ANALISIS PERMINTAAN KEDELAI
PADA INDUSTRI KECAP
DI INDONESIA
Oleh :
Rosaria Dewi Afifa A08400037
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS PERMINTAAN KEDELAI PADA INDUSTRI KECAP DI INDONESIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Rosaria Dewi Afifa
A08400037
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
ROSARIA DEWI AFIFA. PERMINTAAN KEDELAI PADA INDUSTRI KECAP DI INDONESIA. Di bawah bimbingan IDQAN FAHMI.
Meningkatnya pertumbuhan penduduk di Indonesia dan perubahan pola pangan yang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi memberikan peluang bagi kedelai untuk memenuhi suplai protein di masa yang akan datang serta berperan sebagai bahan baku pada berbagai industri pengolahan salah satunya adalah industri kecap. Peranan pengolahan kedelai menjadi kecap sangat penting guna meningkatkan permintaan, diversifikasi konsumsi, dan meningkatkan daya tahan kedelai. Peranan lain yang tak kalah pentingnya adalah menciptakan nilai tambah, membagi pendapatan, dan meningkatkan devisa serta menyerap tenaga kerja.
Tujuan penulisa n skripsi ini adalah (1) menguraikan keragaan perekonomian kedelai dan industri kecap di Indonesia, (2) menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai pada industri kecap.
Penelitian dilakukan sejak bulan Mei hingga Juni 2004 dengan mengum pulkan data -data sekunder dari berbagai instansi antara lain Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian serta beberapa literatur yang dapat mendukung tujuan penelitian. Data sekunder yang digunakan berupa data time series sejak tahun 1990 hingga tahun 2002. Pengolahan data menggunakan
software Minitab 13.1. Model yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian adalah model permintaan kedelai pada industri kecap dengan persamaan tunggal yang diestimasi dengan teknik Kuadrat Terkecil Biasa (OLS / Ordinary Least Square).
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah nilai R2 sebesar 0,713 artinya 71,3 persen keragaman permintaan kedelai pada industri kecap dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel dalam model sementara sisanya yaitu 28,7 persen dijelaska n oleh variabel di luar model yang diduga disebabkan oleh kondisi-kondisi di luar model yang sesuai dengan kondisi-kondisi kedelai di Indonesia saat ini seperti menurunnya produksi dalam negeri sehingga impor kedelai selalu meningkat setiap tahunnya, ketidakstabilan ekonomi di Indonesia, kurangnya penggunaan teknologi untuk menghasilkan benih kedelai yang bermutu dan belum berkembangnya varietas-varietas baru yang diminati oleh petani kedelai yang sesuai dalam penggunaannya pada industri kecap serta mampu mensubstitusi kedelai impor. Pada model permintaan kedelai pada industri kecap, peubah yang berpengaruh nyata secara positif adalah harga kecap, nilai tukar rupiah, dan perusahaan kecap. Sementara sisanya yaitu produksi kecap,harga kedelai, permintaan kedelai tahun sebelumnya dan variabel dummy tidak berpengaruh nyata terhadap model.
Judul Skripsi : ANALISIS PERMINTAAN KEDELAI PADA INDUSTRI KECAP DI INDONESIA
Nama : Rosaria Dewi Afifa NRP : A08400037
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Idqan Fahmi, MEc. NIP. 131803657
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP. 130422698
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PERMINTAAN KEDELAI PADA INDUSTRI KECAP DI
INDONESIA” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN
MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA
SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Januari 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 11 Januari 1983. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Agus Suyono
dan Ibu Sukari Tjiptaningsih. Pada tahun 1994 penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri Jatingaleh I Semarang, kemudian melanjutkan ke SLTP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta dan lulus pada tahun 1997. Penulis kemudian melanjutkan pendidikannya ke SMU Negeri 5 Yogyakarta dan lulus 3 tahun
kemudian yaitu pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya (EPS), Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi ini berjudul “Analisis Permintaan Kedelai Pada Industri Kecap di Indonesia”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian (SP) pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hasil penulisan skripsi ini tidak lepas dari kekurangan-kekurangan, oleh sebab itu diperlukan masukan, saran dan kritik yang membangun. Bersama dengan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Idqan
Fahmi, MEc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu
dalam memberikan arahan, masukan dan bimbingan. Kepada orang tua serta semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2006
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih pada banyak pihak yang telah membantu penulis selama ini :
1. Bapak dan Ibu yang dengan penuh kesabaran telah mendidik penulis dengan kasih sayang dan senantiasa mendukung penulis serta tak henti-hentinya selalu berdoa demi kesuksesan penulis dengan penuh ketulusan.
2. Bapak Ir. Idqan Fahmi, MEc selaku dosen pembimbing atas arahan, masukan
dan bimbingannya demi kesempurnaan skripsi ini, serta sebagai moderator dalam seminar.
3. Bapak Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen penguji utama atas segala saran dan
kritik demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Bapak Ir. Murdianto, MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan atas berbagai perbaikan dalam penulisan skripsi.
5. Ibu Tanti Noviyanti, SP, MSi selaku dosen pembimbing akademik atas arahannya selama penulis menuntut ilmu di IPB.
6. My only sister de’ sita yang ’nduuut, thanks for all ur support and giving me happiness.
7 . Aa’ (my best gift), makasih buat masukan, kritik, perhatian, kesabaran, dukungan, kasih sayang dan doa... Itu semua bikin ocha jadi lebih ’tough’
8. Chu and Vien, thanks for being my best friends, of course it means a lot chu…
buat vien, no pain no gain girl… Mpit, thanks for ur support
9. Teman-teman EPS 37 : Gery, Etis, Arum, Desi, Ida, Oyen, Henny, Icha, Laely, Metty, Mira, Nina, Nuva, Okta, Upix ( always can solve my problems with ur
idea,arigato ne ), Ratna, Sinta, Hara, Teni, Ulil, Witri, Amru, Riki, Broer, Dwi, Ferly, Ivan, Sabar, Sidqi, Parno, Wildan [ miss u all so much guys,
yappari, bisa menyusul kalian, senangnya ... ], Amir, Kaka’ Sanggam, Yegi ( cepatlah kalian !!! ).
10. Penghuni Ponytail Belakang : Kania, Shabrina, Mba’ Neni, Mitoel, Anul,
Ninit, Prima, Umul, Mba’ Susi, Entit, Cucu’, tinggal serumah dengan kalian ternyata ... mai nichi warau, exited, omoshiroii desu yo, makasih banyak buat
11. Watashi no atarashii kazoku : Hari san, Jawe san, Novan san, Imam san, Nanang san, Dini san, Hendra san, Opik san, Tian san, Fitri san, Egi san, ichi
nen kan yoroshiku onegaishimashita, gonna miss all the day in Kaizuk a,
Toride, Ibaraki, Japan. Right ??
ANALISIS PERMINTAAN KEDELAI
PADA INDUSTRI KECAP
DI INDONESIA
Oleh :
Rosaria Dewi Afifa A08400037
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS PERMINTAAN KEDELAI PADA INDUSTRI KECAP DI INDONESIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Rosaria Dewi Afifa
A08400037
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
ROSARIA DEWI AFIFA. PERMINTAAN KEDELAI PADA INDUSTRI KECAP DI INDONESIA. Di bawah bimbingan IDQAN FAHMI.
Meningkatnya pertumbuhan penduduk di Indonesia dan perubahan pola pangan yang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi memberikan peluang bagi kedelai untuk memenuhi suplai protein di masa yang akan datang serta berperan sebagai bahan baku pada berbagai industri pengolahan salah satunya adalah industri kecap. Peranan pengolahan kedelai menjadi kecap sangat penting guna meningkatkan permintaan, diversifikasi konsumsi, dan meningkatkan daya tahan kedelai. Peranan lain yang tak kalah pentingnya adalah menciptakan nilai tambah, membagi pendapatan, dan meningkatkan devisa serta menyerap tenaga kerja.
Tujuan penulisa n skripsi ini adalah (1) menguraikan keragaan perekonomian kedelai dan industri kecap di Indonesia, (2) menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai pada industri kecap.
Penelitian dilakukan sejak bulan Mei hingga Juni 2004 dengan mengum pulkan data -data sekunder dari berbagai instansi antara lain Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian serta beberapa literatur yang dapat mendukung tujuan penelitian. Data sekunder yang digunakan berupa data time series sejak tahun 1990 hingga tahun 2002. Pengolahan data menggunakan
software Minitab 13.1. Model yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian adalah model permintaan kedelai pada industri kecap dengan persamaan tunggal yang diestimasi dengan teknik Kuadrat Terkecil Biasa (OLS / Ordinary Least Square).
