• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Definisi Kecap

Definisi kecap, menurut Standar Industri Indonesia (SII No. 32 Tahun 1974) 0032-74 yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan, adalah cairan kental yang mengandung protein yang diperoleh dari rebusan kedelai yang telah diragikan dan ditambahkan gula, garam serta rempah-rempah. Syarat mutunya adalah:

1) Kadar protein mutu I minimal 6 persen dan mutu II minimal 2 persen. 2) Kadar logam-logam berbahaya negatif.

3) Kadar bau, rasa, dan lain-lain adalah normal.

Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain (gula, garam, dan bumbu) untuk meningkatkan cita rasa masakan. Jenis kedelai yang umum digunakan dalam pembuatan kecap adalah kedelai hitam dan kedelai kuning. Tidak ada perbedaan komposisi diantara keduanya dan perbedaan jenis kedelai tersebut tidak berpengaruh terhadap efektivitas fermentasi.

Menutut Utomo dan Nikkuni (2000), dalam proses pembuatan kecap terdapat dua cara fermentasi. Pertama, fermentasi dengan menggunakan

Aspergillus pada suhu 20-30oC selama tiga sampai tujuh hari. Hasil kedelai yang terbentuk dari proses fermentasi tersebut dicampur dengan 20-30 persen larutan garam untuk dibawa ke fermentasi cara kedua yaitu dengan larutan garam di

bawah 20 persen pada suhu 25-30oC selama 14-120 hari. Kemudian bubur yang telah difermentasi disaring.

Terdapat tiga macam kecap berdasarkan kualitasnya. Kualitas pertama, kecap yang mengandung protein lebih dari enam persen. Kualitas kedua, kecap yang mengandung empat sampai enam persen protein. Kualitas ketiga, kecap yang digunakan sehari-hari sebagai bumbu mengandung empat sampai lima persen protein, satu persen lemak, dan sembilan persen karbohidrat (Utomo dan Nikkuni, 2000).

2.1.2. Teori Permintaan dan Penawaran

Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu (Putong, 2003). Menurut Lipsey (1995), ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam konsep permintaan. Pertama, jumlah barang yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan (desired). Kedua, apa yang diinginkan merupakan permintaan efektif, artinya merupakan jumlah di mana orang bersedia membelinya pada harga yang mereka harus bayar untuk komoditi tersebut. Ketiga, kuantitas yang diminta merupakan arus pembelian yang kontinyu.

Banyaknya komoditi yang akan dibeli semua rumah tangga pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh variabel-variabel berikut ini:

9

1) Pergerakkan di sepanjang kurva permintaan a) Harga komoditi itu sendiri

Berdasarkan hipotesis ekonomi dasar, harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif, dengan faktor lain tetap sama. Dengan kata lain, semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin besar, dan semakin tinggi harga semakin rendah jumlah yang diminta.

2) Pergeseran pada kurva permintaan a) Rata-rata pendapatan rumah tangga

Jika rumah tangga menerima rata-rata pendapatan yang lebih besar, maka mereka dapat diperkirakan akan membeli lebih banyak beberapa komoditi (barang normal), walaupun harga komoditi-komoditi itu tetap sama. Kenaikan pendapatan rata-rata rumah tangga akan menyebabkan lebih banyak komoditi yang akan diminta pada setiap tingkat harga yang mungkin.

b) Harga-harga lainnya

Kenaikan harga barang substitusi suatu komoditi tertentu akan meningkatkan permintaan untuk komoditi tersebut, lebih banyak yang akan dibeli pada setiap tingkat harga. Sedangkan penurunan harga suatu komoditi komplementer akan meningkatkan permintaan untuk komoditi tersebut, lebih banyak yang akan dibeli pada setiap tingkat harga.

c) Selera

Selera memiliki pengaruh yang besar terhadap keinginan seseorang untuk membeli suatu komoditi pada suatu waktu tertentu. Perubahan selera bisa

membutuhkan waktu yang cepat atau lambat. Cepat atau lambat perubahan selera terhadap suatu komoditi dapat meningkatkan permintaan dan lebih banyak barang yang akan dibeli pada tiap tingkat harga.

