TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA A. Hak Tanggungan Sebgai Hukum Jaminan Tanah ... 38

B. Subjek dan Objek Hak Tanggungan Sebagai Hukum Jaminan Tanah ... 48

C. Proses Terjadinya Hak Tanggungan... 58

D. Berakhirnya Hak Tanggungan ... 61

(9)

F. Peranan Bank Sebagai Kreditur Hak Tanggungan ... 63

G. Kedudukan Agunan Tanah Belum Terdaftar Sebagai Objek

Jaminan ... 65

BAB III PELAKSANAAN PENGIKATAN JAMINAN ATAS TANAH

YANG BELUM TERDAFTAR SEBAGAI JAMINAN

PEMBERIAN KREDIT

A. Syarat – syarat Pemberian Kredit Dalam Perbankan di

Indonesia ... 68

B. Pengikatan Jaminan Atas Tanah Belum Terdaftar sebagai

Jaminan Pemberian Kredit Pada PT. Bank Sumut Cabang

Gunung Tua ... 75

C. Pertimbangan PT. Bank Sumut Cabang Gunung Tua dalam

Menerima Agunan Tanah Belum Terdaftar ... 94

BAB IV KEPASTIAN HUKUM BAGI BANK ATAS TANAH BELUM

TERDAFTAR SEBAGAI AGUNAN

A. Kepastian Hukum Bagi Bank Bila Terjadi Intervensi Pada

Jaminan Kredit Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Pada

PT.Bank Sumut Cabang Gunung Tua ... 97

B. Upaya Hukum Yang DilakukanApabila Debitur Macet Dengan

Agunan Atas Tanah Belum Terdaftar PT. Bank Sumut Cabang

Gunung Tua ... 99

C. Eksekusi Terhadap Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai

Jaminan Kredit Pada PT. Bank Sumut Cabang Gunung

(10)

BAB KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA

(11)

ABSTRAK

Suenta Karina Siregar*)

Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S.,CN**) Zaidar, S.H., M.Hum***)

Bank mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi di masyarakat, berfungsi sebagai lembaga intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat uang membutuhkan dalam bentuk kredit. Namun kurangnya kesadaran masyarkat untuk mensertifikatkan tanahnya, membuat keterbatasan penyediaan jaminan oleh masyarakat guna memperoleh kredit yang diharapkan. Karena itu, pihak bank maringankan ketentuan yang harus dipenuhi oleh calon debitur yaitu khususnya dalam hal tanah, dengan menerima tanah yang belum terdaftar sebagai agunan jaminan kredit. Maka sudah semestinya Bank sebagai pihak pemberi kredit kepada calon debitur yang mengagunakan tanah yang belum terdaftar sebagai objek jaminan kredit mendapat perlindungan dan kepastian hukum melalui lembaga hak jaminan yang kuat.

Permasalahan yang diajukan dalam pembahasan skripsi ini adalah bagaimana kedudukan tanah yang belum terdaftar sebagai onjek jaminan kredit, apa yang menjadi pertimbangan bank dalam menerima tanah yang belum terdaftar sebagai agunan kredit dan bagaimana kepastian hukum bagi bank sebagai kreditur atas tanah yang belum terdaftar sebagai agunan.

Setelah dilakukan pembahasan dan penelitian maka diketahui tanah yang belum terdaftar dapat dijadikan sebagai agunan kredit dengan ketentusn yang diberikan bank adalah tanah yang diagunkan tersebut di atas kepemilikannya dalam bentuk Akta Peralihan Hak yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan fasilitas kredit yang diterima Debitur tidak lebih dari Rp. 50.000.000,-. Hanya dalam bentuk Akta Peralihan Hak yang diterima oleh Bank sebagai agunan. Bank menerima tanah yang belum terdaftar sebagai agunan jaminan kredit karena ada 2 (dua) alasan yang menjadi pertimbangan, yaitu pertama karena sesuai dengan visi dan misi dari bank itu sendiri yang ingin membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah dan pertimbangan yang kedua adalah karena kondisi pengetahuan masyarakat yang masih minim tentang peran perbankan serta kurangnya kesadaran masyarakat bahwa pentingnya mengurus pensertifikatan atas tanah hak milik mereka. Kepastian hukum bagi bank sebagai kreditur dalam menerima tanah yang belum terdaftar sebagai agunan sebenarnya tidak ada, karena dengan menerima tanah yang belum terdaftar sebagai agunan adalah mengandung resiko yang sangat besar hal itu dikarenakan tanah yang belum terdaftar kurang memiliki kekuatan eksekutorial. Hal dini yang hanya bisa dilakukan bank adalah memperkuat Prinsip 5C (Character,Capacity, Capital, Collateral dan Condition Of Economy) terhadap calon Debitur.

Kata Kunci : Kredit, Hak Atas Tanah Yang Belum Terdaftar, Agunan

1

*) Mahasiswa/i Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara **) Dosen Pembimbing I

(12)

BAB II

TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM

AGRARIA

A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah

1. Lahirnya Hak Tanggungan

Sebelum berlakunya Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996

Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah, maka peraturan perundang – undangan yang

mengatur tentang pembebanan hak atas tanah adalah Buku II Kitab

Undang – Undang Hukum Perdata, yang berkaitan dengan Hyptheek dan

Credietverband dalam Staatsblad 1908 Nomor 542 sebagaimana telah

diubah dengan Staatsblad 1937 Nomor 190.22

Dengan lahirnya Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah, maka Hypotheek yang diatur dalam Buku II Kitab Undang

– Undang Hukum Perdata, dan Credietverband dalam Staatsblad 1908

Nomor 542 sebagaimana yang telah diubah dengan Staatsblad 1937

Nomor 190, dinyatakan tidak berlaku lagi. Ini dikarenakan ketentuan –

ketentuanHypotheek dan Credietverband sudah tidak sesuai lagi dengan

kebutuhan kegiatan perkreditan di Indonesia.23

Lahirnya Undang – Undang hak tanggungan Kerena adanya

perintah dalam Pasal 51 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria. Di dalam Pasal 51 Undang –

22

Salim H.S, Op.Cit., hal.99.