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah nilai R2 sebesar 0,713 artinya 71,3 persen keragaman permintaan kedelai pada industri kecap dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel dalam model sementara sisanya yaitu 28,7 persen dijelaska n oleh variabel di luar model yang diduga disebabkan oleh kondisi-kondisi di luar model yang sesuai dengan kondisi-kondisi kedelai di Indonesia saat ini seperti menurunnya produksi dalam negeri sehingga impor kedelai selalu meningkat setiap tahunnya, ketidakstabilan ekonomi di Indonesia, kurangnya penggunaan teknologi untuk menghasilkan benih kedelai yang bermutu dan belum berkembangnya varietas-varietas baru yang diminati oleh petani kedelai yang sesuai dalam penggunaannya pada industri kecap serta mampu mensubstitusi kedelai impor. Pada model permintaan kedelai pada industri kecap, peubah yang berpengaruh nyata secara positif adalah harga kecap, nilai tukar rupiah, dan perusahaan kecap. Sementara sisanya yaitu produksi kecap,harga kedelai, permintaan kedelai tahun sebelumnya dan variabel dummy tidak berpengaruh nyata terhadap model.
Judul Skripsi : ANALISIS PERMINTAAN KEDELAI PADA INDUSTRI KECAP DI INDONESIA
Nama : Rosaria Dewi Afifa NRP : A08400037
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Idqan Fahmi, MEc. NIP. 131803657
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP. 130422698
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PERMINTAAN KEDELAI PADA INDUSTRI KECAP DI
INDONESIA” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN
MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA
SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Januari 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 11 Januari 1983. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Agus Suyono
dan Ibu Sukari Tjiptaningsih. Pada tahun 1994 penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri Jatingaleh I Semarang, kemudian melanjutkan ke SLTP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta dan lulus pada tahun 1997. Penulis kemudian melanjutkan pendidikannya ke SMU Negeri 5 Yogyakarta dan lulus 3 tahun
kemudian yaitu pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya (EPS), Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi ini berjudul “Analisis Permintaan Kedelai Pada Industri Kecap di Indonesia”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian (SP) pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hasil penulisan skripsi ini tidak lepas dari kekurangan-kekurangan, oleh sebab itu diperlukan masukan, saran dan kritik yang membangun. Bersama dengan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Idqan
Fahmi, MEc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu
dalam memberikan arahan, masukan dan bimbingan. Kepada orang tua serta semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2006
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih pada banyak pihak yang telah membantu penulis selama ini :
1. Bapak dan Ibu yang dengan penuh kesabaran telah mendidik penulis dengan kasih sayang dan senantiasa mendukung penulis serta tak henti-hentinya selalu berdoa demi kesuksesan penulis dengan penuh ketulusan.
2. Bapak Ir. Idqan Fahmi, MEc selaku dosen pembimbing atas arahan, masukan
dan bimbingannya demi kesempurnaan skripsi ini, serta sebagai moderator dalam seminar.
3. Bapak Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen penguji utama atas segala saran dan
kritik demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Bapak Ir. Murdianto, MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan atas berbagai perbaikan dalam penulisan skripsi.
5. Ibu Tanti Noviyanti, SP, MSi selaku dosen pembimbing akademik atas arahannya selama penulis menuntut ilmu di IPB.
6. My only sister de’ sita yang ’nduuut, thanks for all ur support and giving me happiness.
7 . Aa’ (my best gift), makasih buat masukan, kritik, perhatian, kesabaran, dukungan, kasih sayang dan doa... Itu semua bikin ocha jadi lebih ’tough’
8. Chu and Vien, thanks for being my best friends, of course it means a lot chu…
buat vien, no pain no gain girl… Mpit, thanks for ur support
9. Teman-teman EPS 37 : Gery, Etis, Arum, Desi, Ida, Oyen, Henny, Icha, Laely, Metty, Mira, Nina, Nuva, Okta, Upix ( always can solve my problems with ur
idea,arigato ne ), Ratna, Sinta, Hara, Teni, Ulil, Witri, Amru, Riki, Broer, Dwi, Ferly, Ivan, Sabar, Sidqi, Parno, Wildan [ miss u all so much guys,
yappari, bisa menyusul kalian, senangnya ... ], Amir, Kaka’ Sanggam, Yegi ( cepatlah kalian !!! ).
10. Penghuni Ponytail Belakang : Kania, Shabrina, Mba’ Neni, Mitoel, Anul,
Ninit, Prima, Umul, Mba’ Susi, Entit, Cucu’, tinggal serumah dengan kalian ternyata ... mai nichi warau, exited, omoshiroii desu yo, makasih banyak buat
11. Watashi no atarashii kazoku : Hari san, Jawe san, Novan san, Imam san, Nanang san, Dini san, Hendra san, Opik san, Tian san, Fitri san, Egi san, ichi
nen kan yoroshiku onegaishimashita, gonna miss all the day in Kaizuk a,
Toride, Ibaraki, Japan. Right ??
DAFTAR ISI
3.1.2. Permintaan Barang Input oleh Industri Pengolahannya .. 20
3.2. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 24
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Perekonomian Kedelai dan Industri Kecap di Indonesia 37 5.1.1 Konsumsi dan Produksi Kedelai ... 37 5.1.2 Impor Kedelai ... 40 5.1.3 Agroindustri Kedelai ... 42 5.2 Faktor-faktor Yang mempengaruhi Permintaan Kedelai pada
Industri Kecap ... 45
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 53 6.2 Saran ... 53
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
Tabel 1 Banyaknya Jumlah Tenaga Kerja dan Upah Tenaga Kerja Pada Industri Kecap Tahun 1993-2003 ... 3
Tabel 2 Perkembangan Jumlah Penduduk, Produksi, dan Konsumsi Kecap Indonesia Tahun 1993, 1996, 1999 dan 2002 ... 4
Tabel 9 Hasil Analisis Regresi Antara QdK dengan QsKc,
PKc, PK, Qdkt-1, Ert, PrshnKc, D ... 60
Tabel 10 Korelasi Pearson Antara Qdk dengan QsKc, PKc, PK,
QdKt-1, Ert, PrshnKc, D ... 61
Tabel 11 Hasil Analisis Regresi Antara Log QdK dengan Log QsKc, Log PKc, Log PK, Log QdKt-1, Log Ert,
Log PrshnKc, D ... 62
Tabel 12 Korelasi Pearson Antara Log QdK dengan Log QsKc, Log PKc, Log PK, Log QdKt-1, Log Ert, Log PrshnK c,
D ... 63
Tabel 13 Hasil Analisis Komponen Utama ... 66
Tabel 14 Hasil Analisis Regresi Antara Log QdK dengan Skor
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
Gambar 1 Kurva Primary dan Derived Demand ... 21
Gambar 2 Penurunan Produktivitas Rata-rata dan Produktivitas Marjinal untuk Kurva Tenaga Kerja dari Kurva Produk
Total ... 23
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 26
Nomor Lampiran Halaman Gambar 4 Plotting Residual dengan QdK ... 64
Gambar 5 Plotting Residual dengan QdK Dugaan ... 64
Gambar 6 Plotting Residual dengan Log QdK ... 65
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam usaha mencapai masyarakat adil dan makmur, Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) menetapkan bahwa prioritas pembangunan diletakkan
pada bidang ekonomi. Pembangunan tersebut mempunyai titik berat pada sektor
pertanian dan sektor industri dalam rangka mewujudkan struktur ekonomi yang
seimbang antara industri dan pertanian baik dari segi nilai tambah maupun dari
segi penerapan tenaga kerja (Indikator Ekonomi, 2001).
Kebijakan pangan nasional seperti dirumuskan dalam GBHN 1993
meliputi ketahanan, ketersediaan, perbaikan mutu serta keamanan pangan
memerlukan kebijaksanaan di bidang komoditas sebagai andalan terutama dalam
kaitannya dengan program peningkatan mutu gizi pangan baik langsung maupun
tak langsung. Penganekaragaman pangan yang bertujuan untuk meningkatkan
mutu pangan seperti disarankan oleh pakar nutrisi menuntut ketersediaan dan
keragaman berbagai jenis pangan nabati dan hewani (Silitonga, dkk, 1996).
