• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak kebijakan pemerintah dan perubahan faktor lain terhadap permintaan dan penawaran beras di Indonesia: analisis simulasi kebijakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak kebijakan pemerintah dan perubahan faktor lain terhadap permintaan dan penawaran beras di Indonesia: analisis simulasi kebijakan"

Copied!
217
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERUBAHAN

FAKTOR LAIN TERHADAP PERMINTAAN DAN

PENAWARAN BERAS DI INDONESIA:

ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

LYZA WIDYA RUATININGRUM

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

LYZA WIDYA RUATININGRUM, Dampak Kebijakan Pemerintah dan

Perubahan Faktor Lain terhadap Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia: Analisis Simulasi Kebijakan. Dibimbing Oleh NOVINDRA.

Saat ini sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan utama. Seiring dengan tingkat pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat dan semakin meluasnya daerah yang mulai beralih mengkonsumsi beras, maka pemerintah harus mampu menyediakan stok beras sesuai dengan kebutuhan. Salah satu upaya pemenuhan kebutuhan beras domestik dapat dilakukan melalui peningkatan produksi beras.

Kebutuhan beras nasional saat ini terus meningkat sedangkan produksi domestik tidak mencukupi, harga beras internasional yang relatif rendah mengakibatkan tingginya peluang beras impor masuk ke Indonesia. Ketergantungan terhadap beras impor merupakan cerminan dari rawannya ketahanan pangan yang dapat mengganggu ketahanan nasional. Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia dan merumuskan alternatif kebijakan pemerintah dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan permintaan dan penawaran beras di Indonesia.

Pengumpulan data dilakukan selama tiga bulan, yaitu dari awal bulan Februari sampai dengan April 2010. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan rentang waktu (time series) dari tahun 1971 sampai dengan tahun 2008. Metode analisis data dilakukan secara kualitatif (deskriptif) dan analisis kuantitatif (model ekonometrika).

Model ekonometrika dalam penelitian ini terdiri dari 7 persamaan struktural dan 3 persamaan identitas. Persamaan struktural, yaitu luas areal panen padi (AREA), produktivitas padi (PRDV), harga riil gabah tingkat petani (HGTPR), jumlah impor beras (IMPR), permintaan beras (QDBR), harga riil beras Indonesia (HBINR), dan harga riil beras impor Indonesia (HIMPR). Sedangkan persamaan identitas, yaitu produksi padi (PRDP), produksi beras (PRDB), dan penawaran beras (QSBR). Metode estimasi terhadap persamaan dalam model yang digunakan adalah Two Stage Least Squares (2 SLS) yang diolah menggunakan software Statistical Analysis System (SAS) 9.1.

Skenario simulasi model yang diterapkan dalam penelitian ini ada tujuh. Diantaranya, harga riil gabah tingkat petani naik 9 persen, harga riil pembelian pemerintah naik 8 persen, harga riil pupuk urea naik 4 persen, luas areal panen padi turun 1 persen, jumlah penduduk naik 0.04 persen, curah hujan naik 10 persen, dan tarif impor beras turun 0.8 persen.

(3)

(1) permintaan beras secara nyata dipengaruhi oleh harga riil beras Indonesia, jumlah penduduk, dan permintaan beras tahun sebelumnya, (2) penawaran beras dipengaruhi oleh produksi beras, jumlah impor beras, stok beras, dan stok beras tahun sebelumnya, (3) harga riil gabah tingkat petani secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah, produksi padi, dan harga riil gabah tingkat petani tahun sebelumnya, dan (4) harga riil beras Indonesia secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah.

Beberapa alternatif kebijakan pemerintah yang disarankan terkait penelitian ini, yaitu pemerintah sebaiknya tetap menerapkan kebijakan subsidi pupuk, meningkatkan harga pembelian terhadap gabah dan beras, mendorong peningkatan produksi beras (sehingga penawaran beras juga meningkat) melalui pengembangan program intensifikasi. Kebijakan pemerintah lainnya yang disarankan, yaitu menggalakkan program Keluarga Berencana (KB), menyimpan kelebihan produksi beras agar petani tidak merugi ketika produksi beras meningkat yang umum terjadi saat musim panen tiba, dan menggalakkan kembali program diversifikasi konsumsi pangan (substitusi beras) sebagai upaya memenuhi kebutuhan pangan melalui pola pangan harapan.

(4)

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERUBAHAN

FAKTOR LAIN TERHADAP PERMINTAAN DAN

PENAWARAN BERAS DI INDONESIA:

ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

LYZA WIDYA RUATININGRUM H44053027

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Judul Skripsi : Dampak Kebijakan Pemerintah dan Perubahan Faktor Lain terhadap Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia: Analisis Simulasi Kebijakan

Nama : Lyza Widya Ruatiningrum NRP : H44053027

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Novindra, SP

NIP. 19811102 200701 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

(7)

RIWAYAT HIDUP

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehigga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penelitian yang berjudul “Dampak Kebijakan Pemerintah dan Perubahan Faktor Lain terhadap Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia:

Analisis Simulasi Kebijakan” ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Novindra, SP selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya selama ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberi manfaat bagi pembangunan pertanian pada umumnya serta pemerintah Indonesia khususnya, dalam rangka pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan. Kritik dan saran sangat diharapkan penulis agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis untuk berperan serta dalam pembangunan pertanian di Indonesia.

Bogor, Maret 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini, antara lain kepada:

1. Allah SWT, karena dengan rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Orang tua tercinta, Ayahanda Suyoto dan Ibunda Tri Budi Utami atas segala doa, nasihat, dan dukungan baik moral maupun spiritual yang telah diberikan selama ini.

3. Bapak Novindra, SP, selaku dosen pembimbing skripsi atas semua masukan, transfer ilmu, bimbingan, dan arahan yang sangat berharga bagi penulis selama penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP, selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji utama atas segala bimbingan dan masukannya sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam proses perkuliahan.

5. Ibu Pini Wijayanti, SP, M.Si, selaku dosen penguji wakil departemen atas segala kritikan dan masukannya yang membangun sehingga penulis mendapat tambahan pengetahuan baru serta dapat mengetahui kelemahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi.

6. Kakak dan adik tercinta (Lusi Prafitri Yuniarti, M. Badarudin Hadinata, D.

Syawaludin Ra’is, dan M. Syarifudin S. Hidayat) atas segenap daya dan upaya

(10)

7. Bapak Hari Agung A., Ibu Ade Irma Rufaidah, Mba Eliyawati, Mba Tika, Mba Luki, Dinar, Lisma, Titin, Najmi, dan Ncun yang telah menemani, memberikan semangat, dan motivasi.

8. Teman-teman satu atap (Wisma Vamdi): Mba Mila, Mba Yofi, Teh Pipit, Jatil, Vida, Winda, Phyto, Adian, Mega, Intan dan Ira.

9. Teman-teman seperjuangan: Intan, Pipit, dan Ira yang telah bersama-sama mengikuti bimbingan.

10.Sahabat-sahabat di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL) 42 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Atas segala persahabatan, kenangan, perjuangan, dan asa untuk mencapai tujuan.

11.Sahabat-sahabat Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 12.Sahabat-sahabat Kuliah Kerja Profesi (KKP) IPB 2008 Desa Leuwiliang,

teman bermain dan belajar dalam masyarakat.

