• Tidak ada hasil yang ditemukan

Itik Lokal

Itik merupakan salah satu unggas air (waterfowls) yang menurut Srigandono (1998) memiliki susunan taksonomi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Philum : Chordata Klas : Aves Ordo : Anseriformes Famili : Anatidae Subfamili : Anatinae Tribus : Anatini Genus : Anas

Spesies : Anas plathyrynchos.

Itik lokal Indonesia hampir seluruhnya merupakan keturunan dari bangsa itik Indian Runner, yang merupakan bangsa itik terkenal sebagai penghasil telur (Samosir, 1984). Srigandono (1998) menyatakan bahwa ciri khas yang dimiliki itik Indian Runner adalah postur tubuhnya yang hampir tegak, dan bila dilihat dari arah depan seperti botol anggur, serta paruh dan kakinya berwarna hitam. Itik Indian Runner dijuluki sebagai pelari (Runner) karena kemampuannya berjalan dan berlari cukup jauh. Menurut Setioko et a.l (1994) setelah sekian lama dipelihara dan dikembangkan di Indonesia maka itik ini disebut itik rakyat atau itik lokal.

Menurut Anggraeni (1999), populasi itik di Indonesia sebagian besar dijumpai di Pulau Jawa dan kepulauan Indonesia bagian barat. Selanjutnya Srigandono (1997) menambahkan bahwa itik lokal menggunakan nama daerah masing-masing, misalnya itik Mojosari yang berkembang di daerah Mojosari, itik Tegal yang berkembang di daerah Tegal dan itik Alabio yang berkembang di daerah Hulu Sungai Utara Propinsi Kalimantan Selatan. Itik merupakan ternak unggas yang mempunyai kemampuan mencerna serat lebih baik dibanding dengan ayam (Lesson dan Summer, 1997).

Komposisi Kimia Daging Itik

Daging unggas merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino yang lengkap dengan perbandingan jumlah yang baik Struktur daging pada hewan unggas dan mamalia pada umumnya adalah sama, yang membedakan pada daging unggas serat dagingnya pendek dan lunak serta jaringan ikatnya bersifat lebih tipis sehingga mudah dicerna. Daging unggas tersusun atas komponen-komponen bahan pangan seperti protein lemak, karbohidrat, mineral dan air. Komposisi daging tersebut akan tergantung pada macam otot atau daging, jenis kelamin, umur dan spesies (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Menurut Moutney (1976), kelebihan daging unggas dibanding dengan daging yang berasal dari ruminansia adalah kadar protein yang lebih tinggi dan kadar lemak yang lebih rendah. Lemak tersebut sebagian besar lemak subkutan dan tidak banyak didistribusikan pada jaringan seperti pada ruminansia. Nilai gizi daging yang tinggi karena daging mengandung asam amino esensial, air, karbohidrat, lemak dan komponen anorganik yang lengkap dan seimbang (Forrest et al., 1975). Komposisi kimia daging dari beberapa unggas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Bagian yang dapat Dimakan dari Unggas Tipe Air (%) Protein (%) Lemak (%) Abu (%)

Ayam (fryer) 75,7 18,6 4,9 0,8

Ayam (roaster) 63,0 18,2 17,9 0,9

Ayam (Jantan dan Betina) 56,9 17,4 24,8 0,9

Itik 54,3 16,0 28,6 1,0 Angsa Kalkun 51,1 64,2 16,4 20,1 31,5 14,7 0,9 1,0

Sumber: USDA (1975) dalam Triyantini et al,. (1997)

Daging ternak itik tergolong daging dark meat atau daging suram (Samosir, 1984). Daging itik sebagian besar mengandung serabut merah dan sebagian kecil serabut putih. Lawrie (1995) menjelaskan bahwa perbedaan warna daging diikuti oleh perbedaan kadar pigmen daging (myoglobin), pigmen darah (hemoglobin) dan komponen lain yaitu lemak, vitamin B12 dan flavin. Komposisi kimia daging dada, daging paha dan kulit itik umur dua belas hari disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Proksimat dari Daging Dada, Paha dan Kulit Itik yang Berumur 12 Minggu

