• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Remaja dan Dewasa Remaja

Istilah remaja (adolescence) berasal dari kata latin adolesceere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock 2004). Menurut WHO (2007), remaja berkisar antara usia 10 sampai 19 tahun. Masa remaja umumnya disebut pancaroba atau masa peralihan dari masa anak-anak menuju arah kedewasaan (Gunarsa 2001).

Masa remaja merupakan periode antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut Arisman (2004), masa ini dimulai antara usia 9 hingga 10 tahun dan berakhir pada usia sekitar 18 tahun. Pertumbuhan yang terjadi diiringi dengan perubahan fisik yang seringkali memicu kebingungan. Golongan remaja rentan akan adanya berbagai pengaruh dari luar yang dapat dengan mudah langsung diikuti. Determinan utama bagi remaja adalah berasal dari teman sebaya (Hasan 2006). Terdapat tiga kekuatan dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi remaja, yaitu: (1) keluarga, (2) sekolah dan (3) lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang mempengaruhi perkembangan remaja adalah guru, teman sepermainan, dan peristiwa-peristiwa dalam masyarakat. Melalui berbagai macam media massa remaja berkenalan dengan berbagai macam peristiwa yang terjadi dalam masyarakat sehingga akan mempengaruhi perkembangan kepribadian remaja (Khumaidi 1989).

Mann dan Stewart (2007) mengatakan bahwa pada kenyataannya, remaja perempuan sering sekali mengalami masalah gizi. Remaja laki-laki memiliki perilaku makan dalam porsi besar untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein mereka. Pada masa ini terjadi pemilihan pola makan yang salah dan meningkatnya konsumsi energi yang tinggi yang berasal dari minuman berkalori. Remaja tidak setiap hari makan buah dan sayur, sementara kudapan asin dan manis (70%) dimakan beberapa kali (sepertiga dari mereka) setiap hari. Salah satu masalah serius yang menghantui dunia kini adalah konsumsi makanan olahan, seperti yang ditayangkan dalam iklan televisi, secara berlebihan. Makanan ini terlalu banyak mengandung gula serta lemak. Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut.

Berdasarkan WNPG VIII tahun 2004 remaja laki-laki yang berusia 13-15 tahun dan 16-18 tahun memiliki angka kecukupan energi masing-masing 2400

Kal dan 2600 Kal sehingga rata-rata kecukupan energi untuk remaja laki-laki adalah 2500 Kal. Remaja perempuan yang berusia 13-15 tahun dan 16-18 tahun memiliki angka kecukupan energi masing-masing 2350 dan 2200 Kal sehingga rata-rata kecukupan energi untuk remaja perempuan adalah 2275 Kal.

Dewasa

Istilah dewasa (adult) berasal dari bahasa latin adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Secara psikologis orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhan fisiknya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.

Masa dewasa dibagi menjadi tiga fase, yaitu masa dewasa dini, masa dewasa madya, dan masa dewasa lanjut. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun hingga 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan- harapan sosial baru. Masa dewasa madya dimulai pada umur 40 hingga 60 tahun, yakni saat menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak pada setiap orang. Masa dewasa madya, dilihat dari sudut posisi usia dan terjadinya perubahan fisik maupun psikologis, memiliki banyak kesamaan dengan masa remaja. Secara fisik, pada masa remaja terjadi perubahan yang demikian pesat (menuju ke arah kesempurnaan/kemajuan) yang berpengaruh pada kondisi psikologisnya, sedangkan masa dewasa madya juga mengalami perubahan kondisi fisik, namun dalam pengertian terjadi penurunan/kemunduran, yang juga akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Kemudian masa dewasa lanjut dimulai pada umur 60 tahun keatas hingga kematian, dimana kemampuan fisik dan psikologis cepat menurun (Hurlock 2004).