13.Tak lupa rasa terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh keluarga besar ESL serta kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi besar selama pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Bogor, Maret 2011

(11)

DAFTAR ISI

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia ... 10

2.1.1. Produksi ... 10

2.1.2. Konsumsi ... 11

2.1.3. Stok, Pengadaan, dan Penyaluran Beras ... 12

2.2. Kebijakan Pemerintah dalam Perberasan ... 14

(12)

4.6. Estimasi Model ... 37

5.3. Dampak Simulasi Kebijakan Pemerintah dan Perubahan Faktor Lain terhadap Pendapatan Petani Padi di Indonesia ... 63

5.3.1 Validasi Model ... 64

5.3.2. Simulasi Historis ... 64

5.3.2.1. Kenaikan Harga Riil Gabah Tingkat Petani Sebesar 9 Persen ... 65

5.3.2.2. Kenaikan Harga Riil Pembelian Pemerintah Sebesar 8 Persen ... 66

5.3.2.3. Kenaikan Harga Riil Pupuk Urea Sebesar 4 Persen ... 66

5.3.2.4. Penurunan Luas Areal Panen Padi Sebesar 1 Persen ... 67

5.3.2.5. K e n a ik a n Ju m la h P e n d u d u k Sebesar 0.04 Persen ... 68

5.3.2.6. Kenaikan Curah Hujan Sebesar 10 Persen ... 68

5.3.2.7. Penurunan Tarif Impor Beras Sebesar 0.8 Persen ... 69

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Energi, Protein, dan Lemak dari Berbagai

Bahan Makanan (per 100 gram) Tahun 2008 ... 2 2. Produksi Padi dan Tanaman Pangan Utama Lain (000 ton)

di Indonesia Tahun 2002-2008 ... 3 3. Ketersediaan dan Konsumsi Beras (ton) di Indonesia

Tahun 2005-2008 ... 4 4. Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di

Indonesia Tahun 2004-2008 ... 10 5. Konsumsi Rata-rata Per Kapita Seminggu Beberapa

Macam Bahan Makanan Penting Indonesia (rupiah)

Tahun 2005, 2007, 2008 ... 11 6. Pengadaan dan Penyaluran Beras (juta ton) di Indonesia

Tahun 2005-2008 ... 13 7. H a s i l I d e nt i f ik a s i Mo d e l d a r i Ma s in g - M a s in g

P e r sa ma a n ... 46 8. Hasil Validasi Model Perberasan di Indonesia Tahun

1971-2008 ... 64 9. Hasil Simulasi Model Perberasan di Indonesia Tahun

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Nama Variabel yang Digunakan dalam Model Permintaan

dan Penawaran Beras di Indonesia ... 78

2. Data Time Series yang Digunakan dalam Penelitian ... 79

3. Hasil Estimasi Persamaan LuasAreal Panen Padi ... 83

4. Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Padi ... 84

5. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Gabah Tingkat Petani ... 85

6. Hasil Estimasi Persamaan Jumlah Impor Beras ... 86

7. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Beras ... 87

8. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Indonesia .... 88

9. Hasil Est imasi Persamaa n Harga Riil Beras Impor Indonesia ... 89

10. Hasil Validasi Model ... 90

11. Hasil Simulasi Model ... 93

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan pemantapan ketahanan pangan menjadi isu sentral dalam pembangunan serta merupakan fokus utama dalam pembangunan pertanian. Peningkatan kebutuhan pangan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kesempatan kerja bagi penduduk guna memperoleh pendapatan yang layak agar akses terhadap pangan merupakan dua komponen utama dalam perwujudan ketahanan pangan. Kebijakan pemantapan ketahanan pangan dalam hal ini termasuk di dalamnya adalah terwujudnya stabilitas pangan nasional (Suryana, 2005).

Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Pasal 1 Ayat 17 menyatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Undang-undang ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut FAO dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992, yaitu akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat.

(17)

menjamin tersedianya pangan dan nutrisi dalam jumlah dan mutu yang dibutuhkan, pada tingkat harga yang terjangkau dengan memperhatikan peningkatan pendapatan. Amanat yang terdapat dalam GBHN tersebut, mengandung tiga pokok yang harus diperhatikan dalam mengembangkan sistem ketahanan pangan, yaitu:

1. Sistem ketahanan pangan harus dimulai pada tingkat lokal dengan memanfaatkan atau mengusahakan variasi bahan pangan yang ada di tingkat lokal.

2. Perencanaan pangan harus dibangun pada satuan rumah tangga atau keluarga, dimana ketahanan pangan nasional hanya akan mantap apabila kondisi ketahanan pangan masing-masing rumah tangga atau keluarga juga mantap. 3. Pentingnya efisiensi produksi dalam menghasilkan bahan pangan lokal agar

memiliki daya saing dan harganya terjangkau oleh para konsumen tetapi tetap menguntungkan bagi produsen atau petani.

Tabel 1. Komposisi Energi, Protein, dan Lemak dari Berbagai Bahan Makanan (per 100 gram) Tahun 2008

No. Jenis Bahan Makanan Energi (Kkal) Protein (gram) Lemak (gram)

1. Beras 360 6.8 0.7

2. Jagung 355 9.2 3.9

3. Ubi Jalar 123 1.8 0.7

4. Ubi Kayu 146 1.2 0.3

Sumber: Kementerian Pertanian, 2008

(18)

Tabel 2. Produksi Padi dan Tanaman Pangan Utama Lain (000 ton) di Indonesia Tahun 2002-2008

No. Tanaman 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1. Padi 51,490 52,138 54,088 54,151 54,455 57,157 60,326 2. Jagung 9,585 10,886 11,225 12,524 11,609 13,288 16,317 3. Ubi Kayu 17,055 18,524 19,425 19,321 19,987 19,988 21,758 4. Ubi Jalar 1,749 1,991 1,902 1,857 1,854 1,887 1,881

5. K. Tanah 718 786 837 836 838 789 770

6. Kedelai 673 672 723 808 748 593 775

Sumber: Kementerian Pertanian, 2008

Selama tujuh tahun terakhir, produksi padi dari tahun ke tahun masih mendominasi dibandingkan produksi pangan lainnya seperti yang terlihat pada Tabel 2. Hanya produksi jagung yang cenderung meningkat akibat kenaikan permintaan industri pakan bukan oleh peningkatan konsumsi langsung. Sementara komoditi lain seperti ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kedelai hanya dimanfaatkan sebagai bahan makanan sampingan sehari-hari dan sebagai bahan baku industri pangan. Tingginya konsumsi beras dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya rasa beras yang lebih enak dan mudah diolah dibandingkan dengan bahan pangan lain, kandungan gizi beras, konsep makan (merasa belum makan jika belum mengkonsumsi nasi), rendahnya pengembangan teknologi pengolahan dan promosi atau sosialisasi pangan non beras serta pendapatan masyarakat yang masih rendah (Ashari dan Ariani, 2003).

1.2. Perumusan Masalah

(19)

signifikan. Kondisi seperti ini menuntut perlunya peningkatan produksi beras domestik. Data ketersediaan dan konsumsi beras dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Ketersediaan dan Konsumsi Beras (ton) di Indonesia Tahun 2005-2008

No. Uraian 2005 2006 2007 2008

1. Produksi Padi (GKG) 54,151,097 54,454,937 57,157,435 60,279,897 2. Ketersediaan Beras 30,668,730 30,840,811 32,371,384 34,139,805 3. Konsumsi 30,592,434 30,995,189 31,398,084 31,799,017 4. Impor Beras 189.62 438.11 1,406.85 289.69 5. Stok Akhir 2,035,324 2,318,835 4,586,114 6,926,902 Sumber: BPS, 2009

Menurut Hessie (2009), ada sejumlah kendala yang menjadi tantangan peningkatan produksi beras di Indonesia. Pertama, jumlah pupuk bersubsidi yang tersedia belum dapat memenuhi kebutuhan yang diusulkan daerah. Kedua, masih ada penyimpangan penyaluran pupuk bersubsidi di luar peruntukannya. Ketiga, pabrik pupuk masih beroperasi di bawah kapasitas terpasang, karena keterbatasan pasokan bahan baku gas maupun non gas. Keempat, belum optimalnya pelaksanaan pengawasan di daerah.

(20)

Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi terhadap Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing WTO membawa konsekuensi baik eksternal maupun internal. Konsekuensi eksternal, Indonesia harus mematuhi seluruh hasil kepakatan dalam forum WTO. Konsekuensi internal Indonesia harus melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dengan ketentuan hasil kesepakatan WTO, artinya dalam melakukan hormonisasi, Indonesia harus tetap memikirkan kepentingan nasional namun tidak melanggar rambu-rambu ketentuan WTO. Keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian perdagangan internasional baik pada tataran global (GATT-WTO) maupun regional (Asean Free Trade Area, Asia-Pacific Economic Cooperation, dan China-Asean Free Trade Area) diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi terutama sektor usaha industri kecil dan menengah baik secara nasional maupun internasional, sehingga peranan industri kecil dan menengah merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian nasional.