(13)

Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok

Agraria, menyebutkan hak tanggungan yang dapat dibebankan kepada hak

milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, tersebut dalam Pasal 25, 33, 39

diatur di dalam Undang – Undang ini.

2. Pengertian Hak Tanggungan

Djuhaendah Hasan dalam Rachmadi Usaman mengatakan istilah

hak tanggungan diambil dari istilah lembaga jaminan di dalam hukum

adat. Di dalam hukum adat istilah hak tanggungan di kenal di daerah Jawa

Barat, juga di beberapa daerah di Jawa Tengah atau Jawa Timur dan

dikenal dengan istilah jonggolan atau istilah ajeran merupakan lembaga

jaminan dalam hukum adat yang obyeknya biasanya tanah atau rumah.24

Istilah hak tanggunan yang berasal dari hukum adat tersebut, melalui

Undang – Undang Pokok Agraria ditingkatkan menjadi istilah lembaga

hak jaminan dalam sistem hukum nasional kita dan hak tanggungan

sebagai lembaga hak jaminan bagi tanah tersebut diharapkan menjadi

pengganti Hypotheek dari KUHPerdata. Dengan kata lain, lebaga

Hypotheek dan Credietverband akan dijadikan satu atau dilebur menjadi

hak tanggungan.25

24

Racmadi Usman, Op.Cit., hal. 329

25 Ibid.

Secara yuridis ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengn Tanah memberikan

(14)

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda – benda yang

berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak

Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak

atas tanah sebagaimana dimaksudkan dalam Undang – Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentan Peraturan Dasar Pokok – Pokok

Agraria, berikut atau tidak berikut benda – benda lain yang

merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, utnuk pelunasan

utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan

kepada kreditur tertentu terhadap kreditur – kreditur lain.

Kemudian ayat 4 Penjelasan Umum atas Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah antara lain

menyatakan :

“Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain. Dalam arti, bahwa jika menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang – undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulukan daripada kreditur – kreditur lain”.

Hak Tanggungan itu merupakan lembaga hak jaminan kebendaan

atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan

yang diutamakan kepada kreditur tertentu pemegang hak tanggungan

(15)

atau mendahulu dari kreditur – kreditur lainnya bagi kreditur (pemegang

hak tanggungan).26

Dari rumusan Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah tersebut dapat

diketahui bahwa pada dasarnya suatu hak tanggungan adalah suatu bentuk

jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahulu, dengan obyek

jaminannya berupa hak – hak atas tanah yang diatur dalam Undang –

Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok – Pokok Agraria.27

Unsur – unsur yang tercantum dalam pengertian hak tanggungan

disajikan sebagai berikut :28

1. Hak Jaminan yang dibebankan hak atas tanah

Yang dimaksud dengan hak jaminan atas tanah adalah hak penguasaan yang secara khusus dapat diberikan kepada kreditur, yang memberi wewenang kepadanya untuk, jika debitur cedera janji, menjual lelang tanah yang secara khusus pula ditunjuk sebagai aganan piutangnya dan mengambil seluruh atau sebagian hasilnya untuk pelunasan hutanya tersebut, dengan hak mendahulu daripada kreditur – kreditur lain (droit de preference). Selain berkedudukan mendahulu, kreditur pemegang hak jaminan dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, walaupun tanah yang bersangkutan sudah dipindahkan kepada pihak lain (droit de suite).

2. Hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda – benda lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah. Pada dasrnya, hak tanggungan dapat dibebankan pada hak atas tanah semata – mata, tetapi dapat juga hak atas tanah berikut dengan benda – benda yang ada di atasnya.

3. Untuk pelunasan hutang tertentu, maksudnya pelunasan hutang tertentu adalah hak tanggungan itu dapat membereskan dan selesai dibayar hutang – hutang debitur yang ada pada kreditur.

26

Ibid, hal. 332.

27

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan:Hak Tanggungan, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 13.

28

(16)

4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur – kreditur lainnya.

Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu

terhadap kreditur – kreditur lainnya, seyogyanya disebut droit de

preference. Keistimewaan ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal

20 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah, yang berbunyi :

“Apabila debitur cedera janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual objek yang dijadikan jaminan melaui pelelangan umum menurut peraturan yang berlaku dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, dengan hak mendahulu daripada kreditur – kreditur lain yang bukan pemegang hak tanggungan atau kreditur pemegang hak tanggungan dengan peringkat yang lebih rendah”.

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan ciri – ciri hak tanggungan

adalah :29

1. Memberikan kedudukan yang diutamkan atau mendahulu kepada pemegangnya atau yang dikenal dengan droit de preference ;

2. Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun benda itu berada atau disebut dengan droit de suite. Keistimewaan ini du=itegaskan dalam Pasal 7 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Biarpun objek hak tanggungan sudah dipindah haknya kepada pihak lain, kreditur pemegang hak tanggungan tetap masih berhak untuk menjualnya melalui pelelangan umum jika debitur cedera janji ;

3. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketida dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan ;

4. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda

29

(17)

Yang Berkaitan Dengan Tanah memberikan kemudahan dan kepastian kepada kreditur dalam pelaksanaan eksekusi.

Selain ciri – ciri diatas, keistimewaan kedudukan kreditur

pemegang hak tanggungan juga dijamin melali ketentuan Pasal 21 Undang

– Undang Republik Indoensia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan

Tanah yang berbunyi “Apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit,

obyek hak tanggungan tidak masuk dalm boedel kepailitan pemberi hak

tanggungan, sebelum kreditur pemegang hak tanggungan mengambil

pelunasan piutangnya dari hasil penjualan objek hak tanggungan itu”.

