• Tidak ada hasil yang ditemukan

Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial sampai pembungaan); dan (3) pematangan (pembungaan sampai gabah matang). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah, bobot, dan luas daun. Lama fase ini beragam, sehingga menyebabkan perbedaan umur tanaman. Fase reproduktif ditandai dengan: (a) memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman; (b) berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak reproduktif); (c) munculnya daun bendera; (d) bunting; dan (e) pembungaan. Inisiasi primordial malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading dan waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan ruas-ruas batang. Kebanyakan varietas padi di daerah tropik, lama fase reproduktif umumnya 35 hari dan fase pematangan sekitar 30 hari. Perbedaan masa pertumbuhan (umur) hanya ditentukan oleh lamanya fase vegetatif (Makarim dan Suhartatik, 2009).

Morfologi suatu tanaman sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya. Misalnya, efektifitas menangkap radiasi surya, suhu mikro tajuk tanaman, ketersediaan air bagi tanman akibat perakarannya yang berbeda dalam penyebarannya. Pemahaman tentang bentuk dan fungsi organ-organ tanaman padi diperlukan antara lain untuk merancang tipe tanaman padi ideal. Morfologi tanaman padi akan berkaitan dengan gabah, akar, batang, daun, tajuk, bunga, dan malai. Hubungan antara sifat morfologi dan fisiologi tanaman padi dapat mempengaruhi dalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman padi. Anakan (tunas) mulai tumbuh setelah tanaman padi memiliki 4 atau 5 daun. Seperti halnya dengan akar, perkembangan anakan akan berhubungan dengan perkembangan daun. Apabila daun pada buku ke-n telah memanjang, maka pada saat itu anakan akan muncul dari ketiak daun pada buku yang ke-(n-3). Aturan ini juga berlaku bagi semua anakan sekunder dan tersier (Makarim dan Suhartatik, 2009).

Tanaman padi memiliki pola anakan berganda (anak-beranak). Anakan primer akan tumbuh dari batang utama yang sifatnya heterotropik sampai anakan

tersebut memiliki 6 daun dengan 4-5 akar. Anakan sekunder selanjutnya akan tumbuh dari anakan primer yang kemudian menghasilkan anakan tersier. Mata tunas yang dihasilkan tidak semua akan tumbuh menjadi anakan karena hal itu ditentukan oleh jarak tanam, radiasi, hara mineral, dan budidaya (Makarim dan Suhartatik, 2009). Jumlah anakan per rumpun yang terlalu banyak akan mengakibatkan masa masak malai tidak serempak, sehingga menurunkan produktivitas dan atau mutu beras. Jumlah anakan sedikit diharapkan malai masak serempak. Namun jika jumlah gabah per malai banyak maka masa pemasakan akan lebih lama, sehingga mutu beras menurun atau tingkat kehampaan tinggi karena ketidakmampuan sumber mengisi limbung. Jumlah anakan sedikit, bila ada serangan hama yang mengakibatkan kerusakan anakan, akan menurunkan hasil (Abdullah et al., 2008).

Malai tanaman padi menopang gabah yang merupakan sink yang perlu dipenuhi dengan materi/fotosintat dari sumber (source) dalam tanaman. Sumber (source) diartikan sebagai organ tanaman yang menyuplai asimilat, sedangkan limbung (sink) adalah bagian tanaman tempat tujuan translokasi asimilat. Konsep hubungan source dan sink dapat dipakai untuk menganalisis proses produksi hasil tanaman. Malai akan mencapai hasil tinggi ketika jumlah gabah per m2 banyak, persentase gabah isi tinggi, dan bobot 1000 butir gabah isi tinggi. Untuk mencapai jumlah gabah yang banyak, dapat dilakukan dengan: (1) pengaturan jarak tanam optimal (spesifik varietas dan kesuburan tanah); (2) pemberian pupuk N dan bahan organik yang optimal (sesuai kondisi lahan). Semakin banyak jumlah malai per m2 dengan cara meningkatkan populasi tanaman, maka semakin pendek malai yang dihasilkan. Selanjutnya, semakin panjang malai rata-rata penanaman padi, semakin banyak jumlah gabah yang dihasilkan (Makarim dan Suhartatik, 2009).