(21)

Economic Cooperation (APEC) yang akan berlaku untuk negara berkembang pada tahun 2020.

Kebutuhan beras nasional saat ini terus meningkat sedangkan produksi domestik tidak mencukupi, harga beras internasional yang relatif rendah mengakibatkan tingginya peluang beras impor masuk ke Indonesia. Permasalahan yang dikhawatirkan terjadi, yaitu jika pada akhirnya tarif impor beras akan menuju nol. Jika petani sudah bisa menghasilkan produksi gabah yang banyak dan berkualitas, minimal kualitas beras yang dihasilkan sama dengan beras impor, maka tidak perlu lagi ada proteksi sesuai peraturan dalam perdagangan bebas. Akan tetapi, petani Indonesia tidak semuanya siap sehingga akan semakin memperlancar masuknya beras impor ke Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia harus segera mempersiapkan diri untuk menghadapi perdagangan bebas tersebut, antara lain dengan swasembada beras sehingga mampu memenuhi kebutuhan domestik secara mandiri dan mengurangi jumlah impor.

(22)

lainnya sebesar 77,556 hektar per tahun. Adapun alih fungsi lahan kering pertanian ke non pertanian sebesar 9,152 hektar per tahun (BPS, 2004).

Konversi lahan sawah tidak hanya berkurangnya luas lahan untuk memproduksi padi maupun komoditi lainnya, tetapi juga merupakan salah satu bentuk degradasi agroekosistem, degradasi tradisi dan budaya pertanian, dan penyusutan rata-rata luas garapan petani pada umumnya. Dalam beberapa kasus, konversi lahan sawah cenderung progresif sehingga semakin besar lahan sawah yang terkonversi maka semakin besar pula lahan-lahan sawah di sekitarnya yang terkonversi pada waktu-waktu berikutnya (Sumaryanto dan Sudaryanto, 2005).

Setelah tahun 1987, Indonesia sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan beras bagi masyarakatnya, sehingga sampai saat ini mengandalkan impor dari negara lain seperti Vietnam, Thailand, India, dan Amerika. Ketergantungan terhadap beras impor merupakan cerminan dari rawannya ketahanan pangan yang dapat mengganggu ketahanan nasional. Pada kondisi tertentu, ketiadaan stok beras dapat memicu terjadinya gejolak sosial yang dapat meresahkan masyarakat dan akhirnya bisa mengganggu stabilitas nasional (Solahuddin, 2009).

Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia?

(23)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis dampak kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dan perubahan faktor lain terhadap pendapatan petani padi di Indonesia. Secara spesifik tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia.

2. Merumuskan alternatif kebijakan dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan permintaan dan penawaran beras di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut:

1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Bagi akademisi diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam mengkaji dampak perubahan kebijakan pemerintah dan faktor lainnya terhadap pendapatan petani padi di Indonesia.

(24)

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini mulai tahun 1971 sampai tahun 2008 dan supaya tujuan dari penelitian tercapai, maka dibangun suatu model yang menggambarkan fenomena ekonomi dengan keterbatasan sebagai berikut:

1. Permintaan beras tidak dilakukan pemisahan berdasarkan jenis beras pada permintaan beras sedangkan penawaran beras merupakan agregat nasional. 2. Kebijakan pemerintah dan faktor lain difokuskan pada kebijakan harga riil

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia

Kondisi permintaan dan penawaran beras di Indonesia dapat diidentifikasi berdasarkan perkembangan yang berkaitan dengan produksi, konsumsi, dan stok beras. Perkembangan dari hal-hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

2.1.1. Produksi

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkan swasembada beras secara nasional pada tahun 2008, yaitu dengan peningkatan produksi beras. Besarnya produksi beras diperoleh dari hasil perkalian antara produksi padi dengan faktor konversi atau tingkat rendemen pengolahan padi menjadi beras seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebesar 0.63. Sementara, besarnya produksi padi ditentukan oleh luas areal panen dan tingkat produktivitas padi (Nainggolan dan Suprapto, 1987). Luas areal panen, produktivitas, dan produksi padi di Indonesia disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Tahun 2004-2008

No. Tahun Luas Areal Panen (Ha) Produktivitas (ton/Ha) Produksi (ton)

1. 2004 11,922.97 4.54 54,088.47

2. 2005 11,839.06 4.57 54,151.10

3. 2006 11,786.43 4.62 54,454.95

4. 2007 12,147.64 4.71 57,157.44

5. 2008 12,327.43 4.89 60,325.93

Sumber: BPS, 2009

(26)

pemakaian air irigasi yang efektif dan efisien, penggunaan bibit unggul, dan pemakaian pupuk yang tepat guna dan tepat sasaran (Girsang, 2009).

Ketersediaan lahan persawahan memiliki peran yang sangat penting terhadap dinamika produksi padi. Peningkatan luas panen padi dapat ditempuh melalui pembangunan jaringan irigasi yang memungkinkan peningkatan intensitas tanam padi per tahun dan peningkatan luas sawah melalui pencetakan sawah baru. Namun demikian, keterbatasan sumberdaya lahan dan anggaran pembangunan menyebabkan kedua upaya tersebut semakin sulit diwujudkan (Irawan, 2005).

2.1.2. Konsumsi

Saat ini beras mendominasi pola konsumsi pangan penduduk Indonesia. Beras menjadi bahan makanan yang lebih superior daripada bahan makanan lainnya seperti jagung, ketela, ikan, dan lainnya. Data konsumsi rata-rata per kapita seminggu beberapa macam bahan makanan penting Indonesia disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Konsumsi Rata-rata Per Kapita Seminggu Beberapa Macam Bahan Makanan Penting Indonesia (rupiah) Tahun 2005, 2007, 2008

No. Jenis Makanan Satuan 2005 2007 2008

1) Ikan segar meliputi ikan darat, laut, dan udang

(27)

2.1.3. Stok, Pengadaan, dan Penyaluran Beras

Campur tangan pemerintah dalam ekonomi perberasan antara lain dilakukan melalui lembaga pangan yang bertugas melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang perberasan baik yang menyangkut aspek pra produksi, proses produksi, dan pasca produksi. Salah satu lembaga pangan yang mendapat tugas dari pemerintah untuk menangani masalah pascaproduksi beras khususnya dalam bidang harga, pemasaran, dan distribusi adalah Badan Urusan Logistik (Bulog) (Saifullah, 2001). Sesuai dengan perkembangan kondisi perberasan di Indonesia, tugas pokok Bulog dibatasi hanya pada komoditi beras. Hal ini telah termaktubdalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 29 Tahun 2000.

Sejak 1 Januari 2003, dengan mengacu pada Keppres No. 103 Tahun 2001 yang kemudian direvisi lagi dengan Keppres No. 110 Tahun 2001 serta Keppres No. 3 Tahun 2002, Bulog yang pada awalnya berbentuk Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) berubah menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk Perusahaan Umum (Perum). Dengan berbentuk Perum, tugas Bulog sama dengan BUMN lainnya, yaitu berusaha mencari keuntungan dalam segala kegiatannya. Meskipun demikian Bulog diharapkan tetap menjalankan misi sosialnya sebagai Public Service Obligation (PSO) dalam menyalurkan beras untuk keluarga miskin (Raskin) dan menjaga stabilisasi harga beras petani.

(28)

nasional dan dikelola oleh Perum Bulog dengan arah penggunaan untuk penanggulangan keadaan darurat, kerawanan pangan pasca bencana, pengendalian gejolak harga beras, dan untuk memenuhi kesepakatan Cadangan Beras Darurat ASEAN (ASEAN Emergency Rice Reserve). Kedua, gejolak harga beras adalah kenaikan harga beras di tingkat konsumen mencapai lebih dari 25 persen dari harga normal dan berlangsung selama seminggu. Ketiga, harga normal adalah harga rata-rata beras kualitas medium di tingkat konsumen yang telah berlangsung selama tiga bulan sebelum terjadinya gejolak harga beras. Keempat, beras kualitas medium adalah beras dengan kualitas yang setara dengan CBP.