3. Dasar Hukum Hak Tanggungan

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah merupakan dasar hukum yang mengatur lembaga

hak jaminan atas tanah, yag merupakan pelaksanaan dari Pasal 51 Undang

– Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok – Pokok Agraria. Sebagai tindak lanjutnya Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok –

Pokok Agraria, berturut – turut lahirnya peraturan – peraturan yang

mengatur tentang Hak Tanggungan, di antaranya :30

1. Peraturan Menteri Negara Agaria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Jak Tanggungan, Akta Pemberian Hak

30

(18)

Tanggungan, Buku Tanah Kah Tanggungan, dan Sertifikat Hak Tanggungan ;

2. Perauran Menteri Negara Agaria/Kepala Badan Pertanahn Nasional Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit – Kredit Tertentu ;

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan ;

4. Surat Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 630.1-1826 tertanggal 26 Mei 1996 perihal Pembuatan Buku Tanah dan Sertifikat Hak Tanggungan ;

5. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 110-1544 tertanggal 30 Mei 1996 perihal Penyampaian Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan.

4. Asas – asas Hak Tanggungan

Di Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda –

Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, terdapat beberapa asas hak

tanggungan, anatara lain :

1. Mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang

Hak Tanggungan. Asas ini terdapat pada Pasal 1 ayat (1) Undang –

Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah ;

2. Tidak dapat dibagi – bagi. Asas ini terdapat pada Pasal 2 ayat (1)

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang

(19)

3. Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada. Pasal 2 ayat

(2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah;

4. Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda – benda lain

yang berkaitan dengan tanah tersebut. Pasal 4 ayat (4) Undang –

Undang Republik Indonesia N omor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah ;

5. Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah

yang baru akan ada dikemudian hari. Pasal 4 ayat (4) Undang –

Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah ;

6. Sifat perjanjian nya adalah tambahan/Accessoir. Asas ini terdapat

pada Pasal 10 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

7. Dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada. Asas ini

terdapat pada Pasal 3 ayat (1) Undang – Undang Republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ;

8. Dapat menjaminlebih dari satu utang, asa ini terdapat pada Pasal 3

(20)

tentaang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda

Yang Berkaitan Dengan Tanah ;

9. Mengikuti objek dalam tangan siapapun objek itu berada. Asas ini

terdapat pada Pasal 7 Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ;

10.Tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan ;

11.Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu. Asas ini terdapat pada

Pasal 8, Pasal 11 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ;

12.Wajib didaftarkan. Asas ini terdapat pada Pasal 13 Undang –

Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah ;

13.Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti ;

14.Dapat dibebankan dengan disertau janji – jani tertentu. Asas ini

terdapat pada Pasal 13 Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ;

Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang

(21)

tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki oleh pemegang hak

tanggungan, bila pemberi hak tanggungan cedra janji. Apabila hal itu

dicantumkan, maka perjanjian seperti itu batal demi hukum, artinya bahwa

dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada karena bertentangang dengan

substansi Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah.31

B. Subjek dan Objek Hak Tanggungan Sebagai Hukum Jaminan Tanah

1. Subjek Hak Tanggungan

Subjek hak tanggungan diatur dalam Pasal 8 samapi dengan Pasal

9 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah.dalam kedua Pasal ini ditentukan bahwa yang dapat

menjadi subjek hukum dalam pembebanan hak tanggungan adalah pemberi

hak tanggungan dan pemegang hak tanggungan. Pemberi hak tanggungan

dapat perorangan atau badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk

melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan. Pemegang

hak tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hukum, yang

berkedudukan sebagai pihak berpiutang. 32

Bagi mereka yang akan menerima hak tanggungan, haruslah

memperhatikan ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang – Undang Republik

Indonesia Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

31

Salim H.S, Op.Cit., hal. 102.

32

(22)

Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah yang menetukan

bahwa kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak

tanggungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) Undang –

Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan

Tanah tersebut di atas harus ada (harus telah ada dan masih ada) pada

pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan

dilakukan. 33

1. Pemberi Hak tanggungan

Ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang – Undang Republik

Indonesia Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak tanggungan Atas Tanah

Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menyatakan :

pemebri hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan

hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan

hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan.

Dari bunyi ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah di

atas, dapat diketahui siapa yang menjadi pemberi hak tanggungan dan

mengenai persyaratannya sebagai pemberi hak tanggungan. Sebagai

pemberi hak tanggungan tersebut, bisa orang perorangan atau badan

hukum dan pemberinya pun tidak harus debitur sendiri, bisa saja

orang lain bersama – sama dengan debitur, di mana bersedia

33

(23)

menjamin pelunasan utang debitur. Pada hakekatnya, setiap orang

perorangan maupun badan hukum dapat menjadi pemberi hak

tanggungan, sepanjang mereka mempunyai kewenangan hukum untuk

melakukan perbuatan hukum terhadap hak atas tanah yang akan

dijadikan sebagai jaminan bagi pelunasan utang dengan dibebani hak

tanggungan.

2. Penerima dan Pemegang Hak Tanggungan

Hakekatnya, siapa saja dapat menjadi penerima dan pemegang

hak tanggungan, baik orang perorangan maupun badan hukum, yang

berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Ketentuan Pasal 9

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah menyatakan : pemegang hak tanggungan adalah orang

perseorangan atau badan hukum yang berkedudukn sebagai pihak

yang berpiutang.

Menurut Boedi Harsono dalam buku Rachmadi Usman,

mengatakan bahwa kreditur berkedudukan sebagai penerima hak

tanggungan setelah dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan.

Setelah dilakukan pembukuan hak tanggungan yang bersangkutan

dalam buku tanah hak tanggungan, penerima hak tanggungan menjadi

pemegang hak tanggungan.34

2 Objek Hak Tanggungan

34

(24)

Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, yang dapat

dijadikan jamina utang dengan dibebani Hak Tanggungan alah Hak Milik,

Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan. Demikian menurut Pasal 25,

33, dan 39 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria.

