• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEIKSIS PERSONA DALAM NOVEL ORIGAMI HATI KARYA BOY CANDRA KAJIAN PRAGMATIK SKRIPSI OLEH TINI WAHYUNI NAIBAHO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DEIKSIS PERSONA DALAM NOVEL ORIGAMI HATI KARYA BOY CANDRA KAJIAN PRAGMATIK SKRIPSI OLEH TINI WAHYUNI NAIBAHO"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

DEIKSIS PERSONA DALAM NOVEL ORIGAMI HATI KARYA BOY CANDRA KAJIAN PRAGMATIK

SKRIPSI

OLEH

TINI WAHYUNI NAIBAHO 150701039

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN

Penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya orang yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah di tulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang penulis perbuat ini tidak benar, penulis bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar sarjana yang penulis peroleh.

Medan, Januari 2020

Tini Wahyuni Naibaho 150701039

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Deiskis Persona dalam Novel Origami Hati karya Boy Candra”. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan bentuk Deiksis Persona dalam Novel Origami Hati karya Boy Candra; (2) mendeskripsikan pernanan Deiksis Persona dalam Novel Origami Hati karya Boy Candra. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Pragmatik yang menjelaskan bahwa sebuah kata dapat dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah- pindah atau berganti-ganti, bergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan bergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan pragmatis. Metode padan adalah metode identitas yang dipakai untuk mengkaji identitas satuan lingual penentu dengan memakai alat penentunya yang berada di luar bahasa, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa tersebut. Selain menggunakan metode padan, peneliti menggunakan metode agih untuk menganalisis tuturan yang terdapat dalam novel.

Metode agih adalah metode analisis data dengan alat penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri. Data penelitian ini adalah bentuk deiksis persona dan peranan deiksis persona yang terdapat dalam percakapan-percakapan dari setiap tokoh di novel Origami Hati karya Boy Candra. Penelitian ini dikumpulkan peneliti dengan menggunakan metode analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan (1) bentuk deiksis persona yang terdapat dalam novel Origami Hati karya Boy Candra, yaitu bentuk deiksis persona pertama tunggal (aku, saya), bentuk deiksis persona kedua tunggal (kamu, anda), bentuk deiksis persona ketiga tunggal (dia, ia), bentuk deiksis persona pertama jamak (kami, kita), dan bentuk deiksis persona ketiga jamak (mereka); (2) bentuk klitik persona pertama tunggal (ku- dan –ku), bentuk klitik persona kedua tunggal (-mu), dan bentuk klitik persona ketiga tunggal (-nya); (3) bentuk sapaan yang digunakan sebagai kata ganti persona, baik pesona pertama (nama tokoh), persona kedua (Bang, Kak), maupun persona ketiga (Nenek); (4) peranan deiksis persona dalam novel Origami Hati karya Boy Candra, yaitu peranan sebagai agen, penyebab, pengalam, penerima, sumber, tema dan pasien.

Kata kunci: Pragmatik, deiksis persona,klitik, sapaan, novel, dan peran.

(6)

PRAKATA

Puji syukur kehadhirat Tuhan Yang Maha Esa penulis ucapkan, karena rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Deiksis Persona dalam Novel Origami Hati Karya Boy Candra”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sastra di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, peneliti telah banyak menerima bantuan, bimbingan, pengarahan, dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Bapak Prof.

Drs. Mauly Purba, M.A.PhD sebagai Wakil Dekan I, Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd sebagai Wakil Dekan II, Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si sebagai Wakil Dekan III.

2. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., sebagai ketua Program Studi Sastra Indonesia. Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., sebagai sekretaris Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

3. Kepada Dr. Dwi Widayati, M.Hum sebagai dosen pembimbing yang telah banyak berperan untuk membimbing dan menasehati dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis merasa bersyukur sekaligus berterima kasih atas kesabaran, waktu dan tenaga yang telah Ibu berikan pada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

4. Kepada Bapak Drs. Pribadi Bangun, M. Hum dan Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., sebagai Dosen Penguji yang telah memberi banyak masukan-masukan

(7)

positif, motivasi, serta kritikan yang membangun semangat peneliti dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang banyak memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis. Terima Kasih juga kepada Bapak Joko yang banyak membantu penulis mengurus keperluan administrasi.

6. Kepada orang tua saya yang selalu di hati, Ayahanda Jandri Wahidin Naibaho dan Ibunda Sri Rezeki Fithriani yang selalu memberikan semangat, mendoakan dan merestui penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas motivasi dan dukungan kepada penulis dari awal perkuliahan hingga saat ini sehingga penulis menjadi anak yang mandiri. Terima kasih atas semangat dan nasehatnya yang berikan kepada saya.

7. Kepada teman satu kost Fanny Tri Wulamdari, Intan Mayasari, Putri Eny Sarah, Rozana Mutia Zebua, dan Ade Irma, Julhija S.Km, Rezky Titha Nur Nubuwah terima kasih atas semangat, dukungan dan motivasi yang telah diberikan kepada saya dari masa awal perkuliahan hingga penyusunan skripsi.

8. Kepada teman-teman seperjuangan, terkhusus untuk stambuk 2015 yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu dan anak-anak Koridor, terima kasih banyak sudah memberikan kenangan indah dari awal perkuliahan hingga sekarang, serta memberikan dukungan untuk penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.

9. Terima kasih abangda dan kakanda stambuk 2013 selaku kakak asuh yang banyak memberikan masukan untuk saya. Terima kasih juga untuk adik-adik stambuk 2016 yang sudah memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi saya.

(8)

10. Kepada teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih banyak atas dukungan dan semangatnya.

Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap kan kritik dan saran yang membangun untuk membangun hasil penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, Januari 2020 Penulis,

Tini Wahyuni Naibaho 150701039

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN

ABSTRAK PRAKATA

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Batasan Masalah... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 7

1.5.2 Manfaat Praktis ... 7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Konsep ... 8

2.1.1 Novel ... 8

2.1.2 Deiksis ... 9

2.1.3 Deiksis Persona ... 9

2.2 Landasan Teori ... 10

2.2.1 Pragmatik ... 10

2.2.2 Deiksis ... 11

2.2.3 Jenis-jenis Deiksis ... 12

2.2.3.1. Deiksis Persona ... 12

2.2.3.2. Deiksis Tempat ... 13

2.2.3.3. Deiksis Waktu ... 13

2.2.3.4. Deiksis Wacana ... 13

2.2.3.5. Deiksis Sosial ... 14

2.2.4 Bentuk-Bentuk Deiksis Persona ... 14

(10)

2.2.4.1. Kata Ganti Persona Pertama... 15

2.2.4.2 Kata Ganti Persona Kedua ... 16

2.2.4.3. Kata Ganti Persona Ketiga ... 16

2.2.5 Bentuk Klitik ... 17

2.2.6 Bentuk Sapaan ... 18

2.2.7 Peran Konteks Pragmatik ... 18

2.2.8 Peran Semantis ... 18

2.3 Tinjauan Pustaka ... 20

BAB III METODE PENELITIAN... 27

3.1 Sumber Data ... 27

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 28

3.3 Teknik Analisis Data ... 29

BAB IV PEMBAHASAN ... 32

4.1 Bentuk Deiksis Persona dalam Novel Origami Hati ... 32

4.2 Peranan Deiksis Persona dalam Novel Origami Hati ... 39

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1 SIMPULAN ... 48

5.2 SARAN ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(11)

DAFTAR SINGKATAN Ag : Agen

V : Verba Ps : Pasien

Eff : Effector (Penyebab) Rs : Reccifient (Penerima)

(12)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pragmatik antara lain mengkaji deiksis, implikatur, praanggapan, tindak tutur (bahasa), dan struktur percakapan. Istilah pragmatik itu dipergunakan pertama sekali oleh Charles Morris pada 1938. Ketika itu, ia berpengertian bahwa pragmatik adalah telaah hubungan tanda dengan para penafsir (Levinson,1985 (dalam Antilan, 2002:4).

Kasher mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana bahasa digunakan dan bagaimana bahasa tersebut diintegrasikan ke dalam konteks (Kasher,1998 dalam Putrayasa, 2015:1).

Selanjutnya, Parker (1986) dalam bukunya Linguisticts for Non-Linguists menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal (dalam Rahardi, 2005:48). Kemudian, Jacob L. Mey (1983) mendefinisikan pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteksnya yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu (dalam Rahardi,2005:49).

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pembahasan tentang pragmatik mencakup juga pembahasan tentang deiksis, implikatur, pranggapan, tindak bahasa, dan struktur percakapan. Dalam karya ilmiah ini penulis mengambil salah satu pembahasan di antara cakupan pragmatik tersebut, yaitu tentang deiksis.

Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu deiktikos yang berarti hal penunjukan secara langsung. Istilah tersebut digunakan oleh tata bahasawan Yunani

(13)

dalam pengertian kata ganti petunjuk, yang dalam bahasa Indonesia ialah kata “ini”

dan “itu”. Berdasarkan etimologi tersebut, dapat dikemukakan beberapa penjelasan mengenai deiksis. Deiksis adalah kata atau frasa yang menunjuk kepada kata, frasa, atau ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan (Agustina, 1995).

Kridalakasana (1982:32) menuliskan bahwa deiksis (deixis) adalah hal atau fungsi menunjukkan sesuatu di luar bahasa: kata tunjuk, deiksisl, ketakrifan, dan sebagainya fungsi deiksis. Bambang Kaswanti Purwo (1984:1) mengemukakan pengertian deiksis yaitu sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berganti-ganti bergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan bergantung pada saat dan tempat dituturkan kata itu.

Dalam kegiatan berbahasa, kata-kata atau frasa-frasa yang mengacu kepada beberapa hal tersebut penunjukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, bergantung pada siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata- kata itu. Kata-kata seperti saya, dia, kamu merupakan kata-kata yang penunjukkannya berganti-ganti. Rujukan kata-kata tersebut barulah dapat diketahui siapa, di mana, dan pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan (Putrayasa, 2015:38).

Masih berkaitan dengan deiksis, Levinson (Putrayasa, 2015:41) dengan menggunakan pendekatan deskriptif, memberikan penjelasan setidak-tidaknya ada lima bentuk deiksis yang secara tradisional dibicarakan, yaitu deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial, antara lain:

a) Deiksis persona (persona deixis) berkaitan dengan pengodean peran (role).

Dalam peristiwa tutur ujaran-ujaran yang dilakukan penutur dapat ditemukan beberapa kategori sebagai berikut: (1) persona pertama, yaitu gramatikalisasi

(14)

dari acuan penutur terhadap dirinya sendiri, (2) persona kedua, yaitu pengodean acuan penutur terhadap sesepersona pendengar atau lebih, dan (3) persona ketiga, yaitu pengodean terhadap persona atau benda yang bukan tergolong penutur atau petutur dari ujaran.

b) Deiksis tempat (place deixis) berkaitan dengan pengkodean lokasi (ruang) yang relatif digunakan para penutur di dalam peristiwa tutur. Deiksis ini menggramatikalkan proksimal untuk tempat yang dekat dengan penutur dan nonproksimal untuk tempat yang dekat dengan penutur.

c) Deiksis waktu (time deixis) berkaitan dengan pengodean tentang waktu yang relatif digunakan terhadap waktu yang ketika sebuah ujaran diucapkan.

Waktu demikian disebut waktu pengodean (coding time) yang berbeda dengan waktu penerimaan (receiving time).

d) Deiksis wacana (discourse deixis) berkaitan dengan pengodean acuan pada bagian-bagian wacana yang ujarannya ditempatkan.

e) Deiksis sosial (social deixis) berhubungan dengan pengodean pembedaan sosial yang relatif terhadap peran-partisipan, terutama aspek hubungan antara penutur dan petutur atau penutur dengan sejumlah acuan.

Sesuai dengan judul penelitian, penulis akan menjelaskan tentang deiksis persona dalam Novel Origami Hati karya Boy Candra.Penelitian mengenai deiksis sudah bukan hal yang baru lagi, ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan masalah tersebut. Peneliti memilih novel ini untuk sebagai objek penelitian karena peneliti merasa banyak tuturan yang masih kurang jelas tujuan dan maknanya. Oleh sebab itu,

(15)

peneliti memutuskan untuk menganalisis tuturan yang masih kurang jelas tujuan dan maknanya tesebut agar pembaca lebih memahami dengan mudah apa yang dimaksud dari tuturan dalam novel tersebut. Hasil penelitian terdahulu yang relevan merupakan pustaka yang menjadi dasar penelitian ini.

Peneliti mengambil deiksis persona sebagai kajian dalam karya ilmiah ini disebabkan peneliti ingin melihat perubahan yang terdapat dalam bentuk-bentuk deiksis apabila disandingkan dengan peran yang akan menimbulkan peralihan peran dalam dialog-dialog setiap percakapan dalam objek. Peneliti telah memilih sebuah novel yang akan digunakan sebagai objek kajian dalam penelitian ini. Novel tersebut berjudul Origami Hati karya Boy Candra yang sengaja dipilih karena peneliti melihat banyak bentuk deiksis persona yang sering digunakan dalam dialog yang akan membingungkan pembaca apabila tidak dipahami sesuai konteksnya.

Firdawati (2011) mengemukakan deiksis persona ditentukan menurut peran peserta dalam peristiwa bahasa. Peran peristiwa bahasa itu dapat dibagi menjadi tiga.

Pertama ialah persona pertama ,yaitu kategori rujukan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya, misalnya saya, kita, dan kami serta bentuk –ku dan ku-. Kedua ialah persona kedua, yaitu rujukan pembicara kepada sepersona pendengar atau lebih yang hadir bersama persona pertama, misalnya kamu, kalian, dan saudara serta bentuk -mu. Ketiga ialah persona ketiga, yaitu kategori rujukan kepada persona yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir maupun tidak, misalnya dia dan mereka serta -nya (Putrayasa, 2015:43).

Oleh sebab itu, penulis menambahkan konteks yang berkaitan untuk membantu pembaca untuk lebih mudah memahami isi atau makna dari tuturan yang disampaikan

(16)

oleh tokoh. Dengan menggunakan konteks yang berkaitan dengan teori pragmatik, rumusan masalah dalam skripsi ini tentang bentuk dan peran deiksis dalam tuturan tokoh akan terjawab.

Contoh : hal.6

Haga : Aku khilaf, Sayang

Aruna : Nggak usah panggil Sayang! Aku nggak sudi dipanggil Sayang oleh pengkhianat.

Apabila tidak diketahui konteksnya, kalimat di atas susah dipahami maknanya karena dalam kalimat di atas terdapat dua bentuk deiksis “aku” yang maknanya bergantung pada konteks yang belum bisa diketahui siapa yang sebagai penutur dan siapa yang sebagai mitra penutur. Kata “aku” di atas sebagai kata ganti dari dua persona yang masing-masih sebagai pembicara. Kata “aku” pertama adalah kata ganti dari Haga yang berperan sebagai pacar Aruna sementara kata “aku” kedua merupakan kata ganti dari Aruna. Kalau tidak diketahui siapa yang sebagai penutur dan siapa yang sebagai mitra penutur, pembaca akan bingung “aku” pada kalimat pertama berperan sebagai siapa dan “aku” pada kalimat kedua berperan sebagai siapa. Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa kata “aku” memiliki referen yang berpindah- pindah sesuai dengan konteks pembicaraan serta situasi berbahasa. Dengan demikian tampaklah peralihan peran yang dibawakan oleh kedua tokoh di atas.

(17)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah bentuk Deiksis Persona dalam Novel Origami Hati Karya Boy Candra?

2. Bagaimanakah peranan Deiksis Persona dalam Novel Origami Hati Karya Boy Candra?

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah salah satu novel karya Boy Candra yang berjudul Origami Hati. Dalam hal ini masalah yang dibahas tentang bentuk Deiksis Persona dan peranan Deiksis Persona pada novel tersebut

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan bentuk Deiksis Persona dalam Novel Origami Hati Karya Boy Candra.

2. Mendeskripsikan peranan Deiksis Persona dalam Novel Origami Hati Karya Boy Candra.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tentang Deiksis Persona dalam novel Origami Hati Karya Boy Candra diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

(18)

1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat memberi kontribusi di bidang linguistik. Dalam hal ini terkait dengan bentuk deiksis persona dan peranan deiksis persona dalam sebuah novel.

2. Memberikan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang kajian pragmatik.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan deskripsi atau paparan tentang bentuk deiksis persona dan mendeskripsikan peranan deiksis persona dalam novel Origami Hati karya Boy Candra. Selain itu diharapkan dari penelitian ini nantinya akan mampu memberikan suatu kontribusi bagi penelitian selanjutnya yang hendak melakukan penelitian sejenis. Diharapkan pula dapat menambah wawasan peneliti sesuai bidang yang dipelajari yaitu bidang linguistik.

(19)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep merupakan ide-ide atau suatu rangkaian kegiatan yang direncanakan secara sistematis untuk menemukan jawaban dari suatu permasalahan. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini yang berkaitan dengan judul penelitian, yaitu novel, deiksis, dan deiksis persona.

2.1.1 Novel

Novel (Inggris: novel) merupakan bentuk karya sastra yang disebut fiksi.

