• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Tinjauan Pustaka

6. Sumber (Source)

Iswara (2010) menjelaskan bahwa jika terdapat perpindahan, posisi awal merupakan sumber/ asal, objek merupakan tema dan posisi akhir merupakan penerima (receiver).

7. Tema (Theme)

Peran tema memiliki kesamaan dengan peran pasien karena dikenai aktifitas atau aksi dari verba yang dilakukan oleh agen. Yang membedakannya adalah peran tema mengalami perpindahan atau pergerakan yang diakibatkan oleh verbanya (Iswara 2015:388).

2.3 Tinjauan Pustaka

Eka Astuti Wahyuningsih (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Deiksis Novel Bila Cinta Mencari Cahaya Karya Harri Ash Shiddiqie dan Pembelajarannya di SMA” yang hasil penelitiannya memberikan penulis penambahan wawasan tentang pembagian jenis deiksis yaitu deiksis luar tuturan (eksofora) yang artinya pemberian pertunjukan kepada pendengar atau pembaca supaya melihat di luar teks untuk menemukan yang sedang diacu dan deiksis dalam tuturan (endofora)

yang artinya pemberian pertunjukan kepada pendengar atau pembaca supaya melihat di dalam teks untuk menemukan yang sedang diacu. Teori yang digunakan peneliti dalam karya ilmiahnya adalah teori-teori pragmatik yang kemudian diterapkan dalam penelitiannya. Dalam kajian teoretis ini, teori yang mendasari penelitiannya adalah teori yang berkenaan tentang deiksis, teori yang berkenaan tentang karangan narasi, teori yang berkenaan tentang metode pembelajaran problem solving, dan teori yang berkenaan tentang bahan ajar.

Prastuti Kesumawardani (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Deiksis Persona, Tempat, dan Waktu dalam Novel Pulang Karya Tere Liye (Kajian Pragmatik) dan Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA” yang hasil penelitiannya membantu penulis dalam memaparkan data yang akan didapat nantinya. Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat yang diambil oleh peneliti dalam skripsinya, peneliti mengambil simpulan bahwa pragmatik merujuk pada dua hal, yaitu pragmatik sebagai ilmu dan pragmatik sebagai suatu keterampilan menggunakan bahasa.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk dan makna deiksis persona yang digunakan meliputi: bentuk deiksis persona pertama tunggal berupa kata aku, deiksis persona pertama jamak: kami, kita makna perannya adalah sebagai pembicara. Deiksis persona kedua tunggal: kau, dan deiksis persona kedua jamak: anda makna perannya adalah sebagai lawan bicara. Deiksis persona ketiga tunggal: ia, dia dan deiksis persona ketiga jamak mereka makna perannya adalah yang dibicarakan. Deiksis tempat yaitu, di sini, di sana, ke sini , ke sana maknanya untuk mengetahui lokasi ruang atau tempat pembicara dan lawan bicara. Deiksis waktu yaitu sekarang, saat ini, sore, malam, atau siang, menit, jam atau hari, besok,

lusa, nanti, tadi, kemarin, minggu lalu, ketika itu dan dahulu, maknanya untuk menunjukkan jarak waktu pandang pada saat sepersona penutur berujar. Kajian deiksis ini dapat direlevansikan dengan pembelajaran bahasa Indonesia di SMA kelas XI pada pembelajaran menulis naskah teks drama. karena deiksis terkait dengan pemilihan kata dan penggunaan kalimat yang efektif. Sebagai suatu ilmu karena pragmatik merupakan cabang linguistik yang mempelajari bahasa yang dikaitkan dengan aspek pemakainya. Pragmatik sebagai suatu keterampilan merupakan konteks dan situasi berbahasanya (hubungan antara unsur bahasa dengan konteks dan situasi).

Dengan kata lain, keterampilan pragmatik merupakan keterampilan menggunakan bahasa secara komunikatif.