Di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda

– Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dapat diketahui bahwa pada

dasarnya benda yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak

tanggungan atau benda yang menjadi objek dari hak tanggungan itu adalah

tanah atau hak – hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang –

Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok – Pokok Agraria.

Jaminan berupa tanah merupakan objek jaminan yang paling

disukai oleh pihak kreditur, karena dapat meberikan keamanan bagi pihak

kreditur dari segi hukumnya maupun dari nilai ekonomisnyya yang

umumnya meningkat terus. Tetapi, tidak semua hak atas tanah dapat

menjadi jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan, hanya hak atas

tanah atau benda yang memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :

1. Hak atas tanah yang hendak dijaminkan dengan utang harus

bernilai ekonomis, bahwa hak atas tanah yang dimaksud dapat

(25)

2. Haruslah hak atas tanah yang menurut peraturan perundang –

undangan termasuk hak atas tanah wajib didaftarkan dalam daftar

umum sebagai pemenuhan asas publisitas, sehingga setiap orang

dapat mengetahuinya ;

3. Menurut sifatnya, hak – hak atas tanah tersebut dapat

dipindahtangankan, sehingga apabila diperlukan dapat segera

direalisasi untuk membayar utang yang dijamin pelunasannya ;

4. Hak atas tanah tersebut ditunjuk atau ditentukan oleh Undang –

Undang.

Berdasarkan syarat – syarat di atas, maka tidak semua hak atas

tanah yang dimaksud dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor

5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria dapat

dijadikan jaminan utang dengan dibebankan hak tanggungan. 35

Dalam Pasal 4 sampi dengan Pasal 7 Undang – Undang Republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menetukan dengan

tegas hak atas tanah yang dapat dijadikan jamina utang adalah hak milik,

hak guna usaha, hak gunan bangunan, hak pakai baik hak milik maupun

hak atas negara dan hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil

karya yang telah ada atau akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah

tersebut dan merupaka hak milik pemegang hak atas tanah yang

pembebanannya dengan tegas dan dinyatakan di dalam akata pemberian

hak atas tanah yang bersangkutan.

35

(26)

Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria memberikan

penjelasan mengenai hak atas tanah, yaitu sebagai berikut :

1. Hak Milik

Diatur di dalam Pasal 20 ayat (1) Undang – Undang Republik

Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok –

Pokok Agraria yang berbunyi : Hak milik adalah hak turun temurun,

terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan

mengingat ketentuan – ketentuan dalam Pasal 6 dan Pasal 20 ayat (2)

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria : hak milik dapat beralih dan

dialihkan kepada pihak lain. Pasal 23 ayat (1) Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok – Pokok Agraria : hak milik, demikian pula setiap peralihan,

hapusnya dan pembebanannya dengan hak – hak lain harus didaftarkan

menurut ketentuan – ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19. Pasal 23

ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria : Pendaftaran

termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat

mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan

hak tersebut. Pasal 25 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria : hak milik

dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tangggungan.

(27)

Diatur dalam Pasal 28 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria

yang berbunyi : Hak guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah

yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana

tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, pertanian,

perikanan atau peternakan. Pasal 28 ayat (2) Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok –

Pokok Agraria yang berbunyi : Hak guna usaha diberikan atas tanah

yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika

luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak

dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman.

Pasal 28 ayat (3) Undang – Undang Republik Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak gunan

usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pasal 32 ayat (1)

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak guna usaha,

termasuk sayarat – syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan

dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan –

ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19. Pasal 32 ayat (2) Undang –

Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Pendaftaran termaksud dalam

ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta

hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hak – hak itu hapus karena

(28)

Indonesia Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok

Agraria berbunyi : Hak guna usaha dapat dijadikan jaminan utang

dengan dibebani hak tanggungan.

3. Hak Guna Bangunan

Diatur dalam Pasal 35 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria

berbunyi : Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan

mempunyai bangunan – bangunan atas tanah yang bukan miliknya

sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Pasal 35 ayat (2)

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Atas permintaan

pemegang hak dan dengan menginagt keperluan serta keadaan

bangunan – bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat

diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. Pasal 35 ayat (3)

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak guna bangunan

dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pasal 38 ayat (1) Undang

– Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak guna bangunan, termasuk

syarat – syarat pemberiannya, demikian juga setia peralihan dan

hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan – ketentuan

yang dimaksud dalam Pasal 19. Pasal 38 ayat (2) Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

(29)

(1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna

bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hak itu

hapus karena jangka waktunya berakhir. Pasal 39 Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak guna bangunan dapat dijadikan

jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

4. Hak Pakai

Diatur dalam Pasal 41 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria

berbunyi : Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau

memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh tanah negara

atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban

yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang

berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan peilik

tanahnya, yang buka perjanjian sewa – menyewa atau perjanjian

pengelolaan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa

dan ketentuan – ketentuan undang – undang ini. Pasal 43 ayat (1)

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Sepanjang

mengenai tanah yang dikuasai oleh Negara maka hak pakai hanya dapat

dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang. Pasal

43 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960

(30)

atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu

dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.