Sebutan novel dalam bahasa Inggris dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle). Secara harfiah novella berarti “sebuah barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai

“cerita pendek dalam bentuk prosa”. Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelette (Inggris : novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang dan juga tidak terlalu pendek (Abrams 1981: 119 (dalam Nurgiyantoro, 1994:9)). Dalam novel terdapat dialog-dialog antartokoh yang di dalamnya terdapat banyak kata yang mengandung unsur deiksis, yang bisa dianalisis dalam penelitian.

(20)

2.1.2 Deiksis

Deiksis adalah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti „penunjukan‟ melalui bahasa.

Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan „penunjukan‟ disebut ungkapan deiksis. Ketika Anda menunjuk objek asing dan bertanya, “Apa itu?, maka Anda menggunakan ungkapan deiksis (“itu”) untuk menunjuk sesuatu dalam suatu konteks secara tiba-tiba. Jelas sekali bahwa deiksis mengacu pada bentuk yang terkait dengan konteks penutur, yang dibedakan secara mendasar antara ungkapan-ungkapan deiksis

„dekat penutur‟ dan „jauh dari penutur‟ (Yule, 2016:13).

2.1.3 Deiksis Persona

Lyons (1972), Istilah persona berasal dari kata Latin persona sebagai terjemahan dari kata Yunani prosopon, yang artinya topeng (topeng yang dipakai sepersona pemain sandiwara), berarti juga peranan atau watak yang dibawakkan oleh pemain sandiwara. Istilah persona dipilih oleh ahli bahasa waktu itu disebabkan oleh adanya kemiripan antara peristiwa bahasa dan permainan bahasa. Deiksis perpersonaan menunjuk peran dari partisipan dalam peristiwa percakapan misalnya pembicara, yang dibicarakan dan entitas yang lain. Deiksis persona merupakan deiksis asli, sedangkan deiksis waktu dan deiksis tempat adalah deiksis jabaran (dalam Putrayasa 2015:43).

(21)

2.2 Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah pragmatik, deiksis, jenis-jenis deiksis,bentuk-bentuk deiksis persona, dan konteks.

2.2.1 Pragmatik

Pragmatik sangat dikenal di dalam linguistik. Istilah pragmatik digunakan pertama kali oleh Charles Morris pada tahun 1938. Ia berpendapat bahwa pragmatik adalah telaah hubungan tanda dengan para penafsir. Tarigan (1986) mengemukakan tiga pengertian pragmatik. Pertama, pragmatik menelaah ucapan khusus di dalam situasi khusus terutama sekali memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial. Kedua, pragmatik menelaah keseluruhan perilaku insan terutama sekali di dalam hubungannya dengan tanda dan lambang.

Ketiga, pragmatik menelaah mengenai ujaran langsung dan tidak langsung, presuposisi, dan implikatur.

Di sisi lain, Yule (2016: 3-4) dalam membagi definisi pragmatik ke dalam empat ruang lingkup. Yang pertama, pragmatik didefinisikan sebagai studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca).

Kedua, pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Senada dengan Levinson, Yule (1996) juga menegaskan bahwa studi pragmatik perlu melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan persona di dalam suatu konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan yang sesuai dengan persona yang mereka ajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa.

(22)

Ketiga, pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan. Pragmatik juga perlu menyelidiki bagaimana cara pendengar menyimpulkan tentang apa yang dituturkan oleh pembicara agar mendapat simpulan dari suatu pembicaraan yang disampaikan oleh penutur. Tipe studi ini menggali betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian yang disampaikan. Kita boleh mengatakan bahwa studi ini adalah studi pencarian makna yang tersamar.

Keempat, pragmatis adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan.

Keakraban, baik fisik, sosial, maupun konseptual menyiratkan adanya pengalaman yang sama. Pada asumsi tentang seberapa dekat atau jauh jarak pendengar, penutur menentukan seberapa banyak kebutuhan yang dituturkan.

Pragmatik mengkaji maksud penutur dalam menuturkan sebuah satuan lingual tertentu pada sebuah bahasa. Karena yang dikaji di dalam pragmatik adalah makna, dapat dikatakan bahwa pragmatik dalam banyak hal sejajar dengan semantik yang juga mengkaji tentang makna. Makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks dan juga mengkaji makna bahasa untuk memahami maksud penutur (Putrayasa, 21015:2)

2.2.2 Deiksis

Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu deiktikos yang berarti “hal penunjukan secara langsung”. Istilah tersebut digunakan oleh tata bahasawan Yunani dalam pengertian “kata ganti penunjuk”, yang dalam bahasa Indonesia ialah kata

“ini” dan “itu”. Berdasarkan etimologi tersebut, dapat dikemukakan beberapa

(23)

penjelasan tentang deiksis. Purwo (1984),menjelaskan bahwa sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, bergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan bergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Pengertian yang lain dikemukakan oleh Lyons (1972) yang menjelaskan bahwa deiksis adalah lokasi dan identifikasi persona, objek, peristiwa, proses, atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungannya dengan dimensi ruang atau waktunya, pada saat dituturkannya oleh pembicara atau yang diajak bicara (dalam Putrayasa, 2015:37).

2.2.3 Jenis-jenis Deiksis

Deiksis dapat dibagi menjadi jenis-jenis seperti diuraikan berikut ini.

2.2.3.1. Deiksis Persona (Persona)

Istilah persona berasal dari kata latin persona sebagai terjemahan Yunani prosopon, yang artinya topeng (topeng yang dipakai sesepersona pemain sandiwara), berarti juga peranan atau watak yang dibawakkan oleh pemain sandiwara. Istilah persona dipilih oleh ahli bahasa waktu itu disebabkan oleh adanya kemiripan antara peristiwa bahasa dan permainan bahasa (Lyons,1972). Deiksis perpersonaan (person deixis) menunjukkan peran dari partisipan dalam peristiwa percakapan misalnya pembicara, yang dibicarakan dan entitas yang lain.

(24)

2.2.3.2. Deiksis Tempat

Deiksis penunjuk tempat dalam bahasa Indonesia ialah sini, situ, atau sana.

Karena menunjukkan lokasi, deiksis petunjuk tempat sering digunakan preposisi pengacu arah, di, ke, dan dari, sehingga membentuk beberapa deiksis petunjuk tempat yaitu: di sini, ke sini, dari sini, di situ, ke situ, dari situ, dan di sana, ke sana, dari sana.

2.2.3.3. Deiksis Waktu

Dalam tatabahasa, deiksis ini disebut adverbial waktu, yaitu pengungkapan kepada titik atau jarak waktu dipandang dari saat suatu ujaran terjadi, atau pada saat sesepersona penutur berujar. Waktu ketika ujaran terjadi diungkapkan dengan sekarang atau saat ini. Untuk waktu-waktu berikutnya digunakan kata-kata: besok (esok), lusa, kelak, nanti; untuk waktu „sebelum‟ waktu terjadinya ujaran kita menemukan tadi, kemarin, minggu lalu, ketika itu, dahulu.

2.2.3.4. Deiksis Wacana

Deiksis ini adalah acuan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diperikan (sebelumnya) dan atau yang sedang dikembangkan (yang akan terjadi).

Deiksis wacana berhubungan dengan penggunaan ungkapan di dalam suatu ujaran untuk mengacu kepada suatu bagian wacana yang mengandung ujaran itu (termasuk ujaran itu sendiri).

(25)

2.2.3.5. Deiksis Sosial

Deiksis sosial berhubungan dengan aspek-aspek kalimat yang mencerminkan kenyataan-kenyataan tertentu tentang situasi sosial ketika tindak tutur terjadi. Deiksis sosial menunjukkan perbedaan-perbedaan sosial (perbedaan yang disebabkan oleh faktor-faktor sosial seperti jenis kelamin, usia, kedudukan di dalam masyarakat, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya) yang ada pada partisipan dalam sebuah komunikasi verbal yang nyata.

2.2.4 Bentuk-Bentuk Deiksis Persona

Dalam kategori deiksis persona, yang menjadi kriterianya adalah peran atau pemeran di dalam peristiwa berbahasa. Di dalam peristiwa berbahasa, peran itu dibagi tiga macam, yaitu (1) persona pertama, (2) persona kedua, dan (3) persona ketiga.

Persona pertama, yaitu kategori rujukan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya, contoh saya, kita dan kami serta –ku dan ku-. Persona kedua, yaitu kategori rujukan pembicara kepada sepersona pendengar atau lebih yang hadir dalam persona pertama, contoh kamu, kalian, dan saudara serta -mu. Persona ketiga, yaitu pendengar ujaran itu, baik hadir maupun tidak, contoh dia dan mereka serta -nya.