Utami M. Dinanti (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Deiksis Persona dalam Novel Ibu, Doa Yang Hilang Karya Bagus D. Bawono”. Penelitian ini menjelaskan tentang Deiksis Persona dalam novel Ibu, Doa Yang Hilang Karya Bagus D. Bawono. Data yang digunakan adalah data tertulis yang dikumpulkan dengan metode simak dan dilanjutkan denan teknik catat. Kemudian, data analisis dengan metode padan dan digunakan dengan teknik dasar serta teknik pilah. Penulis membantu peneliti dalam menjelaskan tentang ekspresi deiksis yang digunakan untuk menggambarkan fungsi kata ganti persona, kata ganti demonstrative, fungsi waktu dan bermacam-macam ciri gramatikal dan leksikal lainnya serta membantu penulis dalam penjelasan tentang konteksnya. Peneliti menggunakan teori prangmatik yang dikemukakan oleh Leech (1993 :5) menyatakan bahwa Pragmatik mempelajari maksud ujaran untuk apa ujaran itu dilakukan, serta menanyakan apa yang

dimaksudkan sesepersona dengan suatu tuturan yang mengaitkan makna dengan siapa berbiacara, di mana, bilamana, dan bagaimana.

Walset Tologana (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Deiksis dalam Novel Assalamu’alaikum Beijing Karya Asma Nadia”. Dalam skripsinya peneliti menggunakan teori pragmatik. Bambang Kaswanti Purwo ( 1984: 1 ), mengatakan bahwa deiksis adalah kata yang tidak memiliki referen (acuan) yang tetap, tergantung pada siapa yang menjadi pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Ida Bagus Putrayasa (2014 :43), mengatakan bahwa sebuah bentuk bahasa bisa dikatakan bersifat deiksis apabila acuan/ rujukan/ referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti tergantung pada siapa yang menjadi pembicara dan tergantung pula pada saat dan tempat dituturkannya kata itu.Dari pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, peneliti menyimpulkan jenis-jenis deiksis yang digunakan dalam novel “ Assalamualaikum Beijing” karya Asma Nadia antara lain deiksis persona pertama ( aku, -ku, dan saya), deiksis persona kedua ( kamu, -mu), deiksis persona ketiga ( dia, -nya), deiksis persona pertama dengan persona kedua ( kita ), deiksis persona pertama tanpa persona kedua ( kami), persona kedua lebih dari satu ( kalian) , deiksis persona ketiga lebih dari satu ( mereka) deiksis tempat lokatif ( sini, sana), deiksis tempat demonstratif ( ini, itu), deiksis waktu ( dulu, sekarang, tadi ), deiksis wacana ( ini, itu), deiksis sosial (penggunaan kata sopan). Adapun jenis deiksis yang sering muncul dan sering digunakan pengarang dalam novel “ Assalamualikum Beijing”, yaitu deiksis persona kategori deiksis persona kedua sebanyak 77 buah, kedua deiksis persona kategori persona

ketiga sebanyak 74 buah, dan ketiga deiksis persona kategori deiksis persona pertama sebanyak 66 buah.

Yeti Martianingrum (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Deiksis Persona dalam Novel Tunggak-Tunggak Jati Karya Esmiet” sebuah Kajian Pragmatik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Bentuk deiksis persona yangditemukan meliputi:

bentuk deiksis persona pertama dak- „-ku‟ (proklitik),ingkang- „-ku‟ (proklitik) dan – ku „-ku‟ (enklitik). Bentuk deiksis persona pertamasingularis yang berupa kata meliputi aku „saya‟, ulun „saya‟, kula „saya‟, kawula„saya‟ dan ingsun „saya‟. Bentuk deiksis persona pertama singularis yang berupafrasa, yaitu: pun kakang „saya‟.

Deiksis persona pertama dualis yang berbentukkata, yaitu: kita „kita‟, sedangkan yang berbentuk frasa, yaitu awake dhewe „kita sendiri‟, kula dalah paduka „saya dan anda‟.

Adapun bentuk deiksis persona pertama pluralis dalam penelitian ini muncul dalam wujud kata, yaitu: kita „kita‟.Adapun bentuk deiksis persona kedua singularis dalam wujud klitika, yaitu kok- „-mu‟ (proklitik), keng- „-mu‟ (proklitik), -mu „-mu‟

(enklitik), sedangkan yang berwujud kata meliputi kowe „kamu‟, sira „kamu‟, Paduka

„anda‟, kita „kamu‟.Bentuk deiksis persona kedua pluralis yang berupa kata, yaitu:

kita ‟kamu‟,sedangkan dalam bentuk frasa, yaitu sira katelune „kalian bertiga‟, sira kabeh„kalian semua‟, kita kabeh „kalian semua‟. Bentuk deiksis persona ketigasingularis yang berupa klitika adalah –e „-nya‟ (enklitik), sedangkan bentukdeiksis persona ketiga yang berupa kata meliputi sing ‟yang‟, kang „yang‟, dheweke „dia‟. Adapun peran deikisis persona yang ditemukan meliputi perandeiksis persona pertama sebagai pembicara, peran deiksis persona kedua sebagailawan bicara dan peran deiksis persona ketiga sebagai persona yang dibicarakan.

