• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data

4.3.9. Asumsi

Asumsi-asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Nilai rata -rata kesalahan pengganggu nol, yaitu E(µi) = 0 untuk i = 1,2,3,...,n. 2. Cov (µij) = E (µi – E(µi)) (µj – E(µj))

= E (µIj) = 0 dimana i ? j

Artinya tidak terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu.

3. Var (µi|xi) = E (µi - E(µi))2 = E (µi2) = σ2

Artinya setiap kesalahan pengganggu mempunyai varians yang sama.

4. Cov (µi,xi) = E (µi – E(µi)) (xi – E(xi)) = 0

Artinya kovarian setiap kesalahan pengganggu terhadap setiap peubah bebas

nol.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Perekonomian Kedelai dan Industri Kecap di Indonesia

5.1.1 Konsumsi dan Produksi Kedelai

Selama ini dikenal bahwa kedelai termasuk ke dalam kategori “secondary

crops” atau tanaman kedua setelah padi dan hal tersebut juga mempengaruhi

perhatian pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di bidang kedelai,

terutama dalam hal kontribusi penyediaan anggaran untuk pengembangan

agribisnis kedelai. Kebutuhan akan kedelai meningkat setiap tahunnya sejalan

dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan perkembangan pabrik ternak.

Konsumsi per kapita kedelai saat ini ± 8 kg/kapita/tahun. Diperkirakan setiap

tahunnya kebutuhan akan biji kedelai adalah ± 1,8 juta ton dan bungkil kedelai

sebesar ± 1,1 juta ton.

Untuk memenuhi kebutuhan kedelai tersebut maka pemerintah telah

melaksanakan beberapa program pengembangan agribisnis kedelai. Pada periode

tahun 1984-1988 pemerintah menggalakkan pengembangan kedelai antara lain

melalui program menuju swasembada kedelai, program pengembangan kedelai di

lahan masam (pengapuran), penerapan anjuran teknologi, penggunaan pupuk bio

hayati, dan lain-lain. Tingginya perhatian pemerintah saat itu membuahkan hasil

yang cukup menggembirakan. Hal tersebut terlihat dengan berkembangnya luas

areal pertanaman kedelai di sebagian daerah.

Namun kondisi tersebut kemudian berubah dengan drastis karena pe tani

tidak lagi bergairah menanam kedelai sehingga luas areal tanam merosot dengan

juta hektar , kemudian turun dengan drastis setiap tahunnya sampai dengan tahun

2003 luas panen hanya tinggal ± 526.000 hektar (Ditjen Bina Produksi Tanaman

Pangan, 2004).

Tabel 4 Perkembangan Luas Panen Kedelai 1968-2002 Tahun Luas Panen (hektar) Kenaikan (%)

1968 676.086 1978 733.142 8,44 1988 1.177.360 60,59 1992 1.665.706 41,48 1993 1.470. 206 - 11,74 1994 1.406.918 - 4,30 1995 1.477.432 5,01 1996 1.279.286 - 13,41 1997 1.119.079 - 12,52 1998 1.094.262 - 2,22 1999 1.151.079 5,19 2000 824.484 - 28,37 2001 673.845 - 18,27 2002 544.522 - 19,19

Sumber : Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2004.

Kondisi kedelai saat ini cukup memprihatinkan dimana untuk memenuhi

kebutuhan akan kedelai Indonesia harus mengimpor ± 60 persen dari luar negeri.

Diperkirakan devisa Negara yang hilang dari impor kedelai tersebut mencapai ±

Rp 3 triliun per tahun (Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2004). Kondisi

yang memprihatinkan ini disebabkan oleh banyak faktor, baik dari faktor hulu,

on farm”, maupun hilir. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Departemen

Pertanian pada tahun 2004 masalah yang ditemukan dalam melaksanakan

1. Lemahnya modal petani yang disebabkan oleh skim kredit yang sulit

dicairkan oleh petani. Selain itu pengusaha yang bermitra dengan petani

sangat selektif dan hati-hati dalam investasi atau penyediaan modal untuk

bekerjasama dengan petani.