Berdasarkan WNPG VIII tahun 2004 dewasa laki-laki yang berusia 19-29 tahun, 30-49 tahun, dan 50-64 tahun memiliki angka kecukupan energi masing- masing 2550 Kal, 2350 Kal, dan 2250 Kal sehingga rata-rata kecukupan energi untuk dewasa laki-laki adalah 2383 Kal. Dewasa perempuan yang berusia 19-29 tahun, 30-49 tahun, dan 50-64 tahun memiliki angka kecukupan energi masing- masing 1900 Kal, 1800 Kal, dan 1750 Kal sehingga rata-rata kecukupan energi untuk dewasa perempuan adalah 1817 Kal.

Aktivitas Fisik dan Status Gizi

Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Kurangnya aktivitas fisik telah diidentifikasi sebagai faktor risiko keempat terkemuka untuk kematian global (6% kematian secara global). Selain itu, aktivitas fisik yang diperkirakan menjadi penyebab utama untuk sekitar 21-25% dari kanker payudara dan usus besar, 27% dari diabetes dan sekitar 30% dari beban penyakit jantung iskemik (WHO 2010). Menurut data Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2007, saat ini 48.2% masyarakat berusia lebih dari 10 tahun memiliki aktivitas fisik yang kurang (ringan).

Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar metabolismenya untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2003). Riyadi (1996) menyatakan bahwa jika diketahui jumlah energi tubuh yang dikeluarkan selama aktivitas sehari maka sebenarnya jumlah tersebut merupakan kebutuhan energi seseorang, dengan asumsi aktivitas harian tersebut merupakan aktivitas normal.

Aktivitas fisik yang teratur, seperti berjalan kaki, bersepeda, atau menari memiliki manfaat yang signifikan bagi kesehatan. Sebagai subjek, dapat mengurangi risiko kardiovaskular, diabetes, dan osteoporosis; membantu mengontrol berat badan, dan mempromosikan kesejahteraan psikologis. Setiap orang harus terlibat dalam setidaknya 30 menit aktivitas fisik sedang setiap hari. Lebih banyak kegiatan mungkin diperlukan untuk mengendalikan berat badan. Tingkat aktivitas fisik pada orang dewasa memiliki manfaat, diantaranya mengurangi risiko hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, payudara dan kanker usus, depresi dan risiko jatuh; memperbaiki tulang dan kesehatan fungsional, dan penentu utama pengeluaran energi, dan dengan demikian merupakan dasar untuk menyeimbangkan energi dan mengontrol berat badan (WHO 2010).

Aktivitas fisik pada umumnya dibagi menjadi tiga golongan yaitu ringan, sedang, dan berat. Semakin berat aktivitas yang dilakukan, semakin banyak energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas tersebut (WHO/FAO 2003). Menurut Soendoro (2008), kegiatan aktivitas fisik dikategorikan sedang apabila

kegiatan dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. FAO/WHO (2003) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (Kal) per kilogram berat badan dalam 24 jam, PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

PAL = ∑( PARi × Wi) 24 jam

Keterangan: PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PARi : Physical activity rate (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas per jam)

Wi : Alokasi waktu tiap aktivitas

Seseorang dikatakan sedentary (aktivitas ringan) bila tidak banyak melakukan aktivitas fisik, tidak berjalan jauh, umumnya menggunakan alat transportasi, tidak latihan atau berolahraga secara teratur, menghabiskan waktu senggangnya dengan duduk dan berdiri dengan sedikit bergerak seperti pelajar. Pada kategori sedang adalah orang yang tidak terlalu banyak menggunakan energi, namun lebih banyak mengeluarkan energi dibandingkan yang beraktivitas ringan. Kemungkinan juga adalah orang yang tergolong beraktivitas ringan namun memiliki waktu untuk beraktivitas sedang hingga berat yang teratur. Misalnya kegiatan harian yang dilakukan selama 1 jam (langsung atau bertahap dalam hari yang sama) baik sedang maupun berat seperti jogging, berlari, aerobic yang dapat meningkatkan PAL dari 1.55 (ringan) menjadi 1.75 (sedang). Terakhir orang yang tergolong beraktivitas berat bila orang tersebut dalam kesehariannya melakukan aktivitas yang mengeluarkan banyak energi seperti berenang dan menari selama 2 jam, mencangkul, berjalan kaku dengan beban yang berat (WHO/FAO 2003).

