• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nyamuk masuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan tiga subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres), dan Anopheline (Anopheles) (Eldridge 2003). Di seluruh dunia, dilaporkan terdapat sekitar 3100 spesies dari 34 genus. Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres, Haemagogus, Sabethes, Culiseta, Psorophora dan Anopheles adalah genus nyamuk yang menghisap darah manusia dan berperan sebagai vektor penyakit. Beberapa nyamuk terbatas di daerah tertentu seperti Haemagogus dan Sabethes ditemukan hanya di Amerika Tengah dan Amerika Selatan, sedangkan Psorophora hanya ditemukan di Amerika Utara. Beberapa jenis nyamuk dapat dijumpai di berbagai tempat (kosmopolitan) seperti Culex dan Aedes (Hadi et al. 2006). Sub famili Toxorhynchitinae hanya memiliki satu genus yaitu Toxorhyncites, sub famili ini lebih mudah dibedakan dari subfamili yang lain, karena telur, larva, dan dewasa memiliki ukuran yang besar (Service 1986).

Di antara ketiga subfamili tersebut hanya subfamili culicidae yang dapat bertindak sebagai vektor virus dengue yaitu Ae.aegypti dan Ae.albopictus. Berikut klasifikasi nyamuk Ae.aegypti dan Ae.albopictus :

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Diptera Sub ordo : Nematocera Famili : Culicidae Genus : Aedes Subgenus : Stegomyia

Morfologi nyamuk Aedes sp.

Nyamuk Aedes masuk dalam ordo Diptera ”di” artinya dua dan “pteron” artinya (sayap) maka dapat diartikan sebagai serangga yang mempunyai dua pasang sayap. Spesies ordo ini mempunyai satu pasang sayap membran, sepasang sayap di bagian metathoraks yang mengalami modifikasi membentuk halter (Soulsby 1982).

Ae.aegypti dan Ae. albopictus dewasa dapat dibedakan dari garis putih yang terdapat pada bagian skutumnya. Skutum Ae. aegypti berwarna hitam dengan dua garis putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih. Sementara skutum Ae. albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya (Sivanathan 2006) sebagaimana terlihat pada Gambar 1.

A B

Gambar 1 Thoraks Ae. aegypti (A) dan Ae. albopictus (B) dewasa (Sumber: Sivanathan 2006)

Telur Aedes

Setelah nyamuk Aedes mencapai dewasa, maka akan terjadi perkawinan. Untuk proses pematangan telur nyamuk akan menghisap darah 0,63-0,76 menit per hari hal ini dilakukan karena darah merupakan sumber protein esensial untuk pematangan telur. Sebagian besar nyamuk Ae. aegypti betina meletakkan telurnya di beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik (World Health Organization 2002). Telur Ae. aegypti umumnya diletakkan di permukaan air satu persatu, di tempat penampungan air atau di dekat garis di permukaan air (James & Harwood 1979 ).

Telur dari nyamuk Aedes pada saat pertama kali diletakkan berwarna putih, kemudian berubah menjadi gelap sampai hitam dalam waktu 12-24 jam, satu telur panjangnya 0,5 mm dan dapat dilihat dengan kasat mata. Perubahan warna pada telur terjadi karena adanya lapisan endokorion yang merupakan lapisan pelindung telur. Telur Aedes berwarna hitam dan berbentuk ovoid menyerupai bola rugby (Gambar 2) dalam permukaan poligonal dan diletakkan satu demi satu pada permukaan air atau pada perbatasan air (Clement 1963). Telur yang ditetaskan pada suhu kamar akan menetas dalam waktu satu atau dua hari, dan selanjutnya akan menjadi larva. Pada suhu 16˚ C telur baru bisa menetas pada hari ketujuh.

Gambar 2 Telur Aedes (Sumber: Sivanathan 2006) Larva Aedes

Larva nyamuk Aedes mempunyai panjang 10 mm dan tubuhnya terdiri atas kepala, thoraks dan abdomen (Gambar 4). Kepala terdapat mata yang majemuk, antena dan mulut. Abdomen terdiri atas delapan ruas dan pada segmen terahir terdapat sifon yang berfungsi untuk mengambil udara dari luar. Stadium larva mempunyai bentuk sifon yang pendek dan gemuk dengan satu pasang hair tuft serta pecten yang tumbuh tidak sempurna (Kettle 1984).