d) Distribusi pendapatan

Perubahan dalam distribusi pendapatan akan meningkatkan permintaan untuk komoditi yang dibeli, terutama oleh mereka yang menerima tambahan pendapatan tersebut, dan akan menurunkan permintaan untuk komoditi yang dibeli terutama oleh mereka yang berkurang pendapatannya.

e) Jumlah penduduk

Pertumbuhan jumlah penduduk tidak secara langsung mempengaruhi permintaan. Akan tetapi permintaan dapat berubah jika penduduk yang bertambah tersebut memiliki daya beli. Tambahan orang berusia kerja biasanya akan menciptakan pendapatan baru sehingga permintaan untuk semua komoditi yang dibeli oleh penghasil pendapatan baru tersebut akan meningkat.

Putong (2003) menyatakan bahwa penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada suatu pasar tertentu pada periode tertentu dan pada berbagai macam tingkat harga tertentu. Sementara Lipsey (1995) menyatakan bahwa jumlah yang ditawarkan perusahaan tidak harus merupakan jumlah yang benar-benar terjual atau jumlah yang berhasil dipertukarkan oleh perusahaan.

Jumlah komoditi yang bersedia diproduksi dan ditawarkan oleh perusahaan untuk dijual dipengaruhi oleh beberapa variabel penting berikut ini:

11

1) Pergerakkan di sepanjang kurva penawaran a) Harga komoditi itu sendiri

Berdasakan hipotesis ekonomi dasar, untuk kebanyakan komoditi, harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan berhubungan secara positif, dengan semua faktor yang lain tetap sama. Dengan kata lain, makin tinggi harga suatu komoditi, makin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan, semakin rendah harga, semakin kecil jumlah komoditi yang akan ditawarkan. 2) Pergeseran pada kurva penawaran

a) Harga-harga masukan

Adanya kenaikan pada harga setiap masukan (bahan baku, tenaga kerja dan mesin) maka makin kecil keuntungan yang akan diperoleh dari memproduksi suatu komoditi, ceteris paribus. Dengan kata lain, semakin tinggi harga setiap masukan mana pun yang digunakan perusahaan, semakin rendah jumlah komoditi yang akan diproduksi dan ditawarkan pada setiap tingkat harga.

b) Tujuan perusahaan

Dalam teori dasar ilmu ekonomi, perusahaan diasumsikan memiliki satu tujuan tunggal yaitu memaksimumkan laba. Akan tetapi, perusahaan bisa saja memiliki tujuan lainnya atau tujuan sebagai substitusi untuk memaksimumkan laba. Misalkan, jika tujuan perusahaan berubah dari orientasi produksi masal ke orientasi produksi terbatas (tetapi tetap mendapatkan keuntungan yang relatif sama), maka perusahaan atau produsen tidak menambah penawarannya, akan tetapi mengurangi penawarannya sehingga kurva penawaran akan bergeser ke kiri.

c) Teknologi

Perubahan teknologi apapun yang menurunkan biaya produksi akan menaikan keuntungan yang dapat dihasilkan pada harga tertentu dari komoditi itu. Selama kenaikan keuntungan tersebut diikuti oleh kenaikan produksi berarti semakin besar kesediaan untuk memproduksi komoditi tersebut dan menawarkannya untuk dijual pada tiap kemungkinan harga.

2.1.3. Teori Perdagangan Internasional

Pada dasarnya perdagangan internasional dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Faktor-faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional antara lain bersumber dari keinginan untuk memperluas pasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan devisa bagi kegiatan pembangunan, adanya perbedaan permintaan dan penawaran antar negara, tidak semua negara mampu menyediakan kebutuhan masyarakatnya, serta adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu (Gonarsyah, 1987 dalam Nelly, 2003).

Berdasarkan teori keunggulan komparatif David Ricardo, perdagangan internasional dapat terjadi jika suatu negara melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif (Hady, 2004).

Secara umum, para ahli ekonomi berpendapat bahwa perdagangan internasional memiliki dampak menguntungkan dalam pembangunan ekonomi

13

suatu negara. Keuntungan dengan adanya perdagangan internasional antara lain (Rubowo,1993):

1) Perluasan pasar barang-barang yang dispesialisasikan, pada akhirnya membuat skala ekonomi akan menurunkan biaya produksi.