Peran dieksis persona pertama, kedua, dan ketiga yakni sama-sama berperan sebagai kata ganti yang merujuk persona. Hanya saja kedudukan untuk merujuk yang membedakan peranan tersebut. Jika deiksis pertama sebagai penutur atau persona yang sedang berbicara, deiksis kedua sebagai lawan tutur atau persona yang diajak

(26)

bicara, dan deiksis ketiga sebagai mitra tutur atau persona yang dibicarakan (Putrayasa, 2015).

2.2.4.1 Kata Ganti Persona Pertama

Kata ganti persona pertama merupakan rujukan pembicara kepada dirinya sendiri. Dengan kata lain, kata ganti persona pertama merujuk pada persona yang sedang berbicara. Kata ganti persona ini dibagi menjadi dua, yaitu kata ganti persona pertama tunggal dan kata ganti persona pertama jamak. Kata ganti persona pertama tunggal mempunyai beberapa bentuk, yaitu aku, saya, dan daku serta –ku dan ku-.

Sementara itu, kata ganti persona pertama jamak mempunyai beberapa bentuk, yaitu kami dan kita (Putrayasa, 2015:43).

Dalam hal pemakaiannya, bentuk persona pertama aku dan saya ada perbedaan.

Bentuk saya adalah bentuk yang formal dan umumnya dipakai dalam tulisan atau ujaran yang resmi. Untuk tulisan formal pada buku non-fiksi, pidato, sambutan, bentuk saya banyak digunakan bahkan pemakaian bentuk saya sudah menunjukkan rasa hormat dan sopan. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bentuk saya dipakai dalam keadaan nonformal. Bentuk saya dapat dipakai untuk menyatakan hubungan kepemilikan dan diletakkan dibelakang nomina yang dimilikinya, misalnya rumah saya, paman saya. Sementara itu, bentuk persona pertama aku, lebih banyak digunakan dalam situasi nonformal dan lebih banyak menunjukkan keakraban antara pembicara/penulis dan pendengar/pembaca. Bentuk persona aku mempunyai variasi bentuk, yaitu –ku dan ku-. Sementara itu, untuk deiksis persona daku, pada umunya digunakan dalam karya sastra (Putrayasa, 2015:44).

(27)

Bentuk deiksis persona kami dan kita juga terdapat perbedaan. Kami bersifat eksklusif, artinya bentuk persona itu mencakupi pembicara/penulis dan persona lain di pihaknya, tetapi tidak mencakupi persona lain di pihak pendengar/pembacanya.

Sebaliknya, kita bersifat inklusif, artinya bentuk persona ini mencakupi tidak saja pembicara/penulis, tetapi juga pendengar/pembaca, dan mungkin pula pihak lain (Putrayasa, 2015:44).

2.2.4.2 Kata Ganti Persona Kedua

Kata ganti persona kedua adalah rujukan pembicara kepada lawan bicara.

Dengan kata lain, bentuk kata ganti persona kedua baik tunggal maupun jamak merujuk pada lawan bicara. Bentuk deiksisl persona kedua tunggal adalah kamu dan engkauserta -mu. Sebutan ketaklaziman untuk deiksisl persona kedua dalam bahasa Indonesia ada ragamnya, seperti Anda dan saudara. Bentuk saudara dan Anda biasanya digunakan untuk menghormati dan ada jarak yang nyata antara pembicara dan lawan bicara. Khusus untuk bentuk ketaklaziman Anda biasanya dimaksudkan untuk menetralkan hubungan. Bentuk variasi –mu digunakan sebagai kata ganti kepemilikan untuk lawan bicara (Putrayasa, 2015:44).

2.2.4.3 Kata Ganti Persona Ketiga

Kata ganti persona ketiga merupakan kategorisasi rujukan pembicara kepada persona yang berada di luar tindak komunikasi. Dengan kata lain, bentuk kata persona ketiga merujuk persona yang tidak berada baik pada pihak pembicara maupun lawan bicara. Bentuk kata ganti persona ketiga dalam bahasa Indonesia ada

(28)

dua, yaitu bentuk tunggal dan jamak. Bentuk tunggal deiksis persona ketiga mempunyai dua bentuk, yaitu ia dan dia yang mempunyai variasi –nya. Bentuk deiksis persona ketiga jamak adalah mereka. Di samping arti jamaknya, bentuk mereka berbeda dengan kata ganti persona ketiga tunggal dalam acuannya. Pada umunya, bentuk deiksis persona ketiga hanya untuk merujuk insani. Akan tetapi, pada karya sastra, bentuk mereka kadang-kadang dipakai untuk merujuk binatang atau benda yang dianggap bernyawa.

Bentuk deiksis persona ketiga jamak ini mempunyai variasi bentuk, sehingga dalam posisi manapun hanya bentuk itu yang dipergunakan. Bentuk persona ini digunakan untuk hubungan yang netral, artinya tidak digunakan untuk lebih menghormati ataupun sebaliknya. Kata ganti persona ketiga selain merujuk pada persona ketiga juga memungkinkannya merujuk pada persona pertama dan persona kedua. Adanya kemungkinan rujukan lain merupakan akibat adanya perbedaan konteks penuturan (Putrayasa, 2015:45).

2.2.5 Bentuk Klitik

Kridaklasana (1993:113) mengatakan klitik adalah bentuk terikat secara fonologis yang tidak mempunyai tekanan sendiri atau yang tidak dianggap morfem terikat, tetapi mempunyai ciri-ciri kata karena dapat berlaku sebagai bentuk bebas.

Ramlan (1987:31) mengatakan bahwa satuan-satuan ku, -ku, -mu dan -nya dalam tuturan biasa tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatikal juga tidak memiliki kebebasan yang artinya adalah satuan-satuan tersebut adalah satuan yang terikat.

(29)

2.2.6 Bentuk Sapaan

Kridaklasana (1982:14) mendefinisikan bentuk sapaan adalah kata yang merujuk pada kata atau ungkapan yang digunakan untuk menyebut atau memanggil tokoh dalam suatu peristiwa tutur bahasa yaitu, tokoh sebagai pembicara, tokoh sebagai pendengar, dan tokoh sebagai persona yang dibicarakan.

2.2.7 Peran Konteks Pragmatik

Song (2010: 877) mengungkapkan bahwa peran konteks adalah sebagai berikut: 1) menghilangkan ambiguitas, 2) menandakan acuan, 3) menentukan implikatur percakapan. Dalam hal ini, peneliti hanya menggunakan peran konteks pragmatik yang menandakan acuan saja, karena menurut peneliti itulah yang cocok untuk menjelaskan peran dalam bentuk deiksis persona dalam novel yang akan dikaji nantinya.

2.2.8 Peran Semantis

Van Valin Jr. (2005:60) menyebutkan bahwa terdapat dua peran semantik, yakni pelaku (actor) dan pengalam (undergoer). peran semantis dalam novel Origami Hati karya Boy Candra.

1. Pelaku (Agent)

Iswara (2015:388) memaparkan bahwa agen merupakan pelaku yang melakukan tindakan atau aksi sesuai dengan yang diinginkannya. Dengan kata lain, agen adalah

(30)

instigator yang melakukan tindakan atau peristiwa dengan sengaja dan dengan tujuan tertentu.

2. Pasien (Patient)

Pasien adalah sebuah argumen yang bernyawa maupun tidak bernyawa yang berada dalam suatu keadaan atau mengalami perubahan keadaan yang diakibatkan oleh verba. Pasien biasanya ditandai dengan munculnya verba membunuh, memukul, memecahkan, meremukan, mencuci, dan merusakan (Van Vallin 2005:24).

3. Pengalam (Experiencer)

Trask (1996:97) mendefinisikan peran pengalam sebagai sebuah peran semantis yang berasal dari sebuah frasa nominal yang menyatakan sebuah benda yang bernyawa yang merasakan atau mengalami sesuatu.

4. Penyebab (Effector)

Argumen yang berfungsi sebagai penyebab (efektor) umumnya merupakan pelaku tindakan atau peristiwa yang dilakukan, baik sengaja maupun tidak sengaja (Iswara 2015: 389).

5. Penerima (Recipient)

Van Vallin (2005:24) menjelaskan bahwa secara sintaksis penerima (recipient) dapat dilihat sebagai objek tak langsung seperti dalam Chris gave the notebook to Dana dan sebagai subjek pada klausa Sandy received the message from Bill. Pada

(31)

klausa Chris gave the notebook to Dana, yang menjadi penerima adalah yang merupakan objek tak langsung. Sementara itu, pada klausa Sandy received the message from Bill, yang menjadi penerima adalah Sandy dan berfungsi sebagai subjek.

6. Sumber (Source)

Iswara (2010) menjelaskan bahwa jika terdapat perpindahan, posisi awal merupakan sumber/ asal, objek merupakan tema dan posisi akhir merupakan penerima (receiver).