Pembebanan hak tanggungan atas tanah hak pakai, dalam

ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang – undang Republik Indonesia Nomor 4

tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda

Yang Berkaitan Dengan Tanah memberikan kemungkinan pembebanan

hak tanggungan sebagai jaminan utang dengan hak pakai atas tanah dan

itupun terbatas kepada hak pakai atas tanah tertentu. Sesuai dengan

ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda

– Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, hak pakai atas tanah yang dapat

menjadi objek hak tanggungan adalah hak pakai atas tanah Negara yang

menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan, dan menurut sifatnya

dapat dipindahtangankan. Jadi, tidak semua hak pakai atas tanah Negara

yang terdaftar dan karena sifatnya dapat dipindahtangankan yang dpat

dibebani hak tanggungan. Terhadap hak pakai atas tanah hak milik, sesuai

dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda

– Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, pembebanannya dengan hak

tangggungan akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

(31)

Sebelum dilakukannya pendaftaran hak tangggungan pada kantor

Pertanahan, untuk membebankan hak tanggungan pada hak atas tanah

sebagai jaminan utang, terlebih dahulu harus memlaui tata cara pemberian

hak tanggungan. Pemberian atau pembebanan hak tanggungan tersebut

didahului dengan pembuatan perjanjian utang – iutang atara debitur dan

kreditur. Dalam penjelasan Pasal 10 ayat (1) Undang – Undang Republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dinyatakan bahwa

sesuai dengan sifat accesoir pemberiannya harus merupakan ikutan dari

perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum

utang – piutang yang dijamin pelunasannya. Perjanjian yang menimbulkan

hubungan utang – piutang ini dapat dibuat dengan akta di bawah tangan

atau dibuat dengan akta otentik, tergantung kepada kesepakatan pihak

kreditur dan debitur yang bersangkutan.

Dikarenakan pembebanan hak tanggungan didahului dengan

pembuatan perjanjian utang piutang antara debitur dan kreditur, maka

sudah sepantasnya perjanjian utang – piutang antara debitur dan kreditur

harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320

Kitang Undang – Undang Hukum Perdata.

Untuk suatu perjanjian yang sah harus terpenuhi empat syarat,

yaitu :36

1. Perizinan yang bebas dari orang – orang yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3. Suatu hak tertentu yang diperjanjikan;

36

(32)

4. Suatu sebab (oorzaak) yang halal, artinya tidak terlarang.

Mengenai tata cara pemberian hak tanggungan ini diatur dalam

Pasal 10 dan Pasal 15 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda

Yang Berkaitan Dengan Tanah. Dalam Pasal 10 Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah diatur

tentang tata cara pemberian hak tanggungan secara langsung, sedangkan

dalam Pasal 15 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah diatur tentang pemberian kuasa pembebanan hak

tanggungan oleh pemberi hak tanggungan kepada penerima kuasa.

Pendaftaran Hak Tanggungan diatur dalm Pasal 13 sampai dengan

Pasal 14 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah. Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat

oleh PPAT wajib didaftarkan. Secara sistematis tata cara pendaftaran

dikemukakan sebagai berikut :37

1. Pendaftaran dilakukan di Kantor Pertanahan ;

2. PPAT dalam waktu 7 hari setelah ditandatangani pemberian hak tanggungan wajib mengirimkan akta pendaftaran hak tanggungan dan warkah lainnya kepda Kantor Pertanahn serta berkas yang diperlukan; 3. Kantor Pertanahn membuatkan buku tanah hak tanggungan dan

mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan;

4. Tanggal buku tanah hak tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat – surat yang diperlukan bagi

37

(33)

pendaftarannya. Jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang beersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya;

5. Hak tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah hak tanggungan dibuatkan (Pasal 13 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah);

6. Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan. Sertifikat Hak Tanggungan memuat irah – irah dengan kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan. Sertifikat Hak Tanggungan di berikan kepada pemegang Hak Tanggungan.

D. Berakhirnya Hak Tanggungan

Menurut Pasal 18 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia

Berkaitan Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

Beserta Benda – Benda Yang Dengan Tanah, hapusnya Hak Tanggungan

karena hal – hal sebagai berikut :

a. Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan (konsekuensi

sifat accesoirnya).

b. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan.

c. Pembersihan Hak Tanggungan berdarkan penetapan peringkat

olehKetua Pengadilan Negeri.

d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang

dijadikan jaminan tidak menyebabkan hapusnya piutang yang dijamin.

Piutang kreditur tetap ada tetapi tidak lagi mendapat jaminan secara

preferen. Dalam hal hak atas tanah berakhir jangka waktunya dan

diperpanjang berdasarkan permohonan yang diajukan sebelum brakhir

(34)

pembaharuan hak atas tanah menjadi baru maka Hak Tanggungan semula

menjadi membebani menjadi hapus sehingga harus dilakukan pembebanan

Hak Tanggungan baru. Dalam hal perpanjangan maupun pembaharuan hak

atas tanah dibutuhkan surat persetujuan kreditur selaku pemegang Hak

Tanggungan.

E. Roya Hak Tanggungan

Pengertian Roya secara umum adalah pencoretan Hak Tanggungan

yang melekat pada buku tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan

karena hapusnya Hak Tanggungan yang membebani atas tanah.

Permohonan Roya diajukan kepada instansi yang berwenang yaitu Badan

Pertanahan Nasional.

Menurut Pasal 22 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda

– Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, setelah Hak Tanggungan hapus,

Kantor Badan Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada

buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Prosedur Pelaksanaan Roya

sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (2) Undang – Undang Republik

Indonesia Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah adalah sebagai

berikut :

(35)

hapus karea piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tangggungan itu telah lunas atau karena kreditur melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan”

Apabila kreditur tidak bersedia memberikan pernyataan

sebagaimana dimaksud, maka pihak yang berkepentingan dapat meminta

turut campurnya pengadilan dengan cara mengajukan permohonan

perintah pencoretan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah

hukumnya meliputi tempat Hak Tanggungan didaftar (Pasal 22 ayat (5)

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan

Tanah).