2) Menghasilkan devisa yang dapat digunakan untuk membeli barang dan atau jasa dari luar negeri.

3) Sebagai dasar bagi pengembangan industri-industri lain penunjang industri yang menghasilkan barang ekspor (berorientasi ekspor).

Salvator (1993) merumuskan model sederhana terjadinya perdagangan internasional sebagai berikut:

Sebelum terjadinya perdagangan internasional harga relatif komoditi X di negara A adalah sebesar Pa, sedangkan harga relatif komoditi X di negara B adalah Pb. Pada harga-harga tersebut, baik di negara A maupun negara B, terjadi keseimbangan produksi dan konsumsi. Setelah terjadi perdagangan internasional, harga relatif komoditi X akan terletak di antara Pa dan Pb jika kedua negara tersebut memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar.

Jika harga yang berlaku di atas Pa, maka negara A akan memproduksi komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestiknya. Akibatnya, penawaran meningkat menjadi Q2A dan permintaan menurun menjadi Q1A sehingga terjadi kelebihan penawaran sebesar Q1AQ2A. Kelebihan penawaran tersebut selanjutnya akan diekspor ke negara B. Di lain pihak, jika harga yang berlaku lebih kecil dari Pb, maka negara B akan mengalami peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi dari produksi

domestiknya. Akibatnya, permintaan di negara B meningkat menjadi Q2B dan penawarannya menurun menjadi Q1B. Dengan demikian, terjadi kelebihan permintaan di negara B sebesar Q1BQ2B. Hal ini akan mendorong negara B untuk mengimpor kekurangan kebutuhnnya atas komoditi X dari negara A.

Gambar 2.1. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional

Sumber: Salvator, 2003.

Harga yang terjadi di pasar internasional merupakan keseimbangan antara permintaan dan penawaran dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan mempengaruhi penawaran dunia dan perubahan dalam konsumsi dunia akan mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi harga dunia. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ekspor dan impor suatu negara sangat ditentukan oleh harga domestik, harga internasional serta keseimbangan permintaan dan penawaran dunia. Selain itu, secara tidak langsung ditentukan pula oleh perubahan nilai tukar (Exchange Rate) atau mata uang suatu negara terhadap negara lain.

S S D D Q Q Q2A Q1A QeA Pe Pe Pb Qe Q1B QeB Q2B Negara A (pengekspor) Pasar Internasional

P P S P Pa Q Negara B (pengimpor) Pe D

15

2.2. Penelitian Terdahulu

2.2.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Kecap

Sefiansyah (2004) melakukan penelitian mengenai preferensi dan pola konsumsi kecap rumah tangga di kota Cirebon dengan menggunakan lima metode analisis yaitu metode regresi logistik, metode regresi linier berganda, metode pengurutan prioritas, dan metode analisis deskriptif. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa prioritas yang paling diperhatikan konsumen di dalam melakukan pembelian adalah rasa, aroma dan kemudian secara berturut-turut adalah harga, kekentalan, volume, kemudahan memperoleh dan terakhir adalah kemasan. Pemilihan kecap manis oleh rumah tangga secara nyata dipengaruhi oleh besarnya volume kecap yang biasa dibeli dan frekuensi kecap sebagai bahan tambahan dalam memasak. Sedangkan besarnya jumlah konsumsi kecap manis rumah tangga dipengaruhi secara nyata oleh ukuran keluarga, wilayah dan frekuensi pemakaian kecap dalam makanan sehari-hari.

Widyanggari (2005) melakukan analisis mengenai ekuitas merek kecap manis di wilayah Jakarta Pusat. Metode analisis yang digunakan yaitu metode Spearman Brown, Cochran Test, dan Brand Switching Pattern Matrix. Dari hasil analisisnya dapat disimpulkan bahwa kecap manis merek Bango memiliki ekuitas tertinggi, kemudian kecap manis ABC dan Indofood menduduki posisi kedua dengan hasil berimbang, diikuti oleh kecap manis merek Maya dan terakhir Piring Lombok dan Nasional. Sementara berdasarkan metode Cochran Test diperoleh hasil bahwa asosiasi kecap manis secara keseluruhan adalah merek terkenal, mudah didapat, dan harga terjangkau. Hasil penelitian ini juga menunjukkan

bahwa kecap Bango dikesankan sebagai merek yang paling berkualitas, kemudian secara berturut-turut diikuti oleh kecap Indofood, ABC, dan kecap Maya.