Pengadaan beras nasional yang dibeli oleh pemerintah dari petani disimpan dan disalurkan pada gudang-gudang Bulog. Pemerintah mewajibkan Bulog untuk menjaga stok yang aman sepanjang tahun sebesar satu sampai satu setengah juta ton beras. Jika jumlah ini berkurang, maka kewajiban Bulog untuk segera mengisinya kembali baik melalui pengadaan beras dalam negeri maupun melalui impor. Untuk mengetahui perkembangan pengadaan dan penyaluran beras oleh Bulog dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengadaan dan Penyaluran Beras (juta ton) di Indonesia Tahun 2005-2008

No. Deskripsi 2005 2006 2007 2008

1. Pengadaan Beras 1.53 1.43 1.77 3.20

2. Penyaluran Beras 2.23 1.62 1.52 2.67

Sumber: Bulog, 2008

(29)

2.2. Kebijakan Pemerintah dalam Perberasan

Kebijakan adalah suatu peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan (Firdaus et al., 2008). Kebijakan berguna sebagai alat pemerintah untuk campur tangan dalam mempengaruhi perubahan secara sektoral dalam masyarakat. Begitu pula, termasuk di dalamnya kebijakan pada sektor pertanian. Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2005 kebijakan perberasan di Indonesia terbagi menjadi kebijakan harga, kebijakan produksi, kebijakan distribusi, dan kebijakan impor.

Kebijakan pemerintah yang paling menonjol pada pemasaran beras di Indonesia yang dimulai sejak tahun 1968-1969 adalah kebijakan harga, stabilitas harga dalam negeri, dan perdagangan (Darwanto, 2005). Sebagai instrumen kebijakan harga adalah penetapan harga dasar dengan tujuan meningkatkan produksi beras dan pendapatan petani melalui pemberian jaminan harga yang wajar dan penetapan batasan harga eceran tertinggi dengan tujuan memberikan perlindungan kepada konsumen. Agar pelaksanaan kebijakan berjalan efektif, pemerintah menunjang dengan sistem pengelolaan stok beras nasional melalui Perum Bulog di tingkat nasional dan Depot Logistik (Dolog) untuk tingkat propinsi.

(30)

berlaku di gudang Bulog, bukan di tingkat petani sebagaimana kebijakan HDG. Apabila perubahan secara drastis mungkin akan membuat gejolak, maka diperlukan kebijakan transisi dalam bentuk kebijakan HPP. Melalui kebijakan ini pemerintah melakukan pembelian (pada waktu panen raya) dengan jumlah yang ditentukan pada tingkat harga pasar.

Kebijakan ini akan menambah permintaan sehingga pada tingkat harga pasar, petani telah memperoleh keuntungan yang memadai. Selain kebijakan di atas, beberapa kebijakan beras nasional lainnya adalah kebijakan produksi yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan beras domestik melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, kebijakan impor yang bertujuan untuk menekan dan mengurangi tingkat ketergantungan impor beras Indonesia yang diimplementasikan melalui dua instrumen pokok, yaitu hambatan tarif dan non tarif (kuota tarif), dan kebijakan distribusi yang diperlukan untuk menjaga ketahanan pangan setiap daerah. Pada tahun 2000 pemerintah mengeluarkan kebijakan protektif dengan menetapkan tarif impor spesifik sebesar Rp 430 per kilogram. Kemudian nilai tarif tersebut dikoreksi kembali pada akhir tahun 2004 menjadi sebesar Rp 450 per kilogram yang bertujuan untuk menekan laju impor beras dari pasar dunia serta untuk pengamanan HPP.

(31)

(IP Beras) dan importir yang telah mendapat penunjukan sebagai importir Terdaftar Beras (IT Beras), (2) impor beras dilarang dalam masa satu bulan sebelum panen raya, selama panen raya, dan dua bulan setelah panen raya (ditetapkan oleh Menteri Pertanian), yang berarti impor beras hanya boleh dilakukan diluar masa-masa yang telah ditetapkan tersebut, (3) pelaksanaan importasi beras oleh IT Beras hanya dapat dibongkar di pelabuhan tujuan sesuai dengan persetujuan impor yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, dan (4) beras yang diimpor oleh IP Beras hanya boleh digunakan sebagai bahan baku untuk proses produksi industri yang dimilikinya dan dilarang diperjualbelikan atau dipindahtangankan. Kombinasi kedua kebijakan defensif tersebut diharapkan dapat meredam laju impor dan mampu mengangkat harga beras di pasar domestik dan harga gabah petani (Hadi dan Wiryono, 2005).

2.3. Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu

(32)

dari luas areal panen dan produktivitas padi adalah resiko harga riil gabah di tingkat petani dengan upah riil buruh tani, jumlah penggunaan pupuk urea, luas areal intensifikasi, dan tren waktu. Sementara faktor yang mempengaruhi konsumsi beras adalah harga beras dan populasi.

Sunani (2009) menyimpulkan bahwa pada persamaan luas areal panen, variabel harga gabah di tingkat petani, luas areal irigasi, dan curah hujan daerah setempat berpengaruh positif sedangkan harga pupuk urea dan harga jagung sebagai komoditi kompetitif tanaman padi dalam penggunaan lahan berpengaruh negatif, sehingga harga riil jagung atau semua variabel berpengaruh nyata secara statistik. Pada persamaan produktivitas padi, variabel harga gabah di tingkat petani, luas areal panen, jumlah penggunaan pupuk urea, dan tren berpengaruh positif, sedangkan upah tenaga kerja berpengaruh negatif. Selain itu, harga riil gabah di tingkat petani, semua variabel berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi.

Pada persamaan konsumsi beras, variabel jumlah penduduk, PDRB, dan harga jagung sebagai komoditi substitusi berpengaruh positif sedangkan harga eceran beras berpengaruh negatif. Hanya jumlah penduduk yang berpengaruh nyata sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi beras. Pada persamaan harga eceran beras, variabel jumlah konsumsi beras, dan harga eceran beras t-1 berpengaruh positif sedangkan jumlah produksi beras berpengaruh negatif. Hanya variabel harga eceran beras t-1 yang berpengaruh nyata.

(33)

Peningkatan Produksi Padi (P4) seperti pengelolaan Bimbingan Massal (Bimas) tahun 1965, Intensifikasi Khusus (Insus) tahun 1798, dan Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN) tahun 2007. Pelaksanaan program melalui dua paket teknologi, yaitu bantuan alat dan bahan serta pendekatan sosial. Kebijakan impor dilakukan melalui penetapan tarif spesifik, kuota tarif, dan red line untuk menekan jumlah ekspor beras. Kebijakan harga dilakukan dengan menetapkan HDPP untuk produsen, OPM, Raskin, dan menetapkan pagu harga untuk konsumen. Kebijakan distribusi menunjuk Bulog sebagai pengelola CBP sekaligus sebagai penyalur Raskin. Keempat kebijakan mengalami berbagai hambatan baik dari internal maupun eksternal sehingga belum mencapai sasaran yang diharapkan.

(34)

dinilai sebagai kebijakan paling tidak efektif karena kegagalan pemerintah mengurangi konversi, mendiversifikasi pangan, dan produktivitas yang stagnan.

Prioritas strategi kebijakan pengembangan perberasan nasional adalah mengkombinasikan kebijakan protektif dengan kebijakan promotif untuk melindungi beras dalam negeri. Strategi kebijakan lainnya adalah mengembangkan diversifikasi berbasis pangan lokal, mengembangkan input dan teknologi melalui kemitraan, memperbaiki infrastruktur dan teknologi budidaya, memperbaiki mekanisme kredit, mengawasi kinerja dan transparansi Bulog serta melakukan reformasi agrarian.

Prioritas pertama dari program peningkatan produksi padi adalah membangun sarana irigasi berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait. Prioritas kedua adalah mengadopsi teknologi sesuai dengan kondisi wilayah dan sumber daya lokal. Prioritas ketiga adalah memperketat aturan alih fungsi lahan dan pemberian insentif bagi pemilik lahan sehingga tingkat konversi lahan pertanian dapat dikurangi.