F. Peranan Bank Sebagai Kreditur Hak Tanggungan

Di dunia modern, peran bank sangat besar dalam mendorong

pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha yang

meliputi sektor industri, perdagangan, pertanian, perkebenan, jasa, dan

perumahan sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan

transaksi keuangan. Peran bank bagi masyarakat individu, maupun

masyarakat bisnis sangat penting bahkan bagi suatu negara, karena bank

sebagai suatu lembaga yang sangat berperan dan berpengaruh dalam

perekonomian suatu negara.38

Bank mempunyai peran dalam menghimpun dana masyarakat,

karena merupakan lembaga yang dipercaya oleh masyarakat dari berbagai

macam kalangan dalam menempatkan dananya secara aman. Di sisi lain

38

(36)

bank berperan dalam menyalurkandana kepada masyarakat. Bank

merupakan lembaga yang dapat memberikan pinjaman kepada masyarakat

yang membutuhkan dana. Masyarakat dapat secara langsung mendapat

pinjaman dari bank, sepanjang masyarakat pengguna dana tersebut dapat

memenuhi persyaratan yang diberika oleh bank. Dengan demikian pada

dasarnya peran bank dalam dua sisi, yaitu menghimpun dana yang berasal

dari masyarakat yang sedang kelebihan dana, dan menyalurkan dana kepda

masyarakat yang membutuhkan dana.39

G. Kedudukan Agunan Tanah Belum Terdaftar Sebagai Objek Jaminan Hal ini tersirat dalam ketentuan

Pasal 1 butir 2 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan yang menyatakan bahwa “bank adalah badan usaha

yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk –

bentuk lainnya dalam rangka menigkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Dalam perjanjian kredit, pihak kreditur sebagai penyalur dana

memerlukan sutau kepastian dari nasabahnya yaitu pihak debitur yang

hendak memerlukan dana, bahwa dana yang disalurkan dapat

dikembalikan kepada kreditur seutuhnya berikut bunganya serta biaya –

biaya lain yang kemudian timbul setelah perjanjian tersebut dilakukan.

Kepastian dari perjanjian kredit yang diberikan oleh bank tersebut

memerlukan jaminan yang harus diberikan oleh debitur, karena suatu

39

(37)

jaminan yang diberikan debitur merupakan salah satu unsur permberian

kredit agar mengurangi resiko – resiko yang akan terjadi.

Lembaga jaminan mempunyai tugas untuk melancarkan dan

mengamankan pemberian kredit, oleh karena itu jaminan yang baik (ideal)

adalah :40

1. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya.

2. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) pencari kredit untuk melakukan (meneruskan) kegiatan usahanya.

3. Yang memberikan kepastian kredit, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dengan mudah dapat diuangkan untuk melunasi utangnya penerima(pengambil) kredit.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat kedudukan suatu hak

atas tanah yang belum terdafar sebagai agunan kredit adalah untuk

membantu perolehan kredit kepada pihak yang memerlukanya dan

mengamankan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank kepada debitur.

Kedudukannya menjadi hal yang utama agar suatu kredit dapat disalurkan

kepada pihak debitur.

Kemudian Hermansyah mengemukakan di dalam bukunya, yang

menyatakan bahwa “Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum

adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk,

parbalokan dan lain – lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan”.

Menurutnya bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak

40

(38)

berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan

agunan tambahan”.41

Dalam Penjelasan Pasal 10 ayat (3) Undang – Undang Republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Beserta Benda –

Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang menyatakan antara lain,

bahwa kemungkinan untuk pemberian hak tanggungan pada hak atas tanah

milik adat dimaksudkan untuk : memberi kesempatan kepada pemegang

hak atas tanah yang belum bersertifikat untuk memperoleh kredit dan

mendorong pensertifikatan hak atas tanah pada umumnya.42

Sedangkan kekuatan hukum dari tanah yang belum terdaftar

sebenarnya tidak ada, kecuali tanah belum terdaftar tersebut didaftarkan ke

Kantor Badan Pertanahan Nasional dan mendapatkan sertifikat pada hasil

akhir pendaftarannya. Tidak ada kepastian hukum yang didapatkan apabila

tanah yang dimiliki belum mempunyai sertifikat. Jika pada tanah tersebut

sudah terjadi pembuatan akta, akta tersebut kemudian dapat menjadi dasar

pensertipikatan tanah, sedangkan kekuatan hukumnya, jika akta tersebut

adalah akta jual beli tanah, memang dapat membuktikan telah terjadi

transaksi jual beli tanah. Akan tetapi, untuk pembuktian yang kuat Sebagai suatu jaminan maka kedudukan hak atas tanah yang belum

terdaftar sebagai agunan kredit adalah sebagai perjanjian tambahan

sedangkan perjanjian utamanya adalah perjanjian kredit. Hal ini berarti

kedudukan agunan atas tanah belum terdaftar mengikuti perjanjian

pokoknya yaitu perjnjian pinjam meminjam.

41

Hermansyah, Op.Cit., hal. 73.

42

(39)

mengenai kepemilikan atas tanah hanya dapat dibuktikan oleh adanya

(40)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional

merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang

adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD RI Tahun 1945. Dalam

rangka memelihara kesinambungan pembangunan tersebut yang para

pelakunya meliputi baik pemerintah maupun masyarakat sebagai orang –

perseorangan dan badan hukum. Dengan meningkatnya kegiatan meningkat

juga keperluan akan tersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui

kegiatan perkreditan. Kegiatan perkreditan yang sudah menjadi kebutuhan

masyarakat pada umumnya.