Penelitian lain mengenai kecap dilakukan oleh Khaerani (2005) mengenai analisis perilaku konsumen dan product positioning kecap manis ABC di Kota Bogor. Metode analisis yang digunakan adalah ImportancePerformance Analysis, analisis Biplot, dan Model Angka Ideal. Hasil analisis menunjukkan bahwa atribut rasa dan tingkat kekentalan merupakan indikasi penyebab terjadinya pergeseran konsumen dari kecap manis ABC ke kecap manis Bango. Kecap manis Bango merupakan pesaing terdekat bagi kecap manis ABC. Dimana kecap manis Bango memiliki keunggulan dalam hal rasa dan tingkat kekentalan, sedangkan kecap manis ABC unggul dalam hal promosi (iklan), kepopuleran, dan kemudahan memperoleh produk.

2.2.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Permintaan dan Penawaran

Nelly (2003) menganalisis mengenai permintaan dan penawaran kayu bulat di Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah Two Stage Least Square (2SLS). Berdasarkan hasil analisis permintaan dan penawaran kayu bulat di Indonesia dapat diketahui bahwa industri pengolahan kayu dalam negeri mengalami over kapasitas sehingga kayu bulat menjadi langka. Keadaan tersebut diperparah dengan pembukaan keran ekspor dimana harga ekspor kayu bulat yang tinggi menjadi insentif yang menarik bagi para pengusaha untuk mengekspor kayu bulat. Kondisi ini dapat memicu penebangan illegal dan memperparah kerusakan hutan yang terjadi. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya melakukan

17

restrukturisasi dan pembatasan perkembangan industri pengolahan kayu. Disamping itu, pembangunan HTI sebaiknya benar-benar diwujudnyatakan dan ekspor kayu bulat seharusnya dihentikan mengingat industri domestik masih kekurangan bahan baku.

Ratri (2004) melakukan analisis mengenai permintaan dan penawaran minyak goreng kelapa di Indonesia dengan menggunakan metode 2SLS. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perkembangan industri minyak goreng kelapa berjalan relatif lamban. Hal ini dapat dililihat dari menurunnya jumlah permintaan dan perusahaan minyak goreng kelapa. Lambatnya perkembangan industri minyak goreng kelapa disebabkan oleh menurunnya luas areal perkebunan kelapa, penggunaan kelapa untuk konsumsi lain selain bahan baku minyak goreng kelapa dan hadirnya minyak goreng sawit sebagai barang substitusi minyak goreng kelapa. Hal ini dikarenakan minyak goreng sawit semakin memiliki peranan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia karena harganya relatif lebih murah bila dibandingkan dengan minyak goreng kelapa.

Berdasarkan hasil estimasi, persamaan penawaran menunjukan bahwa harga minyak goreng kelapa, harga minyak kelapa kasar dan stok tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata pada penawaran. Sedangkan upah dan trend

berpengaruh nyata terhadap penawaran, di mana semua variabel tidak responsif dalam jangka pendek. Sementara hasil estimasi persamaan permintaan dan persamaan ekspor menunjukkan bahwa semua variabel berpengaruh nyata namun tidak responsif dalam jangka pendek.

Afifa (2006) melakukan penelitian terhadap permintaan kedelai pada industri kecap di Indonesia dengan menggunakan metode Kuadrat Terkecil Biasa (OLS/ Ordinary Least Square). Hasil estimasinya menunjukkan bahwa sebesar 71,3 persen keragaan permintaan kedelai pada industri kecap dijelaskan oleh keragaan variabel-variabel dari dalam model, sementara sisanya yaitu sebesar 28,7 persen dijelaskan oleh variabel dari luar model seperti menurunnya produksi dalam negeri sehingga impor kedelai selalu meningkat setiap tahunnya, ketidakstabilan kondisi ekonomi di Indonesia, kurangnya penggunaan teknologi untuk menghasilkan benih kedelai yang bermutu dan belum berkembangnya varietas-varietas baru yang diminati oleh petani kedelai yang sesuai dalam penggunaannya pada industri kecap serta mampu mensubstitusikan kedelai impor.