Fotosintesis merupakan proses fisiologis tanaman yang erat kaitannya dengan produktifitas tanaman. Nilai indeks luas daun (ILD) pada fotosintesis adalah 5-6. Efisiensi fotosintesis (EF) pada tanamn padi berperan dalam pendugaan hasil. Efisiensi fotosintesis (EF) dapat dihitung dari laju pertumbuhan tanaman (LPT/CGR), laju pertumbuhan relative (LPR/RGR), dan laju asimilasi bersih (LAB/NAR). Produksi bahan kering merupakan keseimbangan antara fotosintesis dan respirasi. Jumlah daun yang aktif berfotosintesis per

batang/anakan pada fase pengisian sangat menentukan persentase gabah benas (Abdullah, 2009).

Pemuliaan padi

Pemuliaan tanaman merupakan panduan antara seni dan ilmu dalam memperbaiki pola genetik dari populasi tanaman. Pemuliaan padi bertujuan untuk menghasilkan varietas-varietas baru yang lebih baik dari varietas-varietas yang sedang banyak ditanam petani. Berhasilnya program pemuliaan padi sangat bergantung pada kemampuan kelompok pemulia tanaman mengelola dan memanfaatkan secara maksimal keragaman genetik plasma nutfah yang tersedia. Abdullah (2009) menyatakan bahwa pembentukan atau perakitan varietas unggul padi merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan dan memerlukan waktu yang panjang (multiyear activities) yang terdiri dari tiga kegiatan utama, yaitu persilangan untuk membentuk populasi dasar, seleksi untuk memilih populasi dan atau tanaman yang dikehendaki, dan uji daya hasil dan adaptasi galur-galur harapan untuk mengidentifikasi galur-galur unggulan yang dapat diusulkan menjadi varietas unggul tipe baru (VUTB).

Keragaman genetik sangat menentukan keberhasilan pemuliaan padi. Indonesia mempunyai padi bulu atau subspecies japonica tropis yang digunakan sebagai tetua dalam pembentukan PTB di IRRI, sebagai sumber sifat yang mendukung tanaman berpotensi hasil tinggi, seperti batang kokoh serta malai panjang dan padat. Padi subspesies indica mempunyai sifat beranak banyak dan genjah. Penggunaan padi indica sebagai tetua dalam pembentukan PTB diharapkan mendapatkan galur-galur PTB yang mempunyai anakan lebih banyak, semua produktif, dan berumur pendek dibanding PTB hasil persilangan japonica daerah sedang dan tropis. Sejak tahun 2001, pembentukan PTB telah menggunakan persilangan yang kompleks dengan banyak tetua, yang mempunyai gen-gen indica, japonica subtropis dan tropis, serta galur-galur introgresi yang mempunyai gen-gen dari padi liar. Melalui program ini telah dihasilkan populasi dasar dari berbagai kombinasi persilangan, galur-galur generasi menengah dan lanjut, serta galur-galur harapan sebagai materi seleksi untuk memperoleh galur atau varietas yang lebih baik dari yang sudah ada (Abdullah et al., 2008).

Populasi dapat dibentuk melalui koleksi, introduksi, persilangan, mutasi atau fusi. Pembentukan populasi dilakukan dengan mengadakan persilangan antara beberapa varietas tetua untuk menggabungkan sebanyak mungkin sifat-sifat yang baik kedalam suatu populasi dan kemudian memilih tanaman-tanaman yang baik dari populasi tersebut. Populasi tersebut kemudian dilakukan seleksi untuk mendapatkan sifat-sifat yang diharapkan. Seleksi dalam hal ini mencakup seleksi untuk memilih tetua atau galur pada populasi bersegregasi.