Di Negara – negara berkembang seperti Indonesia, Bank mempunyai

peranan yang sangat penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi di

masyarakat. Pada hakekatnya Bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi,

yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana

tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan. Hal ini dapat kita lihat

dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

terutama pada Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan sebagai berikut : “Bank

adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

(41)

rakyat banyak”. Kegiatan Bank dalam pemberian kredit merupakan salah satu

kegiatan yang sangat penting dan utama sehingga pendapatan dari kredit yang

berupa bunga merupakan komponen pendapatan paling besar dibandingkan

dengan pendapatan jasa – jasa di luar bunga kredit yang biasa disebut fee

based income. 2

Dalam hal pemberian kredit, pihak bank sebagai kreditur seringkali

menentukan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak nasabah

(debitur) sebelum memperoleh kredit. Apabila pihak nasabah telah memenuhi

syarat – syarat yang telah ditentukan oleh pihak Bank, maka kredit bisa

diperoleh. Untuk memberi kepastian adanya suatu ikatan hukum antara Bank Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa salah satu fungsi dari bank

adalah memberikan kredit. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang

dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak

peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga, hal ini terlihat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang –

undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Pinjaman uang menyebabkan timbulnya hutang yang harus dibayar

oleh debitur menurut syarat – syarat yag ditetapkan dalam suatu pinjaman

atau persetujuan untuk membuka kredit. Seseorang yang mendapatkan kredit

dari Bank merupakan orang yang mendapatkan kepercayaan dari Bank.

2

(42)

dengan pihak nasabah sebagai penerima kredit, maka dibuatlah suatu

persetujuan atau disebut juga perjanjian kredit.

Dalam kegiatan Bank yang memberikan fasilitas kredit, adanya barang

untuk jaminan pembayaran hutang debitur merupakan unsur yang sangat

penting sebab suatu kredit yang tidak memiliki jaminan yang cukup

mengandung bahaya besar. Keadaan keuangan debitur bisa saja secara tidak

terduga jatuh pada situasi gawat, sehingga debitur tidak mampu lagi

membayar hutangnya. Jika keadaan itu terjadi maka jaminan yang ada harus

dijual.

Penyaluran kredit harus dilakukan dengan prinsip kehati – hatian

melaui analisa yang akurat dan mendalam, penyaluran yang tepat,

pengawasan dan pemantauan yang baik, perjanjian yang sah dan memenuhi

syarat hukum, peningkatan pengikatan jaminannya yang kuat dan

dokumentasi perkreditan yang teratur dan lengkap. Semuanya itu bertujuan

agar kredit yang meliputi pinjaman pokok dan bunga.3

“ Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan Aktualisasi prinsip

kehati – hatian dalam penyaluran kredit dalam praktek perbankan pada

umumnya mensyaratkan adanya jaminan atau agunan. Adanya jaminan atau

agunan merupakan salah satu persyaratan utama yang diajukan pertama kali

oleh pihak Bank atau pihak pemberi kredit. Sebagaimana dijelaskan dalam

Pasal 8 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998

tentang Perubahan AtasUndang – undang No. 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan :

(43)

analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Bebitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”

Dalam kehidupan sehari – hari, kemampuan sebagian nasabah masih

terbatas dalam menyediakan jaminan, kondisinya yang lemah, tingkat

perkembangan usaha yang masih awal maupun prospek usahanya yang

kadangkal belum jelas disebabkan karena pandangan ke depan serta

perencanaan belum dimiliki dengan baik. Bahkan tidak jarang sistem

pembukuan yang teratur pun tidak dimiliki oleh sebagian nasabah tersebut.

Dengan demikian tidak memenuhi kualifikasi perbankan. Hal ini disebabkan

rendahnya pengetahuan tentang aspek bank terbatas.

Keterbatasan penyediaan jaminan oleh masyarakat guna memperoleh

kredit yang diharapkan, pihak bank meringankan ketentuan – ketentuan yang

harus dipenuhi oleh calon debitur, yaitu khususnya dalam hal tanah. Pihak

bank menyadari bahwa dengan tingkat pengetahuan yang rendah, dan

keterbatasan informasi masih banyak yang menganggap bahwa bukti

pembayaran objek pajak merupakan bukti pemilikan hak atas tanah. Bukti

pembayaran objek pajak ini biasa disebut dengan SPPT ( Surat

Pemberitahuan Pajak Terutang ) ini dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal

Pajak. Dan masih banyak masyarakat yang kurang kesadarannya untuk

mensertifikatkan tanahnya, sehingga tanah – tanah yang ada dipedesaan

masih banyak dengan status hak – hak lama (adat), misalnya : bekas

yasan/gogol, petok D, girik, pipil, dan seperti di daerah tempat penilitian

(44)

hak lama (adat) yaitu disebut dengan Parbatasan/Parbalokan. Yang lebih

rumitnya lagi jika tanah – tanah dengan hak adat tersebut sudah dialihkan

secara di bawah tangan dengan sistem saling percaya saja, di sini tanahnya

dikuasai tetapi kepemilikannya tetap bahkan sampai turun – temurun, hal ini

juga sering sekali terjadi di daerah tempat penilitian penulis. Sebagai contoh,

penulis berkesempatan mewawancarai salah seorang warga Lingkungan I,

Pasar Gunung Tua Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara

yang bernama Bapak Lukman Siregar, beliau mendapatkan tanah yang

dikuasainya dengan dialihkan secara di bawah tangan dengan sistem saling

percaya dari kakek/ ayah tobangnya, itu berlaku sampai seterusnya (berlaku

sampai ke anak dan cucunya) nanti.

Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah, masyarakat pola pikirnya agak sedikit berubah,

dengan beralihnya suatu kepemilikan Hak Atas Tanah tersebut masyarakat

mulai banyak yang memakai jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya

disebut PPAT) untuk dibuatkannya akta peralihan hak tetapi kebanyakan

tidak didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) melainkan hanya

membuat akta saja. Jadi, masyarakat beranggapan bahwa sudah mempunyai

akta peralihan hak dari PPAT sudah kuat. Kemudian kebanyakan juga dari

masyarakat di daerah tempat penilitian penulis tersebut mau membuat akta

peralihan hak ketika ingin melakukan peminjaman di bank atau karena dalam

keadaan terdesak. Selain itu alasan lain kenapa masyarakat kurang sadar

untuk mensertifikatkan tanahnya dikarenakan kurangnya sosialisasi dari

(45)

yang sudah memiliki sertifikat akan jauh lebih berharga. Sampai saat ini

belum ada kebijakan dari pemerintah Indonesia untuk mewajibkan seluruh

masyarakatnya agar mensertifikatkan tanah yang dimilikinya. Terlebih lagi

jangka waktu yang dibutuhkan dalam menerbitkan sertifikat tanah yang

dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional terlalu lama dan membutuhkan biaya

yang besar.