(35)

Penelitian Sitepu (2002) menunjukkan bahwa permintaan beras domestik dan dunia dipengaruhi oleh harga beras dunia, tetapi responnya inelastis. Sedangkan terhadap jumlah penduduk dan jumlah produksi beras, responnya elastis. Menurut Sitepu (2002), kebijakan harga dasar akan menyebabkan net surplus akan bertambah, sedangkan kebijakan penghapusan harga input berdampak pada penurunan produksi, namun demikian total net surplus akan mengalami peningkatan. Pemberlakuan liberalisasi perdagangan (penghapusan peran Bulog dalam pengadaan dan penyaluran gabah atau beras serta penghapusan tarif) tidak efisien dan tidak tepat karena keuntungan yang diterima konsumen lebih kecil jika dibandingkan dengan kerugian yang diterima oleh produsen, sehingga net surplus akan berkurang.

(36)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis

Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu variabel endogen/persamaan. Berikut dipaparkan teori dari fungsi produksi, fungsi konsumsi, dan persamaan simultan.

3.1.1. Fungsi Produksi

Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai hubungan secara teknis dalam transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara hubungan input dengan output (Debertin, 1986; Doll dan Orazem, 1984). Secara umum hubungan antara input-output untuk menghasilkan produksi suatu komoditi pertanian (Y) secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Y = f (x1, x2, x3, x4) ... (3.1)

dimana:

Y = Output (Kg/Ha)

x1 = Luas areal produksi (Ha)

x2 = Jumlah modal (Rp/Ha)

x3 = Tenaga kerja (HOK/Ha)

x4 = Faktor produksi lainnya

Produsen yang rasional berusaha memaksimumkan keuntungannya pada tingkat produksi optimum dengan tingkat harga tertentu. Keuntungan maksimum harus memenuhi syarat First Order Condition (FOC) dan Second Order Condition (SOC).

(37)

(Koutsoyiannis, 1979). Jika digambarkan secara sederhana fungsi produksi dari

Pada tingkat harga produksi padi tertentu (HY), maka fungsi keuntungan produksi padi dapat dirumuskan sebagai berikut:

 = HY * f (A, M, Z) – HA * A – HM * M – HZ * Z ... (3.3)

Fungsi keuntungan maksimum diperoleh jika turunan pertama dari fungsi keuntungan sama dengan nol dan turunan keduanya mempunyai nilai determinan Hessian lebih besar dari nol. Dengan melakukan prosedur penurunan secara matematis dari persamaan 3.3 di atas maka diperoleh:

HA

adalah produk marginal dari masing-masing

(38)

(padi/gabah). Dapat juga dikatakan bahwa keuntungan maksimum diperoleh jika nilai produk marginal sama dengan harga faktor produksinya (NPM = HFP). Dari persamaan 3.4, 3.5, dan 3.6, fungsi permintaan faktor produksi oleh petani dirumuskan sebagai berikut:

A = g (HA, HY, HM, HZ) ... (3.7) M = h (HM, HY, HA, HZ) ... (3.8) Z = i (HZ, HY, HA, HM) ... (3.9) Dengan mensubstitusikan persamaan 3.7, 3.8, dan 3.9 ke persamaan 3.2 maka diperoleh fungsi penawaran padi/gabah sebagai berikut:

Qs = qs (HY, HA, HM, HZ) ... (3.10)

Dolan (1974), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditi, yaitu harga komoditi itu sendiri, harga komoditi lain (sebagai substitusinya), biaya faktor produksi, biaya perusahaan, tujuan perusahaan, tingkat teknologi, pajak, subsidi, harapan harga dan keadaan alam.

3.1.2. Fungsi Konsumsi

Secara umum, fungsi permintaan konsumen terhadap suatu barang diturunkan dari fungsi utilitas konsumen. Diasumsikan fungsi utilitas konsumen adalah:

U = u (Cs, Cn) ... (3.11)

dimana U adalah total utilitas konsumen dari konsumsi beras (Cs) dan komoditi

lain yang dikonsumsi (Cn). Konsumen yang rasional akan berupaya

memaksimumkan utilitas pada tingkat harga yang berlaku dan sesuai dengan kendala pendapatan (I).

I C * P C *

(39)

dimana Ps adalah harga beras dan Pn adalah harga komoditi lain. Dengan

pendekatan Lagrangian Multipliers, persoalan maksimisasi berkendala di atas dapat dinyatakan sebagai berikut:

Maksimum: U = u (Cs, Cn)

dengan kendala: Ps*Cs Pn *Cn I

Fungsi komposit berupa gabungan dari kedua fungsi di atas atau disebut sebagai fungsi Lagrangian dapat ditulis sebagai berikut:

)

Untuk mendapatkan utilitas maksimum, maka syarat pertama adalah turunan parsial dari fungsi Lagrangian harus sama dengan nol.

0 dari persamaan (3.14), (3.15) dan (3.16) di atas diperoleh:

(40)

Penyelesaian Ps dan Pn pada persamaan (3.21) dan kemudian substitusikan

ke dalam persamaan (3.19), maka dapat diperoleh fungsi permintaan terhadap beras, yaitu: yang menyatakan bahwa konsumsi atau permintaan konsumen terhadap beras ditentukan oleh harga beras, harga komoditi alternatif, dan pendapatan konsumen.

Dengan asumsi bahwa permintaan tersebut bersifat dinamis maka elastisitas permintaan beras terhadap harga beras, harga substitusinya, dan terhadap pendapatan dapat dihitung, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Dolan (1974) permintaan suatu barang dipengaruhi oleh harga barang tersebut, harga barang lain, selera, pendapatan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk dan harapan harga.

3.1.3. Persamaan Simultan

Menurut Gujarati (1978) bahwa persamaan simultan adalah model dimana terdapat lebih dari satu variabel endogen dan lebih dari satu persamaan. Persamaan simultan berbeda dengan persamaan tunggal yaitu tidak hanya terdapat satu persamaan yang menghubungkan antara satu variabel endogen tunggal dengan sejumlah variabel eksogen non stokastik atau jika stokastik (diasumsikan) didistribusikan secara bebas dari unsur gangguan stokastik. Suatu ciri unik dari persamaan simultan adalah variabel endogen dari satu persamaan mungkin muncul sebagai variabel yang menjelaskan (eksogen) dalam persamaan lain dari sistem. Bentuk umum dari persamaan simultan dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y1i = 10 + 12 Y2i+ γ11 X1i + u1i ... (3.23)

(41)

dimana Y1 dan Y2 merupakan variabel yang saling bergantung, atau bersifat

endogen, dan Xt merupakan variabel yang bersifat eksogen, dimana u1 dan u2

adalah unsur gangguan stokastik, variabel Y1 dan Y2 kedua-duanya stokastik.

Pemilihan model yang akan digunakan didasarkan pada tujuan penelitian yang ingin dicapai, yaitu untuk mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia. Berdasarkan penelitian terdahulu persamaan simultan merupakan model yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang jumlah persamaannya lebih dari satu. Pada masing-masing variabel terdapat hubungan yang saling berpengaruh, sehingga tidak dapat diselesaikan hanya dengan menggunakan persamaan tunggal. Berikut adalah kerangka model ekonometrika yang menggambarkan keterkaitan permintaan dan penawaran beras Indonesia.

3.2. Kerangka Operasional

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagian penduduk Indonesia tinggal di perdesaan dan lebih dari setengah penduduk tersebut menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian (Daniel, 2004). Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kebutuhan beras nasional menjadi faktor utama dalam mendorong usaha pemerintah untuk terus meningkatkan produksi beras domestik.

(42)

pemerintah yang efektif dan perubahan faktor lain terhadap permintaan dan penawaran beras di Indonesia.

Permintaan dan penawaran atas suatu barang atau komoditi produk pertanian berkaitan erat dengan perkembangan harga. Menurut hukum ekonomi, apabila harga naik maka jumlah yang diminta akan turun dan apabila harga turun jumlah yang diminta akan naik. Apabila penawaran naik maka harga akan turun dan apabila penawaran turun maka harga akan naik.