Uji daya hasil merupakan lanjutan salah satu tahapan dalam program pemuliaan tanaman yang bertujuan mengevaluasi keberadaan gen-gen yang diinginkan pada suatu genotipe yang selanjutnya dipersiapkan sebagai galur atau kultivar unggul baru. Biasanya kegiatan ini memerlukan banyak waktu, tenaga dan biaya. Secara umum ada tiga tahap uji daya hasil yaitu uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjut, dan uji multi lokasi (Nasir, 2001)

Padi Tipe Baru

Pembentukan PTB di Indonesia dimulai sejak tahun 1995, dengan mengintroduksi beberapa galur PTB dari IRRI yang merupakan keturunan dari hasil persilangan antara padi subspecies japonica daerah sedang dan japonica tropis (javanica), seperti IR65600, IR66160 dan IR66738. Galur-galur tersebut disilangkan dengan varietas unggul dan galur-galur harapan yang tergabung sebagai subspecies padi indica mempunyai anakan banyak. Hal ini dilakukan karena galur-galur PTB IRRI anakannya terlalu sedikit, sehingga akan sulit untuk mendapatkan potensi hasil tinggi. Penelitian awal ditujukan terutama untuk membentuk padi yang mempunyai malai lebat dengan anakan yang tidak terlalu sedikit (sedang), sehingga dapat meningkatkan potensi hasil (Abdullah, 2009).

Las et al. (2003) menyatakan bahwa telah dihasilkan varietas dan sejumlah galur PTB dalam beberapa generasi. Dalam program awal pembentukan PTB telah dihasilkan sejumlah galur semi PTB, yang sebagian sifat-sifatnya menyerupai sifat PTB yang sebenarnya, antara lain jumlah anakan yang relatif sedikit (10-12 batang/rumpun) dan potensi hasil 5-10% lebih tinggi dibanding varietas IR64 dan Ciherang. Galur-galur tersebut antara lain adalah BP-10384- MR-1-8-3 yang dilepas pada tahun 2001 dengan nama Cimelati dan BP-50F-MR-

30-5 yang dilepas pada tahun 2002 dengan nama Gilirang (aromatik). Varietas Gilirang cukup pesat pengembangannya.

Generasi kedua. Beberapa galur PTB yang potensial antara lain adalah BP138E-KN-23, BP-364-MR-33-PN-5-1, BP364B-MR-33-2-PN-2-5-5-1, BP342B-MR-30-1, dan BP140F-MR-1. Galur-galur tersebut umumnya masih memerlukan pengujian lanjutan untuk menentukan teknologi budi daya yang paling tepat. Meskipun tingkat kehampaan gabahnya masih tinggi, tetapi galur PTB generasi kedua ini mempunyai jumlah gabah isi yang tetap lebih banyak (149-188 butir/malai) dibandingkan dengan gabah isi varietas lR64 (112 butir/malai). Galur yang telah memenuhi syarat untuk dilepas adalah BP-364B- 33-3-PN-5-1. Selain berdaya hasil lebih tinggi, galur-galur PTB generasi kedua tahan terhadap hama wereng coklat biotipe 2, tetapi relatif peka terhadap penyakit hawar daun bakteri.

Generasi ketiga dan seterusnya. Saat ini terdapat sekitar 80 galur harapan PTB generasi menengah yang masih dalam tahap pengujian. Hasil pengujian menunjukkan galur harapan terbaik PTB generasi ketiga ini mampu berproduksi lebih dari 8 ton/ha, atau 20% lebih tinggi daripada hasil varietas IR64.

Padi tipe baru (PTB) perlu dikembangkan di Indonesia, karena: 1) padi sawah merupakan pemasok utama produksi beras nasional, sehingga penanaman PTB akan meningkatkan produktivitas, produksi, dan pendapatan petani, 2) PTB merupakan padi inbrida, sehingga produksi benih lebih mudah dan murah dan harga benih bermutu terjangkau petani (Abdullah et al., 2008).