Meningkatnya pertumbuhan penduduk di Indonesia secara langsung
mempengaruhi pertumbuhan permintaan makanan. Hal itu disebabkan oleh
pertambahan populasi dan perubahan pola pangan yang sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi. Dampak dari peningkatan pendapatan di masyarakat
adalah perubahan pola pangan dari pola pangan karbohidrat tinggi dengan protein
rendah menjadi pola pangan karbohidrat lebih rendah dengan protein yang lebih
Kedelai dianggap memiliki peluang yang besar untuk memenuhi suplai
protein di masa yang akan datang serta berperan dalam industri pakan ternak dan
sebagai bahan baku pada berbagai industri pengolahan. Produk yang terbuat dari
kedelai Indonesia telah dikenal di dunia internasional sebagai produk dengan
nutrisi yang tinggi. Proses pengolahan kedelai secara internasional
diklasifikasikan menjadi dua yaitu (1) dengan fermentasi seperti tempe, kecap dan
tauco, dan (2) tanpa fermentasi seperti tahu, susu kedelai, tepung kedelai, dan
tauge. Produk-produk tersebut telah menjadi bagian dari menu makan sehari-hari
bagi penduduk dari segala level masyarakat (Utomo dan Nikkuni, 2000).
Salah satu produk hasil pengolahan kedelai secara fermentasi adalah
kecap. Peranan pengolahan kedelai menjadi kecap sangat penting guna
meningkatkan permintaan, diversifikasi konsum si, dan meningkatkan daya tahan
kedelai. Peranan lain yang tak kalah pentingnya adalah menciptakan nilai tambah,
membagi pendapatan, dan meningkatkan devisa serta menyerap tenaga kerja.
Penyerapan tenaga kerja pada industri kecap mengalami perubahan yang
berfluktuasi dari tahun ke tahun tetapi cenderung meningkat, begitu pula dengan
upah tenaga kerja yang mengalami peningkatan. Penyerapan tenaga kerja yang
terus meningkat tersebut akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dengan mengurangi jumlah angka pengangguran. Perkembangan jumlah tenaga
Tabel 1 Banyaknya Jumlah Tenaga Kerja dan Besarnya Upah Tenaga Kerja Pada Industri Kecap Tahun 1993 – 2003
Tahun Jumlah Tenaga Kerja Yang Dibayar (orang)
Upah Tenaga Kerja (000 Rp)
1993 5013 6.872.684
Sumber : Badan Pusat Statistik, 1993 – 2003.
1.2 Perumusan Masalah
Pola konsumsi terhadap kecap dan potensi pasarnya mempunyai prospek
yang cerah. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan konsumsi kecap seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk, berkembangnya restoran-restoran, pasar
swalayan, terbukanya kesempatan menembus ekspor dan pola konsumsi
masyarakat yang berkembang. Kondisi ini mendorong perusahaan yang bergerak
pada industri kecap untuk meningkatkan produksinya dengan berbagai ukuran,
rasa dan kemasan yang berbeda dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang
beragam (Irawati, 1996).
Sebagai jenis industri besar yang menggunakan bahan baku utama
pertanian yang bersifat musiman dan mudah rusak. Selain itu industri kecap juga
dapat menciptakan nilai tambah komoditas kedelai, meningkatkan permintaan
kedelai yang pada akhirnya akan menguntungkan petani, menyerap tenaga kerja,
dan meningkatkan devisa negara melalui pemanfaatan peluang ekspor (Yuspida,
2000).
Perkembangan produksi kecap di Indonesia menunjukkan perubahan yang
berfluktuasi dari tahun ke tahun namun cenderung meningkat sejalan dengan
peningkatan kebutuhan masyarakat akan produk tersebut. Perkembangan jumlah
penduduk, konsumsi, dan produksi kecap dalam negeri dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perkembangan Jumlah Penduduk, Produksi, dan Konsumsi Kecap Indonesia Tahun 1993-2002
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)
Produksi (liter) Konsums i (liter)
1993 186.544.810 16.084.928 44.233.505
1996 195.524.884 86.436.736 91.098.954
1999 204.783.931 85.864.195 99.885.410
2002 212.003.000 203.165.844 169.772.002
Sumber : Badan Pusat Statistik, 1993-2002 (diolah).
Tampak bahwa total konsumsi ke cap masyarakat Indonesia jauh lebih
besar jika dibandingkan dengan total produksinya. Tingginya permintaan
masyarakat akan produk kecap ditunjukkan dengan semakin besarnya jumlah
kecap yang diimpor oleh Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan konsumen
Indonesia karena produksi kecap dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan
pangan domestik akan kecap. Untuk menghemat devisa negara, maka agroindustri
yang menghasilkan kecap perlu digalakkan. Di samping itu, terdapat industri lain
jumlah perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan dengan bahan baku
kedelai yang bersaing dengan industri kecap. Data BPS menunjukkan bahwa
jumlah perusahaan pada industri pengolahan yang menggunakan bahan baku
kedelai pada tahun 1996 hingga 2001 berturut -turut adalah 219, 209, 192, 215,
213, dan 197 perusahaan.
Sebagai industri dengan bahan baku utama kedelai, maka kegiatan
ekonomi pada industri kecap dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah
yang berkaitan dengan komoditi kedelai. Kebijakan pemerintah berubah setelah
tahun 1998 dimana sebagai bagian dari paket pemulihan ekonomi, pemerintah
Indonesia setuju untuk menderegulasi beberapa kebijakan perdagangan
diantaranya menyangkut kedelai. Impor kedelai yang semula merupakan
monopoli pemerintah dalam hal ini Bulog, sejak 1 Januari 1998 bebas diimpor
dengan menggunakan lisensi impor. Tarif impor yang semula 20 persen akan
turun menjadi 5 persen pada tahun 2003 (Soesastro dan Basri, 1998). Walaupun
dalam kesepakatan tersebut Indonesia masih diperkenankan untuk menerapkan
tarif impor kedelai tetapi dalam kenyataannya kedelai dapat masuk dengan bebas
(Oktaviani, 2002). Tingginya impor kedelai ini berdampak terhadap fluktuasi
harga kedelai baik kede lai impor maupun kedelai domestik. Pada akhirnya
fluktuasi harga tersebut akan berdampak pada permintaan kedelai oleh industri
pengolahan kedelai termasuk industri kecap.
Hadipurnomo (2000) mengatakan bahwa dalam era liberalisasi
perdagangan ini, kebijakan perdagangan yang masih relevan untuk diterapkan
hanya kebijakan tarif. Indonesia telah menyepakati ketentuan tarif tidak lebih dari
Sedangkan kesepakatan Indonesia dalam perdagangan bebas ASEAN (AFTA),
tarif impor kedelai yang diberlakukan mulai tahun 2010 adalah paling tinggi 5
persen dengan catatan tetap dikelola di bawah State Trading Enterprise/Bulog
(Rachman, dkk, 1996).
Perumusan masalah yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah sebagai
berikut :
1) Bagaimanakah keragaan perekonomian kedelai dan industri kecap di
Indonesia ?
2) Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi permintaan kedelai pada
industri kecap di Indonesia ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut di atas maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini :
1) Menguraikan keragaan perekonomian kedelai dan industri kecap di
Indonesia.
2) Menganalisa faktor -faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai pada
industri kecap di Indonesia.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna bagi penulis sebagai tempat berlatih untuk
menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan. Penelitian
Penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi pemerintah dalam
merumuskan kebijakan terhadap perkembangan agroindustri yang mengolah
bahan baku dari pertanian khususnya komoditi kedelai, sebagai sumber peluang
baru dalam usaha peningkatan nilai tambah produk pertanian dan peningkatan
pendapatan masyarakat. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan menjadi bahan acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Analisis permintaan kedelai se bagai bahan baku dalam memproduksi
kecap di Indonesia ini dilihat secara agregat (nasional). Industri kecap yang
dicakup dalam penelitian ini tergolong dalam industri besar dan sedang dimana
tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan di industri ini sebanyak 20 orang atau
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Komoditas Kedelai
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumberdaya alam
berupa lahan yang relatif cukup luas dan subur. Dengan iklim, suhu dan
kelemba ban yang cocok untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman pangan pokok,
maka hampir seluruh tanaman pangan pokok tersebut (biji-bijian, umbi-umbian
dan kacang-kacangan asli Indonesia) dapat tumbuh dengan relatif baik. Salah satu
jenis tanaman pangan yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar penduduk
Indonesia adalah tanaman kedelai (Glysine max (L) Merril).