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, peneliti akan menjelaskan perbedaan tulisan karya ilmiah di atas dengan tulisan karya ilmiah milik peneliti.

a. Dalam skripsi Eka Astuti Wahyuningsih, penulis membahas tentang deiksis luar tuturan (eksofora) dan deiksis dalam tuturan (endofora) sedangkan peneliti tidak memasukkan deiksis tersebut dalam penelitiannya. Kemudian, dalam skripsi tersebut penulis juga menggunakan teori pembelajaran problem solving sementara peneliti tidak menggunakannya karena peneliti tidak turun lapangan ke sekolah.

b. Dalam skripsi Prastuti Kesumawardani, penulis tidak mencantumkan bentuk deiksis persona enklitik dan proklitik sedangkan peneliti memasukkan bentuk deiksis tersebut karena bentuk eklitik dan proklitik termasuk dalam bagian deiksis. Dalam skripsi tersebut juga direvelansikan ke pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA untuk memenuhi pelajaran menulis naskah teks drama dan peneliti tidak turun lapangan sehingga hanya mengkaji novel tanpa harus penelitian turun lapangan.

c. Dalam skripsi Utami M. Dinanti, penulis menambah teori tentang ekspresi deiksis yang digunakan untuk menggambarkan fungsi kata ganti persona, kata ganti demonstrative, fungsi waktu dan bermacam-macam cirri gramatikal dan leksikal lainnya. Sementara, peneliti tidak menggunakan teori tersebut karena dalam rumusan masalah yang diambil peneliti hanya mendeskripsikan tentang bentuk dan peran deiksis persona dalam novel yang dikaji.

d. Dalam skripsi Walset Tologana tidak memiliki banyak perbedaan, hanya dalam skripsi penulis beliau menjelaskan semua bentuk-bentuk deiksis yang

digunakan dalam novel yang dikaji beliau. Skripsi yang diteliti oleh beliau juga menggunakan tiga bahasa, tetapi beliau hanya meneliti dengan dua bahasa yaitu bahas Indonesia dan bahasa Inggris (tidak meneliti dengan menggunakan bahasa Beijing, Cina).

e. Dalam skripsi yang terakhir yang ditulis oleh Yeti Martianingrum, penulis juga membahas bentuk deiksis persona pertama singularis yang berupa frasa dan bentuk deiksis pertama dualis yang berbentuk kata, sedangkan peneliti hanya membahas tentang bentuk deiksis persona pertama, kedua, dan ketiga dalam novel yang diteliti. Dalam skripsi beliau juga menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui data dan fakta yang ada di dalam novel Origami Hati Karya Boy Candra yaitu bentuk dan peranan deiksis persona.

Penelitian ini akan mendeskripsikan bentuk dan peranan deiksis persona dalam novel Origami Hati Karya Boy Candra. Dalam penelitian ini, digunakan data deskriptif kualitatif yaitu suatu penelitian dengan penggambaran melalui kata-kata atau kalimat untuk memperoleh suatu kesimpulan. Penulis menggunakan data deskriptif kualitatif karena objek dalam penelitian ini adalah sebuah novel yang mengandung deiksis sehingga untuk menjelaskan analisis deiksis ini menggunakan kata-kata atau kalimat untuk memperoleh suatu kesimpulan agar mudah dipahami.

3.1 Sumber Data

Dalam hal ini peneliti membaca, mempelajari, dan mengkaji data sesuai data buku yang menjadi objek kajian, yaitu:

Judul : Origami Hati No. ISBN : 978-979-794-534-3 Penulis : Boy Candra

Penyunting : Dian Nitami Penyunting Akhir : Agus Wahadyo Desain Cover : Budi Setiawan Penata Letak : Didit Sasono

Ilustrasi : Olvyanda Ariesta Penerbit : mediakita (2017) Jumlah hlm : 296 halaman

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat, yaitu teknik simak dan teknik catat, mencatat semua data yang mengandung unsure deiksis persona dalam novel Origami Hati karya Boy Candra. Teknik-teknik yang dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut:

1. Menyimak (membaca) adalah langkah paling awal yang dilakukan dengan memperhatikan dan mempelajari secara seksama objek yang akan diteliti yaitu bentuk dan peranan deiksis persona yang terdapat dalam novel Origami Hati karya Boy Candra.Teknik simak adalah teknik yang digunakan dalam penelitian bahasa pada objek yang akan diteliti. Teknik simak merupakan suatu cara mengamati suatu bahasa yang digunakan. Teknik simak dipilih karena objek yang diteliti berupa bahasa yang sifatnya teks serta tidak melibatkan peneliti secara langsung karena peneliti berperan sebagai pembaca novel.