Uji Multi lokasi

Seleksi melalui uji multi lokasi merupakan tahap terakhir dari rangkaian program pemuliaan. Galur-galur yang diuji jumlahnya hanya berkisar 10 sampai 15 galur. Galur-galur yang diuji tidak hanya berasal dari penggaluran populasi yang bersegregasi saja, tetapi juga galur-galur harapan atau galur introduksi manca Negara. Tujuan pengujian ini adalah untuk menilai stabilitas hasil galur- galur harapan dan mengetahui daya adaptasinya (Nasir, 2001).

Pengertian lingkungan dalam pemuliaan biasanya dijabarkan pada lokasi dan tahun/musim sehingga minimal percobaan dilakukan di 2 lokasi dan 2

tahun/musim sehingga ada 4 kondisi lingkungan. Hal ini dilakukan untuk mengatasi pengaruh bias yang besar pada pengujian yang dilakukan pada satu lokasi atau musim karena adanya pengaruh interaksi baik musim x genotipe, maupun lokasi x genotipe yang cukup besar. Makarim dan Suhartatik (2009) melaporkan bahwa produktivitas suatu pertanaman padi merupakan hasil akhir dari pengaruh interaksi antara faktor genetik varietas tanaman dengan lingkungan dan pengelolahan melalui proses fisiologik dalam bentuk pertumbuhan tanaman. Penampilan tanaman pada suatu wilayah merupakan respon dari sifat tanaman terhadap lingkungannya dan juga pengelolahannya.

Pada suatu kondisi iklim (tempat dan musim) tertentu, suatu varietas dengan genetik tertentu memiliki potensi hasil tertentu pula, yang disebut potensi hasil G x E (genotipe x lingkungan) atau sering disebut potensi hasil saja. Makarim dan Suhartatik (2009) menambahkan bahwa potensi hasil adalah hasil maksimal atau batas kemampuan varietas tanaman untuk berproduksi pada kondisi iklim tertentu pada suatu lokasi tanpa adanya kendala seperti kekurangan air, hara, keracunan besi, garam, serangan hama, penyakit, dan sebagainya.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Desa Bojong Leles Kecamatan Cibadak Kabupaten Lebak, Banten. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan September 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 galur harapan PTB IPB dan dua varietas pembanding (Tabel 1). Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea dan Phonska dengan dosis masing-masing 200 kg Urea/ha dan 300 kg Phonska/ha. Pestisida yang digunakan adalah insektisida dengan bahan aktif Chlorhirifos 500 g/l, Moluskisida dengan bahan aktif Niklosamida 250 g/l dan herbisida dengan bahan aktif Isopropil Amina Glisofat 480 g/l. Alat yang digunakan adalah sesuai dengan alat-alat yang biasa digunakan dalam budidaya tanaman padi.

Tabel 1. Galur-galur PTB IPB yang diuji dan varietas pembanding No Genotipe No Genotipe 1 IPB107-F-5-1-1 7 IPB116-F-46-1-1 2 IPB107-F-65-3-1 8 IPB117-F-1-3-1 3 IPB113-F-2-1-1 9 IPB117-F-4-1-1 4 IPB115-F-3-2-1 10 IPB149-F-8-1-1 5 IPB116-F-3-1-1 11 Ciherang 6 IPB116-F-44-1-1 12 IR64 Metode Penelitian

Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor perlakuan yaitu genotipe atau galur. Genotipe yang digunakan adalah 10 galur harapan PTB IPB dan dua varietas pembanding (Tabel 1). Percobaan diulang sebanyak tiga ulangan sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan ditanam dalam satu petak berukuran 4 m x 5 m. Hasil penelitian selanjutnya dianalisis uji F pada taraf nyata 5%, jika berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji t–Dunnet pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Persemaian

Sebelum melaksanakan tanam atau sebar benih, perlu dipastikan bahwa benih yang digunakan tidak dorman. Caranya adalah dengan merendam benih dengan air secukupnya. Benih yang baik adalah benih yang tenggelam, benih yang terapung dipisahkan dan dibuang. Selanjutnya benih tersebut direndam dalam air selama satu hari. Setelah direndam, dianginkan selama kurang lebih 24 jam sampai benih siap ditebar. Perlu dipastikan bahwasanya benih antar galur yang satu dengan galur yang lain tidak tercampur. Setelah benih siap, benih disemai di lahan persemaian. Padat tebar benih sebaiknya tidak terlalu jarang dan tidak pula terlalu padat. Penelitian kali ini menggunakan petak berukuran 1.5 m x 1.5 m untuk tiap galur. Pemupukan pada persemaian dilakukan pada 7 hari setelah sebar (HSS) dengan dosis 25 g Urea/m2.