Larva nyamuk biasanya berenang di permukaan air untuk bernapas dan mengambil makanan di dasar air (bottom feeder). Larva nyamuk Aedes mengalami pergantian kulit (molting) sebanyak empat kali (Service 1986). Larva nyamuk dilengkapi oleh insan anal, posisi istirahat larva membentuk sudut 45˚ dengan permukaan air (Levine 1994). Pada fase larva perbedaan antara Ae. aegypti dan Ae. albopictus dapat dilihat dari pecten teeth dan comb scales seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus (Sumber: Sivanathan 2006)

Gambar 4 Larva Aedes (Sumber: Sivanathan 2006) Pupa Aedes

Pupa nyamuk, dikenal dengan tumbles yang berbentuk koma, dengan kepala dan thoraks membentuk cephalothoraks dan abdomen menggulung di bawahnya (Kettle 1984), seperti terlihat pada Gambar 5. Setelah 2-3 hari kemudian, larva stadium keempat yang telah mengalami pergantian kulit akan berubah menjadi pupa yang dapat mencapai ukuran 6 mm (Anonimus 2004).

Pupa nyamuk Aedes berbentuk bengkok dengan bagian kepala yang membesar dan dilengkapi dengan sepasang terompet kecil pada bagian thoraks yang berfungsi sebagai alat pernapasan. Pupa akan segera mengalami eklosi menjadi nyamuk dewasa. Pupa bernapas dengan menggunakan terompet respirasi yang terdapat pada thoraks dan kantung udara yang terletak di antara bakal sayap. Setelah melewati stadium ini, pupa akan melakukan eklosi (keluar dari

kepompong) menjadi nyamuk dewasa yang dapat terbang dan keluar dari air. Stadium pupa tidak lama rata-rata berumur 2,5 hari (Service 1986).

Gambar 5 Pupa Aedes (Sumber: Sivanathan 2006) Aedes dewasa

Tubuh nyamuk Aedes terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, thoraks, dan abdomen (Soulsby 1986). Nyamuk famili Culicidae memiliki bentuk yang langsing, kecil, bentuk kepala membulat, probosis dan kaki yang panjang (Kettle 1984). Menurut Christophers (1960) Nyamuk Ae. aegypti dewasa umumnya berukuran 3-4 mm, berwarna hitam dengan garis-garis putih sepanjang thoraks dan abdomen serta cincin di kakinya, seperti terlihat pada Gambar 6. Pada tubuh dan tungkai nyamuk Aedes ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan, bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua (Womack 1993).

Secara umum morfologi nyamuk jantan dan betina dapat dibedakan dari berbagai anggota tubuhnya. Nyamuk jantan memiliki tipe antena plumose sedangkan nyamuk betina memiliki tipe antena pilose. Nyamuk jantan memiliki antena yang panjang dan memiliki banyak bulu (plumose), sedangkan nyamuk betina antenanya hanya ditutupi sedikit bulu (pilose) (Little 1972).

Menurut Cheng (1974), pada antena Ae. aegypti jantan terdapat organ Johnston’s yang membantu mendeteksi keberadaan Ae. aegypti betina. Nyamuk Ae. aegypti jantan tidak menghisap darah melainkan menghisap madu dan sari- sari tumbuhan sedangkan nyamuk betina menghisap darah manusia maupun hewan (Christophers 1960).

Fisiologi dan Siklus Hidup

Secara bioekologis spesies nyamuk Aedes mempunyai dua habitat yaitu akuatik (perairan) untuk fase pradewasanya (telur, larva, dan pupa), dan terestrial (daratan) untuk fase dewasa. Nyamuk dewasa akan mencari daerah akuatik untuk meletakkan telur. Nyamuk Ae. aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur (Cheng 1974). Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar tumbuhan. Nyamuk jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Nyamuk ini kerap menyerang anak-anak karena anak- anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran bagi nyamuk jenis ini (Womack 1993).