Permintaan suatu komoditi dipengaruhi oleh harga barang yang bersangkutan, harga barang substitusi atau komplemennya, selera, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan. Penawaran suatu komoditi dipengaruhi oleh teknologi, harga input, harga komoditi lain, jumlah produsen, dan harapan produsen terhadap harga dimasa mendatang. Persamaan-persamaan yang diasumsikan mempengaruhi model permintaan dan penawaran beras di Indonesia dimodifikasi sedemikian rupa agar diperoleh suatu model terbaik sesuai dengan kriteria teori ekonomi (theoritically meaningful), kriteria statistika yang dilihat dari suatu derajat ketepatan (goodness of fit) yang dikenal dengan koefisien determinasi (R2) serta nyata secara statistik (statistically significant) sedangkan kriteria ekonometrika menetapkan apakah suatu taksiran memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan seperti unbiasedness, consistency, sufficiency, dan efficiency. Statistik durbin-h adalah salah satu kriteria ekonometrika yang digunakan untuk menguji validitas dari asumsi serial korelasi (Koutsoyiannis, 1977).

(43)
(44)

Keterangan:

: Hubungan satu arah : Respon positif Sumber: Peneliti, 2010

Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan kebutuhan beras nasional, konversi lahan sawah, dan perubahan lainnya

Beras merupakan bahan pangan utama penduduk Indonesia

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia

dengan model persamaan simultan

Permintaan dan penawaran beras di Indonesia

Rumusan alternatif kebijakan dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan permintaan

dan penawaran beras di Indonesia

Rekomendasi kebijakan

(45)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia dan merumuskan alternatif kebijakan pemerintah dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan permintaan dan penawaran beras di Indonesia. Pengumpulan data untuk keperluan penelitian dilakukan selama tiga bulan, yaitu dari awal bulan Februari sampai dengan April 2010.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan rentang waktu (time series) dari tahun 1971 sampai tahun 2008. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi yang terkait, yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian (Kementan). Selain itu juga dilakukan pengambilan data dari beberapa publikasi seperti Bank Indonesia (BI), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan instansi lain yang bersangkutan dengan penelitian.

4.3. Metode Analisis Data

(46)

beras, permintaan beras, harga riil beras Indonesia, dan harga riil beras impor Indonesia serta 3 persamaan identitas yaitu produksi padi, produksi beras, dan penawaran beras. Metode estimasi terhadap persamaan dalam model yang digunakan adalah Two Stage Least Squares (2 SLS) kemudian diolah menggunakan software Statistical Analysis System (SAS) 9.1.

4.3.1. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif atau analisis deskriptif digunakan untuk memberikan penjelasan terhadap perkembangan permintaan dan penawaran beras di Indonesia. Analisis deskriptif juga memberikan penjelasan dari hasil analisis kuantitatif.

4.3.2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung seberapa besar faktor-faktor yang telah diperoleh mampu mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia. Model permintaan dan penawaran beras dalam penelitian ini memiliki lebih dari satu persamaan (variabel endogen), sehingga digunakan sistem persamaan simultan. Metode estimasi persamaan dalam model adalah 2 SLS. Metode ini dipilih karena cukup toleran terhadap kesalahan spesifikasi model dan kesalahan spesifikasi satu persamaan tidak ditransfer ke persamaan lain. Selain itu, metode 2 SLS lebih efisien dibandingkan OLS, cocok digunakan pada contoh yang jumlahnya sedikit, konsisten serta dapat menghindari estimasi yang bias (Supranto, 2004).

4.4. Perumusan Model

(47)

persamaan-persamaan sehingga mampu menggambarkan perilaku ekonomi dan variabel-variabel yang berhubungan. Jadi, model dapat didefinisikan sebagai abstraksi atau penyederhanaan dari realitas (Juanda, 2008).

Model ekonometrika adalah suatu ukuran ekonomi atau didefinisikan sebagai analisis kuantitatif dari fenomena ekonomi yang sebenarnya (aktual) yang didasarkan pada pengembangan dari teori dan pengamatan, dihubungkan dengan metode inferensi yang sesuai (Gujarati, 1978). Model Ekonometrika dalam penelitian disebut model permintaan dan penawaran beras di Indonesia. Model tersebut terdiri atas 7 persamaan struktural dan 3 persamaan identitas yang disajikan pada Lampiran 12. Penjelasan hasil perumusan model yaitu sebagai berikut.

4.4.1. Luas Areal Panen Padi

Luas areal panen padi diestimasi sebagai fungsi dari rasio harga riil gabah tingkat petani dengan harga riil pupuk urea, harga riil jagung tingkat petani, kredit usahatani, curah hujan, dan luas areal panen padi t-1. Hubungan ini dirumuskan sebagai berikut:

AREAt = a0 + a1R H G H Pt + a2H J T PRt + a3K U T At + a4C RA Ht

+ a5LAREAt + ε1 ... (4.1)

Keterangan:

AREAt = Luas areal panen padi tahun ke-t (Ha)

RHGHPt = Rasio harga riil gabah tingkat petani dengan harga riil pupuk

urea tahun ke-t

HJTPRt = Harga riil jagung tingkat petani tahun ke-t (Rp/Kg)

KUTAt = Kredit usahatani tahun ke-t (Rp)

CRAHt = Curah hujan tahun ke-t (mm/th)

LAREAt = Luas areal panen padi tahun ke-t-1 (Ha)

a0 = Intersep

ai = Koefisien regresi (i = 1,2,3...) ε1 = error

Tanda parameter estimasi yang diharapkan adalah a1, a3, a4 > 0; a2 < 0 dan

(48)

4.4.2. Produktivitas Padi

Produktivitas padi dipengaruhi oleh harga riil gabah tingkat petani t-1, harga riil pupuk urea, tren waktu, kredit usahatani, dan produktivitas padi t-1. Persamaan tersebut dirumuskan sebagai berikut:

PRDVt = b0 + b1LHGTPRt + b2HPU KRt + b3TRENt + b4KUTAt

+ b5LPRDVt + ε2 ... (4.2)

Keterangan:

PRDVt = Produktivitas padi tahun ke-t (ton/Ha)

LHGTPRt = Harga riil gabah tingkat petani tahun ke-t-1 (Rp/Kg)

HPUKRt = Harga riil pupuk urea tahun ke-t (Rp/Kg)

TRENt = Tren waktu

KUTAt = Kredit usahatani tahun ke-t (Rp)

LPRDVt = Produktivitas padi tahun ke-t-1 (ton/Ha)

ε2 = error

Tanda parameter estimasi yang diharapkan adalah b1, b3, b4 > 0; b2 < 0 dan

0 < b5 < 1

4.4.3. Harga Riil Gabah Tingkat Petani

Harga riil gabah tingkat petani dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah, produksi padi, dan harga riil gabah tingkat petani t-1. Harga riil gabah tingkat petani dirumuskan sebagai berikut:

HGTPRt = c0 + c1HDPPRt + c2PRDPt + c3LHGTPRt + ε3 ... (4.3)

Keterangan:

HGTPRt = Harga riil gabah tingkat petani tahun ke-t (Rp/Kg)

HDPPRt = Harga riil pembelian pemerintah tahun ke-t (Rp/Kg)

PRDPt = Produksi padi tahun ke-t (ton)

LHGTPRt = Harga riil gabah tingkat petani tahun ke-t-1 (Rp/Kg)

ε3 = error

Tanda parameter estimasi yang diharapkan adalah c1 > 0; c2 < 0 dan 0 < c3 < 1

4.4.4. Jumlah Impor Beras

(49)

IMPRt = d0 + d1H I M PRt + d2PR D Bt + d3J PD Kt + d4L S T O Kt

+ d5LIMPRt + ε4 ... (4.4)

Keterangan:

IMPRt = Jumlah impor beras tahun ke-t (ton)

HIMPRt = Harga riil beras impor Indonesia tahun ke-t (Rp/Kg)

PRDBt = Produksi beras tahun ke-t (ton)

JPDKt = Jumlah penduduk tahun ke-t (juta jiwa)

LSTOKt = Stok beras tahun ke-t-1 (ton)

Berdasarkan teori ekonomi, permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, harga barang lain yang berkompetisi (substitusi) dalam hal ini adalah jagung, selera, pendapatan, dan jumlah penduduk. Persamaan permintaan beras untuk konsumsi secara nasional dirumuskan sebagai berikut:

QDBRt = e0 + e1HBINRt + e2LHJTPRt + e3INCKRt + e4JPDKt

+ e5LQDBRt + ε5 ... (4.5)