2. Mencatat semua kata atau kalimat yang berkaitan dengan bentuk dan peranan deiksis persona yang terdapat dalam novel Origami Hati karya Boy Candra.

3. Mengklasifikasi bentuk dan peranan deiksis persona yang terdapat dalam novel Origami Hati karya Boy Candra.

3.3 Teknik Analisis Data

Analisis data digunakan sebagai upaya yang dilakukan oleh peneliti untuk menangani masalah yang terdapat dalam data penelitiannya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalimat-kalimat tuturan yang terdapat dalam sebuah novel yang berjudul Origami Hati karya Boy Candra, yang diduga dalam buku novel tersebut mengandung bentuk-bentuk deiksis yang analisisnya menggunakan metode padan. Metode padan digunakan untuk menganalisis bentuk deiksis persona yang terdapat pada novel Origami Hati dengan menggunakan teknik dasar.

“Metode padan, alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Metode itu dapat dibedakan macamnya paling tidak menjadi lima sub-jenis berdasarkan macam alat penentu yang dimaksud. Sub-jenis yang pertama, alat penentunya ialah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referent bahasa; sub-jenis yang kedua, alat penentunya organ pembentuk bahasa atau organ wicara; sub-jenis yang ketiga, keempat dan kelima berturut-turut alat penentunya bahasa lain atau langue lain, perekam dan pengawet bahasa( yaitu tulisan), serta persona yang menjadi mitra wicara (Sudaryanto, 1993:13-15).”

Untuk menganalisis masalah pertama, peneliti menggunakan metode padan seperti yang sudah dijelaskan di atas. Metode padan sering disebut metode identitas yang dipakai untuk mengkaji identitas satuan ligual penentu dengan memakai alat penentunya yang berada di luar bahasa, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa tersebut. Metode padan yang digunakan dalam analisis ini adalah metode referensial yang alat penentunya adalah kenyataan (yang bersifat di luar bahasa) yang ditunjuk oleh bahasa dan metode pragmatis yang alat penentunya adalah lawan bicara.

Dalam tahap analisis data, peneliti mulai membahas satu persatu jenis-jenis deiksis persona dan menganalisis data-data yang sudah terkumpul. Dimulai dengan memilih kalimat-kalimat dalam dialog novel yang terdapat kata yang mengandung unsur deiksis persona yang muncul berkali-kali. Kata tersebut kemudian dianalisis acuan atau referennya, sehingga dapat diketahui apa referen dan acuan dari kata yang mengandung unsur deiksis tersebut.

Pada tahap analisis, dapat dilihat bahwa satu bentuk deiksis tidak hanya memiliki satu acuan atau referen akan tetapi banyak acuan atau referen. Kemudian setelah data dianalisis, peneliti dapat melihat perubahan peran dalam setiap dialog yang dituturkan oleh pembicara dan lawan bicara.

Contoh Data:

a. Aruna : Iya, aku udah kepikiran itu. Kamu besok bisa anterin aku? Selesai kelas.(hal.209)

b. Bagas : Siap, Tuan Putri. Besok aku jemput di depan fakultas, ya.(hal.209) Dalam kedua kalimat di atas, bentuk deiksis aku tampak diucapkan oleh kedua belah pihak tanpa tau siapa yang sebagai pembicara dan siapa yang sebagai lawan bicara. Berdasarkan data yang sudah tertera, bentuk deiskis aku pada kalimat (a) mengacu pada tokoh Aruna yang berperan sebagai pembicara dan sebagai tokoh utama dan bentuk deiksis aku pada kalimat (b) mengacu pada tokoh Bagas yang berperan sebagai lawan bicara dari Aruna. Dengan demikian, bentuk deiksis aku sebagai deiksis pertama tunggal memiliki referen yang bisa berganti-ganti sesuai dengan siapa yang berbicara dan siapa yang menjadi lawan bicara.

Selanjutnya, untuk menganalisis masalah kedua selain menggunakan metode padan pragmatis untuk mengidentifikasikan peran penutur, peneliti juga menggunakan metode agih dengan teknik ganti. Metode agih adalah metode analisis data dengan alat penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993:15). Metode ganti adalah metode yang menyelidiki adanya kesejajaran pembagian antara satuan lingual yang satu dengan satuan lingual lainnya (Sudaryanto,1993:48).