Semua nyamuk mengalami metamorfosis sempurna (Holometabola) yaitu telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa. Telur nyamuk Aedes diletakkan secara tunggal dalam kelompok kecil di tepi permukaan air (Christophers 1960). Telur Ae. aegypti yang dihasikan dalam satu kali bertelur antara 100-400 butir . Selain ditemukan pada permukaan air, telur juga dapat ditemukan sedikit di bawah permukaan air dengan jarak sekitar 2 cm dari dinding bejana (Kettle 1984). Telur Ae. aegypti dapat bertahan selama beberapa bulan pada suhu -2°C sampai 42°C.

Telur Aedes dapat bertahan hidup tanpa air dalam waktu yang cukup lama bahkan sampai dengan enam bulan (James & Harwood 1979). Telur dapat menetas menjadi larva dalam 3-5 hari pada suhu 30°C, sedangkan pada suhu 16°C telur akan menetas dalam waktu 7 hari. Suhu air yang optimum untuk penetasan telur adalah 25-28°C selama 1-3 hari (Kettle 1984)

Telur yang menetas akan membentuk larva, terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar lima hari. Setelah mencapai instar ke IV, larva berubah menjadi tidak aktif (dorman). Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung (Womack 1993).

Larva yang menetas dari telur tersebut akan hidup mengapung di bawah permukaan air. Hidup larva tersebut berhubungan dengan upayanya menjulurkan alat pernafasan yang disebut sifon untuk menjangkau permukaan air guna mendapatkan oksigen untuk bernafas (Judarwanto 2007). Stadium larva ini memakan waktu 9-10 hari pada suhu rata-rata dan 4-7 hari pada suhu tinggi. Perkembangan larva menjadi pupa akan bertambah cepat jika suhu lingkungan diatas suhu normal, namun pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu ruangan kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C. Setiap akhir dari perkembangan, instar larva melepaskan kulitnya yang disebut dengan molting. Larva merupakan tahap aktif makan, beberapa larva dapat berkembang selama lima sampai enam hari dan setelah menjadi larva instar empat kemudian berubah menjadi tahap pupa (Christopers 1960).

Tahap pupa merupakan tahap tanpa makan, tahap ini berlangsung hanya beberapa hari kemudian jaringan pada larva berubah menjadi jaringan dewasa. Lama perkembangan pupa menjadi dewasa yaitu dua sampai tiga hari (Service 1986). Ketika pupa menetas (eklosi), kulit pupa robek akibat gelembung udara yang terbentuk dari desakan nyamuk dewasa yang melepaskan diri. Nyamuk yang baru keluar dari pupa akan terbang untuk mencari makan. Nyamuk jantan dan betina dewasa akan melakukan perkawinan saat nyamuk sedang terbang dan berlangsung dalam waktu beberapa detik saja.

Perilaku Aedes aegypti

Nyamuk Ae. aegypti merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropis. Nyamuk ini biasanya hidup pada 35° Lintang Utara dan 35° Lintang Selatan, namun pada musim panas nyamuk ini dapat ditemukan pada daerah 45° Lintang Utara (DEKES 2007).

Ada perbedaan perilaku makan darah antara nyamuk dewasa yang belum dan sudah terinfeksi virus DBD. Perbedaan itu berimplikasi terhadap frekuensi kontak nyamuk dengan inang. Nyamuk Ae. aegypti mempunyai perilaku makan yaitu menghisap nektardan jus tanaman sebagai sumber energinya. Selain energi, nyamuk betina juga membutuhkan pasokan protein untuk keperluan reproduksi (anautogenous) dan proses pematangan telurnya. Pasokan protein tersebut diperoleh dari darah inang, sehingga nyamuk yang menghisap darah inang dalam waktu yang lama akan memperoleh protein dalam jumlah yang banyak (Merrit & Cummins 1978)

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ponlawat & Harington (2005) sekitar tahun 2003 dan 2004 di Thailand menunjukkan bahwa Ae. aegypti hampir seluruhnya (99%) menghisap darah manusia. Oleh karena itu, kisaran inang dan preferensi vektor terhadap inang tersebut menentukan status spesies tersebut sebagai vektor utama virus DBD. Cara penularan virus DBD adalah melalui gigitan nyamuk Aedes betina terhadap inang penderita DBD. Nyamuk Aedes bersifat anthropofilik itu lebih menyukai darah manusia dibandingkan dengan darah hewan.