2. Belum tersedianya sarana produksi.

3. Gairah petani melaksanakan budidaya menurun drastis sejak tahun 1992. Hal

tersebut antara lain disebabkan karena bercocok tanam kedelai dianggap tidak

menguntungkan.

4. Produktivitas kedelai rata -rata nasional ternyata masih rendah dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian pengujian dan demonstrasi yang dilaksanakan.

Banyak hal yang menyebabkan rendahnya produktivitas, antara lain karena

belum optimalnya penerapan anjuran paket teknologi oleh petani.

5. Kemitraan belum berkembang dengan baik yang disebabkan karena adanya

kebijaksanaan impor kedelai, resiko kegagalan panen, iklim berusaha yang

belum kondusif, belum optimalnya koordinasi pelaksanaan kemitraan,

terbatasnya kemampuan petani untuk melakukan kemitraan secara sinergis,

harga kedelai lokal yang rendah pada saat panen.

6. Penggunaan benih bermutu varietas unggul kedelai masih sangat terbatas.

Sebagian besar petani masih menggunakan benih asalan atau turunan atau

tidak bersertifikat, yang antara lain menyebabkan rendahnya produktivitas

kedelai petani.

7. Keterampilan dan pengawalan petani dalam melaksanakan usaha taninya

8. Tanaman kedelai termasuk jenis tanaman yang rawan terhadap serangan

hama dan penyakit tanaman.

5.1.2 Impor Kedelai

Kebijakan impor kedelai yang digunakan pemerintah sebagai cara untuk

memenuhi kebutuhan kedelai merupakan suatu hal yang sangat menentukan

gairah petani dalam melakukan budidaya kedelai. Penyebabnya adalah karena

harga kedelai impor lebih murah daripada harga kedelai dalam negeri. Hal

tersebut antara lain disebabkan karena petani luar negeri (Amerika, Brazil,

Argentina, Cina, dan lain-lain) bisa memproduksi kedelai dengan biaya rendah

dan pada umumnya mereka mempunyai areal dalam skala luas dan menerapkan

teknologi atau mekanisasi yang moderen sedangkan petani dalam negeri hanya

melaksanakan usahatani pada lahan-lahan yang sempit (0,25 s/d 1 hektar). Hal itu

menyebabkan harga kedelai impor lebih murah sehingga petani dalam negeri

tidak bisa bersaing. Jika kedelai dijual dengan harga murah maka petani akan

mengalami kerugian (tidak menguntungkan). Kondisi ini menyebabkan banyak

petani beralih menanam komoditi lain yang lebih menguntungkan seperti jagung

(hibrida), kacang tanah, kacang hijau, dan lain-lain. Disisi lain, sejalan dengan

meningkatnya pertumbuhan penduduk serta meningkatnya penduduk yang

mengkonsumsi kedelai, kebutuhan akan kedelai meningkat dengan pesat. Impor

kedelai setiap tahunnya sudah mencapai kondisi yang memprihatinkan. Data BPS

tahun 2002 menyebutkan bahwa kebutuhan kedelai di Indonesia sebesar

dari total kebutuhan kedelai). Oleh karena itu, Indonesia harus mengimpor kedelai

dari luar ne geri sebanyak 1.136.253 ton (± 60 persen dari total kebutuhan kedelai).

Meningkatnya impor kedelai tersebut antar lain disebabkan oleh :

a. Indonesia belum menerapkan bea masuk atau tarif impor kedelai.

b. Negara eksportir memberikan kemudahan kepada importir berupa kredit

ekspor dan L/C mundur dengan grass periode yang panjang.

c. Negara produsen kedelai memberikan perlindungan kepada petani kedelai di

dalam negeri mereka berupa kebijakan-kebijakan antara lain subsidi saprodi,

subsidi harga, dan lain-lain.

Sampai saat ini Indonesia belum mempunyai tarif impor kedelai. Namun

Departemen Pertanian telah mengajukan usulan tarif impor kedelai kepada Tim

Tarif Departemen Keuangan. Diusulkan tarif impor kedelai adalah 27 persen.