Level aktivitas fisik yang rendah juga menjadi faktor penting dalam penambahan berat badan. Hal ini terjadi karena perubahan gaya hidup (tidak sempat berolahraga, memiliki pekerjaan yang dilakukan dengan duduk terus menerus, dan memiliki anak), penuaan, dan mengidap suatu penyakit. Urbanisasi, kemakmuran, dan modernisasi gaya hidup menimbulkan perubahan pada pola aktivitas fisik. Gaya hidup modern membuat berkurangnya aktivitas fisik sehari-hari (Mann & Stewart 2007). Sebanyak 25% remaja berumur 11-15

tahun di barat daya dan barat laut inggris melakukan 60 menit aktivitas sedang hingga berat per hari dan 23.7% dari seluruh remaja memiliki status gizi obesitas atau overweight. Remaja yang memiliki tingkat aktivitas sedang hingga berat yang rendah memiliki konsekuensi mengalami masalah kesehatan masyarakat, salah satunya kelebihan berat badan (Boyle et al. 2010).

Menurut Supariasa (2001) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Secara umum status gizi diukur secara antropometri yang artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berikut merupakan klasifikasi status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dikeluarkan oleh WHO (2007).

Tabel 1 Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT (Indeks Massa Tubuh)

Status gizi IMT (kg/m2)

Underweight <18.5 Normal 18.5-24.9 Overweight ≥25.0 Pra-obes 25.0-29.9 Obesitas ≥30.0 Obesitas kelas I 30.0-34.9 Obesitas kelas II 35.0-39.9

Obesitas kelas III ≥40.0

Sumber : WHO (2007) dalam Gibney et al. (2008)

Menurut penelitian Weiss et al. (2007) ditemukan bahwa peningkatan IMT berhubungan dengan penurunan aktivitas fisik jangka panjang (LTPA), dimana antara IMT dan aktivitas fisik memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Kurang aktivitas fisik dapat meningkatkan IMT, yang dimana peningkatan IMT tersebut dapat menurunkan tingkat aktivitas fisik. Peningkatan IMT ini juga berhubungan dengan peningkatan resiko dari orthopaedic, CVD, dan diabetes tipe II yang dapat menurunkan kemampuan untuk beraktivitas/latihan. Penelitian ini juga menyatakan bahwa perempuan lebih mungkin dibandingkan laki-laki menjadi tidak aktif. Casperson et al. (2000) dalam Weiss et al. (2007) melaporkan bahwa laki-laki mengalami penurunan lebih besar dalam tingkat aktivitas fisik selama masa remaja, sedangkan perempuan lebih rendah tingkat aktivitas sepanjang masa dewasa.

WHO (2000) menyatakan bahwa perempuan cenderung mengalami peningkatan penyimpanan lemak. Simpanan ini berguna untuk meningkatkan pertumbuhan seksual pada perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

perempuan cenderung mengonsumsi sumber karbohidrat yang lebih kuat sebelum masa pubertas, sementara laki-laki cenderung mengonsumsi makanan yang kaya protein. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Proper et al. (2006) menyatakan bahwa laki-laki secara signifikan lebih berkemungkinan untuk menjadi overweight atau obesitas daripada perempuan, karena laki-laki cenderung untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk bersantai pada saat akhir minggu atau waktu senggang dibandingkan perempuan.

Usia yang lebih tua meningkatkan kemungkinan menjadi tidak aktif sekitar 2% per tahun. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa peningkatan terbesar dalam tingkat aktivitas terjadi selama masa remaja dan menurun sepanjang masa dewasa. Sallis (2000) dalam Weiss et al. (2007) menyatakan hubungan antara usia dengan tingkat aktivitas, sebagian dikarenakan faktor biologis yang menurun dengan bertambahnya usia yang diamati di seluruh populasi.