7. Tema (Theme)

Peran tema memiliki kesamaan dengan peran pasien karena dikenai aktifitas atau aksi dari verba yang dilakukan oleh agen. Yang membedakannya adalah peran tema mengalami perpindahan atau pergerakan yang diakibatkan oleh verbanya (Iswara 2015:388).

2.3 Tinjauan Pustaka

Eka Astuti Wahyuningsih (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Deiksis Novel Bila Cinta Mencari Cahaya Karya Harri Ash Shiddiqie dan Pembelajarannya di SMA” yang hasil penelitiannya memberikan penulis penambahan wawasan tentang pembagian jenis deiksis yaitu deiksis luar tuturan (eksofora) yang artinya pemberian pertunjukan kepada pendengar atau pembaca supaya melihat di luar teks untuk menemukan yang sedang diacu dan deiksis dalam tuturan (endofora)

(32)

yang artinya pemberian pertunjukan kepada pendengar atau pembaca supaya melihat di dalam teks untuk menemukan yang sedang diacu. Teori yang digunakan peneliti dalam karya ilmiahnya adalah teori-teori pragmatik yang kemudian diterapkan dalam penelitiannya. Dalam kajian teoretis ini, teori yang mendasari penelitiannya adalah teori yang berkenaan tentang deiksis, teori yang berkenaan tentang karangan narasi, teori yang berkenaan tentang metode pembelajaran problem solving, dan teori yang berkenaan tentang bahan ajar.

Prastuti Kesumawardani (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Deiksis Persona, Tempat, dan Waktu dalam Novel Pulang Karya Tere Liye (Kajian Pragmatik) dan Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA” yang hasil penelitiannya membantu penulis dalam memaparkan data yang akan didapat nantinya. Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat yang diambil oleh peneliti dalam skripsinya, peneliti mengambil simpulan bahwa pragmatik merujuk pada dua hal, yaitu pragmatik sebagai ilmu dan pragmatik sebagai suatu keterampilan menggunakan bahasa.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk dan makna deiksis persona yang digunakan meliputi: bentuk deiksis persona pertama tunggal berupa kata aku, deiksis persona pertama jamak: kami, kita makna perannya adalah sebagai pembicara. Deiksis persona kedua tunggal: kau, dan deiksis persona kedua jamak: anda makna perannya adalah sebagai lawan bicara. Deiksis persona ketiga tunggal: ia, dia dan deiksis persona ketiga jamak mereka makna perannya adalah yang dibicarakan. Deiksis tempat yaitu, di sini, di sana, ke sini , ke sana maknanya untuk mengetahui lokasi ruang atau tempat pembicara dan lawan bicara. Deiksis waktu yaitu sekarang, saat ini, sore, malam, atau siang, menit, jam atau hari, besok,

(33)

lusa, nanti, tadi, kemarin, minggu lalu, ketika itu dan dahulu, maknanya untuk menunjukkan jarak waktu pandang pada saat sepersona penutur berujar. Kajian deiksis ini dapat direlevansikan dengan pembelajaran bahasa Indonesia di SMA kelas XI pada pembelajaran menulis naskah teks drama. karena deiksis terkait dengan pemilihan kata dan penggunaan kalimat yang efektif. Sebagai suatu ilmu karena pragmatik merupakan cabang linguistik yang mempelajari bahasa yang dikaitkan dengan aspek pemakainya. Pragmatik sebagai suatu keterampilan merupakan konteks dan situasi berbahasanya (hubungan antara unsur bahasa dengan konteks dan situasi).

Dengan kata lain, keterampilan pragmatik merupakan keterampilan menggunakan bahasa secara komunikatif.

Utami M. Dinanti (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Deiksis Persona dalam Novel Ibu, Doa Yang Hilang Karya Bagus D. Bawono”. Penelitian ini menjelaskan tentang Deiksis Persona dalam novel Ibu, Doa Yang Hilang Karya Bagus D. Bawono. Data yang digunakan adalah data tertulis yang dikumpulkan dengan metode simak dan dilanjutkan denan teknik catat. Kemudian, data analisis dengan metode padan dan digunakan dengan teknik dasar serta teknik pilah. Penulis membantu peneliti dalam menjelaskan tentang ekspresi deiksis yang digunakan untuk menggambarkan fungsi kata ganti persona, kata ganti demonstrative, fungsi waktu dan bermacam-macam ciri gramatikal dan leksikal lainnya serta membantu penulis dalam penjelasan tentang konteksnya. Peneliti menggunakan teori prangmatik yang dikemukakan oleh Leech (1993 :5) menyatakan bahwa Pragmatik mempelajari maksud ujaran untuk apa ujaran itu dilakukan, serta menanyakan apa yang

(34)

dimaksudkan sesepersona dengan suatu tuturan yang mengaitkan makna dengan siapa berbiacara, di mana, bilamana, dan bagaimana.

Walset Tologana (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Deiksis dalam Novel Assalamu’alaikum Beijing Karya Asma Nadia”. Dalam skripsinya peneliti menggunakan teori pragmatik. Bambang Kaswanti Purwo ( 1984: 1 ), mengatakan bahwa deiksis adalah kata yang tidak memiliki referen (acuan) yang tetap, tergantung pada siapa yang menjadi pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Ida Bagus Putrayasa (2014 :43), mengatakan bahwa sebuah bentuk bahasa bisa dikatakan bersifat deiksis apabila acuan/ rujukan/ referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti tergantung pada siapa yang menjadi pembicara dan tergantung pula pada saat dan tempat dituturkannya kata itu.Dari pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, peneliti menyimpulkan jenis-jenis deiksis yang digunakan dalam novel “ Assalamualaikum Beijing” karya Asma Nadia antara lain deiksis persona pertama ( aku, -ku, dan saya), deiksis persona kedua ( kamu, -mu), deiksis persona ketiga ( dia, -nya), deiksis persona pertama dengan persona kedua ( kita ), deiksis persona pertama tanpa persona kedua ( kami), persona kedua lebih dari satu ( kalian) , deiksis persona ketiga lebih dari satu ( mereka) deiksis tempat lokatif ( sini, sana), deiksis tempat demonstratif ( ini, itu), deiksis waktu ( dulu, sekarang, tadi ), deiksis wacana ( ini, itu), deiksis sosial (penggunaan kata sopan). Adapun jenis deiksis yang sering muncul dan sering digunakan pengarang dalam novel “ Assalamualikum Beijing”, yaitu deiksis persona kategori deiksis persona kedua sebanyak 77 buah, kedua deiksis persona kategori persona

(35)

ketiga sebanyak 74 buah, dan ketiga deiksis persona kategori deiksis persona pertama sebanyak 66 buah.

Yeti Martianingrum (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Deiksis Persona dalam Novel Tunggak-Tunggak Jati Karya Esmiet” sebuah Kajian Pragmatik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Bentuk deiksis persona yangditemukan meliputi:

bentuk deiksis persona pertama dak- „-ku‟ (proklitik),ingkang- „-ku‟ (proklitik) dan – ku „-ku‟ (enklitik). Bentuk deiksis persona pertamasingularis yang berupa kata meliputi aku „saya‟, ulun „saya‟, kula „saya‟, kawula„saya‟ dan ingsun „saya‟. Bentuk deiksis persona pertama singularis yang berupafrasa, yaitu: pun kakang „saya‟.

Deiksis persona pertama dualis yang berbentukkata, yaitu: kita „kita‟, sedangkan yang berbentuk frasa, yaitu awake dhewe „kita sendiri‟, kula dalah paduka „saya dan anda‟.

Adapun bentuk deiksis persona pertama pluralis dalam penelitian ini muncul dalam wujud kata, yaitu: kita „kita‟.Adapun bentuk deiksis persona kedua singularis dalam wujud klitika, yaitu kok- „-mu‟ (proklitik), keng- „-mu‟ (proklitik), -mu „-mu‟

(enklitik), sedangkan yang berwujud kata meliputi kowe „kamu‟, sira „kamu‟, Paduka

„anda‟, kita „kamu‟.Bentuk deiksis persona kedua pluralis yang berupa kata, yaitu:

kita ‟kamu‟,sedangkan dalam bentuk frasa, yaitu sira katelune „kalian bertiga‟, sira kabeh„kalian semua‟, kita kabeh „kalian semua‟. Bentuk deiksis persona ketigasingularis yang berupa klitika adalah –e „-nya‟ (enklitik), sedangkan bentukdeiksis persona ketiga yang berupa kata meliputi sing ‟yang‟, kang „yang‟, dheweke „dia‟. Adapun peran deikisis persona yang ditemukan meliputi perandeiksis persona pertama sebagai pembicara, peran deiksis persona kedua sebagailawan bicara dan peran deiksis persona ketiga sebagai persona yang dibicarakan.

