• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Permintaan dan Penawaran Industri Kecap Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Permintaan dan Penawaran Industri Kecap Di Indonesia"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN

INDUSTRI KECAP DI INDONESIA

OLEH RINA MARYANI

H14103070

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

Industri kecap merupakan salah satu agroindustri yang penting untuk dikembangkan karena dapat memberikan nilai tambah komoditas kedelai yang mudah rusak, meningkatkan permintaan kedelai yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani, menyerap tenaga kerja, dan menambah devisa negara melalui pemanfaatan peluang ekspor. Permasalahan yang sering dihadapai oleh industri kecap adalah semakin mahalnya harga bahan baku kedelai dan lamanya proses pembuatan kecap yang dapat berlangsung berbulan-bulan. Hal tersebut membuat sebagian pengusaha mengganti bahan baku kedelai dengan bahan-bahan lain yang lebih murah seperti air yang dicampur dengan perasa dan pewarna kecap. Akibatnya, kualitas kecap cenderung menurun atau encer sedangkan kuantitas produksinya meningkat. Sementara itu, perkembangan industri kecap di Indonesia, tumbuh seiring dengan peningkatan konsumsi kecap dalam masyarakat. Namun untuk memenuhi tingginya kebutuhan masyarakat akan produk kecap, Indonesia masih harus mengimpor sebagian supply kecapnya dari luar negeri. Impor kecap tersebut meningkat pada saat produksi kecap dalam negeri juga meningkat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan industri kecap di Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh nyata terhadap permintaan dan penawaran kecap di Indonesia, serta mengetahui pengaruh adanya impor dan ekspor kecap terhadap permintaan dan penawaran kecap. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder time series mulai tahun 1988 sampai dengan tahun 2004. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS). Metode analisis yang digunakan adalah metode Kuadrat terkecil Biasa (Ordinary Least Square/OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan industri kecap di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang meningkat, baik dilihat dari sisi produksi maupun konsumsi. Peningkatan pada produksi kecap tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi yaitu mahalnya harga bahan baku kedelai serta panjang dan rumitnya proses pembuatan kecap yang membuat sebagian pengusaha mengganti bahan baku kedelai dengan bahan-bahan yang lebih murah, seperti beras, jagung, pewarna maupun perasa kecap. Salah satu penyebab mahalnya harga kedelai adalah produksi kedelai dalam negeri, baik kedelai kuning maupun kedelai hitam, yang masih belum mampu memenuhi tingginya kebutuhan industri yang berbahan baku kedelai, termasuk industri kecap. Produksi kedelai hitam, yang merupakan bahan baku kecap, semakin langka karena kurang mendapat perhatian baik dari petani maupun pemerintah.

(3)

sehingga laju pertumbuhan konsumsi kecap di Indonesia relatif lebih lamban jika dibandingkan dengan pertumbuhan produksinya.

Hasil estimasi persamaan permintaan kecap menunjukkan bahwa variabel permintaan kecap tahun sebelumnya dan harga kecap domestik berpengaruh nyata terhadap permintaan kecap, sedangkan variabel harga impor kecap, pendapatan per kapita dan tingkat inflasi tidak berpengaruh nyata. Sementara dari hasil estimasi penawaran kecap diketahui bahwa variabel harga kecap, harga kedelai, upah pekerja, dan tingkat inflasi berpengaruh nyata terhadap penawaran kecap, sedangkan variabel volume ekspor kecap tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan hasil estimasi model secara keseluruhan, diketahui bahwa variabel harga impor kecap tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan dan volume ekspor kecap tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap penawaran, namun memiliki pengaruh yang sesuai dengan hipotesis. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut dapat mempengaruhi baik permintaan maupun penawaran, akan tetapi terdapat alasan lain yang menyebabkan pengaruh kedua variabel tersebut tidak terlihat atau tidak nyata. Selain itu, terdapat dua variabel dalam persamaan penawaran kecap yang tidak sesuai dengan teori ekonomi/hipotesis, yaitu variabel harga kedelai dan variabel tingkat inflasi yang berpengaruh positif terhadap penawaran kecap.

(4)

Pamanukan-Subang. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Wihat dan Nemah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada SDN Kubangsari tahun 1997, kemudian penulis melanjutkan ke SLTPN 1 Pamanukan, pada tahun 2000 penulis melanjutkan ke SMUN 1 Pamanukan dan lulus pada tahun 2003.

(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU HASIL KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

(6)

Oleh RINA MARYANI

H14103070

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(7)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Rina Maryani

Nomor Registrasi Pokok : H14103070 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Permintaan dan Penawaran Industri Kecap di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. NIP. 130 350 045

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

(8)

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaiakan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Permintaan dan Penawaran Industri Kecap di Indonesia”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis baik pada saat penyusunan skripsi maupun pada saat seminar dan siding hingga skripsi ini diselesaikan. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua dan keluarga tercinta atas doa, semangat, dukungan, kesabaran serta pengertiannya yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir Bungaran Saragih, M.Ec, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak Nunung Nuryartono, Ph.D sebagai penguji utama dalam sidang skripsi. Semua saran dan kritikan dari beliau sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu, S.E, M.Si sebagai penguji komisi pendidikan. Terima kasih atas semua saran mengenai perbaikan tata cara penulisan skripsi dan metode analisis yang sesuai dalam skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

(9)

dan masukan-masukan dari kalian sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini.

6. Teman-teman Wisma MOBster, Luluk, Likah, Uut ,Riri, Dian (B-face) serta semua penghuni MOBster lainnya. Terima kasih atas nasihat, saran, serta dukungan semangat yang telah diberikan sehingga penulis mempunyai keyakinan untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Staf-staf departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan pelayanan dalam persiapan seminar dan sidang.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Tanpa kalian skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Semoga Allah SWT. membalas kebaikan kalian semua.

Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007

(10)

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan ... 5

1.4. Kegunaan ... 6

1.5. Ruang Lingkup ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 7

2.1. Tinjauan Teori ... 7

2.1.1. Definisi Kecap ... 7

2.1.2. Teori Permintaan dan Penawaran ... 8

2.1.3. Teori Perdagangan Internasional ... 12

2.2. Penelitian Terdahulu ... 15

2.2.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Kecap ... 15

2.2.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Permintaan dan Penawaran ... 16

2.3. Kerangka Pemikiran ... 18

2.3.1. Fungsi Permintaan ... 18

2.3.2. Fungsi Penawaran ... 20

2.3.4. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 21

2.4. Hipotesis ... 23

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 25

3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 25

3.3. Model dan Definisi Operasional Peubah ... 26

3.3.1. Uji Kriteria Ekonomi dan Statistik ... 28

(11)

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN

INDUSTRI KECAP DI INDONESIA

OLEH RINA MARYANI

H14103070

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

Industri kecap merupakan salah satu agroindustri yang penting untuk dikembangkan karena dapat memberikan nilai tambah komoditas kedelai yang mudah rusak, meningkatkan permintaan kedelai yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani, menyerap tenaga kerja, dan menambah devisa negara melalui pemanfaatan peluang ekspor. Permasalahan yang sering dihadapai oleh industri kecap adalah semakin mahalnya harga bahan baku kedelai dan lamanya proses pembuatan kecap yang dapat berlangsung berbulan-bulan. Hal tersebut membuat sebagian pengusaha mengganti bahan baku kedelai dengan bahan-bahan lain yang lebih murah seperti air yang dicampur dengan perasa dan pewarna kecap. Akibatnya, kualitas kecap cenderung menurun atau encer sedangkan kuantitas produksinya meningkat. Sementara itu, perkembangan industri kecap di Indonesia, tumbuh seiring dengan peningkatan konsumsi kecap dalam masyarakat. Namun untuk memenuhi tingginya kebutuhan masyarakat akan produk kecap, Indonesia masih harus mengimpor sebagian supply kecapnya dari luar negeri. Impor kecap tersebut meningkat pada saat produksi kecap dalam negeri juga meningkat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan industri kecap di Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh nyata terhadap permintaan dan penawaran kecap di Indonesia, serta mengetahui pengaruh adanya impor dan ekspor kecap terhadap permintaan dan penawaran kecap. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder time series mulai tahun 1988 sampai dengan tahun 2004. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS). Metode analisis yang digunakan adalah metode Kuadrat terkecil Biasa (Ordinary Least Square/OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan industri kecap di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang meningkat, baik dilihat dari sisi produksi maupun konsumsi. Peningkatan pada produksi kecap tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi yaitu mahalnya harga bahan baku kedelai serta panjang dan rumitnya proses pembuatan kecap yang membuat sebagian pengusaha mengganti bahan baku kedelai dengan bahan-bahan yang lebih murah, seperti beras, jagung, pewarna maupun perasa kecap. Salah satu penyebab mahalnya harga kedelai adalah produksi kedelai dalam negeri, baik kedelai kuning maupun kedelai hitam, yang masih belum mampu memenuhi tingginya kebutuhan industri yang berbahan baku kedelai, termasuk industri kecap. Produksi kedelai hitam, yang merupakan bahan baku kecap, semakin langka karena kurang mendapat perhatian baik dari petani maupun pemerintah.

