• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Hati

Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian atas rongga abdomen, di sebelah kanan bawah diafgrama dan hati dilindungi oleh rongga iga (Batticaca, 2009). Hati memiliki berat 2% dari berat tubuh total dan hati menerima 1500 ml darah per menit (Sacher dan McPherson, 2004).

2.6.1 Anatomi hati

Hati terbagi dalam dua lobus (bagian utama), dimana lobus kanan yang berukuran lebih besar dari lobus kiri. Dua lobus tersebut terbagi menjadi empat lobus, yaitu lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudatus dan lobus kuadratus. Setiap lobus terdiri atas lobulus. Lobulus berbentuk polyhedral (segi banyak) dan terdiri atas se-sel hati berbentuk kubus yang disebut hepatosit (Batticaca, 2009). Hati terdiri dari dua jenis sel utama, yaitu hepatosit yang aktif secara metabolis dan sel kupfer yang bersifat fagositik (Sacher dan McPherson, 2004).

Hati memiliki tiga pembuluh darah utama yaitu arteri hepatika,vena porta hepatika dan vena hepatika. Setiap lobulus diperdarahi oleh sebuah saluran sinusoid atau kapiler hepatika (Batticaca, 2009).

2.6.2 Fungsi hati

Hati memiliki fungsi antara lain: a. Fungsi metabolik

Hati berperan penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Hati mengubah amonia menjadi urea untuk dikeluarkan melalui ginjal. b. Fungsi ekskresi

Hati berfungsi dalam ekskresi pigmen empedu, garam empedu dan kolesterol yang diekskresi dalam empedu sampai intestin.

c. Fungsi pertahanan tubuh dan detoksifikasi

Sel kupffer pada hati melakukan fagositosit untuk mengeliminasi senyawa asing. Amonia didetoksifikasi menjadi urea. Hati bertanggung jawab untuk memetabolisme xenobiotik (detoksifikasi).

d. Fungsi hematologi

Hati berperan dalam pembentukan darah (khususnya pada embrio), sintesis protein plasma (termasuk faktor pembekuan darah) dan destruksi eritrosit. e. Fungsi penyimpanan

Glikogen, vitamin A, D dan B12 serta sumber unsur besi tersimpan dalam hati

(Satyanarayana, 2005).

2.6.3 Biokimia hati

Dua enzim yang paling sering berkaitan dengan kerusakan hepatoselular adalah aminotransferase yang mengkatalis pemindahan reversibel satu gugus amino antara sebuah asam amino dan sebuah asam alfa-keto. Fungsi ini penting untuk pembentukan asam-asam amino yang dibutuhkan untuk menyusun protein hati. Apabila sel hati mengalami kerusakan, enzim-enzim yang secara normal terdapat dalam intrasel masuk ke dalam aliran darah. Peningkatan kadar aminotransferase setara dengan luas kerusakan hepatoselular (Sacher dan McPherson, 2004).

Kadar yang meningkat secara mencolok 500 unit/liter khas terdapat pada kerusakan sel hati akut misalnya karena virus, obat-obatan, hepatitis karena ischemia sedangkan kenaikan berderajat sedang (kurang dari 300 unit/liter) dapat terlihat pada berbagai keadaan kerusakan hepatosellular akut atau kronik. ALT pada umumnya lebih sensitif dari pada AST untuk mendeteksi hepatitis viral, AST meningkat melebihi ALT biasanya dua kali atau lebih tinggi pada penyakit hati karena alkoholisme (Woodley dan Whelan 1992). Karakteristik kedua enzim aminotransferase dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Karakteristik aminotransferase terkait hati (Sacher dan McPherson, 2004)

Karakteristik AST ALT

Letaknya di

jaringan selain hati

Lebih banyak di jantung dibandingkan di hati, juga di oto rangka, ginjal dan otak

Konsentrasinya relatif rendah di jaringan lain Lokasi dihepatosit Mitokondria dan sitoplasma Hanya di sitoplasma Rentang rujukan

dalam darah

10 - 40 U/liter 5 - 35 U/liter Waktu paruh dalam

darah Perubahan pada kerusakan inflamatorik akut 12 - 22 jam Sensitif sedang 35 - 57 jam Sangat sensitif Perubahan pada neoplasma primer atau sekunder

