• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kulit Manusia

Kulit merupakan bagian terbesar dari tubuh manusia dan jumlahnya sekitar 15% dari total berat badan. Bagian tubuh ini terdiri dari tiga lapisan kulit, yaitu epidermis, dermis, dan sel adiposa subkutan (Li dan Urmacher 2007, Marieb 1988). Masing-masing dari setiap lapisan tersebut memiliki sifat yang unik serta memiliki struktur dan fungsi yang kompleks, dengan berbagai macam variasinya tergantung dari umur, jenis kelamin, ras, dan lokasi anatomi (Li dan Urmacher 2007).

Gambar 1 Tiga lapisan utama kulit beserta distribusi pigmen, M (melanin), O,R (oksi dan hemoglobin tereduksi, C (karoten), S (hamburan cahaya)

Fotometer Reflektans

Fotometer ini memanfaatkan sinar reflektans yang dihasilkan setelah sinar diberikan pada permukaan benda. Refleksi adalah pemantulan radiasi oleh permukaan bahan/benda tanpa mengalami perubahan panjang gelombang (Feather et al. 1988).

Sinar yang direfleksikan oleh kulit dipengaruhi oleh interaksi dengan udara/antarmuka stratum corneum (sudut iluminasi, mikrorelif, sisik pada kulit), penghamburan sinar ke dalam dan ke luar dari struktur bagian dalam, khususnya lapisan dermis.

Pada alat Konica Minolta Chromameter®, pengukuran warna kulit didasarkan pada pengukuran warna sinar yang direfleksikan, di mana fotosel silikon bersensitivitas tinggi berfungsi sebagai penangkap sinar yang telah melewati filteryang telah disesuaikan dengan standar warna dasar dari CIE yaitu biru (450 nm), hijau (550 nm), dan merah (610 nm). Hasil pengukuran berupa nilai X, Y, Z (nilai tristimulus) yang memberikan informasi mengenai jumlah relatif warna sesuai dengan penyesuai warna (Zwinkels 1996).

Gambar 2 Fotometer yang sedang dikembangkan (skematik)

Light Emitting Diodes (LED) Sumber sinar pada alat fotometer menggunakan Light Emitting Diodes (LED), yang merupakan sebuah peralatan elektronik kecil (semikonduktor) yang memancarkan cahaya saat dilewati arus. LED digunakan untuk mengubah energi cahaya jika diberikan tegangan maju (forward bias) (Chandra et al.

2010). Jenis lampu ini mempunyai banyak keuntungan, seperti ukurannya kecil sehingga dapat digunakan pada pengukuran warna kulit secara langsung, penggunaan energi listrik hanya dengan daya yang kecil (20–100 mA), dapat digunakan dengan tegangan yang rendah (2–5 V) sehingga tepat digunakan pada instrumen jinjing (Menn 2004, Feather et al.

1988). Hampir semua energi yang dipancarkan LED muncul dalam spektrum yang tampak oleh mata (Feather et al. 1988).

Gambar 3 Bentuk fisik lampu LED Light Dependent Resistor (LDR)

Light Dependent Resistor (LDR) atau disebut juga dengan fotokonduktor merupakan salah satu jenis sensor optik yang digunakan dalam rangkaian elektronika. Seperti fotodioda, LDR juga memanfaatkan intensitas cahaya. LDR berfungsi untuk mengubah intensitas cahaya menjadi tahanan listrik (resistansi) pada rangkaian elektronika. Resistansi yang dihasilkan LDR berubah sesuai perubahan intensitas cahaya yang masuk (Chandra et al. 2010).

LDR terbuat dari bahan semikonduktor seperti kadmium sulfida, dengan bahan ini energi dari cahaya yang jatuh menyebabkan lebih banyak muatan yang dilepas atau arus listrik meningkat yang berarti resistansi bahan telah mengalami penurunan (Anonim 2008). Resistansi pada LDR tersebut dirangkaikan dengan rangkaian konversi hambatan ke tegangan dengan menggunakan IC op-amp UA741.

Gambar 4 Bentuk fisik LDR Sistem L*a*b*

Pengukuran warna kulit dapat menggunakan sistem L*a*b*. Nilai L* spesifik untuk posisi sumbu vertikal gelap– terang, jadi merupakan ukuran yang menyatakan kecerahan relatif dari sampel pada kisaran hitam total (L* = 0) hingga putih total (L* = 100). Nilai a* spesifik pada posisi sumbu merah–hijau (positif a* = merah, negatif a* = hijau), dan nilai b* spesifik untuk sumbu kuning–hijau (positif b* = kuning, negatif b* = biru). Sistem L*a*b* memiliki keuntungan karena hasilnya kurang lebih sesuai dengan struktur penglihatan sebenarnya, dan dapat digunakan dalam menduga warna kulit (Muizzuddin et al.