Keterangan:

QDBRt = Permintaan beras tahun ke-t (ton)

HBINRt = Harga riil beras Indonesia tahun ke-t (Rp/Kg)

LHJTPRt = Harga riil jagung tingkat petani tahun ke-t-1 (Rp/Kg)

INCKRt = Pendapatan riil per kapita tahun ke-t (Rp)

JPDKt = Jumlah penduduk tahun ke-t (Juta jiwa)

LQDBRt = Permintaan beras tahun ke-t-1 (ton)

ε5 = error

Tanda parameter estimasi yang diharapkan adalah e2, e3, e4 > 0; e1 < 0 dan

0 < e5 < 1

4.4.6. Harga Riil Beras Indonesia

Harga riil beras Indonesia dipengaruhi oleh penawaran beras, harga riil pembelian pemerintah, dan harga riil beras Indonesia t-1. Persamaan harga riil beras Indonesia dirumuskan sebagai berikut:

(50)

Keterangan:

HBINRt = Harga riil beras Indonesia tahun ke-t (Rp/Kg)

QSBRt = Penawaran beras tahun ke-t (Kg)

HDPPRt = Harga riil pembelian pemerintah tahun ke-t (Rp/Kg)

LHBINRt = Harga riil beras Indonesia tahun ke-t-1 (Rp/Kg)

ε6 = error

Tanda parameter estimasi yang diharapkan adalah f2 > 0; f1 < 0 dan 0 < f3 < 1

4.4.7. Harga Riil Beras Impor Indonesia

Harga riil beras impor Indonesia dipengaruhi oleh harga riil beras dunia, tarif impor beras t-1, dan harga riil beras impor Indonesia. Persamaan ini dirumuskan sebagai berikut:

HIMPRt = g0 + g1HBRDRt + g2LTRIFt + g3LHIMPRt + ε7 ... (4.7)

Keterangan:

HIMPRt = Harga riil beras impor Indonesia tahun ke-t (Rp/Kg)

HBRDRt = Harga riil beras dunia tahun ke-t (US$/Kg)

LTRIFt = Tarif impor beras tahun ke-t-1 (Rp/Kg)

LHIMPRt = Harga riil beras impor Indonesia tahun ke-t-1 (Rp/Kg)

ε7 = error

Tanda parameter estimasi yang diharapkan adalah g1,g2 > 0 dan 0 < g3 < 1

4.4.8. Produksi Padi

Jumlah produksi padi merupakan perkalian antara luas areal panen padi dengan produktivitas padi. Persamaan produksi padi dirumuskan sebagai berikut:

PRDPt = AREAt * PRDVt ... (4.8)

Keterangan:

PRDPt = Produksi padi tahun ke-t (ton)

AREAt = Luas areal panen padi tahun ke-t (Ha)

PRDVt = Produktivitas padi tahun ke-t (ton/Ha) 4.4.9. Produksi Beras

(51)

menjadi beras. Berdasarkan hal tersebut, produksi beras Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut:

PRDBt = PRDPt * FKt ... (4.9)

Keterangan:

PRDBt = Produksi beras tahun ke-t (ton)

PRDPt = Produksi padi tahun ke-t (ton)

FKt = Faktor konversi (0.63) 4.4.10. Penawaran Beras

Penawaran beras merupakan persamaan identitas dari penjumlahan produksi beras, jumlah impor beras, dan stok beras serta dikurangi dengan stok beras t-1. Persamaannya sebagai berikut:

QSBRt = PRDBt + IMPRt + LSTOKt - STOKt ... (4.10)

Keterangan:

QSBRt = Penawaran beras tahun ke-t (ton)

PRDBt = Produksi beras tahun ke-t (ton)

IMPRt = Jumlah impor beras tahun ke-t (ton)

STOKt = Stok beras tahun ke-t (ton)

LSTOKt = Stok beras tahun ke-t-1 (ton) 4.5. Identifikasi Model

Identifikasi model ditentukan atas dasar order condition sebagai syarat keharusan dan rank condition sebagai syarat kecukupan. Menurut Koutsoyiannis (1977), rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh:

(K - M) ≥ (G - I) ... (4.11) Keterangan:

K = Total variabel dalam model, yaitu endogenous variables dan predetermined variables

M = Jumlah variabel endogen dan eksogen yang termasuk dalam suatu persamaan tertentu dalam model

(52)

Menurut Supranto (2004) predetermined variable merupakan variabel yang nilainya harus ditentukan terlebih dahulu (predetermined) kemudian berdasarkan persamaan yang ada, nilai variabel endogen dapat diperkirakan atau dihitung. Predetermined variable terdiri atas current exogenous variable, lagged exogenous variable, dan lagged endogenous variable.

Jika suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi sebagai berikut:

1. (K - M) ≥ (G - 1) : maka persamaan dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (over identified)

2. (K - M) = (G - 1) : maka persamaan dinyatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified)

3. (K - M) < (G - 1) : maka persamaan dinyatakan tidak teridentifikasi (unidentified) Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau over identified untuk dapat menduga parameter-parameternya. Kendati suatu persamaan memenuhi order condition, mungkin saja persamaan itu tidak teridentifikasi. Karena itu, dalam proses identifikasi diperlukan suatu syarat perlu sekaligus cukup. Hal itu dituangkan dalam rank condition untuk identifikasi yang menyatakan, bahwa dalam suatu persamaan teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan untuk membentuk minimal satu determinan bukan nol pada order (G-1) dari parameter struktural peubah yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut. Atau dengan kata lain kondisi rank ditentukan oleh determinan turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol (Koutsoyiannis, 1977).

4.6. Estimasi Model

(53)

model, maka semua persamaan struktural yang disusun dalam penelitian ini bersifat teridentifikasi secara berlebih (over identified). Penelitian ini menggunakan metode estimasi model yaitu 2 SLS, dengan beberapa pertimbangan, yaitu penerapan 2 SLS menghasilkan taksiran yang konsisten, lebih sederhana dan lebih mudah (Gujarati, 1978).

4.6.1. Uji Statistik-F

Uji statistik-F adalah persamaan yang digunakan untuk mengetahui dan menguji apakah variabel eksogen secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977).

Hipotesis:

H0 : 1 = 2….. = i = 0

H1 : minimal ada satu i≠ 0

Nilai peluang uji statistik-F < taraf α = 5% : tolak H0

Keterangan:

Tolak H0 berarti variabel eksogen secara bersama-sama berpengaruh nyata

terhadap variabel endogen.

4.6.2. Uji Statistik-t

Uji statistik-t adalah persamaan yang digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel eksogen berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977).

Hipotesis:

H0 : i = 0

H1 : i≠ 0

Nilai peluang uji statistik-t < taraf α = 5% : tolak H0

Keterangan:

Tolak H0 berarti suatu variabel eksogen berpengaruh nyata terhadap

(54)

4.6.3. Uji Statistik Durbin-h

Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1981), pengujian uji statistik durbin-h dilakukan untuk mengetahui apakah dalam setiap persamaan terdapat serial korelasi (autokorelasi) atau tidak, sebagai berikut:

... (4.12) Keterangan:

h = Angka statistik durbin-h d = Nilai durbin-watson n = Jumlah observasi

var = Varian koefisien regresi untuk lagged dependent variable

Ditetapkan taraf α = 5%, jika -1.96 ≤ h ≤ 1.96, maka dalam persamaan tidak mempunyai masalah serial korelasi.

4.7. Validasi Model

Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1981), uji validasi dilakukan agar model dapat diketahui apakah cukup valid untuk membuat suatu simulasi alternatif rekomendasi kebijakan yang bertujuan menganalisis sejauhmana model tersebut dapat mewakili dunia nyata. Kriteria statistik yang digunakan untuk validasi nilai estimasi model ekonometrika adalah Root Means Squares Percent Error (RMSPE), Theil’s Inequality Coefficient (U), dan R-Square (R2). Kriteria-kriteria tersebut dirumuskan seperti pada persamaan (4.13) dan (4.14):

……… (4.13)

(55)

Keterangan:

Yts = Nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi

Yta = Nilai aktual variabel observasi

n = Jumlah periode observasi

Statistik RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai variabel endogen hasil estimasi model dapat menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya dalam ukuran relatif (persen), atau seberapa dekat nilai estimasi itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Jika nilai-nilai ringkasan statistik mendekati nol, maka simulasi model mengikuti nilai-nilai aktualnya. Berdasarkan hal tersebut, nilai statistik U-Theil dapat digunakan sebagai ukuran validasi model. Nilai statistik U-Theil selalu bernilai antara 0 dan 1. Jika U = 0, maka model secara historis adalah sempurna. Jika U = 1, maka performance model adalah naif (Sitepu dan Sinaga, 2006).