Penanaman

Penanaman dilakukan pada petakan sawah berukuran 4 m x 5 m. Tanam dilakukan pada saat bibit berumur 19 hari setelah sebar (HSS). Sebelumnya, lahan terlebih dahulu dibersihkan dari keong mas dengan cara pengendalian kimia. Bibit ditanam 2 bibit perlubang tanam dengan jarak tanam legowo 2:1, yaitu 10 cm x 20 cm x 40 cm (10 cm jarak dalam barisan, 20 cm jarak antar baris, kemudian 40 cm, baris tanam bisa dibuat dengan menggunakan caplak dengan jarak 20 cm).

Pupuk yang digunakan menggunakan pupuk Urea dan Phonska. Dosis pupuk digunakan patokan 200 kg Urea/ha dan 300 kg Phonska/ha. Pelaksanaan pemupukan dilakukan dalam tiga tahap yaitu, pemupukan dasar pada 3-4 hari setelah tanam dengan dosis 40 kg Urea/ha dan 200 kg Phonska/ha. Pemupukan susulan pertama pada saat tanaman mencapai stadia anakan maksimum atau 22-25 hari setelah tanam dengan dosis 80 kg Urea/ha dan 100 kg Phonska/ha. Pemupukan susulan kedua pada saat tanaman mencapai fase pertumbuhan primordial bunga atau 40-45 hari setelah tanam dengan dosis 80 kg Urea/ha. Pemupukan dilakukan pada kondisi air macak-macak.

Pemeliharaan tanaman meliputi pemberantasan hama dan penyakit, pengendalian gulma. Pengaturan perairan dikondisikan sesuai dengan fase pertumbuhan padi. Pengendalian hama dan penyakit dikendalikan secara manual, teknis budidaya dan kimia. Pengendalian manual dilakukan untuk mengendalikan keong mas, sedangkan hama dan penyakit yang lain dikendalikan secara kimiawi. Gulma dikendalikan secara manual.

Tanaman akan dipanen saat 90% malai telah menguning. Pemanenan dilakukan secara manual dan sebelum panen diambil 5 sampel rumpun sebagai bahan pengamatan. Hasil panen dipisahkan berdasarkan galur dan ulangan.

Pengamatan

1. Pengamatan Satuan Percobaan

a. Hasil gabah kering giling (GKG). Hasil GKG diambil dari bobot gabah dari jumlah rumpun yang dipanen dan dikonversi menjadi hasil GKG per hektar pada kadar air 14%.

b. Umur berbunga, dihitung mulai dari saat tebar benih sampai 50% dari rumpun berbunga pada masing-masing galur.

c. Umur Panen, dihitung pada saat 90% malai telah masak. 2. Pengamatan Karakter Agronomi

a. Karakter vegetatif:

- Tinggi tanaman, diukur mulai dari permukaan tanah sampai ujung malai paling panjang.

- Jumlah anakan total, dihitung dari jumlah seluruh anakan yang muncul pada rumpun.

b. Karakter generatif.

- Jumlah anakan produktif, dihitung dari anakan yang menghasilkan malai.

- Panjang malai, diukur dari buku terakhir pada malai (leher malai) sampai bulir paling ujung di malai.