Dalam dekade terakhir, untuk dapat memenuhi permintaan nasional yang
cenderung terus meningkat, Indonesia mengimpor kedelai pada tahun 1989
sebanyak 400.000 ton, sedangkan pada tahun 1996 impor melonjak menjadi
mendekati 800.000 ton. Besarnya angka impor tersebut merupakan salah satu
indikator betapa besar kebutuhan kedelai untuk memenuhi kebutuhan penduduk.
Kegunaan kedelai untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah untuk memasok
kebutuhan pokok berbagai jenis produk olahan.
Dengan memahami betapa besarnya kebutuhan kedelai untuk pasokan
industri yang menghasilkan bahan pangan bagi sebagian besar penduduk
Indonesia tersebut di satu sisi, sedangkan di sisi lain impor cenderung meningkat,
maka dalam kondisi perekonomian seperti saat-saat ini, berbagai upaya yang
dapat mengarah kepada memproduksikan kedelai dalam negeri secara optimal
agar negara dapat memperkecil kedelai impor, merupakan momentum yang tepat
besar selaku mitra, kalangan petani, instansi terkait, dan instansi lainnya, untuk
menyatu dalam suatu pelaksanaan proyek dalam rangka meningkatkan produksi
kedelai dalam negeri (Anonim, 2004)1.
Selama ini Indonesia masih menggantungkan kebutuhan kedelai pada
produk impor. Impor kedelai tahun 2002 tercatat 1.130.000 ton, produksi dalam
negeri hanya mencapai 673.000 ton. Direktur Jenderal Industri Kimia, Agro, dan
Hasil Hutan (IKAH) Depperindag Zaenal Arifin mengatakan bahwa kebutuhan
kedelai untuk industri dalam negeri sekitar 1.200.000 ton setiap tahunnya. Padahal
luas panen kedelai empat tahun terakhir cenderung berkurang. Luas panen tahun
1999 adalah 1.150.000 hektar anjlok menjadi 824.000 hektar pada tahun 2000,
dan 678.000 hektar pada tahun 2001 (WAS, 2004)2. Perkembangan luas panen,
produksi, produktivitas, dan konsumsi kedelai Indonesia dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Luas Panen, Produksi, Produktivitas, dan Konsumsi Kedelai Indonesia Tahun 1993 – 2002
Tahun Luas panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
Sumber : Badan Pusat Statistik, 1993-2002.
Dalam kehidupan masyarakat kita, kedelai telah dikenal sejak lama
sebagai salah satu tanaman sumber protein nabati dengan kandungan 39 persen
hingga 41 persen dan menjadi bagian makanan sehari-hari bangsa Indonesia
selama lebih dari 200 tahun. Kegemaran memasak dan ketrampilan mengolah
bahan makanan telah menghasilkan aneka ragam makanan dan hasil olah kedelai.
Beberapa jenis makanan tersebut diadaptasi dari bangsa lain, tetapi hasil olah
kedelai yang sekarang mulai digemari dan diakui sebagai makanan bernilai gizi
tinggi oleh dunia internasional adalah kreasi asli Indonesia.
Menurut Hermana (1985), pengolahan kedelai secara tradisional
menghasilkan bahan-bahan makanan yang dapat dikelompokkan me njadi dua
yakni (1) tanpa fermentasi seperti tauge, susu kedelai, tahu, dan kembang tahu,
serta (2) dengan fermentasi seperti kecap, oncom, tauco, dan tempe. Hasil-hasil
olah tersebut telah menjadi bagian dalam pola hidangan makanan segenap lapisan
masyara kat, baik sebagai bahan makanan maupun sebagai bumbu. Selain
hasil-hasil olah tersebut, masyarakat Indonesia telah pula mengenal hasil-hasil olah kedelai
generasi baru antara lain kedelai bubuk dan daging kedelai. Hasil olah kedelai
pada umumnya memang merupakan makanan bernilai gizi baik dan tidak mahal
sehingga dapat dikatakan bahwa kacang kedelai berperanan besar dalam
peningkatan kesehatan dan gizi masyarakat. Penggunaan hasil olah kedelai
sebagai sumber protein dalam hidangan makanan sehari-hari untuk pengganti
daging atau sebagai bahan perbaikan gizi hidangan yang sebagian besar berupa
2.2 Gambaran Umum Produk Kecap
Menurut Hermana (1985), kecap merupakan sari kedelai yang telah
difermentasikan, dengan atau tanpa tambahan gula dan bumbu. Kedelai yang
digunakan untuk membuat kecap biasanya kedelai hitam agar kecap yang
dihasilkan berwarna coklat hitam. Kecap yang dibuat dari kedelai kuning
berwarna coklat. Di Indonesia dikenal kecap manis, kecap manis (asin) sedang,
dan kecap asin, sesuai kadar gulanya. Selain kecap kedelai murni, ada kecap yang
dibuat dari campuran gandum dengan kedelai. Pembuatan kecap juga dapat
dilakukan tanpa fermentasi, yaitu dengan hidrolisa asam. Cara ini belum
digunakan dalam industri kecap di Indonesia. Secara fermentasi, pembuatan kecap
dimulai dengan fermentasi oleh cendawan, dilanjutkan dengan fermentasi dalam
larutan garam dan akhirnya pemasakan. Makin lama fermentasinya, makin sedap
aroma dan rasa kecapnya. Cendawan yang digunakan adalah Aspergillus oryzae
atau Rhizopus oryzae. Daya urai terhadap protein dari Rhizopus oryzae tidak
sebaik Aspergillus oryzae sehingga mutu kecap yang dihasilkannya pun kurang.
Menurut Utomo dan Nikkuni (2000), dalam proses pembuatan kecap
terdapat dua cara fermentasi. Cara pertama yaitu fermentasi dengan menggunakan
Aspergillus pada suhu 25-308C selama 3-7 hari. Hasil kedelai yang terbentuk dari
proses fermentasi tersebut dicampur dengan 20-30 persen larutan garam untuk
dibawa pada fermentasi cara kedua yaitu dengan larutan garam di bawah 20
persen pada suhu 25-308C selama 14-120 hari. Kemudian bubur yang telah
terfermentasi disaring.
Terdapat tiga macam kecap berdasarkan kualitasnya. Kualitas pertama
mengandung 4-6 persen protein, sedangkan kecap kualitas ketiga mengandung 2-4
persen protein. Pada umumnya, kecap yang digunakan sehari-hari sebagai bumbu
mengandung 4-5 persen protein, satu persen lemak, dan sembilan persen
karbohidrat (Utomo dan Nikkuni, 2000).
2.3 Penelitian-penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai industri kecap dan analisis yang menggunakan
pendekatan ekonometrika dengan model regresi linier berganda dengan
persamaan tunggal yang diduga berdasarkan metode kuadrat terkecil biasa atau
OLS (Ordinary Least Squre) telah banyak dilakukan. Yuspida (2000), Irawati
(1996), dan Anggono (1993) melakukan penelitian tentang industri kecap
sedangkan penelitian yang menggunakan model regresi linier berganda telah
dilakukan oleh Nursusanto (2003), Sariati (1996), Harfa (1996), dan Semendawai
(1994).
Penelitian mengenai industri kecap telah dilakukan oleh Yuspida (2000)
dengan judul Optimalisasi Resiko Pemasaran Portfolio Produk Kecap Pada PT.
Alam Aneka Aroma Sukabumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran umum aktivitas diversifikasi produk yang dilakukan oleh perusahaan,
menganalisis tingkat resiko penerimaan diversifikasi produk kecap yang
dilakukan oleh perusahaan, menentukan kombinasi optimal dari produk yang
dipasarkan yang memberikan tingkat resiko optimal, dan mengetahui
kemungkinan implementasi hasil optimalisasi yang didasarkan pada kondisi
perusahaan. Data yang dipergunakan berupa data primer dan data sekunder yang
dikembangkan oleh perusahaan dalam menghadapi kondisi ini adalah dengan
melakukan strategi diversifikasi terhadap produk kecap yang dihasilkannya. Hasil
analisis menunjukkan bahwa perusahaan pada periode Januari 1995 sampai
November 1998 belum melakukan alokasi modal yang optimal.