(13)

sehingga laju pertumbuhan konsumsi kecap di Indonesia relatif lebih lamban jika dibandingkan dengan pertumbuhan produksinya.

Hasil estimasi persamaan permintaan kecap menunjukkan bahwa variabel permintaan kecap tahun sebelumnya dan harga kecap domestik berpengaruh nyata terhadap permintaan kecap, sedangkan variabel harga impor kecap, pendapatan per kapita dan tingkat inflasi tidak berpengaruh nyata. Sementara dari hasil estimasi penawaran kecap diketahui bahwa variabel harga kecap, harga kedelai, upah pekerja, dan tingkat inflasi berpengaruh nyata terhadap penawaran kecap, sedangkan variabel volume ekspor kecap tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan hasil estimasi model secara keseluruhan, diketahui bahwa variabel harga impor kecap tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan dan volume ekspor kecap tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap penawaran, namun memiliki pengaruh yang sesuai dengan hipotesis. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut dapat mempengaruhi baik permintaan maupun penawaran, akan tetapi terdapat alasan lain yang menyebabkan pengaruh kedua variabel tersebut tidak terlihat atau tidak nyata. Selain itu, terdapat dua variabel dalam persamaan penawaran kecap yang tidak sesuai dengan teori ekonomi/hipotesis, yaitu variabel harga kedelai dan variabel tingkat inflasi yang berpengaruh positif terhadap penawaran kecap.

(14)

Pamanukan-Subang. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Wihat dan Nemah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada SDN Kubangsari tahun 1997, kemudian penulis melanjutkan ke SLTPN 1 Pamanukan, pada tahun 2000 penulis melanjutkan ke SMUN 1 Pamanukan dan lulus pada tahun 2003.

(15)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU HASIL KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

(16)

Oleh RINA MARYANI

H14103070

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(17)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Rina Maryani

Nomor Registrasi Pokok : H14103070 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Permintaan dan Penawaran Industri Kecap di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. NIP. 130 350 045

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

(18)

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaiakan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Permintaan dan Penawaran Industri Kecap di Indonesia”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis baik pada saat penyusunan skripsi maupun pada saat seminar dan siding hingga skripsi ini diselesaikan. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua dan keluarga tercinta atas doa, semangat, dukungan, kesabaran serta pengertiannya yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir Bungaran Saragih, M.Ec, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak Nunung Nuryartono, Ph.D sebagai penguji utama dalam sidang skripsi. Semua saran dan kritikan dari beliau sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu, S.E, M.Si sebagai penguji komisi pendidikan. Terima kasih atas semua saran mengenai perbaikan tata cara penulisan skripsi dan metode analisis yang sesuai dalam skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

(19)

dan masukan-masukan dari kalian sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini.

6. Teman-teman Wisma MOBster, Luluk, Likah, Uut ,Riri, Dian (B-face) serta semua penghuni MOBster lainnya. Terima kasih atas nasihat, saran, serta dukungan semangat yang telah diberikan sehingga penulis mempunyai keyakinan untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Staf-staf departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan pelayanan dalam persiapan seminar dan sidang.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Tanpa kalian skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Semoga Allah SWT. membalas kebaikan kalian semua.

Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007

(20)

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan ... 5

1.4. Kegunaan ... 6

1.5. Ruang Lingkup ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 7

2.1. Tinjauan Teori ... 7

2.1.1. Definisi Kecap ... 7

2.1.2. Teori Permintaan dan Penawaran ... 8

2.1.3. Teori Perdagangan Internasional ... 12

2.2. Penelitian Terdahulu ... 15

2.2.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Kecap ... 15

2.2.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Permintaan dan Penawaran ... 16

2.3. Kerangka Pemikiran ... 18

2.3.1. Fungsi Permintaan ... 18

2.3.2. Fungsi Penawaran ... 20

2.3.4. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 21

2.4. Hipotesis ... 23

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 25

3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 25

3.3. Model dan Definisi Operasional Peubah ... 26

3.3.1. Uji Kriteria Ekonomi dan Statistik ... 28

(21)

xi

3.4. Batasan Operasional ... 32

IV. PERKEMBANGAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA ... 34

4.1. Sejarah Singkat Industri Kecap ... 34

(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

(23)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional ... 14 2.2. Pengembangan Kurva Permintaan Pasar dari Kurva-kurva

Permintaan Individu ... 19 2.3. Alur Kerangka Pemikiran Konseptual ... 23 4.1. Perkembangan Produksi Kecap Indonesia Tahun 1990-2004 ... 38 4.2. Perkembangan Permintaan Kecap di Indonesia Tahun 1991-2004 ... 43 4.3. Perbandingan Laju Pertumbuhan Konsumsi dan Laju Pertumbuhan

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kedelai ... 68 2. Proporsi Penggunaan Kedelai Impor Pada Industri Kecap ... 68 3. Kandungan Energi dan Zat Gizi Kecap Kedelai per 100 gr ... 68 4. Komposisi Asam Amino Kecap Kedelai (mg/gr Nitrogen Total) ... 69 5. Distribusi Pabrik Kecap di Indonesia Berdasarkan Propinsi ... 69 6. Jumlah Perusahaan Pada Industri Kecap Menurut Skala Industri ... 70 7. Jumlah Perusahaan Pada Industri Kecap Menurut Status Penanaman

Modal ... 70 8. Sepuluh Eksportir Kecap Utama Dunia Tahun 2004 ... 70 9. Perkembangan Konsumsi, Produksi, Ekspor, dan Impor Kecap serta

(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan utama pembangunan ekonomi bangsa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu, Pembangunan ekonomi sangat berkaitan dengan pembangunan industri. Salah satu kelompok industri yang diharapkan dapat segera dikembangkan adalah agroindustri. Hal ini dikarenakan Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam menghasilkan produk pertanian dan mempunyai potensi demand potensial terhadap hasil industri yang relatif tinggi. Agroindustri mempunyai peran yang sangat besar dalam pembangunan pertanian di Indonesia terutama dalam rangka transformasi struktur perekonomian dan dominasi sektor pertanian ke dominasi sektor agroindustri ataupun industri (Yusdja dan Iqbal, 2002). Upaya pengembangan agroindustri tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan kegiatan budidaya, tetapi juga kegiatan lain dalam sistem agribisnis secara keseluruhan, mulai dari pengadaan bahan baku, usaha tani, pengolahan, dan pemasaran (Irawati, 1996).

(26)

meningkatkan nilai tambah, dan dapat menampung tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar (Hartarto, 1987 dalam Irawati, 1996).

Salah satu jenis industri yang dapat dikelompokkan ke dalam agroindustri hilir adalah industri kecap yang menggunakan kedelai sebagai bahan baku utamanya. Industri kecap menjadi penting untuk dikembangkan karena mampu memberikan nilai tambah komoditas kedelai yang mudah rusak disamping juga dapat meningkatkan permintaan kedelai yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani, menyerap tenaga kerja dan menambah devisa negara melalui pemanfaatan peluang ekspor.

(27)

3

cukup besar, terutama untuk pasar Jepang. Saat ini budidaya kedelai hitam hanya terpusat di daerah tertentu seperti Jawa, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.

Terbatasnya pasokan kedelai di dalam negeri menyebabkan harga kedelai lokal semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2006, saat ini harga kedelai mencapai Rp 5.000 per kilogram. Mahalnya harga bahan baku dan proses pembuatan kecap yang dapat berlangsung berbulan-bulan terkadang membuat sebagian pengusaha mengganti bahan baku kedelai dengan bahan-bahan yang lebih murah, seperti air yang dicampur dengan perasa dan pewarna kecap (Didinkaem, 2007). Kondisi seperti ini menyebabkan kualitas kecap akan menurun atau encer sedangkan kuantitas produksinya meningkat (Afifa, 2006).