- Jumlah gabah total/malai, gabah isi dan persentase gabah hampa. - Bobot 1000 butir gabah isi, ditimbang dari 1000 butir gabah isi pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Ragam

Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya perbedaan pengaruh genotipe terhadap karakter yang diamati. Beberapa karakter menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap genotipe antara lain tinggi tanaman, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah total, dan jumlah gabah isi. Produksi GKG menunjukkan pengaruh nyata terhadap genotipe. Artinya, keragaan pada karakter-karakter tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor genetik. Karakter persentase gabah hampa, dan bobot 1000 butir menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap genotipe.

Tabel 2. Rekapitulasi Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Karakter yang Diamati

Karakter F-hitung

G KK (%)

Tinggi Tanaman ** 3.3

Jumlah Anakan Total ** 15.98 Jumlah Anakan Produktif ** 12.87

Panjang Malai ** 3.7

Jumlah Gabah Total ** 9.7 Jumlah Gabah Isi ** 14.2

% Gabah hampa tn 22.6

Bobot 1000 butir tn 4.8

Produksi GKG * 7.95

Umur berbunga ** -

Umur panen ** -

Keterangan : * berpengaruh nyata pada taraf 5% ** berpengaruh nyata pada taraf 1% tn tidak berpengaruh nyata

Hasil analisis ragan diatas juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai koefisien keragaman (KK) pada sejumlah karakter yang diamati. Nilai KK tertinggi ditunjukkan oleh karakter persentase gabah hampa sementara nilai KK terendah dimiliki oleh karakter tinggi tanaman. Hal tersebut menunjukkan bahwa lingkungan memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap karakter yang diamati. Nilai KK menunjukkan tingkat ketepatan perlakuan dan menunjukkan pengaruh

lingkungan dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan dalam suatu percobaan (Gomez dan Gomez, 1995).

Produktivitas (GKG)

Produksi gabah kering giling (GKG) merupakan karakter yang dapat menunjukkan tingkat produktivitas suatu galur yang diuji. Hasil GKG galur-galur yang diuji dan varietas pembanding menunjukkan hasil yang berbeda pada setiap ulangan. Hasil GKG penelitian kali ini akan ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Produktivitas (ton/ha) Galur-Galur yang Diuji dan Dua Varietas Pembanding pada Tiga Ulangan

No Galur Ulangan Rataan

(ton/ha) I II III 1 IPB107-F-5-1-1 5.65 6.23 4.99 5.62 2 IPB107-F-65-3-1 6.23 5.50 5.34 5.69 3 IPB113-F-2-1-1 5.40 5.31 5.01 5.24ab 4 IPB115-F-3-2-1 6.50 7.08 5.55 6.38 5 IPB116-F-3-1-1 5.60 4.60 5.39 5.20ab 6 IPB116-F-44-1-1 5.59 5.97 5.70 5.75 7 IPB116-F-46-1-1 4.93 5.98 5.31 5.41b 8 IPB117-F-1-3-1 5.63 5.74 5.61 5.66 9 IPB117-F-4-1-1 5.67 5.90 5.39 5.65 10 IPB149-F-8-1-1 5.96 6.12 5.06 5.71 11 Ciherang 7.49 6.45 5.33 6.42 12 IR64 6.93 6.60 6.40 6.64

Keterangan : a = berbeda nyata dengan Ciherang pada taraf 5% b = berbeda nyata dengan IR64 pada taraf 5%

Menurut Halimah (2010) bahwa perbedaan hasil disebabkan oleh kondisi lingkungan dan perbedaan ketahanan dari galur yang diuji dan varietas pembanding terhadap serangan hama dan penyakit. Data produktivitas diatas (Tabel 3) menunjukkan bahwa hasil galur-galur yang diuji rata-rata setara dengan produktivitas varietas pembanding. Varietas pembanding Ciherang dan IR64 masing-masing mampu menghasilkan GKG berturut-turut 6.42 ton/ha dan 6.64 ton/ha, sementara galur-galur yang diuji memiliki hasil GKG dengan hasil terbaik yaitu galur IPB115-F-3-2-1 (6.38 ton/ha).