Meningkat secara bermakna Peringkat sedang atau tidak ada peringkat Perubahan pada

sirosis hati

Meningkat sedang Meningkat ringan atau sedang

Perubahan pada infark miokard

Meningkat secara bermakna Meningkat ringan atau sedang

Beberapa enzim hati yang dapat dijadikan parameter untuk pemeriksaan fungsi hati yaitu:

a. Bilirubin

Bilirubin merupakan hasil perombakan hemoglobin. Kadar bilirubin dalam serum meningkat apabila perombakan hemoglobin meningkat sehingga lebih banyak bilirubin dihasilkan dan kadar tersebut juga meningkat kalau fungsi hepatoseluler terganggu untuk mengkonjugasi bilirubin. Secara normal, hepatosit mengkonjugasi bilirubin dengan asam glukoronat agar dapat larut dalam air, sehingga dapat diekskresikan ke saluran empedu dan dikeluarkan dari tubuh bersama tinja (Widmann, 1989).

b. Alkaline phospatase (ALP)

ALP merupakan suatu enzim yang berfungsi mengeluarkan gugus fosfat dari protein dan dari molekul lain (Sacher dan McPherson, 2004). Peningkatan aktivitas ALP pada penyakit hati merupakan akibat dari peningkatan sintesis enzim eleh sel-sel yang melapisi kanalikuli empedu, biasanya sebagai respon terhadap kolestasis. Aktivitas ALP yang tinggi pada hati juga dapat terjadi saat terdapat lesi desak ruang (misalnya tumor) (Gaw, dkk., 2011).

c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT)

GGT berfungsi mengkatalisis transfer gugus gamma glutamil dari peptida seperti glutation ke asam amino lain dan dapat berperan dalam transpor asam amino (Harrison, 2000). Aktivitas GGT dalam plasma dapat meningkat apabila terjadi kolestasis (Gaw, dkk., 2011) dan juga akan meningkat pada pasien yang mengkonsumsi bahan-bahan yang menstimulasi sistem oksidasi mikrosomal hati (misalnya: barbiturat, phenitoin dan alkohol) (Woodley dan Whelan, 1995). d. Protein plasma

Gagal hepatoseluler akut lebih cepat diketahui dari pengukuran protein plasma yaitu prealbulmin, karena memiliki waktu paruh hanya 2 hari, sehingga kadar prealbumin cepat menurun apabila sintesis hati terganggu (Sacher dan McPherson, 2004). Sedangkan albumin memiliki waktu paruh yang panjang dalam plasma (sekitar 20 hari), sehingga penurunan konsentrasi albumin yang signifikan berlangsung lambat jika sintesis tiba-tiba berkurang. Hipoalbuminemia merupakan gambaran penyakit hati kronis tahap lanjut. Protein lainnya seperti globulin total dalam serum terkadang digunakan sebagai ukuran kasar untuk tingkat keparahan penyakit hati (Gaw, dkk., 2011).

2.6.4 Gangguan fungsi hati akibat zat toksik

Gangguan fungsi hati akibat zat toksik antara lain (Lu, 1994): a. Steatosis (perlemakan hati)

Steatosis atau perlemakan hati yaitu jika hati mengandung berat lipid lebih dari 5%, sehingga terjadi lesi yang bersifat akut maupun kronis.

b. Kolestasis

Kolestasis bersifat akut dan lebih jarang ditemukan dibandingkan steatosis dan nekrosis. Contoh penyebabnya yaitu klorpromazin, steroid anabolit dan kontrasepsi.

c. Karsinogenesis

Karsinoma hepatoseluler adalah jenis neoplasma ganas yang paling umum pada hati. Sejumlah besar toksikan dapat menyebabkan kanker hati, salah satunya yaitu vinil klorida.

d. Nekrosis

Nekrosis adalah kematian hepatosit, tetapi tidak selalu kritis karena mempunyai kapasitas yang luar biasa untuk pertumbuhan kembali. Contoh penyebab nekrosis hati yaitu isoniazida dan parasetamol.

e. Sirosis

Sirosis disebabkan oleh nekrosis sel tunggal karena kurangnya mekanisme perbaikan sehingga terjadi fibroblastik dan pembentukan jaringan parut. Penyebab sirosis yang paling penting adalah penggunaan kronis alkohol. f. Hepatitis yang mirip hepatitis virus

Obat-obat tertentu mengakibatkan sindroma klinis yang tidak dapat dibedakan dari hepatitis virus, contohnya halotan.

Dokumen terkait