Tabel 1.1. Perkembangan Produksi, Konsumsi dan Impor Kecap

Tahun Jumlah

penduduk (jiwa) Produksi (kg) Konsumsi (kg) Impor (kg) 1993 188.753.458 13.398.745 36.947.715 585.458 1996 194.717.638 77.596.431 78.006.129 1.289.323 1999 204.783.931 50.361.514 76.124.418 996.511 2002 211.315.952 147.322.084 106.513.939 1.812.352 2003 214.373.556 117.046.738 101.298.780 1.593.017 2004 217.072.535 120.057.811 102.355.102 2.338.345 Sumber: BPS, 2004 (diolah).

(28)

kecap, seperti industri mie instan, restauran, dan lain-lain. Konsumsi kecap juga dapat dilihat dari semakin besarnya jumlah kecap yang diimpor oleh Indonesia.

Di sisi lain, terbukanya peluang menembus ekspor membawa dampak yang positif bagi industri kecap Indonesia. Berdasarkan data BPS selama lima tahun terakhir (2000-2004), volume ekspor kecap Indonesia cenderung mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun (Tabel 1.2). Namun secara nominal, nilai ekspor kecap Indonesia justru memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Volume ekspor kecap Indonesia mencapai 6.168 ton dengan nilai US$ 5.086 pada tahun 2004. Data perkembangan ekspor kecap Indonesia dapat diliihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Perkembangan Ekspor Kecap Indonesia Tahun 2000-2004

Tahun Volume (kg) Nilai (US$)

2000 5.049.414 3.208.303

2001 7.610.998 3.343.640

2002 5.538.899 4.101.907

2003 6.172.058 4.352.335

2004 6.168.369 5.086.107

Sumber: BPS, 2004.

1.2. Perumusan Masalah

(29)

5

menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat (Tabel 1.1), meskipun pada saat yang sama juga terjadi aktivitas ekspor kecap. Hal ini diduga kecap-kecap yang diekspor memiliki kualitas yang lebih baik sesuai dengan kriteria negara tujuan ekspor.

Sementara dari sisi produksi, beberapa permasalahan yang muncul diantaranya yaitu mahalnya biaya produksi (mahalnya harga bahan baku kedelai) dan lamanya proses pembuatan kecap. Hal ini seringkali membuat sebagian pengusaha melakukan kecurangan dengan mengganti bahan baku kedelai dengan bahan-bahan yang lebih murah, sehingga kuantitas produksi terus meningkat namun kualitas kecap menurun.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disusun pertanyaan sebagai berikut:

1) Bagaimana perkembangan industri kecap di Indonesia?

2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan (dilihat melalui data konsumsi) dan penawaran (dilihat melalui data produksi) kecap di Indonesia?

1.3. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah seperti yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Mengetahui perkembangan industri kecap di Indonesia.

(30)

3) Mengetahui pengaruh adanya impor kecap (dilihat melalui harga impor) dan ekspor kecap (dilihat melalui volume ekspor tahun sebelumnya) terhadap permintaan dan penawaran kecap di Indonesia.

1.4. Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pemerintah mengenai keragaman ekonomi kedelai hitam, sehingga akhirnya dapat menjadi stimulus bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan lagi produksi kedelai hitam. Hal ini dikarenakan kedelai hitam mempunyai peranan penting terutama sebagai bahan baku industri kecap. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para produsen kecap dalam menetapkan strategi produksi, khususnya dalam hal proses produksi, dan dapat menjadi bahan informasi serta sebagai literatur dalam penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Definisi Kecap

Definisi kecap, menurut Standar Industri Indonesia (SII No. 32 Tahun

1974) 0032-74 yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan

Perdagangan, adalah cairan kental yang mengandung protein yang diperoleh dari

rebusan kedelai yang telah diragikan dan ditambahkan gula, garam serta

rempah-rempah. Syarat mutunya adalah:

1) Kadar protein mutu I minimal 6 persen dan mutu II minimal 2 persen.

2) Kadar logam-logam berbahaya negatif.

3) Kadar bau, rasa, dan lain-lain adalah normal.

Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan

dengan bahan-bahan lain (gula, garam, dan bumbu) untuk meningkatkan cita rasa

masakan. Jenis kedelai yang umum digunakan dalam pembuatan kecap adalah

kedelai hitam dan kedelai kuning. Tidak ada perbedaan komposisi diantara

keduanya dan perbedaan jenis kedelai tersebut tidak berpengaruh terhadap

efektivitas fermentasi.

Menutut Utomo dan Nikkuni (2000), dalam proses pembuatan kecap

terdapat dua cara fermentasi. Pertama, fermentasi dengan menggunakan

Aspergillus pada suhu 20-30oC selama tiga sampai tujuh hari. Hasil kedelai yang terbentuk dari proses fermentasi tersebut dicampur dengan 20-30 persen larutan

(32)

bawah 20 persen pada suhu 25-30oC selama 14-120 hari. Kemudian bubur yang

telah difermentasi disaring.

Terdapat tiga macam kecap berdasarkan kualitasnya. Kualitas pertama,

kecap yang mengandung protein lebih dari enam persen. Kualitas kedua, kecap

yang mengandung empat sampai enam persen protein. Kualitas ketiga, kecap yang

digunakan sehari-hari sebagai bumbu mengandung empat sampai lima persen

protein, satu persen lemak, dan sembilan persen karbohidrat (Utomo dan Nikkuni,

2000).

2.1.2. Teori Permintaan dan Penawaran

Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu

pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan

dalam periode tertentu (Putong, 2003). Menurut Lipsey (1995), ada tiga hal

penting yang perlu diperhatikan dalam konsep permintaan. Pertama, jumlah barang yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan (desired). Kedua, apa yang diinginkan merupakan permintaan efektif, artinya merupakan jumlah di

mana orang bersedia membelinya pada harga yang mereka harus bayar untuk

komoditi tersebut. Ketiga, kuantitas yang diminta merupakan arus pembelian yang kontinyu.

Banyaknya komoditi yang akan dibeli semua rumah tangga pada periode

(33)

9

1) Pergerakkan di sepanjang kurva permintaan

a) Harga komoditi itu sendiri

Berdasarkan hipotesis ekonomi dasar, harga suatu komoditi dan kuantitas

yang akan diminta berhubungan secara negatif, dengan faktor lain tetap sama.

Dengan kata lain, semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan

diminta untuk komoditi itu akan semakin besar, dan semakin tinggi harga semakin

rendah jumlah yang diminta.

2) Pergeseran pada kurva permintaan

a) Rata-rata pendapatan rumah tangga

Jika rumah tangga menerima rata-rata pendapatan yang lebih besar, maka

mereka dapat diperkirakan akan membeli lebih banyak beberapa komoditi (barang

normal), walaupun harga komoditi-komoditi itu tetap sama. Kenaikan pendapatan

rata-rata rumah tangga akan menyebabkan lebih banyak komoditi yang akan

diminta pada setiap tingkat harga yang mungkin.

b) Harga-harga lainnya

Kenaikan harga barang substitusi suatu komoditi tertentu akan

meningkatkan permintaan untuk komoditi tersebut, lebih banyak yang akan dibeli

pada setiap tingkat harga. Sedangkan penurunan harga suatu komoditi

komplementer akan meningkatkan permintaan untuk komoditi tersebut, lebih

banyak yang akan dibeli pada setiap tingkat harga.

c) Selera

Selera memiliki pengaruh yang besar terhadap keinginan seseorang untuk

(34)

membutuhkan waktu yang cepat atau lambat. Cepat atau lambat perubahan selera

terhadap suatu komoditi dapat meningkatkan permintaan dan lebih banyak barang

yang akan dibeli pada tiap tingkat harga.

d) Distribusi pendapatan

Perubahan dalam distribusi pendapatan akan meningkatkan permintaan

untuk komoditi yang dibeli, terutama oleh mereka yang menerima tambahan

pendapatan tersebut, dan akan menurunkan permintaan untuk komoditi yang

dibeli terutama oleh mereka yang berkurang pendapatannya.

e) Jumlah penduduk

Pertumbuhan jumlah penduduk tidak secara langsung mempengaruhi

permintaan. Akan tetapi permintaan dapat berubah jika penduduk yang bertambah

tersebut memiliki daya beli. Tambahan orang berusia kerja biasanya akan

menciptakan pendapatan baru sehingga permintaan untuk semua komoditi yang

dibeli oleh penghasil pendapatan baru tersebut akan meningkat.