Lokasi Otot Air (%) Protein (%) Lemak (%) Abu (%)

Dada 73,97 19,11 0,50 1,11 Paha 73,91 20,19 1,72 1,09 Kulit 60,19 13,63 22,0 0,54

Sumber: Triyantini et al., (1997) Kadar Air

Menurut Winarno (2002), air dalam bahan makanan dibagi atas empat tipe menurut derajat keterikatan air. Tipe I adalah molekul air yang terikat pada molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein dan garam. Air tipe ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul air lain, terdapat pada mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air tipe ini sulit dihilangkan. Tipe III, adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matrik bahan seperti membran kapiler, serat dan lain-lain, air tipe inilah yang disebut dengan air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan. Tipe IV, adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh. Armin (1996) menyatakan kadar air daging dapat berbeda diantara serat otot, dan kadar air berkurang dengan bertambahnya umur.

Kadar Protein

Protein adalah substansi organik mirip lemak maupun karbohidrat dalam hal kandungan unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Semua protein juga mengandung nitrogen dan beberapa diantaranya mengandung fosfor dan belerang. Protein lebih bervariasi dan lebih kompleks strukturnya dibanding lemak atau karbohidrat (Gaman dan Sherrington, 1992).

Belitzh dan Grosch (1999) membagi protein daging dalam tiga grup besar yaitu: 1) protein kontraktil larut dalam larutan garam (aktomiosin, tropomiosin dan troponin); 2) protein larut air atau larutan garam lemah (mioglobin dan enzim); dan 3) protein tak larut (jaringan ikat dan protein membran).

Struktur protein umumnya dipertahankan oleh dua ikatan yang kuat (peptida dan disulfida) dan tiga ikatan lemah (hidrogen, hidrofobik dan elektrostatik atau

garam). Protein dapat dikelompokkan menurut fungsi biologisnya yaitu, sebagai protein struktural dan katalitik atau transport. Protein katalitik (enzim), yang merupakan mayoritas jenis protein dapat dikelompokkan berdasarkan jenis reaksi yang dikatalisis (Martin et al., 1984).

Fungsi utama protein adalah membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein juga merupakan zat gizi yang penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein dapat digunakan sebagai bahan bakar jika keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein merupakan komponen terbesar setelah air dalam tubuh, diperkirakan sekitar 50% dari berat kering sel yang terdapat dalam jaringan seperti daging dan hati terdiri dari protein, dan bila dalam tenunan segar berjumlah sekitar 20% (Winarno,2002).

Kadar Lemak

Lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam eter, kloroform dan benzen (Anggorodi, 1994; Lehninger, 1997). Muchtadi dan Sugiyono, 1992 menjelaskan bahwa lemak dapat dibagi menjadi dua golongan, pertama adalah golongan trigleserida sederhana atau lemak netral yang terdapat di bawah kulit dan rongga badan yang merupakan sumber penyimpanan energi. Golongan kedua adalah lemak majemuk seperti fosfolipid yang merupakan bagian penting untuk tubuh dalam proses metabolisme.

Lemak adalah unsur makanan yang penting, tidak hanya karena nilai kalorinya tinggi, tetapi juga karena vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dan asam-asam lemak esensial yang terdapat dalam lemak makanan alami (Martin et al., 1984). Belitzh dan Grosch (1999) menambahkan bahwa lemak juga merupakan komponen yang sangat mempengaruhi aroma makanan atau prekursor yang mempengaruhi degradasi substansi aroma makanan.