Peranan Aedes sebagai vektor penyakit

Penyakit yang dipindahkan oleh vektor nyamuk merupakan penyakit yang sering menimbulkan banyak penderitaan bahkan kematian di daerah tropis. Ae. aegypti dan Ae. albopictus telah diketahui adalah vektor penyakit demam berdarah dengue. Penularan penyakit DBD hanya melalui gigitan nyamuk (Service 1986). Di Indonesia vektor utama penyakit ini adalah Ae. aegypti, nyamuk ini tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia dan hidup di sekitar permukiman manusia di dalam dan di luar rumah terutama di daerah padat penduduk (Gunandini 1999).

Demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae, ada empat serotype yaitu dengue -1, dengue -2, dengue-3, dandengue -4. Virus tersebut berada dalam darah viremia penderita selama masa periode intrinsik 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Virus akan masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat nyamuk menghisap darah penderita. Pada suhu 30°C, di dalam tubuh nyamuk Ae. aegypti memerlukan waktu 8-10 hari untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik dari lambung sampai ke kelenjar ludah nyamuk (World Health Organization 2002).

Beberapa hal yang menyebabkan Ae. aegypti dianggap sebagai vektor potensial penular penyakit demam berdarah antara lain bersifat anthropofilik, lebih menyukai darah manusia sebagai makanannya, mudah terganggu sehingga sering berpindah-pindah pada waktu menghisap darah, sehingga lebih banyak orang yang digigit dan penyakit lebih tersebar (Gubler 1997).

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah permukiman padat penduduk lingkar kampus IPB, Desa Babakan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor , Februari- Juli 2010. Tempat penelitian meliputi 4 RW yang terdiri dari RW 1 (RT 1, RT 2, RT 3, RT 4), RW 7 (RT 1, RT 2 RT 3, RT 4), RW 8 (RT 2), dan RW 9 (RT 2). Penentuan wilayah ini didasarkan pada RT atau RW yang memiliki jarak terdekat dengan wilayah kampus IPB.

Metode Pengumpulan Data

Langkah awal dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Puskesmas Cangkurawok Desa Babakan Kec. Darmaga dan Klinik Farfa di Jalan Darmaga untuk mengetahui jumlah penderita yang pernah terinfeksi DBD dapat dilihat pada Lampiran 5.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menghitung kepadatan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus pada beberapa sampel rumah penduduk baik di dalam maupun di luar rumah. Pengumpulan data dilakukan oleh 3 orang kolektor nyamuk di dalam ruangan dan 3 kolektor di luar ruangan. Penangkapan nyamuk yang hinggap (landing collection) dilakukan selama 20 menit untuk setiap rumah. Selain itu dilakukan juga penangkapan nyamuk yang istirahat (resting collection) selama 5 menit pada setiap rumah. Setiap kolektor dalam sehari melakukan penangkapan nyamuk pada 6 rumah penduduk. Oleh karena itu selama 20 hari diperoleh data yang berasal dari 360 rumah penduduk.

Metode Penangkapan Nyamuk

Penangkapan nyamuk dilakukan pada masa aktif nyamuk Aedes mencari inang atau mengisap darah, yakni pada pukul 08.00-11.00 WIB. Penangkapan nyamuk dewasa dilakukan oleh dua orang kolektor disetiap rumah, satu orang melakukan penangkapan nyamuk di dalam dan satu orang lagi di luar rumah. Setiap kolektor berperan sebagai umpan dan sekaligus penangkap. Setiap kolektor duduk dalam suatu ruangan yang ditentukan (dalam rumah) atau di halaman rumah (luar rumah), dengan menggulung ujung celana sampai ke lutut, tidak

beralas kaki, dan tidak makan, minum ataupun merokok dan menunggu nyamuk yang datang untuk menggigit. Bila ada nyamuk yang datang, maka sewaktu nyamuk hinggap sebelum menggigit (landing), nyamuk ditangkap dengan menggunakan aspirator, kemudian ditempatkan dalam wadah berupa paper cup.