Putong (2003) menyatakan bahwa penawaran adalah banyaknya barang

yang ditawarkan oleh penjual pada suatu pasar tertentu pada periode tertentu dan

pada berbagai macam tingkat harga tertentu. Sementara Lipsey (1995)

menyatakan bahwa jumlah yang ditawarkan perusahaan tidak harus merupakan

jumlah yang benar-benar terjual atau jumlah yang berhasil dipertukarkan oleh

perusahaan.

Jumlah komoditi yang bersedia diproduksi dan ditawarkan oleh

(35)

11

1) Pergerakkan di sepanjang kurva penawaran

a) Harga komoditi itu sendiri

Berdasakan hipotesis ekonomi dasar, untuk kebanyakan komoditi, harga

komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan berhubungan secara

positif, dengan semua faktor yang lain tetap sama. Dengan kata lain, makin tinggi

harga suatu komoditi, makin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan,

semakin rendah harga, semakin kecil jumlah komoditi yang akan ditawarkan.

2) Pergeseran pada kurva penawaran

a) Harga-harga masukan

Adanya kenaikan pada harga setiap masukan (bahan baku, tenaga kerja

dan mesin) maka makin kecil keuntungan yang akan diperoleh dari memproduksi

suatu komoditi, ceteris paribus. Dengan kata lain, semakin tinggi harga setiap masukan mana pun yang digunakan perusahaan, semakin rendah jumlah komoditi

yang akan diproduksi dan ditawarkan pada setiap tingkat harga.

b) Tujuan perusahaan

Dalam teori dasar ilmu ekonomi, perusahaan diasumsikan memiliki satu

tujuan tunggal yaitu memaksimumkan laba. Akan tetapi, perusahaan bisa saja

memiliki tujuan lainnya atau tujuan sebagai substitusi untuk memaksimumkan

laba. Misalkan, jika tujuan perusahaan berubah dari orientasi produksi masal ke

orientasi produksi terbatas (tetapi tetap mendapatkan keuntungan yang relatif

sama), maka perusahaan atau produsen tidak menambah penawarannya, akan

(36)

c) Teknologi

Perubahan teknologi apapun yang menurunkan biaya produksi akan

menaikan keuntungan yang dapat dihasilkan pada harga tertentu dari komoditi itu.

Selama kenaikan keuntungan tersebut diikuti oleh kenaikan produksi berarti

semakin besar kesediaan untuk memproduksi komoditi tersebut dan

menawarkannya untuk dijual pada tiap kemungkinan harga.

2.1.3. Teori Perdagangan Internasional

Pada dasarnya perdagangan internasional dilaksanakan dengan tujuan

untuk memperoleh keuntungan. Faktor-faktor yang mendorong timbulnya

perdagangan internasional antara lain bersumber dari keinginan untuk

memperluas pasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan devisa bagi

kegiatan pembangunan, adanya perbedaan permintaan dan penawaran antar

negara, tidak semua negara mampu menyediakan kebutuhan masyarakatnya, serta

adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu (Gonarsyah,

1987 dalam Nelly, 2003).

Berdasarkan teori keunggulan komparatif David Ricardo, perdagangan

internasional dapat terjadi jika suatu negara melakukan spesialisasi produksi dan

mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih

produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif

kurang atau tidak produktif (Hady, 2004).

Secara umum, para ahli ekonomi berpendapat bahwa perdagangan

(37)

13

suatu negara. Keuntungan dengan adanya perdagangan internasional antara lain

(Rubowo,1993):

1) Perluasan pasar barang-barang yang dispesialisasikan, pada akhirnya membuat

skala ekonomi akan menurunkan biaya produksi.

2) Menghasilkan devisa yang dapat digunakan untuk membeli barang dan atau

jasa dari luar negeri.

3) Sebagai dasar bagi pengembangan industri-industri lain penunjang industri

yang menghasilkan barang ekspor (berorientasi ekspor).

Salvator (1993) merumuskan model sederhana terjadinya perdagangan

internasional sebagai berikut:

Sebelum terjadinya perdagangan internasional harga relatif komoditi X di negara

A adalah sebesar Pa, sedangkan harga relatif komoditi X di negara B adalah Pb.

Pada harga-harga tersebut, baik di negara A maupun negara B, terjadi

keseimbangan produksi dan konsumsi. Setelah terjadi perdagangan internasional,

harga relatif komoditi X akan terletak di antara Pa dan Pb jika kedua negara

tersebut memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar.

Jika harga yang berlaku di atas Pa, maka negara A akan memproduksi

komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestiknya.

Akibatnya, penawaran meningkat menjadi Q2A dan permintaan menurun menjadi

Q1A sehingga terjadi kelebihan penawaran sebesar Q1AQ2A. Kelebihan

penawaran tersebut selanjutnya akan diekspor ke negara B. Di lain pihak, jika

harga yang berlaku lebih kecil dari Pb, maka negara B akan mengalami

(38)

domestiknya. Akibatnya, permintaan di negara B meningkat menjadi Q2B dan

penawarannya menurun menjadi Q1B. Dengan demikian, terjadi kelebihan

permintaan di negara B sebesar Q1BQ2B. Hal ini akan mendorong negara B untuk

mengimpor kekurangan kebutuhnnya atas komoditi X dari negara A.

Gambar 2.1. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional

Sumber: Salvator, 2003.

Harga yang terjadi di pasar internasional merupakan keseimbangan antara

permintaan dan penawaran dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan

mempengaruhi penawaran dunia dan perubahan dalam konsumsi dunia akan

mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan

mempengaruhi harga dunia. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa ekspor dan impor suatu negara sangat ditentukan oleh harga domestik,

harga internasional serta keseimbangan permintaan dan penawaran dunia. Selain

itu, secara tidak langsung ditentukan pula oleh perubahan nilai tukar (Exchange Rate) atau mata uang suatu negara terhadap negara lain.

S

(39)

15

2.2. Penelitian Terdahulu

2.2.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Kecap

Sefiansyah (2004) melakukan penelitian mengenai preferensi dan pola

konsumsi kecap rumah tangga di kota Cirebon dengan menggunakan lima metode

analisis yaitu metode regresi logistik, metode regresi linier berganda, metode

pengurutan prioritas, dan metode analisis deskriptif. Berdasarkan hasil analisis

diketahui bahwa prioritas yang paling diperhatikan konsumen di dalam melakukan

pembelian adalah rasa, aroma dan kemudian secara berturut-turut adalah harga,

kekentalan, volume, kemudahan memperoleh dan terakhir adalah kemasan.

Pemilihan kecap manis oleh rumah tangga secara nyata dipengaruhi oleh besarnya

volume kecap yang biasa dibeli dan frekuensi kecap sebagai bahan tambahan

dalam memasak. Sedangkan besarnya jumlah konsumsi kecap manis rumah

tangga dipengaruhi secara nyata oleh ukuran keluarga, wilayah dan frekuensi

pemakaian kecap dalam makanan sehari-hari.

Widyanggari (2005) melakukan analisis mengenai ekuitas merek kecap

manis di wilayah Jakarta Pusat. Metode analisis yang digunakan yaitu metode

Spearman Brown, Cochran Test, dan Brand Switching Pattern Matrix. Dari hasil

analisisnya dapat disimpulkan bahwa kecap manis merek Bango memiliki ekuitas

tertinggi, kemudian kecap manis ABC dan Indofood menduduki posisi kedua

dengan hasil berimbang, diikuti oleh kecap manis merek Maya dan terakhir Piring

Lombok dan Nasional. Sementara berdasarkan metode Cochran Test diperoleh

hasil bahwa asosiasi kecap manis secara keseluruhan adalah merek terkenal,

(40)

bahwa kecap Bango dikesankan sebagai merek yang paling berkualitas, kemudian

secara berturut-turut diikuti oleh kecap Indofood, ABC, dan kecap Maya.

Penelitian lain mengenai kecap dilakukan oleh Khaerani (2005) mengenai

analisis perilaku konsumen dan product positioning kecap manis ABC di Kota Bogor. Metode analisis yang digunakan adalah ImportancePerformance Analysis, analisis Biplot, dan Model Angka Ideal. Hasil analisis menunjukkan bahwa atribut

rasa dan tingkat kekentalan merupakan indikasi penyebab terjadinya pergeseran

konsumen dari kecap manis ABC ke kecap manis Bango. Kecap manis Bango

merupakan pesaing terdekat bagi kecap manis ABC. Dimana kecap manis Bango

memiliki keunggulan dalam hal rasa dan tingkat kekentalan, sedangkan kecap

manis ABC unggul dalam hal promosi (iklan), kepopuleran, dan kemudahan

memperoleh produk.