Kadar Abu

Unsur-unsur mineral adalah unsur-unsur kimia selain karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen, yang dibutuhkan oleh tubuh. Dalam makanan unsur-unsur tersebut kebanyakan terdapat berupa garam organik, misalnya natrium klorida, tetapi beberapa mineral terdapat dalam senyawa organik, seperti sulfur dan fosfor yang

merupakan penyusun berbagai protein (Gaman dan Sherrington, 1992). Kandungan mineral utama daging disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Mineral Utama dalam Daging

Mineral mg/ 100g Kalsium total 8,6 Kalsium terlarut 3,8 Magnesium total 24,4 Magnesium terlarut 17,7 Sitrat total 8,2 Sitrat terlarut 66 Fosfor organik total 233,0 Fosfor organik terlarut 95,2

Natrium 168 Kalium 244 Klorida 48

Sumber: de Man (1997)

De Man (1997) menjelaskan bahwa natrium, kalium dan fosfor terdapat dalam jumlah nisbi besar. Jaringan otot lebih besar mengandung kalium daripada natrium. Daging juga lebih banyak mengandung magnesium daripada kalsium. Tabel 3 memberikan informasi mengenai penyebaran mineral ini antara bentuk terlarut dan tak terlarut. Mineral yang tak terlarut berasosiasi dengan protein karena mineral terutama berasosiasi dengan bagian daging nonlemak. Jika cairan hilang dari daging, unsur utama yang hilang adalah natrium, dan kehilangan kalsium, fosfor dan kalium lebih kecil. Jaringan otot terdiri sekitar 40% cairan intrasel, cairan ekstrasel 20% dan padatan 40%. Kalium terdapat hampir seluruhnya dalam cairan intrasel, begitu juga magnesium, fosfat dan sulfat. Natrium terutama terdapat dalam cairan ekstrasel bersama-sama dengan klorida dan bikarbonat.

Struktur dan Komposisi Kimia Kulit Unggas

Secara histologis, kulit hewan pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga yaitu lapisan epidermis, dermis (korium) dan hipodermis (subkutis). Lapisan epedermis adalah lapisan luar kulit yang tersusun dari lapisan epitel. Sel-sel epitel ini tidak

hanya tumbuh menjadi epidermis, tetapi juga merupakan protein yang disebut keratin. Lapisan dermis terdiri dari jaringan serat kolagen yang dibangun oleh tenunan pengikat. Lapisan hipodermis berfungsi pokok sebagai batas antara tenunan kulit dan tenunan daging. Lapisan kulit unggas umumnya bersifat longgar, terdapat banyak tenunan lemak dan pembuluh-pembuluh darah (Judoamidjoyo, 1981).

Kulit unggas mempunyai struktur yang sama dengan kelompok hewan vertebrata lainnya, kecuali pada bagian yang tidak terlindungi bulu-bulu seperti kaki bagian bawah yang lebih tipis (Hodges, 1974). Komposisi kimia kulit hewan secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian protein dan non protein. Bagian non protein terdiri atas lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan enzim.

Protein kulit dapat dibedakan atas protein berbentuk (fibrous protein) dan protein tak berbentuk (globular protein). Fibrous protein terdiri atas kolagen, elastin dan keratin. Globular protein terdiri atas albumin dan globulin (Judoamidjoyo, 1981).

Beluntas ( Pluchea indica L. )

Tanaman Beluntas (Pluchea Indica L.) menurut Asiamaya (2003) memiliki susunan taksonomi sebagai berikut :

Kingdom : Planta Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subklas : Asteridae, Ordo : Asterales Familia : Asteraceae Genus : Pluchea Cass

Spesies : Pluchea Indica (L.) Less.

Beluntas merupakan tanaman perdu tegak, berkayu, bercabang banyak, dengan ketinggian tanaman dapat mencapai 2 m. Selanjutnya disebutkan pula bahwa beluntas memiliki daun tunggal, bulat berbentuk telur, ujung runcing, berbulu halus, daun muda berwarna hijau kekuningan dan setelah tua akan berwarna hijau pucat. Panjang daun beluntas mencapai 3,8-6,4 cm (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Di Indonesia tanaman ini tumbuh di tempat yang terkena sinar matahari panas pada ketinggian 800 m di atas permukaan laut (Asiamaya, 2003). Selanjutnya Hayne (1987) menyatakan bahwa di Pulau Jawa tanaman beluntas tumbuh di daerah pantai yang secara berkala menjadi kering sekali, keras atau berbatu dengan cahaya matahari yang cukup.