Contoh:

(1a) Aruna: Bagas, ngapain di sini? (hal.129) (2a) Bagas: Nungguin kamu. (hal. 129)

Berdasarkan contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa contoh (1a) Bagas merupakan deiksis persona kedua tunggal yaitu bentuk persona kamu/kau. Hal ini dapat dibuktikan dengan mengganti kata ganti nama Bagas dengan bentuk persona kamu seperti yang terlihat pada contoh berikut.

(1b) Kamu, ngapain di sini?

Pada contoh (2a), bentuk persona kamu merupakan kata ganti dari tokoh Aruna yang merupakan persona kedua tunggal. Hal ini juga dibuktikan dengan mengganti bentuk persona kamu menjadi nama tokoh yang bersangkutan seperti contoh berikut.

(2b) Nungguin Aruna.

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Bentuk Deiksis Persona dalam Novel Origami Hati karya Boy Candra

Deiksis persona memiliki tiga bentuk, yaitu (1) deiksis persona pertama, (2) deiksis persona kedua, dan (3) deiksis persona ketiga. Dalam penggunaannya masing-masing bentuk dalam deiksis persona memiliki bentuk tunggal dan bentuk jamak.

Penelitian ini dapat disimpulkan bentuk-bentuk deiksis persona dalam novel Origami Hati karya Boy Candra. Berikut ini akan dipaparkan analisis data yang diteliti mengenai deiksis persona dalam novel Origami Hati karya Boy Candra yang disertai dengan dialog yang dilakukan oleh penutur dalam novel.

1. Bentuk Deiksis Persona Pertama Tunggal Data 1:

a. Aruna, aku harus menjelaskan ini. Dia.. (hal.5)

b. Aruna, aku nggak cinta sama dia! Aku cinta sama kamu. (hal.6)

c. Aku nggak sepicik yang kamu pikirkan. Aku sayang sama kamu, karena kamu sahabatku. (hal.11)

d. Aku harus bisa sendiri. (hal.18) e. Runa, ntar temenin aku, ya. (hal.19)

f. Nanti aja sarapannya, aku lagi nggak nafsu makan. (hal.21) g. Iya, aku lagi berusaha! (hal.23)

h. Ini, aku nggak sedih. (hal.23)

i. Koran kampus? Emang ada, ya? Aduh! Aku kok sampai nggak tahu kalau di kampus kita ada korannya, sih.

Bentuk deiksis persona tunggal aku merupakan kata ganti persona yang berperan sebagai pembicara untuk menunjukkan dirinya sendiri. Bentuk deiksis persona aku lebih sering digunakan dalam novel ini karena memang cerita yang terdapat dalam novel lebih sering berinteraksi dengan persona yang akrab. Bentuk

deiksis persona aku dalam data di atas tidak mengacu pada satu tokoh saja, melainkan banyak tokoh yang ada dibalik bentuk persona aku tersebut. Dari banyak tokoh di atas antara lain; aku sebagai Haga, aku sebagai Citra dan aku sebagai Aruna.

Bentuk deiksis persona aku sering digunakan dalam situasi yang nonformal seperti dalam percakapan dengan teman sebaya, sahabat, ataupun persona terdekat yang sudah akrab.

Selain bentuk deiksis aku, bentuk deiksis lainnya adalah saya, seperti data di bawah ini:

j. Maaf saya lagi nggak mau berdebat sama persona yang sedang patah hati.

Saya nggak mau jadi imbas dari rasa patah hati anda. (hal. 14) k. Jangan sok tahu. Saya nggak sedang patah hati. (hal.15)

l. Saya tidak sok tahu, Nona yang sedang patah hati. Lagian, mahasiswi bau kencur seperti kamu ini juga tidak akan paham, bagaimana pemahaman saya. Saya hanya mengatakan apa yang saya lihat. Permisi. (hal.15) m. Gini, kak. Saya Citra. Ini teman saya, Aruna. Kemarin saya lihat di papan

pengumuman fakultas, katanya Koran Ganto lagi nerima pendaftaran anggota baru ya, Kak? (hal.26)

n. Iya, Bang. Saya paham. Hanya saja, saya mungkin belum bisa sepenuhnya mengikhlaskan Anila. (hal.47)

o. Kamu dinasihati malah ketawa. Saya kerjanya saja yang satpam, tapi masalah petuah hidup, saya juga banyak belajar dari personatua saya. Ayo Bro, cepat kamu selesaikan kuliahmu. Lalu temuka Anila yang baru.