Irawati (1996) melakukan penelitian mengenai Analisis Strategi
Pemasaran Kecap pada Perusahaan Kecap Rina Sari. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari keadaan umum perusahaan, mempelajari faktor-faktor strategis
pemasaran perusahaan, dan merumuskan alternatif strategi pemasaran perusahaan.
Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Untuk mempelajari
strategi pemasaran perusahaan, dilakukan analisa kualitatif dengan menggunakan
pendekatan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threats).
Strategi produk yang dilakukan adalah pengembangan produk dengan spesialisasi
pada satu jenis lini produk saja. Strategi harga yang dilakukan perusahaan adalah
menetapkan harga jual yang tinggi untuk menempatkan produk sebagai produk
kelas atas. Strategi distribusi yang dilakukan adalah strategi distribusi intensif
untuk mendukung strategi harga tinggi guna mengoptimalisasi penggarapan
relung pasar (mutu tinggi, harga tinggi). Strategi promosi perusahaan belum
optimal karena belum memanfaatkan media massa dan audio visual untuk
menjangkau seluruh konsumen kelas atas yang tersebar di seluruh Indonesia.
Penelitian lain mengenai industri kecap juga dilakukan oleh Anggono
(1993) dengan judul Analisis Agroindustri Kecap, Studi Kasus Pada CV. Laron
Putra Manunggal, Tuban, Jawa Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mempelajari sistem pengadaan bahan baku utama kedelai yang dilakukan
pengolahan kedelai menjadi kecap yang dilakukan perusahaan dan besarnya nilai
tambah yang diciptakan serta mempelajari strategi pemasaran yang diterapkan
oleh perusahaan selama ini. Data yang digunakan berupa data primer dan data
sekunder. Hasil studi menunjukkan bahwa bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan kecap dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan baku utama yang
terdiri dari kedelai hitam, gula, garam, dan air serta bahan baku pembantu yang
berupa bumbu-bumbu. Data marjin pemasaran kedelai menunjukkan adanya
peningkatan dari tahun 1990 sampai tahun 1992. Proses pengolahan kedelai
menjadi kecap dilakukan dengan cara fermentasi kedelai hitam dan masih
menggunakan teknologi tradisional. Strategi pemasaran yang dilakukan
perusahaan adalah dengan mengadakan tiga jalur saluran distribusi yaitu (1) dari
pabrik langsung ke konsumen, (2) dari pabrik, agen, pengecer kemudian ke
konsumen, (3) dari pabrik, pengecer kemudian ke konsumen. Hasil analisis
hubungan antara harga produk kecap dan biaya promosi terhadap total penerimaan
menunjukkan bahwa total penerimaan dipengaruhi secara nyata oleh harga produk
dan biaya promosi.
Penelitian dengan menggunakan metode regresi linier berganda telah
dilakukan oleh Nursusanto (2003) dengan judul Analisis Peluang Ekspor -Impor
Jagung Indonesia : Pendekatan Permintaan yang bertujuan untuk mengetahui
perkembangan ekspor dan impor jagung Indonesia, melihat dan mengidentifikasi
faktor -faktor yang mempengaruhi ekspor dan impor jagung Indonesia ke dan dari
pasar internasional serta mengetahui peluang ekspor dan impor jagung Indonesia.
Data yang digunakan adalah data sekunder (time series) dalam periode waktu 18
serta metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan volume ekspor dan impor
jagung Indonesia secara keseluruhan meningkat masing-masing sebesar 307,90
persen dan 7.923,51 persen. Volume ekspor jagung dipengaruhi secara signifikan
oleh variabel harga ekspor dan variabel dummy kondisi perekonomian negara
(krisis atau tidak krisis), sedangkan volume impor jagung Indonesia dipengaruhi
secara signifikan oleh variabel harga domestik tahun ini, harga impor, pendapatan
per kapita penduduk Indonesia, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Ekspor
dan impor jagung memiliki peluang yang baik. Baik dari pasar domestik maupun
dari pasar internasional menunjukkan adanya peningkatan konsumsi jagung.
Harfa (1996) melakukan penelitian mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Perkembangan Permintaan Tepung Terigu di Indonesia
menggunakan data sekunder yang berupa data runtut waktu periode tahun
1983-1994. Data yang diperoleh ditabulasikan kemudian dianalisa dengan metode
deskriptif dan kuantitatif. Untuk menduga fungsi permintaan tepung terigu maka
digunakan fungsi berpangkat yang selanjutnya ditransformasikan ke dalam bentuk
fungsi double-log natural. Kemudian data yang ada diolah dengan metode OLS
memakai bantuan program komputer Shazam. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perubahan struktur yang telah terjadi dalam permintaan tepung terigu
di Indonesia, mengetahui keadaan faktor-faktor dominan yang berpengaruh
terhadap permintaan tepung terigu beserta derajat kepekaannya. Pada analisis
deskriptif disimpulkan bahwa permintaan tepung terigu kini telah mengalami
perubahan konsumsi ke bentuk olahan (masyarakat telah mengalami perubahan
variabel bebas yaitu harga tepung terigu, harga beras, harga tepung tapioka,
pendapatan per kapita, selera dan variabel boneka (untuk membedakan keadaan
resesi dan tidak resesi). Dari hasil analisis regresi ini ternyata ke enam variabel
tersebut dapat berpengaruh nyata pada fungsi permintaan tepung terigu (pada taraf
kepercayaan 90 persen dan 95 persen).
Hasil penelitian Sariati (1996) dengan judul Analisis Penawaran Minyak
Goreng Sawit di Indonesia bertujuan untuk melihat perkembangan industri MGS
di Indonesia, mengeta hui faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran MGS di
Indonesia dan melihat prospek industri MGS di Indonesia pada masa yang akan
datang secara deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder pada periode waktu tahun 1975-1995. Data-data yang diperoleh
dianalisa dengan presentase dan disajikan dalam bentuk tabulasi. Faktor -faktor
yang mempengaruhi penawaran MGS di Indonesia adalah harga minyak goreng
kelapa, suplai minyak sawit mentah (MSM), harga MSM di dalam negeri,
penawaran MGS tahun sebelumnya, dan kebijaksanaan pemerintah dalam
mengatur tataniaga MSM. Keseluruhan faktor-faktor tersebut berpengaruh positif
terhadap penawaran MGS di Indonesia. Industri MGS di Indonesia mempunyai
prospek yang cerah pada masa yang akan datang dilihat dari persediaan bahan
baku, potensi permintaan terhadap minyak goreng yang akan terus meningkat
sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan. Akan
tetapi pada era perdagangan bebas industri MGS akan mendapat hambatan.
Hasil penelitian Semendawai (1994) dengan judul Analisis Permintaan
Industri Pakan Ternak Terhadap Komoditas Jagung di Propinsi Jawa Barat dan
permintaan industri pakan ternak terhadap jagung di Propinsi Jawa Barat dan Jawa
Timur, dan mempelajari perilaku harga riil jagung dihubungkan dengan
kebijaksanaan deregulasi pada tahun 1988. Dalam menganalisa dan menjelaskan
keadaan permintaan, dilakukan dengan analisis regresi linier berganda dengan
data time series (1979-1993) dan analisis deskriptif secara tabulasi dan grafis.
Perilaku harga jagung secara riil yang terjadi di Propinsi Jawa Barat dan Jawa
Timur menunjukkan peningkatan yang positif dari tahun ke tahun, juga setelah
dikeluarkannya kebijaksanaan deregulasi pada tahun 1988. Dari hasil analisis
permintaan industri pakan ternak terhadap jagung baik di Propinsi Jawa Barat
maupun Jawa Timur menunjukkan bahwa variabel-variabel harga jagung, harga
kedelai sebagai bahan komplementer, jumlah penggunaan jagung untuk benih,
jumlah populasi ternak, dan kebijaksanaan deregulasi secara bersama-sama
berpengaruh nyata terhadap permintaan industri pakan ternak terhadap jagung.
Penelitian berdasarkan teori permintaan barang input oleh industri
pengolahannya juga dilakukan oleh Nurlianti (2002) dan Yulianingsih (1992).
Nurlianti (2002) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
permintaan barang input yaitu telur ayam ras oleh pedagang martabak telur di kota
Bogor. Variabel yang diduga mempengaruhi permintaan telur adalah harga telur
ayam ras, harga tepung terigu dan harga minyak goreng sebagai barang
komplementer telur dalam membuat martabak telur, volume usaha yang
dibedakan berdasarkan jumlah telur yang digunakan dalam membuat berbagai
jenis martabak, dan dummy lokasi usaha ( lokasi strategis dan tidak strategis).