Penangkapan nyamuk istirahat juga dilakukan dengan menggunakan aspirator selama 5 menit pada nyamuk yang hinggap di dalam rumah meliputi di dinding, furnitur, gantungan baju, dan lain sebagainya, dan untuk di luar rumah di tanaman, pagar, sekitar ternak, dan lain sebagainya. Nyamuk-nyamuk yang tertangkap dibius dengan khlorofom lalu dilakukan pinning dan diidentifikasi dengan menggunakan Kunci Identifikasi Aedes Jentik Dan Dewasa di Jawa (DEPKES 1989).

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis lalu disajikan secara deskriptif disertai tabel dan gambar. Analisis data yang dilakukan adalah perhitungan angka-angka MHD dan Resting rate (DEPKES 2007)

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Nyamuk

Jenis nyamuk yang ditemukan pada penangkapan nyamuk berumpan orang dan nyamuk istirahat adalah Ae. aegypti, Ae. albopictus, Culex, dan Armigeres. Jenis nyamuk dan persentase jumlah nyamuk yang tertangkap dengan umpan orang di dalam dan di luar rumah dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan persentase jenis nyamuk istirahat yang tertangkap di dalam dan di luar rumah terlihat pada Tabel 2.

Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase nyamuk tertangkap yang menggigit orang yang tertinggi adalah Ae. aegypti, di dalam rumah sebesar 75.93% dan di luar rumah 21.81%. Persentase kedua adalah Ae. albopictus di dalam rumah sebesar 11.11% dan di luar rumah 65.45%. Urutan selanjutnya adalah Culex di dalam (11.11%)dan di luar rumah (19.06%), sedangkan Armigeres hanya ditemukan 0.02% di dalam rumah dan 3.64% di luar rumah. Banyaknya nyamuk Ae. aegypti yang ditertangkap pada umpan orang di dalam rumah menunjukkan bahwa nyamuk ini bersifat anthropophilic dan lebih memilih menggigit di dalam rumah (endophilic). Nyamuk Ae. albopictus lebih banyak ditemukan di luar rumah karena nyamuk ini bersifat exophilic. Nyamuk Ae. albopictus merupakan vektor sekunder penyakit DBD, hal ini terjadi karena nyamuk ini tidak mampu menularkan penyakit DBD jika dalam wilayah tersebut tidak dijumpai vektor utamanya yaitu Ae. aegypti.

Tabel 1 Kelimpahan nisbi (%) nyamuk yang menggigit orang yang tertangkap di dalam dan di luar rumah

Jenis Nyamuk Dalam Luar

Total % Total % Ae. aegypti 41 75.93 12 21.81 Ae. albopictus 6 11.11 36 65.45 Culex 6 11.11 5 9.09 Armigeres 1 0.02 2 3.64 Total 54 100 55 100

Tabel 2 Kelimpahan nisbi (%) nyamuk yang istirahat yang tertangkap di dalam dan di luar rumah

Jenis Nyamuk Dalam Luar

Total % Total % Ae. aegypti 57 33.53 5 13.16 Ae. albopictus 5 2.94 4 10.53 Culex 102 60 28 73.68 Armigeres 6 3.53 1 2.63 Total 170 100 38 100

Tabel 2 secara keseluruhan menunjukkan bahwa nyamuk Culex banyak ditemukan beristirahat di dalam maupun di luar rumah, dengan persentase di dalam rumah 60% dan di luar rumah 73.68%. Hal ini terjadi karena Culex merupakan spesies nyamuk rumah yang selalu ditemukan di pemukiman penduduk terutama di wilayah yang banyak ditemukan genangan air kotor. Selain itu nyamuk Ae. aegypti ditemukan dengan total jumlah tertinggi beristirahat di dalam rumah adalah 33.53% dan di luar sebanyak 13.16%. Nyamuk Ae. aegypti merupakan nyamuk yang lebih menyukai mencari inang di dalam rumah, setelah mendapatkan asupan darah nyamuk akan segera beristirahat tidak jauh dari inang yaitu didalam rumah, sehingga nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan beristirahat di dalam rumah. Jumlah nyamuk Ae. albopictus yang beristirahat di dalam rumah hanya 2.94% dan 10.53% di luar rumah, sedangkan nyamuk Armigeres hanya ditemukan 3.51% di dalam rumah dan 2.63% di luar rumah. Kepadatan Nyamuk Yang Menggigit