(hal.47)

p. Iya, Bang. Semoga. Terima kasih atas nasihatnya, Bang. Kapan-kapan saya yang traktir Abang kopi deh, jangan Abang melulu. (hal.48)

q. Hei. Sepertinya saya pernah melihat kamu. (hal.60)

Pada bentuk deiksis persona pertama tunggal bentuk saya digunakan pembicara untuk menunjuk dirinya sendiri. Biasanya bentuk ini dipakai dalam situasi yang formal ataupun saat bicara dengan atasan, persona yang lebih tua, atau persona

yang kurang akrab dengan pembicara yang menunjukkan jarak antara penutur dan lawan tutur.

2. Bentuk Deiksis Persona Pertama Jamak

Data 2 :

a. Oh iya, kita mau ke mana? (hal.24)

b. Bodo amat! Sekarang kita akan sama-sama jomblo. Wek! (hal.32)

c. Oh iya, hari ini kita harus segera mengembalikan formulir pendaftaran itu.

(hal.50)

d. Kamu benar, ada saatnya kita harus belajar melupakan. Ada saatnya kita harus melepaskan. Dan kadang, kita harus pindah dari tempat yang membuat kita nyaman selama ini. Pindah bukan karena kita tidak nyaman lagi, tapi karena jika terus bertahan di tempat itu tidak membuat kita jadi lebih baik.

(hal.56)

e. Kita pernah bertemu, kan? (hal.61)

f. Udah, Nenek nggak apa-apa. Nenek Cuma rindu sama suasana rumah kita yang dulu. Rumah yang hangat. Rindu semua rutinitas di rumah ini. (hal.91) g. Kami berdua, Kak. Hehe.. (hal.27)

h. Oh siap, Kak. Kami isi di rumah aja deh, Kak. Nanti setelah kami isi, akan segera dianterin ke sini. Tapi, ngomong-ngomong kok sepi ya, Kak? (hal.28) i. Oh… Iya deh, Kak. Makasih ya, Kak. Kami pamit dulu. (hal. 28)

Selain bentuk deiksis persona pertama tunggal, bahasa Indonesia mengenal deiksis persona pertama jamak, yakni kita dan kami. Deiksis persona pertama jamak bentuk kita bersifat inklusif; artinya, deiksis itu mencakupi tidak saja pembicara tetapi juga pendengar dan mungkin pula pihak lain. Deiksis persona pertama jamak bentuk kami bersifat eksklusif; artinya, deiksis itu mencakupi pembicara dan persona lain dipihaknya, tetapi tidak mencakupi persona lain dipihak pendengar.

3. Bentuk Deiksis Persona Kedua Tunggal

Data 3 :

a. Kamu pernah mikir gak sih, gimana susahnya ngejaga hati? (hal.3) b. Kamu memang benar-benar cowok brengsek! (hal.3)

c. Kalau kamu nggak mau pergi. Aku yang harus pergi sekarang. (hal.8)

d. Udahlah. Aku juga udah maafin kamu, kok. Kamu itu sahabat baikku, Runa.

Aku nggak mau kamu disakiti. Makanya, aku bilang sama kamu waktu itu.

Eh, kamu malah nggak percaya. Nah, sekarang kamu lihat sendiri kan?(hal.12)

e. Sudahlah, Runa. Kamu harus percaya, nggak ada yang tiba-tiba di dunia ini.

Semuanya udah direncanakan sama Tuhan. (hal.12)

f. Bukan patah hatinya. Tapi, kapan saatnya kamu harus mengetahui apa yang sebenarnya. Kamu harus menjalani semua ini dengan ikhlas. (hal.12)

g. Kamu tidak sopan. Jangan ambil foto persona sembarangan. Harusnya kamu minta izin dulu. (hal.14)

h. Kamu mungkin nggak tahu; nggak ada persona patah hati yang benar-benar bida menyembunyikan patah hatinya. (hal.15)

i. Jangan semakin kurang ajar. Kamu tidak mengenal saya. Jangan mudah menyimpulkan hal yang tidak kamu kenali. (hal.15)

i. Jangan semakin kurang ajar. Kamu tidak mengenal saya. Jangan mudah menyimpulkan hal yang tidak kamu kenali. (hal.15)

Dokumen terkait