Yulianingsih (1992) menganalisis fungsi permintaan karet alam di dalam
utama yang menggunakan karet alam yaitu industri crumb rubber, industri
remilling, industri pengasapan karet, industri ban, dan industri barang jadi karet
lainnya. Untuk fungsi permintaan bahan baku karet alam oleh industri crumb
rubber, remilling, dan pengasapan karet digunakan total konsumsi karet alam yang
digunakan pada masing-masing industri tersebut sebagai dependen variabelnya,
sedangkan untuk independen variabelnya digunakan jumlah produksi ban, jumlah
produksi sepatu, harga slab, dan harga lateks. Untuk fungsi permintaan bahan
baku karet alam oleh industri ban dan industri barang jadi karet lainnya
menggunakan total konsumsi karet alam yang digunakan pada kedua jenis industri
tersebut sebagai dependen variabelnya, sedangkan untuk independen variabelnya
digunakan jumlah penduduk, pendapatan per kapita, harga karet alam di dalam
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Teori Permintaan
Permintaan adalah banyaknya jum lah barang yang diminta pada suatu
pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan
dalam periode tertentu. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan dari
seorang individu atau masyarakat terhadap suatu barang, diantaranya adalah harga
barang yang dimaksud, tingkat pendapatan, jumlah penduduk, selera dan ramalan
atau estimasi di masa yang akan datang, harga barang lain atau substitusi (Putong,
2002).
Permintaan input adalah apa yang disebut dengan derived demand. Input
itu dibeli oleh orang untuk dipergunakan dalam proses produksi. Karena itu
permintaan input diturunkan dari fungsi produksi suatu barang, dengan asumsi
bahwa perusahaan bertujuan memaksimumkan keuntungan yang ingin
diperolehnya. Apabila diketahui fungsi permintaan dari barang jadi (finished
good) yang dihasilkan dengan menggunakan input yang dibeli itu, maka fungsi
permintaan input dapat diturunkan dari fungsi keuntungan perusahaan. Jumlah
input yang diminta akan merupakan fungsi dari harga input bersangkutan, dari
harga-harga input lainnya yang juga dipergunakan dalam proses produksi itu dan
dari harga output.
Menurut Lipsey (1995), jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk
suatu komoditi merupakan jumlah komoditi total yang ingin dibeli oleh semua
diinginkan, sedangkan istilah kuantitas nyata yang dibeli (quantity actually
bought) digunakan untuk menunjukkan jumlah pembelian yang sebenarnya.
Banyaknya komoditi yang akan dibeli oleh semua rumah tangga pada
periode waktu tertentu dipengaruhi oleh variabel waktu tertentu yaitu harga
komoditi itu sendiri, rata-rata penghasilan rumah tangga, harga komoditi yang
berkaitan baik berkaitan secara substitusi maupun komplementer, selera, distribusi
pendapatan di antara rumah tangga, dan besarnya populasi. Dalam penelitian ini,
rumah tangga yang dimaksud adalah perusahaan yang bergerak dalam industri
pengolahan penghasil kecap.
Konsep permintaan tidak membedakan klasifikasi produk, tetapi untuk
barang antara akan lebih sulit untuk mengukur faktor tingkat pendapatan dan
selera karena konsumennya adalah industri-industri pengolahan. Sedangkan selera
industri dalam menggunakan suatu bahan baku tergantung kekuatan suplai dan
permintaan dari produk akhirnya sehingga permintaan barang antara sangat
dipengaruhi oleh konsumsi produk akhirnya.
3.1.2 Permintaan Barang Input oleh Industri Pengolahannya
Sistem permintaan kedelai untuk memproduksi kecap oleh industri kecap
di Indonesia berkaitan erat dengan permintaan primer (primary demand) dan
permintaan turunan (derived demand). Derived demand digunakan untuk
menunjukkan daftar permintaan bagi input yang dipakai dalam menghasilkan
produk akhir. Derived demand juga menyangkut sistem pemasaran secara
keseluruhan ataupun fungsi permintaan di tingkat petani. Derived demand berbeda
produk. Kurva derived demand dapat berubah salah satunya karena pergeseran
kurva primary demand atau perubahan marjin pemasaran. Secara empiris
hubungan derived demand dapat diperkirakan secara tidak langsung antara lain
dengan mengurangkan marjin yang terdapat dalam daftar primary demand atau
secara langsung dengan menggunakan data harga dan jumlah ya ng diperoleh dari
setiap tingkat pemasaran (Tomek dan Robinson, 1972).
Harga
jumlah per unit waktu
Gambar 1 Kurva Primary dan Derived Demand (Tomek dan Robinson, 1972)
Fungsi permintaan input dapat diturunkan dari fungsi produksi. Fungsi
produksi menunjukkan produk maksimum yang dapat diperoleh dengan sejumlah
masukan tertentu, pada teknologi tertentu yang menyatakan hubungan antara input
dan produk. Jadi barang produksi merupakan variabel tidak bebas dan faktor
produksi (input) merupakan variabel bebas. Secara matematis, fungsi produksi
dapat dinyatakan sebagai :
Y = f ( X1, ..., Xn )
dimana Y adalah output dan X adalah input-input yang digunakan untuk
memproduksi Y. Pr
Pf primary demand
derived demand
Efek perubahan dalam salah satu faktor produksi terhadap output
digambarkan oleh produk marjinal. Secara matematis :
PMxi = i
Definisi produk marjinal secara matematis menggunakan turunan sebagian
(partial derivatives) yang mencerminkan bahwa penggunaan semua input lain
dianggap konstan sementara input yang ingin diamati diubah-ubah. Marjinal
produk dari satu input unit terakhir tidak selalu sama besarnya. Ketika input yang
digunakan, misalnya L, masih sedikit, produk marjinal sangat tinggi. Semakin
banyak input tersebut digunakan sementara input lain konstan, maka produk
marjinal akan semakin berkurang.
Produktivitas tenaga kerja dimaksudkan sebagai produktivitas rata-rata per
pekerja. Produktivitas rata -rata per tenaga kerja (APL) didefinisikan sebagai :
ja
Kurva dalam Gambar 2 memperlihatkan bagaimana produktivitas rata -rata
dan produktivitas marjinal untuk kurva tenaga kerja dapat diturunkan dari kurva
produk total. Kurva TPL dalam (a) mewakili hubungan antara masukan tenaga
kerja dan keluaran, dengan asumsi bahwa semua masukan lain dapat
dipertahankan konstan. Seperti yang terlihat pada (b), kemiringan kurva TPL
merupakan produk marjinal tenaga kerja (MPL), dan kemiringan kurva yang
menggabungkan titik asal dengan satu titik di kurva TPL menghasilkan produk
Q
0 L* L** L***
(a)
MPL, APL
0 L* L** MPL L***
Gambar 2 Menurunkan Produktivitas Rata -rata dan Produktivitas Marjinal untuk Kurva Tenaga Kerja dari Kurva Produk Total (Nicholson, 1995)
(a) Produk Total Kurva Tenaga Kerja
(b) Kurva Produk Rata-rata dan Marjinal untuk Tenaga Kerja
TPL
APL
input
Permintaan barang input dipengaruhi oleh harga input ya ng bersangkutan,
harga input lain yang mempunyai daya komplementer maupun substitusi, dan
harga output yang dihasilkan. Pada penelitian ini, permintaan kedelai sebagai
barang input dalam memproduksi kecap berarti dipengaruhi juga oleh harga
kedelai baik ha rga kedelai lokal maupun harga kedelai impor dan harga kecap
sebagai output yang dihasilkan. D isebutkan pula bahwa permintaan suatu
komoditi juga dipengaruhi oleh beberapa variabel tertentu seperti selera dan
jumlah populasi. Dalam penelitian ini selera dianalogkan dengan konsumsi
kedelai tahun sebelumnya yang dapat menjelaskan kecenderungan permintaan
komoditi kedelai dari tahun ke tahun. Sedangkan populasi dijelaskan oleh
banyaknya perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan penghasil kecap.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS diduga mempunyai keterkaitan terhadap
permintaan kedelai dalam memproduksi kecap mengingat kedelai yang digunakan
tidak hanya berupa kedelai domestik tetapi juga menggunakan kedelai impor.