2.2.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Permintaan dan Penawaran

Nelly (2003) menganalisis mengenai permintaan dan penawaran kayu

bulat di Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah Two Stage Least Square (2SLS). Berdasarkan hasil analisis permintaan dan penawaran kayu bulat di Indonesia dapat diketahui bahwa industri pengolahan kayu dalam negeri

mengalami over kapasitas sehingga kayu bulat menjadi langka. Keadaan tersebut

diperparah dengan pembukaan keran ekspor dimana harga ekspor kayu bulat yang

tinggi menjadi insentif yang menarik bagi para pengusaha untuk mengekspor kayu

bulat. Kondisi ini dapat memicu penebangan illegal dan memperparah kerusakan

(41)

17

restrukturisasi dan pembatasan perkembangan industri pengolahan kayu.

Disamping itu, pembangunan HTI sebaiknya benar-benar diwujudnyatakan dan

ekspor kayu bulat seharusnya dihentikan mengingat industri domestik masih

kekurangan bahan baku.

Ratri (2004) melakukan analisis mengenai permintaan dan penawaran

minyak goreng kelapa di Indonesia dengan menggunakan metode 2SLS. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa perkembangan industri minyak goreng kelapa

berjalan relatif lamban. Hal ini dapat dililihat dari menurunnya jumlah permintaan

dan perusahaan minyak goreng kelapa. Lambatnya perkembangan industri minyak

goreng kelapa disebabkan oleh menurunnya luas areal perkebunan kelapa,

penggunaan kelapa untuk konsumsi lain selain bahan baku minyak goreng kelapa

dan hadirnya minyak goreng sawit sebagai barang substitusi minyak goreng

kelapa. Hal ini dikarenakan minyak goreng sawit semakin memiliki peranan

dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia karena harganya relatif lebih

murah bila dibandingkan dengan minyak goreng kelapa.

Berdasarkan hasil estimasi, persamaan penawaran menunjukan bahwa

harga minyak goreng kelapa, harga minyak kelapa kasar dan stok tahun

sebelumnya tidak berpengaruh nyata pada penawaran. Sedangkan upah dan trend

berpengaruh nyata terhadap penawaran, di mana semua variabel tidak responsif

dalam jangka pendek. Sementara hasil estimasi persamaan permintaan dan

persamaan ekspor menunjukkan bahwa semua variabel berpengaruh nyata namun

(42)

Afifa (2006) melakukan penelitian terhadap permintaan kedelai pada

industri kecap di Indonesia dengan menggunakan metode Kuadrat Terkecil Biasa

(OLS/ Ordinary Least Square). Hasil estimasinya menunjukkan bahwa sebesar 71,3 persen keragaan permintaan kedelai pada industri kecap dijelaskan oleh

keragaan variabel-variabel dari dalam model, sementara sisanya yaitu sebesar 28,7

persen dijelaskan oleh variabel dari luar model seperti menurunnya produksi

dalam negeri sehingga impor kedelai selalu meningkat setiap tahunnya,

ketidakstabilan kondisi ekonomi di Indonesia, kurangnya penggunaan teknologi

untuk menghasilkan benih kedelai yang bermutu dan belum berkembangnya

varietas-varietas baru yang diminati oleh petani kedelai yang sesuai dalam

penggunaannya pada industri kecap serta mampu mensubstitusikan kedelai impor.

Variabel-variabel yang diduga berpengaruh nyata secara positif terhadap

model permintaan kedelai pada industri kecap yaitu harga kecap, nilai tukar

rupiah, dan jumlah perusahaan kecap. Sedangkan variabel produksi kecap, harga

kedelai, permintaan kedelai tahun sebelumnya, dan variabel dummy tidak berpengaruh nyata terhadap model.

2.3. Kerangka Pemikiran 2.3.1. Fungsi Permintaan

Kecap merupakan suatu produk yang diproduksi secara massal, artinya

kecap diproduksi untuk dipasarkan bukan berdasarkan pesanan. Oleh karena itu,

fungsi permintaan kecap dapat diturunkan dari kurva permintaan pasar yang

(43)

19

Fungsi permintaan pasar (market demand) untuk sejenis barang tertentu (Xi) adalah penjumlahan dari seluruh permintaan perorangan terhadap barang

tersebut.

dimana X adalah komoditi X; P adalah harga komoditi X; dan I adalah

pendapatan.

Kurva permintaan pasar untuk Xt dikembangkan dari fungsi permintaan

tersebut dengan memvariasikan harga (Pt), cateris paribus.

Gambar 2.2. Pengembangan Kurva Permintaan Pasar dari Kurva-kurva Permintaan Individu

Sumber: Nicholson, 2001.

Kurva permintaan pasar merupakan penjumlahan secara horizontal semua

kurva permintaan individu. Untuk setiap tingkat harga, kuantitas di pasar

merupakan jumlah keseluruhan permintaan individu.

Total X = X1 + X2

(44)

dimana:

Px = harga kecap untuk orang pertama,

Py = harga kecap untuk orang kedua,

I1 = pendapatan orang pertama,

I2 = pendapatan orang kedua,

MDx = permintaan total kecap di pasar.

Fungsi permintaan adalah spesifikasi hubungan antara jumlah kecap yang

diminta dan variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan kecap tersebut.

Secara sistematis:

Q = f (Pkc, Pim, I) (2.3)

dimana Q adalah jumlah kecap yang diminta; Pkc adalah harga kecap; Pim adalah

harga impor kecap sebagai barang pembanding (substitusi); dan I adalah

pendapatan.

2.3.2. Fungsi Penawaran

Menurut Debertin (1986) dalam Ratri (2004), teori ekonomi produksi

pertanian memfokuskan perhatiannya pada situasi pengambilan keputusan yang

dilakukan produsen komoditi pertanian yaitu menentukan berapa banyak produksi

yang harus dihasilkan untuk memaksimumkan pendapatan usahatani, dalam hal

ini usaha tani kedelai sebagai bahan baku utama dalam proses produksi kecap.

Produksi suatu komoditi (Q) dalam model agregat merupakan fungsi dari

modal (K), tenaga kerja (L), dan biaya tetap (C).

(45)

21

Jika produsen kecap diasumsikan rasional, maka fungsi keuntungan produksi

kecap dapat dirumuskan sebagai berikut:

π = P1f(K, L) − vK − wL (2.5)

dimana P1 adalah harga kecap, vK adalah harga bahan baku yaitu kedelai, dan wL

adalah upah pekerja. Untuk dapat memaksimumkan keuntungan maka syarat

pertama dan kedua harus terpenuhi, yaitu:

)

Berdasarkan fungsi di atas dapat diketahui peubah eksogen dan endogen,

yaitu P1, K, L sebagai peubah eksogen dan Q sebagai peubah endogen. Sehingga

fungsi penawaran kecap dapat dirumuskan sebagai berikut:

Q = f (P1, v, w) (2.8)

2.3.3. Kerangka Pemikiran Konseptual

Subsektor industri pertanian (agroindustri) merupakan alternatif terbaik

untuk dikembangkan karena sesuai dengan tujuan pembangunan nasional yaitu

industri yang kuat didukung oleh pertanian yang tangguh. Industri kecap

merupakan salah satu industri yang dapat dikelompokkan ke dalam agroindustri

hilir. Sebagai salah satu industri yang berbasis pertanian dalam negeri,

pengembangan industri kecap menjadi semakin penting untuk meningkatkan

permintaan kedelai dan mendorong perkembangan produksi kedelai yang selama

(46)

komoditas pangan pokok, namun kecap mampu memberikan andil yang cukup

besar dalam meningkatkan asupan gizi dalam kehidupan sehari-hari.