Kepadatan nyamuk adalah angka nyamuk yang ditunjukkan dengan nilai Man Hour Density (MHD) sebagaimana tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3 Kepadatan jenis-jenis nyamuk yang menggigit orang

Jenis Nyamuk MHD

Dalam Luar Total

Ae. aegypti 0.34 0.10 0.44

Ae. albopictus 0.05 0.30 0.35

Culex 0.05 0.04 0.09

Dengan menggunakan data Tabel 3 dapat dilihat bahwa MHD Ae. aegypti di dalam rumah adalah 0.34 nyamuk/jam/orang dan 0.05 nyamuk/jam/orang untuk Ae. albopictus. Nilai ini berarti bahwa di dalam rumah setiap tiga jam inang akan digigit lebih dari satu nyamuk Ae. aegypti. Dari nilai tersebut terlihat bahwa di dalam rumah Ae. aegypti lebih berpotensi dalam menyebarkan penyakit DBD apabila dibandingkan terhadap Ae. albopictus yang hanya memiliki nilai MHD 0.05 nyamuk/jam/orang, Ae.aegypti memiliki kepadatan nyamuk lebih tinggi sehingga memiliki peluang yang lebih besar dalam penyebaran penyakit DBD. Perhitungan nilai MHD dari Tabel 3 terlihat bahwa MHD Ae. albopictus 0.3 nyamuk/jam/orang dan Ae. aegypti 0.1 nyamuk/jam/orang. Jika dibandingkan dengan Ae. aegypti nilai MHD Ae. albopictus lebih tinggi yaitu 0.3 nyamuk/jam/orang, sehingga Ae.albopictus lebih berpotensi dalam menyebarkan penyakit DBD di luar ruangan. Semakin tinggi nilai MHD maka semakin tinggi potensi nyamuk tersebut dalam menyebarkan penyakit DBD.

Sampai saat ini belum ada nilai standar MHD nyamuk yang dikatakan berisiko dalam mentransmisikan virus dengue. Menurut Lok (1985) dalam bukunya menyatakan bahwa apabila di suatu wilayah terdapat inang serta terjadi kontak dengan vektor, maka dengan nilai MHD > 2 dikatakan berisiko dalam mentrasmisikan penyakit yellow fever. Selain itu Onyido et al. (2009) dalam penelitiannya mengenai vektor yellow fever di Nigeria yang melakukan penangkapan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus dari pukul 17.00-20.00 mendapatkan nilai MHD Ae. aegypti 3.04 dan Ae. albopictus 1.72. Dikatakan nilai ini menunjukkan risiko yang tinggi dalam penyebaran infeksi yellow fever. Apabila dibandingkan dengan nilai MHD Ae. aegypti dan Ae. albopictus penelitian pada Tabel 3, nilai MHD pada penelitian ini menunjukkan nilai yang sangat kecil. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan tempat, waktu, iklim daerah penelitian dan tidak secara langsung menunjukkan potensinya dalam penyebaran DBD.

Perilaku Menggigit

Menurut Service (1986) dilihat dari inangnya nyamuk dibedakan menjadi empat jenis yaitu spesies nyamuk yang menyukai darah manusia disebut

anthropophagic, spesies yang menyukai darah hewan disebut zoophagic, nyamuk yang menyukai darah bangsa burung disebut ornitophagic, dan yang terahir adalah nyamuk indiscriminate biters yang berarti nyamuk yang tidak memiliki kesukaan terhadap inang tertentu.

Menurut aktivitas dalam pencarian makanan nyamuk dibedakan menjadi dua jenis yaitu nyamuk yang mencari makanan di dalam rumah disebut endophagic dan spesies nyamuk yang mencari makanan di luar rumah disebut exophagic. Setelah mencari makan sebagian besar spesies nyamuk akan mencari tempat untuk mencerna darah yang dimakan dan melakukan pematangan sel telur. Sebagian spesies nyamuk akan melakukan istirahat dan pematangan sel telur di dalam rumah atau disebut endophilic, dan spesies yang melakukannya di luar ruangan disebut exophilic.

Pengamatan perilaku menggigit nyamuk dilakukan dengan melihat banyaknya nyamuk yang hinggap pada inang yang disediakan (landing). Perilaku menggigit ini hanya dilakukan oleh nyamuk betina. Nyamuk betina yang aktif

Dokumen terkait