Galur IPB115-F-3-2-1 (6.38 ton/ha) yang merupakan galur yang paling mendekati potensi hasil dari varietas pembanding menunjukkan beberapa karakter yang baik, diantaranya, bermalai panjang (29-31 cm) dan lebat (>200 gabah per

malai), jumlah anakan sedikit dan hampir semua produktif, umur genjah (107 HSS), serta bobot gabah 26-28 g. Karakter gabah/malai yang dihasilkan galur ini tergolong paling sedikit dibanding galur-galur lain, namun masih lebih banyak jika dibanding varietas pembanding.

Gambar 1. Penampilan Galur-Galur yang Diuji pada Fase Vegetatif

Dua galur dari famili IPB107 (IPB107-F-5-1-1 dan IPB107-F-65-3-1) menunjukkan potensi hasil yang tidak jauh berbeda. Keunggulan dari galur famili ini adalah karakter malai panjang dan lebat (30-31 cm), jumlah gabah total dan gabah isi yang dihasilkan permalai paling banyak (>300 gabah total dan >240 gabah isi) dan jumlah anakan sedikit-sedang. Karakter-karakter tersebut menunjukkan bahwa galur-galur dari famili ini mampu mendukung potensi hasil yang lebih tinggi dari hasil yang didapatkan dari penelitian kali ini. Karakter yang kurang mendukung dari famili IPB107 adalah bobot 1000 butir yang paling rendah (26 g) dan umur panen yang lebih lama dibanding galur-galur lain.

Galur-galur dari famili IPB116 yaitu IPB116-F-3-1-1, IPB116-F-44-1-1, IPB116-F-46-1-1 juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda satu sama lain. Hasil dari galur famili ini rata-rata terlihat lebih rendah dibandingkan galur-galur lain, kecuali galur IPB116-F-44-1-1. Secara umum, karakter dari galur-galur famili ini sedikit mirip dengan galur IPB115-F-3-2-1, antara lain malai panjang (30-31 cm), umur panen genjah (107 HSS), jumlah anakan sedikit, dan bobot 1000 butir 26-28 g. Karakter berbeda ditunjukkan pada jumlah gabah total yang dihasilkan lebih banyak yang mencapai >250 butir/malai, jumlah gabah isi >200 butir/malai. Melihat dari beberapa karakter diatas, seharusnya galur-galur dari

famili ini mampu menghasilkan potensi hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan galur IPB115-F-3-2-1 dan varietas pembanding.

Galur IPB117-F-1-3-1 dan IPB117-F-4-1-1 menunjukkan hasil dan karakter yang hampir mirip dengan hasil masing-masing 5.66 ton/ha dan 5.65 ton/ha. Keunggulan lebih nyata ditunjukkan oleh galur IPB117-F-1-3-1 dengan karakter umur panen sangat genjah (103 HSS), malai panjang dan lebat serta bobot gabah isi paling tinggi (29 g), kelemahan dari galur tersebut adalah daya tahan terhadap hama dan penyakit yang masih rendah.

Galur-galur yang diuji secara umum memiliki lebih banyak keunggulan dibanding varietas pembanding dilihat dari segi karakter agronomi yang dimiliki. Keunggulan utama dari varietas pembanding Ciherang dan IR64 terlihat pada karakter jumlah anakan yang masih relatif banyak yakni berkisar 12-22 anakan. Gambaran karakter dari varietas pembanding Ciherang dan IR64 pada penelitian kali ini adalah memilki karakter antara lain tinggi tanaman ideal berkisar 101-123 cm, malai pendek 24-29 cm dan tidak terlalu lebat, jumlah anakan 12-22, jumlah gabah 130-250 butir/malai, jumlah gabah isi 80-210 butir/malai dan bobot 1000 gabah bernas 25-29 g. Keunggulan lain dari kedua varietas pembanding adalah daya adaptasi yang luas terhadap lingkungan sehingga mampu memberikan hasil yang tidak terlalu berbeda dibeberapa lingkungan yang berbeda.

Pembentukan PTB di Indonesia diarahkan pada PTB yang mempunyai

Dokumen terkait