Namun dalam pembahasan Departemen Pertanian dengan Departemen

Perdagangan dan Departemen keuangan kemungkingan tarif kedelai yang akan

diberlakukan secara bertahap adalah ± 10-15 persen.

Untuk mendukung penggunaan benih bermutu varietas unggul kedelai

maka dikenal adanya kedelai transgenik. Isue kedelai transgenik di Indonesia

belum pernah dibahas secara mendalam, tetapi berda sarkan informasi di beberapa

negara importir lainnya sudah melakukan perlindungan-perlindungan terhadap

pemasukan kedelai transgenik ke wilayahnya. PP No. 69 Tahun 1999 tentang

pelabelan bahan pangan organik belum efektif diberlakukan, sehingga

usaha-usaha untuk melakukan perlindungan terhadap pemasukan kedelai transgenik

kedelai transgenik ke Indonesia per lu dilaksanakan oleh instansi terkait dalam

rangka melindungi konsumen kedelai di dalam negeri.

5.1.3 Agroindustri Kedelai

Pertumbuhan permintaan kedelai cukup pesat selama beberapa tahun

terakhir, terutama karena meningkatnya konsumsi manusia, bertambahnya

permintaan kedelai untuk bahan baku berbagai industri seperti tahu, tempe, tauco

dan kecap, serta meningkatnya permintaan terhadap pakan ternak. Salah satu

produk makanan yang dihasilkan dari industri pengguna kedelai tersebut adalah

kecap. Kecap termasuk produk makanan yang mempunyai pasaran potensial di

Indonesia. Hal ini dikarenakan produk kecap termasuk produk yang sudah populer

di masyarakat Indonesia dan merupakan makanan pelengkap sehari-hari bagi para

rumah tangga. Di Indonesia industri kecap tergolong sebagai industri yang telah

ada sejak lama. Perusahaan yang terjun dalam bisnis ini sejak semula tidak hanya

terbatas pada perusahaan berskala besar saja tetapi bahkan kebanyakan merupakan

industri kecil atau yang merupakan home industry. Sementara itu, penyebaran dari

produk ini sangat luas sekali. Di Indonesia pabrik kecap terdapat hampir di semua

kota, baik di kota besar maupun kota kecil.

Produksi kecap walau mengalami perkembangan yang lamban dan

nilainya berfluktuasi dari tahun ke tahun, namun jumlahnya cukup tinggi. Sejak

tahun 1999 produksi kecap pada industri berskala besar dan sedang mengalami

peningkatan hingga tahun 2002. Pada tahun 1999 produksinya mencapai

71.524.874 kg dan pada tahun 2002 produksinya telah mencapai 169.304.870 kg

menembus pasaran internasional. Namun demikian Indonesiapun harus menerima

konsekuensinya, yaitu harus membuka pasarnya untuk produk luar dan ini terlihat

dari beredarnya produk kecap impor di pasaran Indonesia. Banyaknya ekspor dan

impor kecap yang dilakukan Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5 Perkembangan Ekspor dan Impor Kecap Indonesia Tahun 1998 - 2003

Ekspor Impor

Tahun Barang

Berat (kg) Nilai (US$) Berat (kg) Nilai (US$) Kecap Manis 606.160 198.311 20.855 8.300 Kecap Asin 1.675 476 375.100 204.456 1998 Kecap Lainnya 217.966 131.076 278.604 263.948 Kecap Manis 1.868.537 1.376.049 27.767 15.758 Kecap Asin 144.155 98.934 562.309 658.365 1999 Kecap Lainnya 1.085.218 593.036 406.435 179.269 Kecap Manis 3.514.168 2.252.224 72.615 34.175 Kecap Asin 316.165 194.721 559.886 890.712 2000 Kecap Lainnya 1.219.081 761.358 528.004 263.738 Kecap Manis 2.814.870 1.909.103 80.978 30.815 Kecap Asin 468.866 353.624 580.338 939.247 2001 Kecap Lainnya 4.327.262 1.080.913 776.855 293.542 Kecap Manis 2.767.443 1.837.567 123.187 89.201 Kecap Asin 619.844 329.714 858.083 1.276.336 2002 Kecap Lainnya 2.151.612 1.934.626 831.082 544.040 Kecap Manis 3.517.456 2.617.091 250.469 140.277 Kecap Asin 428.048 350.441 681.770 818.556 2003 Kecap Lainnya 2.226.554 1.384.803 660.778 567.962 Sumber : Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor – Impor, 1998 - 2002