Gambar 1. Tanaman Beluntas

Beluntas telah dikenal mempunyai banyak kegunaan baik sebagai tanaman pagar maupun tanaman obat dengan menggunakan seluruh bagian tanamannnya baik dalam bentuk segar maupun kering. Beluntas mengandung asam amino (leusin, isoleusin, triptofan, treonin), alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, asam chlorogenik, natrium, kalium, alumunium, kalsium, magnesium, fosfor, besi, vitamin A dan C (Asiamaya, 2003). Menurut hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa ekstrak daun beluntas mengandung fenol hidrokuinon, tanin, alkaloid dan steroid (Ardiansyah, 2002).

Sastroamidjojo (1997) menyatakan bahwa beluntas sebagai tanaman obat khususnya bermanfat dalam menurunkan suhu tubuh (diaforetika). Daunnya dapat menambah nafsu makan dan membantu pencernaan. Selanjutnya disebutkan bahwa beluntas dapat digunakan sebagai obat kencing darah, mencret, TBC pada kelenjar leher, nyeri pada rematik, nyeri haid, sakit perut, nyeri pinggang dan pinggul, menghilangkan bau badan, obat pegel linu, dan obat kuat untuk orang yang baru sembuh sakit. Dalam penggunaanya daun beluntas direbus atau diseduh seperti teh (untuk menurukan suhu tubuh, penghilang rasa nyeri dan perangsang urat syaraf), dikukus atau ditumbuk kemudian dimakan (sebagai penghilang bau busuk dan gangguan pencernaan).

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapangan Ilmu Produksi Ternak Unggas komplek Kandang B, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian yaitu pada akhir bulan Juli hingga November 2005.

Materi

Penelitian ini menggunakan tepung daun beluntas yang dicampurkan kedalam pakan, adapun daun beluntas didapatkan dari daerah Cinagara, Bogor. Itik lokal jantan yang digunakan sebanyak 45 ekor yang berasal dari kota Cianjur, Jawa Barat.

Pakan yang diberikan selama pemeliharaan adalah pakan jenis BP 11 yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokhand Indonesia untuk umur 0-4 minggu, sedangkan pada umur 4-10 minggu pakan yang digunakan adalah pakan khusus itik periode grower yang diproduksi oleh PT. Indofeed yang telah ditambahkan tepung daun beluntas dengan konserntrasi 0%; 1% dan 2%. Komposisi nutrisi pakan pada perlakuan disajikan pada tabel 4.

Bahan yang digunakan untuk analisis kimia adalah selenium, H2SO4, brom kresol hijau, pelarut heksan, NaOH, asam borat, HCl dan akuades. Peralatan yang digunakan untuk analisis kimia antara lain cawan, tanur, oven, alat ekstraksi Soxhlet, labu Kjeldhal, erlenmeyer, eksikator, desikator, batu didih dan kertas saring.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan selama penelitian sebanyak 9 kandang dengan ukuran masing-masing 100x100x75 cm. Setiap kandang berisi lima ekor itik dan dilengkapi dengan tempat makan, tempat minum dan lampu yang berkekuatan 60 watt. Peralatan lain yang digunakan terdiri dari alat semprot (sprayer), plastik ukuran 500 gram, timbangan, sedangkan untuk pembuatan tepung daun beluntas digunakan mesin penggiling, plastik, wadah dan timbangan. Peralatan yang digunakan dalam penanganan karkas adalah pisau, kompor, panci, ember, termometer, nampan plastik dan timbangan elektrik kapasitas 5 kg dan 120 gram.