(36)

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, peneliti akan menjelaskan perbedaan tulisan karya ilmiah di atas dengan tulisan karya ilmiah milik peneliti.

a. Dalam skripsi Eka Astuti Wahyuningsih, penulis membahas tentang deiksis luar tuturan (eksofora) dan deiksis dalam tuturan (endofora) sedangkan peneliti tidak memasukkan deiksis tersebut dalam penelitiannya. Kemudian, dalam skripsi tersebut penulis juga menggunakan teori pembelajaran problem solving sementara peneliti tidak menggunakannya karena peneliti tidak turun lapangan ke sekolah.

b. Dalam skripsi Prastuti Kesumawardani, penulis tidak mencantumkan bentuk deiksis persona enklitik dan proklitik sedangkan peneliti memasukkan bentuk deiksis tersebut karena bentuk eklitik dan proklitik termasuk dalam bagian deiksis. Dalam skripsi tersebut juga direvelansikan ke pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA untuk memenuhi pelajaran menulis naskah teks drama dan peneliti tidak turun lapangan sehingga hanya mengkaji novel tanpa harus penelitian turun lapangan.

c. Dalam skripsi Utami M. Dinanti, penulis menambah teori tentang ekspresi deiksis yang digunakan untuk menggambarkan fungsi kata ganti persona, kata ganti demonstrative, fungsi waktu dan bermacam-macam cirri gramatikal dan leksikal lainnya. Sementara, peneliti tidak menggunakan teori tersebut karena dalam rumusan masalah yang diambil peneliti hanya mendeskripsikan tentang bentuk dan peran deiksis persona dalam novel yang dikaji.

d. Dalam skripsi Walset Tologana tidak memiliki banyak perbedaan, hanya dalam skripsi penulis beliau menjelaskan semua bentuk-bentuk deiksis yang

(37)

digunakan dalam novel yang dikaji beliau. Skripsi yang diteliti oleh beliau juga menggunakan tiga bahasa, tetapi beliau hanya meneliti dengan dua bahasa yaitu bahas Indonesia dan bahasa Inggris (tidak meneliti dengan menggunakan bahasa Beijing, Cina).

e. Dalam skripsi yang terakhir yang ditulis oleh Yeti Martianingrum, penulis juga membahas bentuk deiksis persona pertama singularis yang berupa frasa dan bentuk deiksis pertama dualis yang berbentuk kata, sedangkan peneliti hanya membahas tentang bentuk deiksis persona pertama, kedua, dan ketiga dalam novel yang diteliti. Dalam skripsi beliau juga menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui data dan fakta yang ada di dalam novel Origami Hati Karya Boy Candra yaitu bentuk dan peranan deiksis persona.

Penelitian ini akan mendeskripsikan bentuk dan peranan deiksis persona dalam novel Origami Hati Karya Boy Candra. Dalam penelitian ini, digunakan data deskriptif kualitatif yaitu suatu penelitian dengan penggambaran melalui kata-kata atau kalimat untuk memperoleh suatu kesimpulan. Penulis menggunakan data deskriptif kualitatif karena objek dalam penelitian ini adalah sebuah novel yang mengandung deiksis sehingga untuk menjelaskan analisis deiksis ini menggunakan kata-kata atau kalimat untuk memperoleh suatu kesimpulan agar mudah dipahami.

3.1 Sumber Data

Dalam hal ini peneliti membaca, mempelajari, dan mengkaji data sesuai data buku yang menjadi objek kajian, yaitu:

Judul : Origami Hati No. ISBN : 978-979-794-534-3 Penulis : Boy Candra

Penyunting : Dian Nitami Penyunting Akhir : Agus Wahadyo Desain Cover : Budi Setiawan Penata Letak : Didit Sasono

(39)

Ilustrasi : Olvyanda Ariesta Penerbit : mediakita (2017) Jumlah hlm : 296 halaman

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat, yaitu teknik simak dan teknik catat, mencatat semua data yang mengandung unsure deiksis persona dalam novel Origami Hati karya Boy Candra. Teknik-teknik yang dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut:

1. Menyimak (membaca) adalah langkah paling awal yang dilakukan dengan memperhatikan dan mempelajari secara seksama objek yang akan diteliti yaitu bentuk dan peranan deiksis persona yang terdapat dalam novel Origami Hati karya Boy Candra.Teknik simak adalah teknik yang digunakan dalam penelitian bahasa pada objek yang akan diteliti. Teknik simak merupakan suatu cara mengamati suatu bahasa yang digunakan. Teknik simak dipilih karena objek yang diteliti berupa bahasa yang sifatnya teks serta tidak melibatkan peneliti secara langsung karena peneliti berperan sebagai pembaca novel.

2. Mencatat semua kata atau kalimat yang berkaitan dengan bentuk dan peranan deiksis persona yang terdapat dalam novel Origami Hati karya Boy Candra.

3. Mengklasifikasi bentuk dan peranan deiksis persona yang terdapat dalam novel Origami Hati karya Boy Candra.

(40)

3.3 Teknik Analisis Data

Analisis data digunakan sebagai upaya yang dilakukan oleh peneliti untuk menangani masalah yang terdapat dalam data penelitiannya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalimat-kalimat tuturan yang terdapat dalam sebuah novel yang berjudul Origami Hati karya Boy Candra, yang diduga dalam buku novel tersebut mengandung bentuk-bentuk deiksis yang analisisnya menggunakan metode padan. Metode padan digunakan untuk menganalisis bentuk deiksis persona yang terdapat pada novel Origami Hati dengan menggunakan teknik dasar.

“Metode padan, alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Metode itu dapat dibedakan macamnya paling tidak menjadi lima sub-jenis berdasarkan macam alat penentu yang dimaksud. Sub-jenis yang pertama, alat penentunya ialah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referent bahasa; sub-jenis yang kedua, alat penentunya organ pembentuk bahasa atau organ wicara; sub-jenis yang ketiga, keempat dan kelima berturut-turut alat penentunya bahasa lain atau langue lain, perekam dan pengawet bahasa( yaitu tulisan), serta persona yang menjadi mitra wicara (Sudaryanto, 1993:13-15).”

Untuk menganalisis masalah pertama, peneliti menggunakan metode padan seperti yang sudah dijelaskan di atas. Metode padan sering disebut metode identitas yang dipakai untuk mengkaji identitas satuan ligual penentu dengan memakai alat penentunya yang berada di luar bahasa, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa tersebut. Metode padan yang digunakan dalam analisis ini adalah metode referensial yang alat penentunya adalah kenyataan (yang bersifat di luar bahasa) yang ditunjuk oleh bahasa dan metode pragmatis yang alat penentunya adalah lawan bicara.

(41)

Dalam tahap analisis data, peneliti mulai membahas satu persatu jenis-jenis deiksis persona dan menganalisis data-data yang sudah terkumpul. Dimulai dengan memilih kalimat-kalimat dalam dialog novel yang terdapat kata yang mengandung unsur deiksis persona yang muncul berkali-kali. Kata tersebut kemudian dianalisis acuan atau referennya, sehingga dapat diketahui apa referen dan acuan dari kata yang mengandung unsur deiksis tersebut.

Pada tahap analisis, dapat dilihat bahwa satu bentuk deiksis tidak hanya memiliki satu acuan atau referen akan tetapi banyak acuan atau referen. Kemudian setelah data dianalisis, peneliti dapat melihat perubahan peran dalam setiap dialog yang dituturkan oleh pembicara dan lawan bicara.

Contoh Data:

a. Aruna : Iya, aku udah kepikiran itu. Kamu besok bisa anterin aku? Selesai kelas.(hal.209)

b. Bagas : Siap, Tuan Putri. Besok aku jemput di depan fakultas, ya.(hal.209) Dalam kedua kalimat di atas, bentuk deiksis aku tampak diucapkan oleh kedua belah pihak tanpa tau siapa yang sebagai pembicara dan siapa yang sebagai lawan bicara. Berdasarkan data yang sudah tertera, bentuk deiskis aku pada kalimat (a) mengacu pada tokoh Aruna yang berperan sebagai pembicara dan sebagai tokoh utama dan bentuk deiksis aku pada kalimat (b) mengacu pada tokoh Bagas yang berperan sebagai lawan bicara dari Aruna. Dengan demikian, bentuk deiksis aku sebagai deiksis pertama tunggal memiliki referen yang bisa berganti-ganti sesuai dengan siapa yang berbicara dan siapa yang menjadi lawan bicara.

(42)

Selanjutnya, untuk menganalisis masalah kedua selain menggunakan metode padan pragmatis untuk mengidentifikasikan peran penutur, peneliti juga menggunakan metode agih dengan teknik ganti. Metode agih adalah metode analisis data dengan alat penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993:15). Metode ganti adalah metode yang menyelidiki adanya kesejajaran pembagian antara satuan lingual yang satu dengan satuan lingual lainnya (Sudaryanto,1993:48).