Ekspor kecap Indonesia selama enam tahun terakhir ini menunjukka n

perkembangan yang berfluktuasi. Selama periode tahun 1998 hingga 2003, total

ekspor tertinggi dicapai pada tahun 2001 sebesar 7.610.998 kg dengan

kecenderungan jenis kecap yang banyak diekspor adalah kecap manis. Sementara

itu impor kecap Indonesia menunjukkan peningkatan sejak tahun 1998 hingga

2002. Total impor kecap tertinggi dicapai pada tahun 2002 sebanyak 1.812.352 kg

kemudian turun menjadi 1.593.017 kg pada tahun 2003. Berbeda dengan jenis

kecap yang diekspor, maka Indonesia lebih banyak mengimpor jenis kecap asin.

Tingkat konsumsi kecap di Indonesia jika dilihat dari pertumbuhan jumlah

industrinya menunjukkan pertumbuhan yang lamban. Faktor yang dianggap

paling utama dalam meningkatkan konsumsi kecap adalah peningkatan populasi

penduduk Indonesia dan perkembangan industri pemakai kecap, seperti industri

mie instan, restoran dan lain-lain. Di Indonesia, rumah tangga masih merupakan

konsumen kecap terbesar. Dengan jumlah rumah tangga yang besar, yang pada

tahun 1993 saja sudah mencapai 41,2 juta rumah tangga, maka kecap yang diserap

oleh sektor ini pun cukup besar sekali (CIC, 1994). Selain pasar rumah tangga,

sektor lainnya yang menyerap kecap cukup besar adalah food street vendor seperti

penjual bakso, sate dan lain-lain. Berdasarkan penelitian CIC di daerah Jabotabek,

rata-rata kecap yang dihabiskan oleh para penjual bakso keliling setiap harinya

sekitar setengah botol ukuran 625 ml. Sementara untuk para penjual sate, rata -rata

pemakaian kecapnya lebih besar dibandingkan rata-rata pemakaian oleh para

penjual bakso hanya saja populasinya lebih sedikit dibandingkan populasi penjual

bakso. Pasar lainnya yang mempunyai pemakaian kecap cukup besar adalah

kota-kota besar, cukup banyak sekali. Jenis restoran ini rata -rata mengkonsumsi kecap

sebanyak satu sampai dua botol setiap harinya. Sementara itu industri lainnya

yang juga cukup potensial untuk pemasaran kecap adalah industri mie instan

terutama mie instan goreng. Industri mie untuk sekarang ini mempunyai

perkembangan yang baik, namun demikian pemakaian kecap oleh industri ini

masih lebih kecil dibandingkan pemakaian oleh sektor-sektor tersebut di atas.

5.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kedelai Pada Industri Kecap

Dengan bantuan program komputer ekonometrik (MINITAB 3.1), data

pada Lampiran 1 diolah untuk mendapatkan bentuk penafsiran fungsi permintaan

kedelai. Pendugaan persamaan regresi faktor -faktor yang mempengaruhi

permintaan kedelai pada industri kecap di Indones ia dengan menggunakan regresi

linier berganda (multiple regression) dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan

uji ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi autokorelasi dan heteroskedastisitas,

ternyata masalah autokorelasi tidak ditemukan tetapi terdapat masalah

heteroskedastisitas. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 6, Gambar 1 dan 2,

dimana pada Gambar 1 ditunjukkan bahwa plotting terhadap residual dari model

menunjukkan sebaran yang sangat acak atau tidak berpola tetapi tidak demikian

dengan Gambar 2 yang menunjukkan bahwa terdapat masalah heteroskedastisitas

pada model. Begitu pula jika dilihat dari nilai VIF dan koefisien determinasi

dalam regresi variabel bebas xi atas sisa variabel bebas lainnya yaitu antara

variabel harga kedelai dengan produksi ke cap dan variabel dummy dengan nilai

tukar. Ditunjukkan pula bahwa terdapat beberapa variabel dengan nilai VIF > 10.