3.2 Kerangka Pemikiran Konseptua l
Kedelai dipandang penting oleh pemerintah dan telah dimasukkan dalam
program pangan nasional sejak Pelita IV. Alasannya karena komoditi ini
mengandung protein nabati yang tinggi, sumber lemak, vitamin, dan mineral
sehingga kalau tersedia cukup di dala m negeri akan mampu memperbaiki gizi
masyarakat baik melalui konsumsi segar maupun melalui konsumsi barang olahan
yang berasal dari kedelai. Konsumsi kedelai yang semakin meningkat tidak dapat
dipenuhi dengan ketersediaan kedelai domestik saja sehingga diperlukan adanya
Di samping sebagai bahan baku produk pangan, kedelai juga menjadi
bahan baku bagi industri pakan ternak dan industri lain yang penting dalam
peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam memenuhi kebutuhan bahan
baku industri pengolahan pangan terutama industri kecap, dituntut adanya
ketersediaan kedelai yang konstan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan
kecap. Meskipun data aktual konsumsi kecap tersebut belum tersedia secara
lengkap, namun tendensi peningkatan konsumsi kecap dapat diamati dengan
mudah seperti semakin banyaknya produk kecap yang dijual dengan berbagai
merek, tingginya persaingan antara sesama industri kecap yang dapat dilihat dari
semakin seringnya iklan yang muncul di televisi mengenai produk kecap.
Perkembangan impor kecap yang semakin meningkat juga dapat digunakan untuk
mendukung dugaan peningkatan konsumsi kecap tersebut. Oleh karena itu perlu
diketahui bagaimanakah penggunaan kedelai pada industri kecap sehingga dapat
diperoleh kebijakan dalam pengembangan industri kecap dan peningkatan
penggunaan kedelai. Dari uraian di atas maka dapat digambarkan alur pemikiran
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Konseptual Keragaan Perekonomian Kedelai
di Indonesia
Konsumsi Kedelai
Kedelai Domestik
Kedelai Impor
Konsumsi RT Industri Pakan
Ternak Industri Pengolahan Makanan
Industri Kecap
Implikasi Kebijakan Produksi Kedelai
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2004. Penelitian
dilaksanakan di Badan Pusat Statistik Jalan Dr. Sutomo No. 6 – 8 Jakarta 10710,
Departemen Pertanian dan instansi-instansi lain yang berkaitan guna memperoleh
data-data dan informasi yang berhubungan dengan permintaan kedelai.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data-data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa data deret waktu (time series). Data tersebut meliputi data tahunan pada
periode waktu tahun 1990 hingga 2002 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
dan literatur lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Kurun waktu yang
digunakan hanya selama 13 tahun. Hal itu disebabkan oleh keterbatasan data yang
dapat dipublikasikan oleh sumber yaitu Badan Pusat Statistik.
Adapun jenis data yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Produksi kecap dari tahun 1990 hingga 2002
2. Indeks harga konsumen kecap dari tahun 1990 hingga 2002
3. Indeks harga perdagangan besar kedelai untuk bahan baku kecap dari tahun
1990 hingga 2002
4. Konsumsi kedelai oleh industri kecap dari tahun 1989 hingga 2002
5. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dari tahun 1990 hingga 2002
4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data
Data yang diperoleh, ditabulasikan kemudian dianalisis dengan metode
deskriptif dan kuantitatif. Metode analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi
faktor -faktor yang mempenga ruhi permintaan kedelai dalam memproduksi kecap
adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan model ekonometrika yaitu
metode Kwadrat Terkecil Biasa (Method of Ordinary Least Square/OLS). Untuk
memilih model fungsional dicoba beberapa model seperti fungsi logaritma, fungsi
semi logaritma atau fungsi linier. Model fungsional yang terbaik akan digunakan
untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai tersebut.
4.3.1 Model Fungsi Permintaan Kedelai
Persamaan permintaan kedelai sebagai bahan baku dalam memproduksi
kecap dengan model fungsional double logaritma dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Log QdK = b0 + b1 Log X1 + b2 Log X2 + b3 Log X3 + b4 Log X4 + b5 Log X5
+ b6 Log X6 + D + ei
QdK = Permintaan kedelai untuk memproduksi kecap (kg)
X1 = Produksi kecap (kg)
X2 = Harga kecap (Rp/kg)
X3 = Harga kedelai (Rp/kg)
X4 = Konsumsi kedelai tahun sebelumnya (kg)
X5 = Nilai tukar riil (Rp/U$)
X6 = Banyaknya perusahaan
b0 = konstanta
b1...b6 = Koefisien regresi
e = error term
4.3.2 Pengukuran Variabel dan Hipotesis
Produk kecap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah produk yang
dihasilkan oleh industri kecap di Indonesia yang tergolong dalam industri besar
dan sedang.
Permintaan kedelai untuk memproduksi kecap merupakan jumlah kedelai
yang digunakan atau dikonsumsi oleh perusahaan kecap di Indonesia dalam
memproduksi kecap.
Produksi kecap (X1) merupakan banyaknya produk kecap yang dihasilkan
oleh perusahaan pada industri kecap. Periode waktu yang digunakan adalah tahun
1990 hingga 2002.
Harga kecap (X2) merupakan harga rata -rata produk kecap yang diperoleh
dari pembagian antara nilai barang hasil produksi yaitu kecap dengan banyaknya
kecap yang diproduksi. Harga rata-rata tersebut dideflasi (1996=100) dengan
indeks harga konsumen. Periode waktu yang digunakan adalah tahun 1990 hingga
2002. Harga kecap ini diharapkan berpengaruh positif terhadap permintaan
kedelai untuk memproduksi kecap. Sesuai dengan hipotesis ekonomi, jika harga
barang output meningkat maka produsen akan meningkatkan jumlah produksinya
untuk memperbesar keuntungan. Peningkatan produksi tersebut tentu saja juga
meningkatkan jumlah barang input yang digunakan, dalam penelitian ini adalah
Harga kedelai (X3) merupakan harga rata -rata kedelai yang digunakan
untuk memproduksi kecap baik kedelai domestik maupun kedelai impor . Harga
rata-rata ini diperoleh dari besarnya nilai kedelai secara keseluruhan yang
digunakan untuk memproduksi kecap dibagi dengan banyaknya kedelai secara
keseluruhan tersebut. Harga rata-rata tersebut dideflasi (1996=100) dengan indeks
harga perdagangan besar. Periode waktu yang digunakan adalah tahun 1990
hingga 2002. Harga kedelai ini diharapkan berhubungan negatif denga n
permintaan kedelai untuk memproduksi kecap. Sesuai dengan hipotesis ekonomi
dasar bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan
secara negatif, dengan faktor lain tetap sama. Dengan kata lain, semakin rendah
harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan
semakin besar, dan semakin tinggi harga, semakin rendah jumlah yang diminta.
Konsumsi kedelai tahun sebelumnya (X4) merupakan banyaknya bahan
baku kedelai yang digunakan dalam memproduksi kecap. Periode waktu yang
digunakan adalah tahun 1989 hingga 2001.
Nilai tukar riil (X5) merupakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
setelah dideflasi (1996=100) dengan indeks harga konsumen AS dibagi indeks
harga konsumen Indonesia. Nilai tukar riil ini dinyatakan dalam satuan rupiah per
dollar AS.
Banyaknya perusahaan penghasil kecap (X6) merupakan jumlah
perusahaan yang bergerak di industri kecap dan tergolong dalam industri besar
dan sedang dimana perusahaan tersebut memiliki tenaga kerja 20 orang atau lebih.
Dummy merupakan variabel boneka dengan nilai satu untuk periode tahun
1990 hingga tahun 1996 yaitu sebelum terjadi krisis ekonomi sedangkan dummy
dengan nilai nol digunakan pada periode tahun 1997 hingga 2002 yaitu setelah
terjadi krisis ekonomi.
4.3.3 Goodness Of Fit (Kebaikan-Sesuai Model)
Goodness Of Fit (GOF) dihitung dengan koefisien determinasi (R2) yaitu
variasi variabel tidak bebas yang dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya. Nilai R2
ini adalah antara 0 sampai 1. Jika nilai R2 semakin mendekati 1, berarti model
memiliki GOF yang baik, sebaliknya bila nilai R2 mendekati 0 maka model
memiliki GOF yang kecil (Ramanathan, 1998).