Variabel-variabel yang diduga berpengaruh nyata secara positif terhadap model permintaan kedelai pada industri kecap yaitu harga kecap, nilai tukar rupiah, dan jumlah perusahaan kecap. Sedangkan variabel produksi kecap, harga kedelai, permintaan kedelai tahun sebelumnya, dan variabel dummy tidak berpengaruh nyata terhadap model.

2.3. Kerangka Pemikiran 2.3.1. Fungsi Permintaan

Kecap merupakan suatu produk yang diproduksi secara massal, artinya kecap diproduksi untuk dipasarkan bukan berdasarkan pesanan. Oleh karena itu, fungsi permintaan kecap dapat diturunkan dari kurva permintaan pasar yang terbentuk dari beberapa kurva permintaan individu.

19

Fungsi permintaan pasar (market demand) untuk sejenis barang tertentu (Xi) adalah penjumlahan dari seluruh permintaan perorangan terhadap barang tersebut.

= = m j n m I I P P X dX 1 1 1 1 1 ( ,K, , ,K, ) (2.1)

dimana X adalah komoditi X; P adalah harga komoditi X; dan I adalah pendapatan.

Kurva permintaan pasar untuk Xt dikembangkan dari fungsi permintaan tersebut dengan memvariasikan harga (Pt), cateris paribus.

Gambar 2.2. Pengembangan Kurva Permintaan Pasar dari Kurva-kurva Permintaan Individu

Sumber: Nicholson, 2001.

Kurva permintaan pasar merupakan penjumlahan secara horizontal semua kurva permintaan individu. Untuk setiap tingkat harga, kuantitas di pasar merupakan jumlah keseluruhan permintaan individu.

Total X = X1 + X2 = Dx1 (Px, Py, I1) + Dx2 (Px, Py, I2) = MDx (Px, Py, I1, I2) (2.2) Dx1 Dx2 MDx Px Px Px Px* X1 X2 X X1* X2* X* 0 0 0

dimana:

Px = harga kecap untuk orang pertama, Py = harga kecap untuk orang kedua, I1 = pendapatan orang pertama, I2 = pendapatan orang kedua, MDx = permintaan total kecap di pasar.

Fungsi permintaan adalah spesifikasi hubungan antara jumlah kecap yang diminta dan variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan kecap tersebut. Secara sistematis:

Q = f (Pkc, Pim, I) (2.3) dimana Q adalah jumlah kecap yang diminta; Pkc adalah harga kecap; Pim adalah harga impor kecap sebagai barang pembanding (substitusi); dan I adalah pendapatan.

2.3.2. Fungsi Penawaran

Menurut Debertin (1986) dalam Ratri (2004), teori ekonomi produksi pertanian memfokuskan perhatiannya pada situasi pengambilan keputusan yang dilakukan produsen komoditi pertanian yaitu menentukan berapa banyak produksi yang harus dihasilkan untuk memaksimumkan pendapatan usahatani, dalam hal ini usaha tani kedelai sebagai bahan baku utama dalam proses produksi kecap.

Produksi suatu komoditi (Q) dalam model agregat merupakan fungsi dari modal (K), tenaga kerja (L), dan biaya tetap (C).