Salah satu cara untuk mengatasi heteroskedastisitas dan multikolinieritas

adalah dengan mengubah bentuk model linear ke dalam bentuk double logaritma

atau Log (Lampiran 4). Diperoleh hasil bahwa sudah tidak terdapat autokorelasi

dan heteroskedastisitas (Lampiran 6, Gambar 3 dan 4), sedangkan masalah

multikolinearitas masih ditemukan. Pengaruh multikolinieritas pada pemodelan

regresi dengan metode kuadrat terkecil menyebabkan pendugaan koefisien regresi

yang kurang baik. Masalah multikolinieritas dapat diatasi salah satunya dengan

metode regresi komponen utama tanpa mengurangi variabel bebasnya. Dengan

kata lain analisis komponen utama ini mampu mempertahankan sebagian besar

informasi yang terkandung pada data asal. Setelah dianalisa dengan metode

regresi komponen utama, hasil estimasi persamaan permintaan kedelai pada

industri ke cap di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Kedelai Pada Industri Kecap di Indonesia

Peubah Koefisien SE Koefisien T hitung

Intersep 6,65 Log QsKc (X1) 0,01043 5,64491 0,00185 Log PKc (X2) 0,03265 0,000374 87,2598* Log PK (X3) - 0,00314 0,000126 - 24,824 Log QdKt-1 (X4) 0,01572 0,21909 0,07175 Log ERt (X5) 0,01769 0,000131 135,681* Log PrshnKc (X6) 0,04688 0,000000576 81362,05071* Dummy - 0,02098 0,000000019 - 1090720,042 F hitung 7,44 R2 71,3% R2 (Adj) 61,7%

Berdasarkan Tabel 6 maka persamaan fungsi permintaan kedelai pada industri

kecap di Indonesia adalah :

Log QdK = 6,65 + 0,01043 Log QsKc + 0,03265 Log PKc - 0,00314

Log PK + 0,01572 Log QdKt-1 + 0,01769 Log ERt +

0,04688 Log PrshnKc – 0,02098 D

Nilai F hitung sebesar 7,44 dengan probability sebesar 0,008

menunjukkan bahwa peubah bebas pada persamaan tersebut yaitu produksi kecap

(X1), harga kecap (X2), harga kedelai (X3), permintaan kedelai tahun sebelumnya

(X4), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (X5), banyaknya perusahaan kecap (X6)

dan variabel dummy secara bersama-sama dapat menjelaskan permintaan kedelai

pada industri kecap pada taraf nyata (a ) 5 persen.

Berdasarkan nilai t hitung dapat diketahui bahwa harga kecap, nilai tukar

rupiah terhadap dollar AS serta banyaknya perusahaan kecap berpengaruh nyata

pada taraf 1 persen (t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 4,032). Sedangkan

produksi kecap, harga kedelai, permintaan kedelai tahun sebelumnya dan variabel

dummy tidak berpengaruh secara nyata.

Pada taraf nyata 5 persen fungsi permintaan kedelai memiliki nilai

statistik-h yang le bih kecil dari 1,96 (h = - 0,088 < 1,96), yang berarti bahwa pada

persamaan tersebut tidak terjadi masalah autokorelasi. Hal itu juga sudah

disebutkan sebelumnya dengan melihat plotting terhadap residual dari model

(Lampiran 6, Gambar 3) dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah

autokorelasi. Begitu juga dengan pelanggaran heteroskedastisitas dan

Nilai R2 sebesar 0,713 menunjukkan bahwa 71,3 persen keragaman

permintaan kedelai pada industri kecap dijelaskan oleh keragaman

variabel-variabel dalam model seme ntara sisanya yakni 28,7 persen dijelaskan oleh

variabel di luar model tersebut. Walaupun model sudah dikatakan cukup baik,

namun terdapat beberapa kondisi di luar model yang sesuai dengan kondisi

kedelai di Indonesia saat ini yang turut mempengaruhi model seperti menurunnya

produksi kedelai dalam negeri sehingga impor kedelai selalu meningkat setiap

tahunnya. Kondisi ini didukung dengan adanya ketidakstabilan ekonomi di

Indonesia, kurangnya penggunaan teknologi untuk menghasilkan benih kedelai

yang bermutu dan belum berkembangnya varietas -varietas baru yang diminati

oleh petani kedelai yang sesuai dalam penggunaannya pada industri kecap serta

mampu mensubstitusi kedelai impor.