Tabel 4. Komposisi Nutrisi pakan perlakuan

Komponen TDB* Pakan Kontrol 99%pakan + 2%TDB 98%pakan + 2%TDB Bahan Kering (%) 85,83 85,52 85,52 85,53 Abu (%) 15,69 6,17 6,27 6,36 Protein Kasar (%) 19,02 20,18 20,17 20,16 Serat Kasar (%) 15,80 2,85 2,98 3,11 Lemak Kasar (%) 3,70 3,25 3,25 3,26 Beta-N (%) 31,62 53,07 52,86 52,64 Kalsium (%) 2,40 0,97 0,97 1,00 Fosfor (%) 0,29 0,94 0,93 0,93 Energi Bruto (kkal/kg) 3.448 4.108 4.101 4.095 Keterangan : * Setiyanto (2005) Rancangan Perlakuan

Pada saat itik mencapai umur 4 minggu, itik diberi pakan khusus periode grower produksi PT. Indofeed yang ditambahkan tepung daun beluntas dengan konsentrasi 0%; 1% dan 2%. Pemberian pakan dengan tepung daun beluntas ini dilakukan setelah itik mencapai umur 4 minggu dengan pertimbangan bahwa pada usia ini organ pencernaan itik telah sempurna. Tiap-tiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan dan masing-masing ulangan terdiri atas lima ekor itik.

Peubah yang Diamati dan Analisis Data

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah komposisi kimia daging dan kulit paha yang meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diuji asumsi. Kemudian dilakukan Analisis Ragam (ANOVA).

Model

Model rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan 3 perlakuan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan pada taraf berbeda yaitu 0%; 1% dan 2%. Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan.

Model matematika Matjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut:

Yij = µ + σi + εij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan ke-i ulangan ke-j

µ = rataan umum

σi = pengaruh penambahan tepung daun beluntas dalam pakan ke-i (i=1,2,3)

εij = pengaruh acak pada penambahan tepung daun beluntas ke-i dan ulangan ke-j (j=1,2,...,6)

Prosedur

Pembuatan Tepung Daun Beluntas

Tanaman beluntas diambil daunnya kemudian dilayukan selama dua hari pada suhu kamar. Daun yang telah layu dijemur di bawah sinar mataahari selama satu hari, kemudian dioven pada suhu 60° C selama lebih kurang 5 jam. Daun yang telah kering digiling menjadi tepung daun beluntas.

Gambar 2. Tepung Daun Beluntas

Persiapan Kandang dan Peralatan

Sebelum ternak datang, kandang dan peralatan yang terdiri atas tempat pakan dan tempat minum dibersihkan terlebih dahulu. Pengapuran dan penyemprotan kandang digunakan larutan desinfektan, sedangkan tempat pakan dan tempat air minum hanya dicuci dengan larutan desinfektan.

Pengacakan Ternak

Ternak yang digunakan dalam percobaan sebanyak 45 ekor itik lokal jantan. Itik diberi nomor sayap (wingband) dan ditimbang pada umur 1 hari untuk mendapatkan bobot badan awal dari masing-masing ternak, kemudian dihitung rataan dan standar deviasinya. Data rataan dan standar deviasi tersebut digunakan untuk menentukan keseragaman bobot awal itik yang digunakan dalam penelitian. Itik dibagi ke dalam 9 kandang berdasarkan homogenitas bobot badan awal dan didistribusikan secara acak. Perlakuan yang dicobakan yaitu penambahan tepung daun beluntas dalam pakan yang terdiri atas tiga taraf 0%; 1% dan 2%. Masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan dan Masing-masing-Masing-masing ulangan berisi lima ekor itik percobaan.