Dapat disimpulkan maka sudah semestinya jika pemberi dan penerima

kredit serta pihak yang lain terkait mendapat perlindungan melalui suatu

lembaga hak jaminan yang kuat dan yang dapat pula memberikan kepastian

hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

Lembaga jaminan Hak Tanggungan dengan agunan yang berupa benda

tidak bergerak atau benda tetap berwujud tanah ( hak atas tanah ) merupakan

agunan yang menempati posisi tertinggi dari sekian banyak agunan yang ada

baik secara kuantitas maupun kualitas. Agunan yang berwujud tanah dinilai

paling aman serta mempunyai nilai ekonomi yang relatif tinggi dari

prospektif masa depan, nilai tanah menunjukkan kecenderungan meningkat

karena mengingat seiring berkembangnya zaman harga tanah semakin tinggi

nilai ekonominya.

Lembaga jaminan Hak Tanggungan adalah salah satu upaya

pembaharuan hukum pertanahan nasional yang dilakukan adalah lahirnya

Undang – undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah

Beserta Benda – benda yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang – undang Hak

Tanggungan merupakan pelaksanaan Pasal 51 Undang – Undang Republik

(46)

Agraria. Lahirnya Undang – undang Hak Tanggungan menunjukkan bahwa

lembaga jaminan atas tanah juga mengalami unifikasi karena sebelum

lahirnya Undang – undang Hak Tanggungan terdapat dualisme hukum

jaminan atas tanah di Indonesia. Dualisme yang dimaksud adalah keberadaan

hipotik sebagai lembaga yang berasal dari hukum tanah barat dan

credietverband sebagai lembaga yang berasal dari hukum adat.

Sebagai lembaga jaminan hak atas tanah yang kuat, Hak Tanggungan

mempunyai unsur – unsur pokok yakni :

1. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang. 2. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA.

3. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda – benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.

4. Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu.

5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur – kreditur lain.4

Pemberian Hak Tanggunan merupakan suatu perjanjian yang bersifat

accesoir (perjanjian ikutan) dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang

– piutang sehingga mempunyai konsekuensi apabila perjanjian pokonya tidak

sah, maka perjanjian ikutannya menjadi batal dan apabila perjanjian

accesoirnya batal atau hapus belum tentu perjanjian pokoknya ikut hapus.5

4

Sutan Remy Sjahdeni, Hak Tanggungan Asas – Asas, Ketentuan – Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan , Cet I, Alumni, Bandung, 1999, hal.11.

5

Ibid, hal. 143

Berdasarkan unsur pokoknya Hak Tanggungan di atas, bahwa perjanjian Hak

Tanggungan merupakan perjanjian yang memberika hak kebendaan bagi

kreditur serta menguatkan kedudukan kreditur sebagai kreditur preferen,

yakni kreditur yang didahulukandi dalam mengambil pelunasan hutang

(47)

manakala debitur wanprestasi terhadap pemberian kredit yang telah diberikan

oleh pihak kreditur.

Setelah diundangkannya Undang – Undang Republik Indonesia Nomor

4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda

Yang Berkaitan Dengan Tanah maka hak jaminan yang dibebankan pada hak

atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut

benda – benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk

pelunasan hutang tertentu, memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

kreditur tertentu terhadap kreditur – kreditur lain (Pasal 1 angka 1 UUHT).

Kreditur tertentu yang dimaksud adalah yang memperoleh atau yang menjadi

pemegang Hak Tanggungan tersebut. Mengenai apa yang yang dimaksud

dengan penegertian “ kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu

terhadap kreditur – kreditur lain” tidak dijumpai dalam penjelasan Pasal 1

Undang - Undang Hak tanggungan. Dijelaskan dalam Penjelasan Umum

Undang – Undang Hak Tanggungan itu bahwa yang dimaksudkan dengan

“memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap

kreditur – kreditur lain” ialah :

“ Bahwa jika kreditur cedera janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijanjikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang – undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu dari pada kreditur – kreditur yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi prefensi piutang – piutang Negara menurut ketentuan hukum yang berlaku”.

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bilamana para pihak

golongan ekonomi lemah yang membutuhkan kredit dan satu – satunya

Referensi

Dokumen terkait

4.2.2 Correlation Coefficient: The correlation coefficient (r), called the linear correlation coefficient, measures the strength and the direction of a

murabahah diperbankan syariah dapat digambarkan sebagai berikut:.. 1) Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli

Dampak Ebtanas terhadap para siswa SLTP dan SMU terlihat salah satunya dalam ha1 koleksi soal-soal. Sebagian besar di antara mereka melakukan ha1 ini. Mereka mengakui bahwa

cryptosporidiosis paru ditemukan di tiga (3) sampel dahak (37,5o/o,3/B) yang berasal dari dua (2) penderita dengan jumlah CD4 50/mm3, dan satu Penderita. dengan jumlah

Kelompok Uu Lonto memecahkan masalah yang terkait latar belakang perlawanan rakyat Aceh,.Kelompok Patmura memecahkan masalah siasat Belanda dalam perang Aceha,Kelompok Imam

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif pendekatan deskriptif melalui wawancara mendalam terhadap 7 informan yang terdiri dari Kepala Puskesmas

Untuk kendala yang muncul dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di SDIT Menara Fitrah dengan mengacu kepada delapan standar pendidikan nasional secara umum

1 Approval of the Company’s Annual Report and validation of the Company’s Consolidated Financial Statements, approval the Board of Commissioners’ Supervisory Actions Report and