1990).

Gambar 5 Rentang warna CIELAB (Weatherall dan Coombs 1992)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Trujillo et al. (1996), informasi mengenai pigmentasi relatif dapat ditinjau berdasarkan nilai L*, sehingga kulit yang lebih gelap memiliki nilai L* lebih rendah dibandingkan dengan kulit yang cerah. Hal ini ditegaskan lagi oleh Shriver dan Parra (2000),

bahwa terdapat hubungan antara nilai L* (kecerahan relatif) dan M (melanin indeks). Di sisi lain, informasi yang dapat merefleksikan hemoglobin darah, dapat dilihat dari nilai a*, kulit yang mengandung hemoglobin lebih besar dan peningkatan warna kemerahan pada kulit memberikan nilai a* yang lebih tinggi. Sedangkan nilai b* dapat merepresentasikan adanya pigmen karotenoid (Stephen et al. 2009).

Analisis Komponen Utama (AKU) AKU dikenal juga sebagai metode pereduksi atau penekan data, terkait dengan tujuannya mengurangi jumlah variabel dalam suatu matriks untuk menghasilkan variabel baru dengan tetap mempertahankan informasi yang dimiliki oleh data. AKU memudahkan visualisasi pengelompokkan data, evaluasi awalan kesamaan antar kelompok atau kelas, dan menemukan faktor atau alasan di balik pola yang teramati melalui korelasi dengan sarana kimia atau fisika-kimia contoh.

Setiap variabel baru (skor atau PC) yang dihasilkan AKU merupakan kombinasi linear variabel asli pengukuran (Miller & Miller 2000). Skor dinilai bersama dengan satu set vektor yang disebut loading. Loading

mengukur hubungan di antara variabel. Antara skor dan loading terhubung dalam fungsi

X = TP’ + E

TP’ (1) X adalah matriks data awal, T merupakan matriks dengan kolom berupa skor, P’ adalah matriks dengan kolomnya berupa loading, dan E adalah matriks residual.

Skor disusun berdasarkan proporsi utama varian. Skor pertama mewakili bagian yang paling penting dalam varian. Skor selanjutnya mewakili varian yang lebih kecil daripada skor sebelumnya. Biasanya, jumlah skor yang berguna kurang dari jumlah variabel asli (Miller & Miller 2000).

Partial Least Square (PLS)

PLS lebih umum digunakan dalam kalibrasi multivariat karena mutu model kalibrasi yang dihasilkan dan kemudahan penerapannya. PLS mampu menganalisis data dengan jumlah yang cukup banyak, mewakili tingkat kolinearitas tinggi, sejumlah besar variabel x, dan beberapa variabel respons y

(Wold et al. 2001).

Ide utama PLS adalah menghitung nilai prinsipal komponen data matriks X dan Y dan membangun model regresi antar nilai (dan

dari data perkiraan). X adalah matriks penduga yang berisi data hasil sumber percobaan, sedangkan Y merupakan matriks respons dengan data yang dapat menginformasikan tentang proses percobaan. Pada PLS, variabel penduga yang menunjukkan korelasi yang tinggi dengan variabel respons akan diberikan penekanan ekstra karena lebih efektif diprediksi (Miller dan Miller 2000).

Gambar 6 menunjukkan bahwa matriks X

diuraikan menjadi matriks T (matriks scores), matriks P′ (matriks loading) dan matriks error E, sedangkan matriks Y diuraikan menjadi U

dan Q dan error F. Kedua persamaan ini

disebut „hubungan luar‟. Hasil dari T dan P

mendekati data spektrum, sedangkan hasil U

dan Q mendekati konsentrasi sebenarnya. Tujuan dari algoritma PLS adalah untuk meminimumkan F dengan terus menjaga korelasi antara X dan Y dalam „hubungan

dalam‟ U=BT (Lohninger 2004).

Gambar 6 Prinsip PLS

Berbeda dengan metode AKU, kebaikan suatu model klasifikasi pada metode PLS cukup dilihat dari nilai determination coefficient (R2), root mean square error of calibration (RMSEC) dan root mean square error of prediction (RMSEP). Nilai RMSEC merupakan galat yang dihasilkan dari set kalibrasi.

Dokumen terkait