Pemeliharaan dan Pengambilan Data

Itik dipelihara dari umur satu hari hingga 10 minggu. Umur 0-3 minggu itik diberi pakan BP 11 ad libitum. Pada umur 3-4 minggu dilakukan adaptasi dengan menggati pakan secara bertahap dengan pakan khusus grower, dua hari pertama diberi pakan campuran BP 11 dan pakan khusus grower dengan perbandingan 75% dan 25%. Dua hari berikutnya diberi pakan campuran dengan perbandingan 50% BP 11 dan 50% pakan khusus grower. Dua hari berukutnya diberi pakan campuran dengan perbandingan 25% BP 11 dan 75% pakan khusus pakan khusus grower, dan hari berikutnya diberikan pakan khusus grower 100%. Itik umur 4-10 minggu pakan yang diberikan adalah pakan khusus grower yang ditambahkan tepung daun beluntas dengan konsentrasi 0%; 1% dan 2%. Itik ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik setiap minggu selama penelitian guna memperoleh data bobot badan, sehingga diketahui pertambahan bobot badannya.

Pemotongan dilakukan setelah itik berumur 10 minggu. Sebelumnya itik dipuasakan lebih kurang selama 12 jam. Sesaat sebelum dipotong dilakukan penimbangan guna mengetahui bobot potong. Pemotongan dilakukan dengan metode Khoser Style, yaitu dengan memotong trachea, vena jugolaris, arteri carotidea dan oesophagus di daerah perbatasan antara kepala dan leher. Setelah itik mati dan seluruh darah telah ke luar, itik dicelupkan ke dalam air panas dengan suhu 60°C selama 30 detik dan dilakukan pembuluan. Bobot karkas didapatkan setelah proses pemotongan, pembuluan, pengeluaran darah, pemotongan leher, kepala dan kaki

serta pengeluaran jeroan. Bagian dada dan paha serta punggung dipotong kemudian ditimbang. Pada bagian paha selanjutnya dilakukan deboning kemudian ditimbang bobot daging dan bobot kulit. Sebanyak 20 gram daging dan 20 gram kulit dari tiga ekor masing-masing ulangan dari setiap perlakuan dipisahkan untuk dianalisis kimia secara komposit.

Pengukuran Peubah

Kadar Air (AOAC, 1995). Sebanyak satu gram sampel segar dalam botol timbang dimasukkkan ke dalam oven dengan suhu 105°C selama 4 jam, lalu ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus:

Bobot sampel (segar-kering)

Kadar air = X 100% Bobot sampel segar

Kadar Protein (AOAC, 1995). Sebanyak 0,25 gram sampel, ditempatkan dalam labu Kjeldahl 100 ml dan di tambahkan 0,25 gram campuran bahan (5 g K2SO4; 0,25 g CuSO4; 0,1 g selenium) dan 3 ml H2SO4 pekat. Kemudian dilakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam sampai larutan jernih. Setelah dingin ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 dan 2 tetes brom kresol hijau berwarna merah muda. Setelah volume tampungan (destilat) menjadi 25 ml dan berwarna kebiruan , destilasi dihentikan dan destilat dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blangko. Dengan metode ini diperoleh kadar nitrogen total yang dihitung dengan rumus:

(S – B) X N HCl X 14

% Nitrogen = X 100% W X 1000

Kadar protein = % Nitrogen X faktor protein

Keterangan:

S: volume titran sampel B: volume titran blangko w: bobot sampel kering N: normalitas HCl

Kadar Lemak (AOAC, 1995). Sebanyak 2 gram sampel disebar di atas kapar yang beralas kertas saring digulung membentuk thimble, lalu dimasukkan ke dalam labu Soxhlet. Kemudian dilakukan ekstraksi selama enam jam dengan menggunakan pelarut lemak berupa heksana sebanyak 150 ml. Lemak yang terekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C selama 1 jam.

Bobot lemak ekstrak Kadar lemak = X 100% Bobot sampel kering

Kadar Abu (AOAC, 1995). Sebanyak 2 gram sampel ditempatkan ke dalam cawan porselen kemudian dimasukkan ke dalam tanur dan dipijarkan pada suhu 600°C hingga bobotnya konstan. Cawan diambil dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus:

Bobot abu

Kadar abu = X 100% Bobot sampel

Dokumen terkait