Jika dilihat dari kesesuaian tanda masing-masing koefisien terhadap

kaida h ekonomi maka terdapat peubah yang tidak sesuai dengan hipotesis yaitu

variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Sedangkan peubah-peubah lainnya

yaitu produksi kecap, harga kecap, harga kedelai, permintaan kedelai tahun

sebelumnya, perusahaan kecap dan va riabel dummy memiliki tanda koefisien

yang sesuai dengan kaidah ekonomi. Kesesuaian dan ketidaksesuaian tanda

terhadap hipotesis ekonomi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Produksi Kecap

Data produksi kecap mengalami perubahan yang berfluktuasi setiap

tahunnya. Beberapa tahun bahkan menunjukkan adanya kenaikan dan

penurunan yang drastis. Belum diketahui secara pasti penyebab adanya

berfluktuasi itulah yang menyebabkan hasil pe nelitian ini kurang baik.

Analisis faktor -faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai menunjukkan

bahwa variabel produksi kecap tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap

permintaan kedelai pada industri kecap. Hal ini diduga disebabkan karena

adanya penambahan komposisi bahan selain kedelai dalam proses

pembuatan kecap seperti air. Jika komposisi air dalam proses produksi kecap

meningkat dari sebelumnya atau lebih banyak dari komposisi kedelai

seharusnya tanpa ada peningkatan penggunaan kedelai sebagai baha n baku

utamanya maka produksi kecap akan terus berlangsung. Dengan kondisi

seperti ini maka kemungkinan besar kualitas kecap yang dihasilkan akan

menurun atau encer sedangkan kuantitas produksinya meningkat.

2. Harga Kedelai

Variabel harga ke delai tidak berpengaruh secara nyata terhadap permintaan

kedelai pada industri kecap. Hal itu diduga disebabkan karena keberadaan

kedelai sebagai bahan pendukung utama dalam memproduksi kecap

sehingga kendati harga kedelai naik, permintaannya tidak begitu

berpengaruh karena perusahaan kecap tidak mungkin berproduksi tanpa

adanya kedelai. Selain itu perusahaan kecap temasuk dalam kelompok

industri berskala besar dan sedang sehingga besarnya biaya produksi karena

peningkatan harga kedelai relatif tidak mempengaruhi banyaknya kedelai

yang diminta oleh para pelaku industri kecap.

3. Harga Kecap

Analisis faktor -faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai menunjukkan

Peubah ini berpengaruh positif pada permintaa n kedelai. Hal itu sesuai

dengan teori ekonomi dimana jika harga output meningkat maka produsen

juga meningkatkan jumlah produksinya, untuk memenuhi peningkatan

jumlah produksi tersebut maka ketersediaan bahan baku kedelai juga harus

dipenuhi. Koefisien re gresi variabel harga kecap (PKc) memiliki elastisitas

sebesar 0,043919. Hal itu menunjukkan bahwa setiap kenaikan atau

penurunan harga kecap 1 persen akan diikuti oleh kenaikan atau penurunan

permintaan kedelai sebesar 0,043919 persen dalam arah yang sama.

4. Permintaan Kedelai Tahun Sebelumnya

Analisis faktor -faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai menunjukkan

bahwa variabel lag tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan

kedelai pada industri kecap. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumsi

kedelai pada tahun sebelumnya tidak berpengaruh dalam menentukan

banyaknya kedelai yang dibutuhkan oleh industri kecap pada tahun-tahun

berikutnya. Adanya perubahan kondisi ekonomi negara dan kondisi

keuangan dari para produsen industri kecap setiap tahun diduga turut

mempengaruhi perkembangan permintaan kedelai pada industri kecap.