R2 = 1 -
TSS ESS
dimana :
ESS adalah jumlah kuadrat regresi (Explained Sum of Square)
TSS adalah jumlah kuadrat total (Total Sum of Square)
4.3.4 Pengujian Hipotesis
Untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh
nyata atau tidak terhadap variabel endogen maka digunakan uji statistik t.
pengujian dengan statistik t terlebih dahulu diajukan hipotesa sebagai berikut :
H0 = bi = 0
Pengujian dengan perhitungan t statistik sebagai berikut :
Sbi = standar sisa (error) dari parameter dugaan tersebut
Jika hasil pengujian menolak H0, maka peubah-peubah eksogen secara nyata
mempengaruhi peubah endogen.
Untuk menguji apakah secara statistik peubah-peubah eksogen yang
dipilih secara bersama-sama atau tidak mempengaruhi peubah endogen akan
digunakan uji F.
H0 = bi = b1 = b2 = b3 = ... = b6 = 0
H1 adalah bi yang tidak sama dengan nol
Uji statistik yang digunakan :
F hitung =
k = jumlah peubah terhadap intersep (jumlah koefisien)
n = jumlah pengamatan
Jika hasil pengujian menolak H0, maka secara bersama-sama peubah-peubah
4.3.5 Pengukuran Elastisitas
Elastisitas adalah suatu pengertian yang menggambarkan derajat
kepekaan. Elastisitas permintaan menggambarkan derajat kepekaan fungsi
permintaan terhadap perubahan yang terjadi pada variabel-variabel yang
mempengaruhinya . Ferguson (1983) mendefinisikan, elastisitas permintaan
merupakan reaksi relatif jumlah yang diminta terhadap perubahan-perubahan
dalam harga.
Untuk menghitung pengaruh dari suatu peubah eksogen terhadap peubah
endogen atau untuk melihat derajat kepekaan suatu fungsi terhadap perubahan
yang terjadi pada variabel-variabel yang mempengaruhinya dapat dilihat dari
nilai parameter dugaan. Hal ini dikarenakan model yang dipakai adalah model
double logaritma sebagai berikut :
Log Y = a Log X1 + b Log X2
yang apabila diantilog-kan akan menjadi persamaan Cobb Douglas sebagai
berikut :
Y = X1a X2b
Sehingga nilai elastisitas dari variabel X1 dapat dilihat dari nilai parameter
dugaannya yakni sebesar a.
F (X1) = a
dimana : E (X1) = elastisitas variabel X1
a = nilai parameter dugaan dari peubah X1
Bila Ed < 1, maka barang tersebut inelastik, dimana persentase perubahan jumlah
Bila Ed = 1, maka barang tersebut Unitarian, dimana persentase perubahan
jumlah yang diminta sama dengan persentase perubahan harga.
Bila Ed > 1, maka barang tersebut elastis, dimana persentase perubahan jumlah
yang diminta lebih besar dari persentase perubahan harga.
Pada umumnya produk pertanian bersifat inelastik karena kebutuhan manusia
yang cenderung tetap terhadap produk-produk pertanian.
4.3.6 Uji Multikolinier
Uji multikolinier digunakan untuk melihat apakah dalam persamaan yang
diduga terdapat hubungan linear antar peubah bebasnya. Uji multikolinier dapat
diduga dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai VIF lebih
besar dari 10 maka terdapat masalah multikolinier.
xi
R2xi = korelasi antara variabel xi dengan variabel x lainnya
Semakin erat variabel xi dengan variabel bebas lainnya maka nilai R2xi akan
meningkat dan nilai VIF meningkat pula.
Uji multikolinier juga dapat dilakukan dengan membandingkan koefisien
determinasi (R2) terhadap koefisien determinasi masing-masing peubah (r2). Jika
R2 masih lebih besar daripada r2 berarti tidak terjadi multikolinier begitu juga
4.3.7 Uji Autokorelasi
Pengujian terhadap kemungkinan autokorelasi dilakukan dengan uji
Durbin Watson dan uji h. Uji Durbin Watson, jika hipotesis Ho adalah bahwa
tidak ada aurokorelasi positif maka jika :
d < dl : tolak Ho
d > dl : tidak menolak Ho
dl = d = du : pengujian tidak meyakinkan
Jika hipotesis Ho adalah bahwa tidak autokorelasi negatif, maka jika :
d > 4 – dl : tolak Ho
d < 4 – du : tidak menolak Ho
4 – du = d = 4 – dl : pengujian tidak meyakinkan
Jika Ho adalah dua ujung, yaitu bahwa tidak ada serial autokorelasi baik positif
atau negatif, maka jika :
d < dl : tolak Ho
d > 4 – dl : tolak Ho
du < d < 4 – du : tidak menolak Ho atau
dl < d < du dan 4 – du = d = 4 – dl : pengujian tidak meyakinkan
Uji h :
h = ?v N / {1 – N [ var (b4) ]}
dimana :
N = jumlah pengamatan
var (b4) = varians koefisien lagged variabel (X4)
? = taksiran serial korelasi derajat pertama
4.3.8 Uji Heteroskedastisitas
Uji ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat
plotting terhadap residual dari model yaitu residuals versus the fitted values. Jika
gambar menunjukkan sebaran yang sangat acak atau tidak berpola maka tidak
terdapat heteroskedastisitas pada model.
4.3.9 Asumsi
Asumsi-asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Nilai rata -rata kesalahan pengganggu nol, yaitu E(µi) = 0 untuk i = 1,2,3,...,n.
2. Cov (µi,µj) = E (µi – E(µi)) (µj – E(µj))
= E (µI,µj) = 0 dimana i ? j
Artinya tidak terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu.
3. Var (µi|xi) = E (µi - E(µi))2
= E (µi2) = σ2
Artinya setiap kesalahan pengganggu mempunyai varians yang sama.
4. Cov (µi,xi) = E (µi – E(µi)) (xi – E(xi)) = 0
Artinya kovarian setiap kesalahan pengganggu terhadap setiap peubah bebas
nol.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Perekonomian Kedelai dan Industri Kecap di Indonesia
5.1.1 Konsumsi dan Produksi Kedelai
Selama ini dikenal bahwa kedelai termasuk ke dalam kategori “secondary
crops” atau tanaman kedua setelah padi dan hal tersebut juga mempengaruhi
perhatian pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di bidang kedelai,
terutama dalam hal kontribusi penyediaan anggaran untuk pengembangan
agribisnis kedelai. Kebutuhan akan kedelai meningkat setiap tahunnya sejalan
dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan perkembangan pabrik ternak.
Konsumsi per kapita kedelai saat ini ± 8 kg/kapita/tahun. Diperkirakan setiap
tahunnya kebutuhan akan biji kedelai adalah ± 1,8 juta ton dan bungkil kedelai
sebesar ± 1,1 juta ton.
Untuk memenuhi kebutuhan kedelai tersebut maka pemerintah telah
melaksanakan beberapa program pengembangan agribisnis kedelai. Pada periode
tahun 1984-1988 pemerintah menggalakkan pengembangan kedelai antara lain
melalui program menuju swasembada kedelai, program pengembangan kedelai di
lahan masam (pengapuran), penerapan anjuran teknologi, penggunaan pupuk bio
hayati, dan lain-lain. Tingginya perhatian pemerintah saat itu membuahkan hasil
yang cukup menggembirakan. Hal tersebut terlihat dengan berkembangnya luas
areal pertanaman kedelai di sebagian daerah.
Namun kondisi tersebut kemudian berubah dengan drastis karena pe tani
tidak lagi bergairah menanam kedelai sehingga luas areal tanam merosot dengan
juta hektar , kemudian turun dengan drastis setiap tahunnya sampai dengan tahun
2003 luas panen hanya tinggal ± 526.000 hektar (Ditjen Bina Produksi Tanaman
Pangan, 2004).
Tabel 4 Perkembangan Luas Panen Kedelai 1968-2002 Tahun Luas Panen (hektar) Kenaikan (%)
1968 676.086
Sumber : Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2004.
Kondisi kedelai saat ini cukup memprihatinkan dimana untuk memenuhi
kebutuhan akan kedelai Indonesia harus mengimpor ± 60 persen dari luar negeri.
Diperkirakan devisa Negara yang hilang dari impor kedelai tersebut mencapai ±
Rp 3 triliun per tahun (Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2004). Kondisi
yang memprihatinkan ini disebabkan oleh banyak faktor, baik dari faktor hulu,
“on farm”, maupun hilir. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Departemen
Pertanian pada tahun 2004 masalah yang ditemukan dalam melaksanakan