Di Indonesia, kecap merupakan bahan makanan yang paling banyak

digunakan. Bahkan bagi sebagian kalangan, kecap dianggap menu wajib yang

harus selalu tersedia dalam hidangan sehari-hari. Perkembangan industri kecap

tumbuh seiring dengan meningkatnya permintaan akan kecap. Namun, konsumsi

kecap yang semakin meningkat tersebut tidak hanya dipenuhi oleh produksi dalam

negeri tetapi juga oleh impor. Hal ini dapat terlihat dari semakin banyaknya

produk kecap impor yang masuk ke pasaran Indonesia. Di sisi lain, perkembangan

produksi kecap tidak hanya ditujukan untuk memenuhi konsumsi kecap dalam

negeri tetapi juga untuk ekspor. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui

perkembangan industri kecap di Indonesia serta dapat ditentukan faktor-faktor apa

saja yang diduga berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran industri kecap

di Indonesia. Alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada

(47)

23

Gambar 2.3. Alur Kerangka Pemikiran Konseptual

2.4. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Permintaan kecap tahun sebelumnya (Qdt-1) berpengaruh positif terhadap

permintaan kecap tahun sekarang (Qdt). Artinya, adanya kenaikan pada

permintaan kecap tahun sebelumnya akan menyebabkan kenaikan pada

permintaan kecap tahun sekarang.

2) Harga kecap domestik (Pkct) berpengaruh negatif terhadap permintaan kecap.

Artinya, kenaikan harga kecap domestik akan menyebabkan penurunan

permintaan kecap.

Produksi Konsumsi

Domestik Impor Ekspor

Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran kecap

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kecap Perkembangan industri

kecap

(48)

3) Harga kecap impor (Pimt), sebagai barang substitusi, berpengaruh positif

terhadap permintaan kecap. Artinya, kenaikan harga kecap impor akan

menyebabkan kenaikan permintaan kecap.

4) Pendapatan per kapita (It) berpengaruh positif terhadap permintaan kecap.

Artinya, kenaikan pendapatan per kapita akan menyebabkan kenaikan

permintaan kecap.

5) Tingkat inflasi (Inft) berpengaruh negatif baik terhadap permintaan maupun

penawaran kecap. Artinya, kenaikan tingkat inflasi akan menyebabkan

penurunan baik permintaan maupun penawaran kecap.

6) Harga kedelai (Pkdt), sebagai bahan baku, berpengaruh negatif terhadap

penawaran kecap (Qst). Artinya, kenaikan harga kedelai akan menyebabkan

penurunan penawaran kecap.

7) Upah pekerja (Wt) berpengaruh negatif terhadap penawaran kecap. Artinya,

kenaikan upah pekerja akan menyebabkan penurunan penawaran kecap.

8) Volume ekspor tahun sebelumnya (Xt-1) berpengaruh positif terhadap

penawaran kecap. Artinya, kenaikan volume ekspor kecap tahun sebelumnya

(49)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder time series

mulai tahun 1988 sampai dengan tahun 2004. Data sekunder yang digunakan

berupa data produksi, konsumsi, upah, pendapatan per kapita serta ekspor dan

impor. Data-data yang diperlukan diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS). Selain

itu, bahan-bahan lain seperti teori-teori dan literatur yang menunjang penelitian

diperoleh dari berbagai perpustakaan (perpustakaan LSI, perpustakaan FEM, dan

perpustakaan FAPERTA) maupun dari media internet.

3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan

kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan industri

kecap di Indonesia, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk

mengidentifikasikan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintaan dan

penawaran kecap di Indonesia. Karena keterbatasan data yang tersedia, maka

variabel jumlah penggunaan jagung maupun beras (sebagai barang substitusi

kedelai yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas kecap) tidak dimasukan ke

dalam persamaan. Disamping itu, karena penggunaan teknologi oleh suatu

perusahaan pada umumnya sulit dikuatifikasikan, maka variabel penggunaan

teknologi juga tidak dimasukan ke dalam persamaan.

Model persamaan permintaan dan penawaran kecap dapat dirumuskan

(50)

Qdkct = a0 + a1 Pkct + a2 Pimt + a3 It + a4 Qdt-1 + a5 Inft + ut (3.1)

QSkct = b0 + b1 Pkct + b2 Pkdt + b3 Wt + b4 Xt-1 + b5 Inft+ ut (3.2)

Qdkct = QSkct (3.3)

Berdasarkan data pada Lampiran 8, diketahui bahwa data konsumsi

(permintaan) dan produksi (penawaran) yang ada tidak menunjukkan kondisi

keseimbangan seperti yang telah dirumuskan pada persamaan (3.3) sehingga

model persamaan permintaan dan penawaran dalam penelitian ini tidak bisa

dianalisis dengan menggunakan model persamaan simultan Two Stage Least

Square (TSLS). Oleh karena itu, masing-masing persamaan dalam penelitian ini akan dianalisis secara terpisah dengan menggunakan metode Kuadrat Terkecil

Biasa (OLS/Ordinary Least Square) dengan bantuan program E-views versi 4.1 dan Microsoft Excel 2003.

3.3. Model dan Definisi Operasional Peubah

Metode OLS digunakan untuk menganalisis fungsi permintaan dan

penawaran kecap di Indonesia secara terpisah. Oleh karena itu, model persamaan

permintaan dan penawaran dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Qdkct = a0 + a1 Pkct + a2 Pimt + a3 It + a4 Qdt-1 + a5 Inft + ut (3.4)

QSkct = b0 + b1 Pkct + b2 Pkdt + b3 Wt + b4 Xt-1 + b5 Inft+ ut (3.5)

dimana:

Qdkct = permintaan kecap pada tahun ke-t (kg),

QSkct = penawaran kecap pada tahun ke-t (kg),

(51)

27

Pimt = harga kecap impor pada tahun ke-t (Rp/kg),

Inft = tingkat inflasi pada tahun ke-t (%),

It = pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada tahun ke-t (000 Rp),

Qdt-1 = permintaan kecap pada tahun ke-(t-1) (kg),

Pkdt = harga kedelai pada tahun ke-t (Rp/kg),

Wt = upah pekerja pada tahun ke-t (000 Rp),

Xt-1 = volume ekspor pada tahun ke-(t-1) (kg),

a, b = koefisien regresi,

u = unsur galat.

Kemudian, untuk memudahkan analisis, persamaan (3.4) dan (3.5) diubah

ke dalam bentuk log-natural (kecuali variabel yang sudah dinyatakan dalam

bentuk persen) menjadi:

Ln Qdkct = a0 + a1 Ln Pkct + a2 Ln Pimt + a3 Ln It + a4 Ln Qdt-1 + a5 Inft +

ut (3.6)

Ln QSkct = b0 + b1 Ln Pkct + b2 Ln Pkdt + b3 Ln Wt + b4 Ln Xt-1 + b5 Inft +

ut (3.7)

Bentuk log-natural menunjukkan bahwa besarnya koefisien

masing parameter dapat diartikan sebagai elastisitas yang konstan dari

masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Log-natural mengasumsikan

bahwa koefisien elastisitas konstan selama periode observasi, mengimplikasikan

bahwa perubahan persentase dari setiap variabel penjelas akan memberikan

pengaruh yang konstan terhadap perubahan persentase variabel dependen untuk

(52)

3.3.1. Uji Kriteria Ekonomi dan Statistik 3.3.1.1. Uji Kriteria Ekonomi

Uji kriteria ekonomi digunakan untuk melihat parameter-parameter yang

didapatkan dari proses estimasi model dengan melihat tanda dan besarannya,

apakah sesuai dengan teori ekonomi atau tidak.

3.3.1.2. Uji Kriteria Statistik

Uji kriteria statistik meliputi uji t, uji F, dan uji R2. Uji t atau uji parsial

digunakan untuk melihat keabsahan setiap koefisien regresi.

Hipotesis:

H0: bi≤ 0,

H1: bi > 0, untuk i = 1, 2, 3, …, k,

bi : parameter dugaan.

Kriteria uji:

Probabilitas tstatistik < taraf nyata (α) ; maka tolak H0,

Probabilitas tstatistik > taraf nyata (α) ; maka terima H0.

Jika nila probabilitas tstatistik lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan,

maka hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatifnya diterima. Artinya, secara

parsial variabel bebas berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat.

Sebaliknya, jika nilai probabilitas tstatistik lebih besar dari taraf nyata yang

digunakan maka hipotesis nol diterima dan hipotesis alternatifnya ditolak, artinya

(53)

29

Uji F digunakan untuk menguji apakah variabel-variabel bebas secara

bersama-sama dapat menjelaskan variabel terikat.

Hipotesis:

H0: bi = 0 ; i = 1, 2, 3, …, k,

H1: minimal ada satu koefisien regresi (peubah penjelas) yang

tidak sama dengan nol,

bi : parameter dugaan.

Kriteria uji:

Probabilitas Fstatistik > taraf nyata (α) ; maka terima H0,

Probabilitas Fstatistik < taraf nyata (α) ; maka tolak H0.