Contoh:

(1a) Aruna: Bagas, ngapain di sini? (hal.129) (2a) Bagas: Nungguin kamu. (hal. 129)

Berdasarkan contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa contoh (1a) Bagas merupakan deiksis persona kedua tunggal yaitu bentuk persona kamu/kau. Hal ini dapat dibuktikan dengan mengganti kata ganti nama Bagas dengan bentuk persona kamu seperti yang terlihat pada contoh berikut.

(1b) Kamu, ngapain di sini?

Pada contoh (2a), bentuk persona kamu merupakan kata ganti dari tokoh Aruna yang merupakan persona kedua tunggal. Hal ini juga dibuktikan dengan mengganti bentuk persona kamu menjadi nama tokoh yang bersangkutan seperti contoh berikut.

(2b) Nungguin Aruna.

(43)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Bentuk Deiksis Persona dalam Novel Origami Hati karya Boy Candra

Deiksis persona memiliki tiga bentuk, yaitu (1) deiksis persona pertama, (2) deiksis persona kedua, dan (3) deiksis persona ketiga. Dalam penggunaannya masing- masing bentuk dalam deiksis persona memiliki bentuk tunggal dan bentuk jamak.

Penelitian ini dapat disimpulkan bentuk-bentuk deiksis persona dalam novel Origami Hati karya Boy Candra. Berikut ini akan dipaparkan analisis data yang diteliti mengenai deiksis persona dalam novel Origami Hati karya Boy Candra yang disertai dengan dialog yang dilakukan oleh penutur dalam novel.

1. Bentuk Deiksis Persona Pertama Tunggal Data 1:

a. Aruna, aku harus menjelaskan ini. Dia.. (hal.5)

b. Aruna, aku nggak cinta sama dia! Aku cinta sama kamu. (hal.6)

c. Aku nggak sepicik yang kamu pikirkan. Aku sayang sama kamu, karena kamu sahabatku. (hal.11)

d. Aku harus bisa sendiri. (hal.18) e. Runa, ntar temenin aku, ya. (hal.19)

f. Nanti aja sarapannya, aku lagi nggak nafsu makan. (hal.21) g. Iya, aku lagi berusaha! (hal.23)

h. Ini, aku nggak sedih. (hal.23)

i. Koran kampus? Emang ada, ya? Aduh! Aku kok sampai nggak tahu kalau di kampus kita ada korannya, sih.

Bentuk deiksis persona tunggal aku merupakan kata ganti persona yang berperan sebagai pembicara untuk menunjukkan dirinya sendiri. Bentuk deiksis persona aku lebih sering digunakan dalam novel ini karena memang cerita yang terdapat dalam novel lebih sering berinteraksi dengan persona yang akrab. Bentuk

(44)

deiksis persona aku dalam data di atas tidak mengacu pada satu tokoh saja, melainkan banyak tokoh yang ada dibalik bentuk persona aku tersebut. Dari banyak tokoh di atas antara lain; aku sebagai Haga, aku sebagai Citra dan aku sebagai Aruna.

Bentuk deiksis persona aku sering digunakan dalam situasi yang nonformal seperti dalam percakapan dengan teman sebaya, sahabat, ataupun persona terdekat yang sudah akrab.

Selain bentuk deiksis aku, bentuk deiksis lainnya adalah saya, seperti data di bawah ini:

j. Maaf saya lagi nggak mau berdebat sama persona yang sedang patah hati.

Saya nggak mau jadi imbas dari rasa patah hati anda. (hal. 14) k. Jangan sok tahu. Saya nggak sedang patah hati. (hal.15)

l. Saya tidak sok tahu, Nona yang sedang patah hati. Lagian, mahasiswi bau kencur seperti kamu ini juga tidak akan paham, bagaimana pemahaman saya. Saya hanya mengatakan apa yang saya lihat. Permisi. (hal.15) m. Gini, kak. Saya Citra. Ini teman saya, Aruna. Kemarin saya lihat di papan

pengumuman fakultas, katanya Koran Ganto lagi nerima pendaftaran anggota baru ya, Kak? (hal.26)

n. Iya, Bang. Saya paham. Hanya saja, saya mungkin belum bisa sepenuhnya mengikhlaskan Anila. (hal.47)

o. Kamu dinasihati malah ketawa. Saya kerjanya saja yang satpam, tapi masalah petuah hidup, saya juga banyak belajar dari personatua saya. Ayo Bro, cepat kamu selesaikan kuliahmu. Lalu temuka Anila yang baru.

(hal.47)

p. Iya, Bang. Semoga. Terima kasih atas nasihatnya, Bang. Kapan-kapan saya yang traktir Abang kopi deh, jangan Abang melulu. (hal.48)

q. Hei. Sepertinya saya pernah melihat kamu. (hal.60)

Pada bentuk deiksis persona pertama tunggal bentuk saya digunakan pembicara untuk menunjuk dirinya sendiri. Biasanya bentuk ini dipakai dalam situasi yang formal ataupun saat bicara dengan atasan, persona yang lebih tua, atau persona

(45)

yang kurang akrab dengan pembicara yang menunjukkan jarak antara penutur dan lawan tutur.

2. Bentuk Deiksis Persona Pertama Jamak

Data 2 :

a. Oh iya, kita mau ke mana? (hal.24)

b. Bodo amat! Sekarang kita akan sama-sama jomblo. Wek! (hal.32)

c. Oh iya, hari ini kita harus segera mengembalikan formulir pendaftaran itu.

(hal.50)

d. Kamu benar, ada saatnya kita harus belajar melupakan. Ada saatnya kita harus melepaskan. Dan kadang, kita harus pindah dari tempat yang membuat kita nyaman selama ini. Pindah bukan karena kita tidak nyaman lagi, tapi karena jika terus bertahan di tempat itu tidak membuat kita jadi lebih baik.

(hal.56)

e. Kita pernah bertemu, kan? (hal.61)

f. Udah, Nenek nggak apa-apa. Nenek Cuma rindu sama suasana rumah kita yang dulu. Rumah yang hangat. Rindu semua rutinitas di rumah ini. (hal.91) g. Kami berdua, Kak. Hehe.. (hal.27)

h. Oh siap, Kak. Kami isi di rumah aja deh, Kak. Nanti setelah kami isi, akan segera dianterin ke sini. Tapi, ngomong-ngomong kok sepi ya, Kak? (hal.28) i. Oh… Iya deh, Kak. Makasih ya, Kak. Kami pamit dulu. (hal. 28)

Selain bentuk deiksis persona pertama tunggal, bahasa Indonesia mengenal deiksis persona pertama jamak, yakni kita dan kami. Deiksis persona pertama jamak bentuk kita bersifat inklusif; artinya, deiksis itu mencakupi tidak saja pembicara tetapi juga pendengar dan mungkin pula pihak lain. Deiksis persona pertama jamak bentuk kami bersifat eksklusif; artinya, deiksis itu mencakupi pembicara dan persona lain dipihaknya, tetapi tidak mencakupi persona lain dipihak pendengar.

(46)

3. Bentuk Deiksis Persona Kedua Tunggal

Data 3 :

a. Kamu pernah mikir gak sih, gimana susahnya ngejaga hati? (hal.3) b. Kamu memang benar-benar cowok brengsek! (hal.3)

c. Kalau kamu nggak mau pergi. Aku yang harus pergi sekarang. (hal.8)

d. Udahlah. Aku juga udah maafin kamu, kok. Kamu itu sahabat baikku, Runa.

Aku nggak mau kamu disakiti. Makanya, aku bilang sama kamu waktu itu.

Eh, kamu malah nggak percaya. Nah, sekarang kamu lihat sendiri kan?(hal.12)

e. Sudahlah, Runa. Kamu harus percaya, nggak ada yang tiba-tiba di dunia ini.

Semuanya udah direncanakan sama Tuhan. (hal.12)

f. Bukan patah hatinya. Tapi, kapan saatnya kamu harus mengetahui apa yang sebenarnya. Kamu harus menjalani semua ini dengan ikhlas. (hal.12)

g. Kamu tidak sopan. Jangan ambil foto persona sembarangan. Harusnya kamu minta izin dulu. (hal.14)

h. Kamu mungkin nggak tahu; nggak ada persona patah hati yang benar-benar bida menyembunyikan patah hatinya. (hal.15)

i. Jangan semakin kurang ajar. Kamu tidak mengenal saya. Jangan mudah menyimpulkan hal yang tidak kamu kenali. (hal.15)

Bentuk deiksis persona tunggal kamu merupakan kata ganti persona kedua yang berperan sebagai lawan bicara atau pendengar. Bentuk deiksis persona ini biasa digunakan penutur kepada persona-persona yang sudah dekat hubungannya antara satu dan yang lain.