5. Nilai Tukar Rupiah

Analisis faktor -faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai menunjukkan

bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh nyata pada taraf signifikansi 1 persen.

Tanda koefisie n yang positif menunjukkan bahwa peningkatan nilai tukar

rupiah atau melemahnya rupiah terhadap dolar AS menyebabkan permintaan

kedelai juga meningkat. Hubungan ini tidak sesuai dengan teori ekonomi

peningkatan volume impor karena harga yang diterima oleh importir dalam

dolar nilainya akan menjadi lebih besar setelah ditukar ke rupiah.

Pengurangan volume impor kedelai ini berarti jumlah kedelai yang

dikonsumsi industri kecap juga berkurang, de ngan asumsi penggunaan

kedelai domestik tetap. Hingga saat ini belum ada alasan yang tepat yang

dapat menjelaskan hubungan positif antara nilai tukar rupiah terhadap dollar

AS dengan permintaan kedelai pada industri kecap. Cahyono (2001)

mengatakan bahwa pertimbangan politik dan stabilitas seringkali

mengalahkan pertimbangan ekonomi sehingga walaupun nilai tukar rupiah

tinggi impornya tetap meningkat. Hal itu menunjukkan bahwa peningkatan

impor tersebut bukan dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah melainkan

dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan politik dan stabilitas.

Ketidaksesuaian hasil penelitian dengan teori ekonomi kemungkinan

disebabkan karena data pengamatan yang terbatas sehingga tidak cukup

menggambarkan adanya perubahan kondisi yang berkaitan dengan

permintaan kedelai pada industri kecap.

6. Perusahaan Kecap

Variabel perusahaan kecap nyata mempengaruhi permintaan kedelai pada

industri kecap pada taraf nyata 1 persen. Nilai parameter dugaan yang positif

menunjukkan bahwa semakin banyak perusahaan kecap menyebabkan

permintaan kedelai meningkat mengingat kedelai merupakan bahan baku

utama dalam memproduksi kecap. Koefisien regresi variabel perusahaan

kecap memiliki elastisitas sebesar 0,038981. Hal itu menunjukkan bahwa

menyebabkan peningkatan permintaan kedelai pada industri kecap sebesar

0,038981 persen.

7. Dummy

Variabel dummy menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap

permintaan kedelai pada industri kecap. Hal itu berarti bahwa ada tidaknya

krisis ekonomi tidak berpengaruh dalam perubahan konsumsi kedelai pada

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Kebutuhan kedelai yang terus meningkat setiap tahunnya akibat pertumbuhan

penduduk dan banyaknya industri pengguna kedelai berakibat pada

peningkatan impor kedelai yang berkelanjutan. Khususnya pada industri

kecap, penggunaan kedelai juga meningkat seiring dengan besarnya produksi

kecap mengingat produk kecap juga diekspor dalam jumlah yang besar selain

dikonsumsi oleh rumah tangga.

2. Dari hasil analisis permintaan kedelai pada industri kecap di Indonesia

menunjukkan bahwa variabel-variabel produksi kecap, harga kecap, harga

kedelai, permintaan kedelai tahun sebelumnya, nilai tukar rupiah, banyaknya

perusahaan kecap dan variabel dummy secara bersama-sama berpengaruh

nyata pada taraf signifikansi 5 persen.

3. Dilihat dari pengaruh masing-masing variabel bebas dapat disimpulkan

bahwa variabel-variabel yang berpengaruh secara positif terhadap perminta an

kedelai pada industri kecap (pada tingkat kepercayaan 1 persen) adalah harga

kecap, nilai tukar rupiah dan banyaknya perusahaan kecap.

6.2 Saran

1. Mengurangi tingkat pajak agar mendorong investor membuka usaha industri

kecap dan memberi kemudahan prosedur dalam mendirikan perusahaan

kecap yang dapat menghasilkan produk yang berkualitas untuk merangsang

Dokumen terkait