Jika nilai probabilitas Fstatistik lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan,

maka hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatifnya diterima, yang artinya

secara bersama-sama, minimal ada satu variabel bebas yang digunakan

berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat. Dan sebaliknya, jika nilai

probabilitas Fstatistik lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka hipotesis nol

diterima dan hipotesis alternatifnya ditolak. Artinya, secara bersama-sama tidak

ada satupun variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

Uji R2 digunakan untuk menguji kemampuan garis regresi dalam

menjelaskan variasi variabel terikat sebagai proporsi variasi variabel terikat yang

dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Nilai R2 berkisar antara 0 hingga 1, semakin

(54)

3.3.2. Uji Kriteria Ekonometrika

Dalam melakukan estimasi persamaan linear dengan menggunakan metode

OLS maka asumsi-asumsi dari OLS harus dipenuhi. Jika asumsi tidak terpenuhi

maka tidak menghasilkan nilai parameter yang BLUE (Best Linear Unbiased

Estomator). Asumsi-asumsi yang dimaksud adalah: 1. Nilai harapan dari rata-rata kesalahan adalah nol.

2. Variansnya tetap (homoskedastisitas).

3. Tidak ada hubungan antara variabel bebas dan error term. 4. Tidak ada korelasi serial antara error (tidak ada autokorelasi).

5. Pada regresi linear berganda tidak terjadi hubungan antar variabel bebas (tidak

ada multikolinieritas).

3.3.2.1. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi antara kesalahan (error term) tahun t dengan kesalahan tahun t-1. Salah satu asumsi dasar dari penerapan motode regresi

dengan kuadrat terkecil adalah tidak adanya korelasi antar error term. Adanya masalah autokorelasi akan menghasilkan hasil estimasi koefisien yang konsisten

dan tidak bias tetapi dengan varian yang besar, atau dengan perkataan lain hasil

penafsiran tidak efisien. Nilai standar error hasil estimasi OLS (Ordinary Least Square) akan lebih kecil dibandingkan dengan standar error yang sebenarnya, sehingga cenderung untuk menolak hipotesis nol.

Salah satu cara untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan

(55)

31

pada program Eviews versi 4.1. Apabila nilai probabilitas dari uji Breusch Godfrey Serial Corelation LM Test lebih besar dari taraf nyata maka dapat disimpulkan bahwa dalam persamaan tersebut tidak terdapat masalah autokorelasi.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah autokorelasi yaitu dengan menambahkan

variabel AR(n). Mekanisme penambahannya yaitu dimulai dengan AR(1), AR(2),

dan seterusnya sampai didapatkan model yang terbaik.

3.3.2.2. Uji Heteroskedastisitas

Asumsi yang dipakai dalam penerapan model regresi linier adalah

variansnya konstan. Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana asumsi di atas

tidak tercapai. Dampak adanya heteroskedastisitas adalah tidak efisiennya proses

estimasi, sementara hasil estimasinya sendiri tetap konsisten dan tidak bias.

Masalah heteroskedastisitas ini akan mengakibatkan hasil uji t dan F dapat

menjadi tidak berguna (misleading).

Uji heteroskedastisitas, pada penelitian ini, diterapkan dengan

menggunakan white heteroskedasticity yang tersedia pada program E-views 4.1. Apabila nilai probabilitas dari uji white heteroskedasticity lebih besar dari taraf nyata maka dapat disimpulkan bahwa pada persamaan tersebut tidak terdapat

masalah heteroskedastisitas.

3.3.2.3. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah hubungan linier antara variabel-variabel bebas

(56)

maka nilai koefisien sulit untuk ditentukan atau bahkan jika dalam suatu

persamaan regresi terdapat perfect multicolliniarity maka nilai koefisien tidak dapat ditentukan dan nilai standard error menjadi tidak terhingga (infinite).

Dalam penelitian ini, uji yang dilakukan untuk melihat permasalahan

multikolinieritas didasarkan pada besarnya nilai yang terdapat dalam matriks

koefisien korelasi. Kaidah yang biasa digunakan adalah apabila koefisien korelasi

antara dua peubah bebas lebih besar dari │0,8│ atau │0,9│ maka

multikolinieritas merupakan masalah yang serius.

3.4. Batasan Operasional

1) Permintaan kecap merupakan total konsumsi kecap yang dinyatakan dalam

satuan kg.

2) Penawaran kecap merupakan total produksi kecap dan dinyatakan dalam

satuan kg.

3) Ekspor kecap merupakan jumlah total kecap yang diekspor dan dinyatakan

dalam satuan kg.

4) Harga kecap domestik merupakan harga rata-rata produk kecap yang diperoleh

dari hasil bagi antara nilai kecap yang diproduksi dengan banyaknya kecap

yang diproduksi. Harga rata-rata tersebut kemudian dideflasi dengan indeks

harga konsumen (1993=100) dan dinyatakan dalam satuan rupiah per kg.

5) Harga impor kecap merupakan harga rata-rata produk kecap impor yang

diperoleh dari pembagian antara nilai impor kecap, setelah dikalikan dengan

(57)

33

Kemudian dideflasi dengan indeks harga konsumen (1993=100) dan

dinyatakan dalam satuan rupiah per kg.

6) Upah pekerja merupakan total biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja

produksi termasuk uang lembur, bonus, dan lain-lain setelah dideflasi dengan

indeks harga konsumen (1993=100) dan dinyatakan dalam satuan ribu rupiah.

7) Pendapatan per kapita penduduk Indonesia merupakan rata-rata pendapatan

yang diperoleh penduduk Indonesia dan dinyatakan dalam satuan ribu rupiah.

8) Harga kedelai adalah harga rata-rata kedelai yang digunakan untuk

memproduksi kecap baik kedelai domestik maupun kedelai impor. Harga

rata-rata ini diperoleh dari besarnya nilai kedelai secara keseluruhan yang

digunakan untuk memproduksi kecap dibagi dengan banyaknya kedelai secara

keseluruhan tersebut. Kemudian dideflasi dengan indeks harga perdagangan

besar (1993=100) dan dinyatakan dalam satuan rupiah per kg.

9) Tingkat inflasi merupakan rata-rata laju inflasi tiap tahun yang dinyatakan

(58)

Kecap adalah sari kedelai yang telah difermentasikan dengan atau tanpa penambahan gula kelapa dan bumbu. Bahan dasar pembuatan kecap umumnya adalah kedelai atau kedelai hitam. Beberapa peneliti menduga bahwa kecap merupakan bumbu masak tertua yang dikenal oleh manusia. Selain digunakan sebagai flavor enhancer (pembangkit selera), diduga kecap juga telah digunakan untuk mencegah kerusakan dan mengawetkan makanan (Beuchat, 1984; Nunomura dan Sasaki, 1986 dalam Sumaryanto, 1998).

Cara pembuatan kecap diduga berasal dari daratan Cina yang ditemukan lebih dari 3000 tahun yang lalu. Selanjutnya kecap kedelai masuk ke Jepang dan negara lain di Asia, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri sulit dipastikan kapan pertama kalinya kecap kedelai ini dibuat. Namun, diperkirakan industri kecap di Indonesia telah ada sejak awal tahun 1920 dan pada saat itu hanya terbatas pada industri dengan skala usaha kecil saja.

(59)

35

4.2. Perkembangan Industri Kecap 4.2.1. Produksi Kecap

Industri kecap merupakan salah satu industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung terhadap komoditas kedelai. Kedelai yang umum digunakan dalam industri kecap adalah kedelai hitam. Namun, sebagian pengusaha ada yang menggunakan kedelai kuning. Secara umum, tidak ada perbedaan komposisi zat gizi di antara keduanya, sehingga hal ini tidak berpengaruh terhadap efektivitas fermentasi. Alasan pengusaha lebih memilih menggunakan kedelai hitam dalam proses produksinya karena kedelai hitam dapat menghasilkan citarasa dan aroma yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai kuning. Selain itu, diperoleh kenyataan bahwa koji1yang terbuat dari kedelai kuning lebih mudah mengalami pembusukkan.