4. Bentuk Deiksis Persona Kedua Jamak

Data 4 :

j. Oh, jadi kalian mau daftar? Ya sudah, duduk aja dulu. Saya ambilkan formulirnya, sebentar. Santai aja, anggap rumah sendiri. (hal. 26)

k. Jadi, kalian beneran minat bergabung di koran kampus ini? (hal. 53)

l. Ya, udah. Untuk pengumuman selanjutnya, kalian bisa datang ke sini. Lihat di mading yang ada di depan, ya. (hal.54)

(47)

m. Eh kok, nenek perhatikan akhir-akhir ini, nenek nggak pernah liat Haga lagi, ya? Kenapa dia nggak pernah datang kerumah lagi? Kalian baik-baik saja, kan? Apa masih berantem? (hal.74)

n. Ini Kak Bagas. Nanti kalian bisa belajar tentang dunia fotografi padanya.

Kalau kalian yang suka senja, mungkin menyenangkan berkenalan dengannya. Ia lelaki penyuka senja. (hal.60)

Bentuk deiksis persona kedua di atas mempunyai bentuk jamaknya yaitu kalian.

Meskipun bentuk deiksis kalian tidak terikat pada tata krama sosial, yang status sosialnya lebih rendah umumnya tidak memakai bentuk deiksis itu terhadap persona yang lebih tua atau persona yang berstatus sosiallebih tinggi.

5. Bentuk Deiksis Persona Ketiga Tunggal

Data 5 :

a. Dia benar, senja ini menyakitkan. (hal.16) b. Jadi dia senior di sini. (hal.60)

c. Sepertinya dia bukan laki-laki biasa. (hal.62)

d. Dia perempuan yang pernah kutemukan di sini. Untuk apa pertemuan itu?

(hal.66)

e. Sepertinya dia lucu juga. (hal.66)

f. Dia benar-benar telah melupakanku. (hal.81)

g. Bukan, tadi dia datang pas Nenek lagi duduk di teras. Dia ngenalin diri, terus ngobrol sama Nenek. Dia mgobrolin tentang kamu.

Bentuk deiksis persona ketiga merupakan bentuk kata ganti persona yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan tetapi menjadi bahan pembicaraan atau yang hadir dalam pembicaraan tetapi tidak terlibat dalam pembicaraan tersebut secara aktif. Dalam hal ini, kata ganti persona ketiga juga bisa merupakan acuan kepada persona yang berada di luar pembicaraan, dengan kata lain bentuk kata ganti ini mengacu pada persona yang tidak berada dalam pihak pembicara maupun pihak lawan bicara.

(48)

6. Bentuk Deiksis Persona Ketiga Jamak Data 6 :

h. Ini rumahnya, Nak. Tapi sepertinya mereka tidak ada di rumah. Beberapa waktu lalu baru saja terjadi musibah.

Selain bentuk deiksis tunggal, persona ketika juga memiliki bentuk jamaknya yaitu mereka. Kata mereka diaplikasikan dalam sebauah dialog untuk mengacu kepada beberapa persona. Kata mereka dapat digunakan untuk semua kalangan usia dan status sosial karena bentuk persona jamak mereka tidak dikhususkan untuk menghormati persona yang lebih tua ataupun atasan sosial sesepersona.

7. Bentuk Klitik Persona Pertama

Ditemukan penggunaan bentuk enklitik -ku dan proklitik ku- dalam cerpen ini yang dapat dilihat pada data di bawah ini:

Data 7:

a. Kamu nggak usah jelek-jelekin Haga. Bilang saja kamu sirik dengan hubunganku.(hal.11)

b. Cit, kalau kamu jomblo. Bukan berarti aku harus jomblo juga. Jangan memfitnah pacarku.(hal.11)

c. Dia benar-benar telah melupakanku. (hal.81) d. Ayo, Aruna. Ikut denganku! (hal.169)

Bentuk deiksis persona pertama tunggal aku memiliki dua variasi bentuk, yakni – ku dan ku–. Berdasarkan bentuknya –ku merupakan deiksis yang letaknya di sebelah kanan kata, sedangkan bentuk ku– merupakan bentuk deiksis yang letaknya di sebelah kiri kata.

(49)

8. Bentuk Klitik Persona Kedua

Seperti halnya kata ganti persona pertama, bentuk variasi dari kata ganti persona kedua tunggal, yakni –mu.

Data 8:

e. Kamu mirip dengan ibumu. Lembut tapi tegar. Seolah kuat sekali akan hidup. Sama persis. Meski kadang suka nangis diam-diam. (hal.44)

f. Ibumu, perempuan yang baik. (hal.44)

g. Haga, hanya karena aku mencintaimu. Bukan berarti kamu bebas menyakitiku. Kamu nggak seharusnya begini. (hal.45)

h. Sampai kapan kamu akan tetap begitu? Kasihan personatuamu. Mereka pasti mengkhawatirkanmu. Mungkin sudah saatnya kamu memikirkan masa depanmu, kuliahmu. Hidup ini pilihan. Kalau kamu nggak memperhitungkannya, kamu akan kalah. (hal.47)

i. Sudahlah, seperti kamu memang nggak perlu tahu. Aku sudah terlalu sering membuatmu sakit. Semoga kamu baik-baik di sana, Aruna. (hal.71)

9. Bentuk Klitik Persona Ketiga

Kata ganti persona ketiga tunggal –nya menunjuk pada persona di luar percakapan antara pembicara dan pendengar. Pada penggunaannya dalam kalimat, bentuk kata ganti persona ketiga tuggal –nya berfungsi sebagai objek.

Data 9:

j. Kenapa Bagas nggak pernah sadar kalau aku memerhatikannya? Apakah cinta masa lalu yang terlalu dalam membuat sesepersona buta akan masa kini yang ada di sisinya? (hal.118)

k. Cit, jangan mulai,deh. Ramai nh. Ada personanya, tuh. (hal.119)

l. Baik. Lancar. Bulan depan aku udah ujian semester. Ayah, gimana kerjanya? (hal.123)

(50)

4.2 Peran Deiksis Persona dalam Novel Origami Hati karya Boy Candra

Setiap bentuk deiksis yang ada pasti memiliki peranan pada setiap kajiannya yang dapat menunjukkan proses kata ganti itu terjadi, serta menjadi bentuk deiksis apa yang menjadi pengganti setelahnya. Contohnya pada bentuk deiksis saya, bentuk saya sama bentuknya dengan aku. Namun, bentuk saya dapat digunakan dalam situasi yang formal atau sedang dalam situasi yang sesuai penempatannya sedangkan bentuk aku biasa digunakan dalam situasi yang informal dan dalam hubungan yang keakrabannya sudah erat yang dimiliki sesepersona.

Berikut adalah beberapa peran semantik dalam novel Origami Hati karya Boy Candra.

1. Pelaku (Agent)

Peran agen dalam novel Origami Hati karya Boy Candra adalah sebagai berikut.

Data 10:

a. Oh. Iya deh, Kak. Makasih, ya. Kami pamit dulu. (hal.28) Ag V

b. Kamu ke sini aja. Aku lagi beres-beres. (hal.70) Ag V

c. Ya udah, tiga puluh menit lagi aku nyampe di kos kamu. Aku bawain

Ag V

makanan, ya! Sayang kamu. (hal.70)

d. Dia, benar-benar telah melupakanku. (hal.81)

Ag V Ps

e. Permisi, Kak. Aku mau mengganggu sebentar, boleh? (hal. 93)

Ag V

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Metode analisis penelitian ini menggunkan analisis linier berganda.Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa : (1) variabel sistem penggajian

Adapun penelitian skripsi ini mengulas: (1) Riwayat kehidupan Amir Syariffudin (2) Kiprah Amir Syariffudin pada organisasi dan partai politik, (3) Kiprah politik

Hari/Tgl Wkt Mata Kuliah Kls Dosen Ruang Mata Kuliah Kls Dosen Ruang Mata Kuliah Kls Dosen Ruang Satgas SENIN 07.00 Pengantar Akuntansi II &Prak M1 Moh.. Cholid

• Karena waktu adalah uang, maka sangat bijaksana jika analis sistem menggunakan sebuah strategi penemuan fakta untuk memaksimalkan waktu yang digunakan dengan pengguna akhir.

Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah diungkapkan, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui perbedaan pemahaman konsep

• Menjelaskan gambaran umum secara singkat mengapa (why) kegiatan tersebut dilaksanakan dan alasan penting kegiatan tersebut dilaksanakan serta keterkaitan kegiatan yang

Dengan demikian informasi rencana pembelian kembali saham ( buyback ) diterima oleh pasar dan dipandang sebagai good news ditandai dengan adanya perubahan harga saham yang

Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa adanya pengaruh yang bermakna pada kinerja berdasarkan karakteristik perawat pelaksana di ruang perawatan intensif rumah