21

Jika produsen kecap diasumsikan rasional, maka fungsi keuntungan produksi kecap dapat dirumuskan sebagai berikut:

π = P1f(K, L) − vK − wL (2.5) dimana P1 adalah harga kecap, vK adalah harga bahan baku yaitu kedelai, dan wL adalah upah pekerja. Untuk dapat memaksimumkan keuntungan maka syarat pertama dan kedua harus terpenuhi, yaitu:

) 7 . 2 ( 0 ) 6 . 2 ( 0 = − = ∂ ∂ = − = ∂ ∂ w Pf L v Pf K L K π π

Berdasarkan fungsi di atas dapat diketahui peubah eksogen dan endogen, yaitu P1, K, L sebagai peubah eksogen dan Q sebagai peubah endogen. Sehingga fungsi penawaran kecap dapat dirumuskan sebagai berikut:

Q = f (P1, v, w) (2.8)

2.3.3. Kerangka Pemikiran Konseptual

Subsektor industri pertanian (agroindustri) merupakan alternatif terbaik untuk dikembangkan karena sesuai dengan tujuan pembangunan nasional yaitu industri yang kuat didukung oleh pertanian yang tangguh. Industri kecap merupakan salah satu industri yang dapat dikelompokkan ke dalam agroindustri hilir. Sebagai salah satu industri yang berbasis pertanian dalam negeri, pengembangan industri kecap menjadi semakin penting untuk meningkatkan permintaan kedelai dan mendorong perkembangan produksi kedelai yang selama bertahun-tahun mengalami penurunan. Meskipun kecap bukanlah merupakan

komoditas pangan pokok, namun kecap mampu memberikan andil yang cukup besar dalam meningkatkan asupan gizi dalam kehidupan sehari-hari.

Di Indonesia, kecap merupakan bahan makanan yang paling banyak digunakan. Bahkan bagi sebagian kalangan, kecap dianggap menu wajib yang harus selalu tersedia dalam hidangan sehari-hari. Perkembangan industri kecap tumbuh seiring dengan meningkatnya permintaan akan kecap. Namun, konsumsi kecap yang semakin meningkat tersebut tidak hanya dipenuhi oleh produksi dalam negeri tetapi juga oleh impor. Hal ini dapat terlihat dari semakin banyaknya produk kecap impor yang masuk ke pasaran Indonesia. Di sisi lain, perkembangan produksi kecap tidak hanya ditujukan untuk memenuhi konsumsi kecap dalam negeri tetapi juga untuk ekspor. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui perkembangan industri kecap di Indonesia serta dapat ditentukan faktor-faktor apa saja yang diduga berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran industri kecap di Indonesia. Alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

23

Gambar 2.3. Alur Kerangka Pemikiran Konseptual

2.4. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Permintaan kecap tahun sebelumnya (Qdt-1) berpengaruh positif terhadap permintaan kecap tahun sekarang (Qdt). Artinya, adanya kenaikan pada permintaan kecap tahun sebelumnya akan menyebabkan kenaikan pada permintaan kecap tahun sekarang.

2) Harga kecap domestik (Pkct) berpengaruh negatif terhadap permintaan kecap. Artinya, kenaikan harga kecap domestik akan menyebabkan penurunan permintaan kecap.

Produksi Konsumsi

Domestik Impor Ekspor

Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran kecap

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kecap Perkembangan industri

kecap

Metode Ordinary Least Square (OLS)

3) Harga kecap impor (Pimt), sebagai barang substitusi, berpengaruh positif terhadap permintaan kecap. Artinya, kenaikan harga kecap impor akan menyebabkan kenaikan permintaan kecap.

4) Pendapatan per kapita (It) berpengaruh positif terhadap permintaan kecap. Artinya, kenaikan pendapatan per kapita akan menyebabkan kenaikan permintaan kecap.

5) Tingkat inflasi (Inft) berpengaruh negatif baik terhadap permintaan maupun penawaran kecap. Artinya, kenaikan tingkat inflasi akan menyebabkan penurunan baik permintaan maupun penawaran kecap.

6) Harga kedelai (Pkdt), sebagai bahan baku, berpengaruh negatif terhadap penawaran kecap (Qst). Artinya, kenaikan harga kedelai akan menyebabkan penurunan penawaran kecap.

7) Upah pekerja (Wt) berpengaruh negatif terhadap penawaran kecap. Artinya, kenaikan upah pekerja akan menyebabkan penurunan penawaran kecap.

8) Volume ekspor tahun sebelumnya (Xt-1) berpengaruh positif terhadap penawaran kecap. Artinya, kenaikan volume ekspor kecap tahun sebelumnya akan menyebabkan kenaikan penawaran kecap.

Dokumen terkait