Sebagian besar proses produksi kecap termasuk dalam kategori industri pengolahan kedelai tradisional. Meskipun dikatakan tradisional, bukan berarti bahwa industri yang termasuk dalam golongan ini diolah secara manual. Istilah tradisional di sini digunakan untuk menunjukkan bahwa tipe dan metode pengolahannya sudah dipraktekkan berabad-abad lamanya dan diwariskan secara turun-temurun kepada generasi berikutnya. Di Indonesia, umumnya kecap diproduksi dengan cara fermentasi tradisional dalam skala industri kecil dengan menggunakan peralatan yang sederhana. Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi, saat ini telah banyak terdapat industri yang mengolah kecap dalam skala industri besar yang menggunakan peralatan yang modern (Anggono, 1993).

1 Koji adalah kedelai yang sudah difermentasi dengan kapang (jamur), biasanya jenis aspergillus,

(60)

Produksi kecap di Indonesia sangat tergantung dari keberadaan bahan baku kedelai. Apabila kedelai sebagai bahan baku mudah didapatkan atau jumlahnya tersedia sesuai dengan kebutuhan, maka akan memperlancar proses produksi yang dilakukan. Biro Pusat Statistik (BPS) tidak membedakan produksi kedelai hitam (Glycin soja) dan kedelai kuning (Glycin max), sehingga data mengenai perbedaan produksi kedua jenis kedelai tersebut tidak diketahui. Berdasarkan data BPS (2005), diketahui bahwa pada tahun 1990 supply kedelai masih mencapai 1,487 juta ton dan mencapai puncak pada tahun 1992 yaitu sebanyak 1,869 juta ton (Lampiran 1.). Namun, pada tahun-tahun berikutnya produksi kedelai terus menurun akibat adanya penurunan pada luas panen kedelai. Padahal kebutuhan kedelai sebagai bahan baku industri terus meningkat. Oleh karena itu, untuk menutupi kekurangan kebutuhan kedelai tersebut pemerintah melakukan impor kedelai. Namun, hal ini mengakibatkan ketergantungan yang serius terhadap kedelai impor, yang akhirnya menurunkan minat petani untuk menanam kedelai.

Tingginya impor kedelai di Indonesia terjadi karena kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai kuning. Kedelai kuning sebenarnya bukan tanaman asli daerah tropis, sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang atau Tiongkok yang merupakan daerah asli tanaman tersebut. Pemuliaan serta domestikasi2 yang dilakukan belum sepenuhnya berhasil mengubah sifat

2 Domestikasi merupakan pengadopsian yang dilakukan manusia terhadap tumbuhan dan hewan

(61)

37

fotosensitif3 kedelai kuning. Di sisi lain, kedelai hitam yang tidak fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan meskipun dari segi adaptasi lebih sesuai bagi Indonesia (Wikipedia, 2007). Hal ini menyebabkan semakin langkanya kedelai hitam, sementara produksi kedelai kuning sendiri masih belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri akibat lemahnya daya saing petani dalam menghadapi kedelai impor. Kondisi ini mengakibatkan harga kedelai dalam negeri selalu lebih mahal dari kedelai impor.

Meskipun pada umumnya kedelai yang digunakan pada industri kecap adalah kedelai lokal, namun sebagian pengusaha ada juga yang menggunakan kedelai impor. Penggunaan kedelai impor secara kotinyu pada industri kecap dilakukan sejak tahun 1997 dengan proporsi penggunaan kedelai impor yang tidak pernah lebih dari 30 persen dari total penggunaan kedelainya (Lampiran 2.).

Pada prinsipnya proses pembuatan kecap merupakan fermentasi protein dan karbohidrat menjadi komponen yang lebih sederhana, sehingga menghasilkan aroma dan rasa yang khas. Komponen tersebut adalah protein larut air, asam amino, oligosacharida dan asam laktat. Pemecahan protein ini dilakukan oleh enzim yang dikeluarkan oleh kapang yang terdapat dalam starter yang ditambahkan. Seluruh proses pembuatan kecap dapat berlangsung antara tujuh sampai 10 bulan, tergantung dari kondisi fermentasi dan jenis bahan bakunya. Kecap ini biasanya lebih mahal, karena disamping bahan bakunya cukup mahal juga karena proses pembuatannya yang berlangsung berbulan-bulan.

3 Fotosensitif merupakan kepekaan tanaman terhadap cahaya. Kedelai adalah tanaman berhari

(62)

Proses pembuatan kecap yang begitu panjang, rumit, dan disertai mahalnya harga bahan baku dalam proses produksi tersebut merupakan alasan bagi pengusaha untuk melakukan rekayasa-rekayasa yang kurang baik. Misalnya dengan menambah perasa kecap, menambah bahan pewarna, meskipun sebenarnya proses fermentasinya belum tuntas atau seringkali bahan baku yang seharusnya kedelai digantikan dengan bahan-bahan lain yang lebih murah, misalnya jagung atau beras. Kekurangan protein kedelai tersebut digantikan dengan bahan-bahan lain seperti tulang, kepala atau kulit binatang (Didinkaem, 2007). Di samping itu, ada pula perusahaan yang memangkas jalur fermentasi, sehingga kecap yang dihasilkan tidak lebih dari sirup gula rasa kecap. Dampaknya nilai nutrisi yang dihasilkan sangat kecil bahkan tidak ada (LIPI, 2006). Berdasarkan penelitian Afifa (2006), kondisi seperti ini akan menyebabkan menurunnya kualitas kecap yang dihasilkan atau kecap menjadi encer sedangkan kuantitas produksinya terus meningkat.

0

Gambar 4.1. Perkembangan Produksi Kecap di Indonesia Tahun 1990-2004 Sumber: BPS, 2004 (diolah).

(63)

39

cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan produk tersebut. Pada tahun 1988 produksi kecap Indonesia sebesar 12,713 juta kg dan meningkat pada tahun berikutnya. Kemudian turun kembali pada tahun 1993 menjadi sebesar 13,398 juta kg. Selama periode 1994-2001 produksi kecap terus meningkat. Peningkatan produksi yang cukup drastis terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar 158,871 juta kg atau meningkat sebesar 82,64 persen dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 86,984 juta kg pada tahun 2000. Peningkatan produksi yang cukup tinggi pada tahun 2000 diduga sebagai akibat dari semakin banyaknya investor yang masuk dalam industri kecap, khususnya investor asing, hingga tahun 2004 produksi kecap Indonesia mencapai 120,058 juta ton (Lampiran 9.).

Penggantian penggunaan jenis bahan baku pada industri kecap lebih banyak dipengaruhi oleh sisi supply bahan bakunya. Penyebab utamanya adalah kurang diminatinya budidaya kedelai hitam oleh petani serta belum berkembangnya varietas-varietas baru yang diminati oleh petani kedelai yang sesuai dengan penggunaannya pada industri kecap serta mampu mensubstitusi kedelai impor.

4.2.2. Produsen Kecap

Gambar

Tabel 1.1. Perkembangan Produksi, Konsumsi dan Impor Kecap
Gambar 2.1. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional Sumber: Salvator, 2003.
Gambar 2.2. Pengembangan Kurva Permintaan Pasar dari Kurva-kurva Permintaan Individu Sumber: Nicholson, 2001
Gambar 2.3. Alur Kerangka Pemikiran Konseptual
+7

Referensi

Dokumen terkait

Demikian pula harga beda kala beras berpengaruh positlf terhadap areal panen jagung serta permintaan jagung untuk bahan pangan.. Kedua harga komoditas pangan ini memainkan peranan

Peubah-peubah bebas yang dipilih dan diduga dapat menjelaskan perubah- an volume permintaan impor udang Indonesia oleh negara konsumen adalah harga udang

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan telur ayam ras di Sumatera Utara adalah permintaan telur ayam ras sebelumnya, harga telur ayam ras sekarang, harga telur ayam

(1) permintaan beras secara nyata dipengaruhi oleh harga riil beras Indonesia, jumlah penduduk, dan permintaan beras tahun sebelumnya, (2) penawaran beras

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan telur ayam ras di Sumatera Utara adalah permintaan telur ayam ras sebelumnya, harga telur ayam ras sekarang, harga telur ayam

(1) permintaan beras secara nyata dipengaruhi oleh harga riil beras Indonesia, jumlah penduduk, dan permintaan beras tahun sebelumnya, (2) penawaran beras

permintaan. Pada komoditas kedelai ini, peubah harga kedelai berpengaruh signifikan terhadap permintaan kedelai. 4) Penawaran komoditas kedelai dipengaruhi oleh situasi

Harga barang itu sendiri (P) Hasil estimasi persamaan simultan untuk permintaan dan penawaran menunjukan bahwa nilai koefisien dari harga produk Langkitang (P)