Koefisien determinasi (R2) bermanfaat untuk melihat sejauh mana keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel eksogen terhadap variabel endogen, semakin besar R2 maka model semakin baik. Nilai R2 terletak antara 0 < R2< 1. Jika R2 = 1 berarti 100 persen total variasi variabel eksogen yang dapat diterangkan oleh variabel-variabel endogen. Oleh karena itu, semakin besar nilai R2 mendekati nilai 1 maka hasil persamaan yang diperoleh akan semakin baik.

4.8. Simulasi Model

(56)

skenario kebijakan. Beberapa variabel yang digunakan dalam skenario simulasi adalah harga riil gabah tingkat petani, harga riil pembelian pemerintah, harga riil pupuk urea, luas areal panen padi, jumlah penduduk, curah hujan, dan tarif impor beras.

Pemilihan variabel-variabel tersebut dan persentase perubahannya didasarkan pada fenomena yang terjadi dengan tren waktu 7 tahun dari tahun 2002 sampai tahun 2008. Adapun tren kenaikan jumlah penduduk diperoleh dari hasil regresi logaritmik antara ln jumlah penduduk (ln JPDK) dengan ln indeks tahun (ln t), sehingga diperoleh pesamaan ln JPDK = 5.34 + 0.04 ln t. Angka 0.04 digunakan sebagai nilai persentase perubahan jumlah penduduk. Selain itu, pemilihan variabel juga ditentukan berdasarkan signifikansi variabel tersebut pada suatu persamaan.

Jadi, skenario simulasi yang akan diterapkan adalah:

1. Kenaikan harga riil gabah tingkat petani sebesar 9 persen. 2. Kenaikan harga riil pembelian pemerintah sebesar 8 persen. 3. Kenaikan harga riil pupuk urea sebesar 4 persen.

4. Penurunan luas areal panen padi sebesar 1 persen. 5. Kenaikan jumlah penduduk sebesar 0.04 persen. 6. Kenaikan curah hujan sebesar 10 persen.

7. Penurunan tarif impor beras sebesar 0.8 persen.

4.9. Definisi Operasional

1. Padi atau gabah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gabah kering giling (GKG).

(57)

3. Produksi padi adalah jumlah total produksi padi yang dihasilkan dari seluruh wilayah pertanian di Indonesia yang dinyatakan dalam satuan ton.

4. Produksi beras adalah jumlah total produksi beras yang dihasilkan dari seluruh wilayah pertanian di Indonesia, dinyatakan dalam satuan ton.

5. Produktivitas padi merupakan hasil bagi antara produksi padi dengan luas areal panen tanaman padi di Indonesia, dinyatakan dalam satuan ton per hektar.

6. Permintaan beras adalah jumlah beras yang diminta atau dikonsumsi untuk keperluan pangan oleh seluruh penduduk Indonesia, dinyatakan dalam satuan ton.

7. Penawaran beras adalah jumlah beras yang ditawarkan atau disediakan untuk keperluan pangan seluruh penduduk Indonesia, dinyatakan dalam satuan ton. 8. Harga riil gabah tingkat petani adalah harga gabah yang terdapat di tingkat

petani setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram.

9. Harga riil beras Indonesia adalah harga besar eceran di tingkat konsumen setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram.

10. Harga riil jagung tingkat petani merupakan harga jagung tingkat petani setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram.

(58)

dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram.

12. Harga riil pembelian pemerintah merupakan harga pembelian terhadap gabah kering giling dan harga pembelian terhadap beras setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram.

13. Harga riil beras impor Indonesia merupakan harga beras impor setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram.

14. Harga riil beras dunia merupakan harga beras dunia setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram.

15. Luas areal panen padi adalah luas seluruh areal produktif atau panen tanaman padi di Indonesia dinyatakan dalam satuan hektar.

16. Kredit usahatani adalah sejumlah uang yang disediakan oleh pemerintah melalui bank untuk dipinjamkan kepada petani, dinyatakan dalam satuan rupiah.

17. Curah hujan adalah curah hujan yang ada di wilayah Indonesia, dinyatakan dalam satuan mm per tahun.

18. Jumlah impor beras adalah jumlah total beras yang diimpor dari negara lain, dinyatakan dalam satuan ton.

(59)

20. Pendapatan riil per kapita adalah produk domestik bruto setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dalam satuan rupiah.

21. Jumlah penduduk Indonesia adalah banyaknya populasi, dinyatakan dalam satuan jiwa.

22. Stok beras merupakan jumlah beras yang disimpan sebagai cadangan beras pemerintah yang dikelola oleh Bulog, dinyatakan dalam satuan ton.

(60)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab hasil dan pembahasan berisi mengenai hasil perhitungan yang telah dilakukan. Pembahasan meliputi penyajian hasil identifikasi model, hasil estimasi model, dan hasil simulasi model. Hasil simulasi model tersebut divalidasi kemudian dilakukan simulasi historis terhadap beberapa variabel endogen dan eksogen untuk mengetahui dampak yang terjadi. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka hasil dari perhitungan ini dapat dijadikan dasar dalam menentukan alternatif kebijakan untuk meningkatkan produksi beras di Indonesia.

5.1. Hasil Identifikasi Model

Model yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah model linier persamaan simultan. Proses perumusan dilakukan dalam beberapa langkah. Langkah pertama yang dilakukan yaitu spesifikasi model bertujuan membuat model terbaik sesuai dengan permasalahan yang diangkat. Langkah selanjutnya, identifikasi pada beberapa persamaan untuk melihat apakah over identified, exactly identified ataukah unidentified. Metode estimasi untuk pengujian model ada beberapa macam, diantaranya metode kuadrat terkecil (OLS), metode kuadrat terkecil tidak langsung (ILS = Indirect Least Squares), metode kuadrat terkecil dua tahap (2 SLS), dan metode kuadrat terkecil tiga tahap (3 SLS = Three Stage Least Squares).

Gambar

Tabel 1. Komposisi Energi, Protein, dan Lemak dari Berbagai Bahan
Tabel 4. Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Tahun 2004-2008
Tabel 5. Konsumsi Rata-rata Per Kapita Seminggu Beberapa Macam Bahan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Shell and Tube heat exchangers biasanya digunakan untuk aplikasi tekanan tinggi (dengan tekanan yang lebih besar dari 30 bar dan suhu lebih besar dari 260 ° C..

I-III : Nilai p= 0,008 (p&lt;0,05) sehingga terdapat perbedaan bermakna ekstrak buah delima yang signifikan antara kelompok kontrol normal dan kelompok perlakuan 1.. I-IV :

Beberapa bagian yang telah disampaikan diatas merupakan sejarah perjalanan Direktorat Peralatan Angkatan Darat dalam rangka mendukung kegiatan TNI AD untuk mengamankan negara

Jika perlu gunakan 10 tablet yang lain dan tidak satu tablet yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata- rata yang ditetapkan dalam kolom A maupun kolom B (Dirjen

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 80 responden menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan ibu multigravida di Puskesmas Polanharjo Klaten yang patuh

Seperti yang telah dikemukakan di atas salah satu upaya intensifikasi adalah dengan perbaikan sistem administrasi dari Direktorat jendral Pajak sendiri (Internal)

 Membuat Assembly, klik menu Home,klik tanda panah Assembly, Create Assembly, pada kotak dialog buat nama assembly cth: cr-1 kemudian klik pada bagian layar yang

Namun berbeda dengan yang disampaikan oleh Pak Yudi (wawancara pada tanggal 26 April 2018) bahwa “Yang disampaikan oleh pegawai yang bersangkutan waktu