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Sedioetama 1996). Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Harper et al.1986 dalam Maulad 2010).

Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harper et al. (1986) dalam Maulad (2010), faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi dan ketersediaan pangan. Untuk tingkat konsumsi, lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi (Sedioetama 1996). Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi. Dalam aspek gizi, tujuan

mengkonsumsi makanan dan minuman adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh (Hardinsyah & Martianto 1989). Perilaku konsumsi makanan dan minuman dapat dirumuskan sebagai cara atau tindakan yang dilakukan oleh individu, keluarga atau masyarakat di dalam pemilihan makanannya yang dilandasi oleh pengetahuan dan sikapnya terhadap makanan tersebut (Susanto 1993 dalam Maulad 2010).

Pola konsumsi makanan dan minuman dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya faktor ekonomi tetapi juga faktor budaya, ketersediaan, pendidikan, gaya hidup, dan sebagainya. Walaupun selera dan pilihan masyarakat didasari pada nilai-nilai sosial, ekonomi, budaya, agama, pengetahuan serta aksesibilitas, namun kadang-kadang unsur prestise menjadi sangat menonjol. Pola konsumsi makanan dan minuman remaja dapat dipengaruhi pola konsumsi teman sebaya. Remaja lebih mudah menerima satu jenis makanan dan minuman yang relatif baru dari orang-orang yang merupakan teman dekatnya, mereka lebih senang makan dan minum bersama orang yang dekat dengan mereka. Penilaian konsumsi makanan dan minuman dilakukan sebagai cara untuk mengukur keadaan konsumsi makanan dan minuman yang kadang-kadang merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menilai status gizi. Pada prinsipnya ada empat metode untuk menggali informasi konsumsi makanan dan minuman secara kuantitatif, yaitu metode inventaris, metode pendaftaran, metode mengingat-ingat, dan metode penimbangan (Suhardjo 2000).

Minuman Berkalori

Air merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan manusia. Tubuh manusia dewasa mengandung air 59% dari berat badan. Penentuan kebutuhan air ditentukan dengan metode keseimbangan antara keluaran air dengan konsumsi. Besarnya kebutuhan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, suhu dan kelembaban lingkungan serta aktivitas fisik. Penentuan kebutuhan air untuk orang sehat dapat didasarkan pada usia, berat badan, konsumsi energi, dan luas permukaan tubuh (Proboprastowo & Dwiriyani 2004). Almatsier (2003) menyatakan bahwa konsumsi cairan terdiri atas air yang diminum, yang diperoleh dari makanan maupun minuman, serta air yang diperoleh sebagai hasil metabolisme. Sedangkan Sawka, Cheuvront, dan Charter (2005), total konsumsi cairan berasal dari air minum (drinking water), air pada minuman (water in beverages), dan air pada makanan.

Menurut Joan Koelemay, dari Beverage Institute, air merupakan gizi yang dibutuhkan tubuh yang berbentuk cair, air mineral, dan makanan. Semua itu merupakan kebutuhan yang essensial untuk menggantikan besarnya cairan yang keluar dalam aktivitas sehari-hari (Walker 2009). Jenis minuman yang biasa dikonsumsi yaitu air, susu, jus, sari buah, teh, kopi, minuman beralkohol, soft drink, dan minuman berenergi (peningkatan stamina) (Ahira 2010).

Setiap minuman yang dikonsumsi tersebut memiliki kalori yang beragam. Kalori dalam minuman sudah terdaftar pada nutrition facts, namun kebanyakan orang belum banyak menyadari bahwa minuman berkalori memiliki kontribusi untuk konsumsi harian (Walker 2006).

Pada populasi yang besar, konsumsi minuman berkalori sudah mencapai 20.1% untuk remaja dan 22.3% dari asupan energi di Meksiko (Barquera et al. 2008). Buah-buahan dan minuman fruitades (minuman yang dibuat dengan menambahkan air ke bubuk atau kristal), yang sama-sama manis, sering dikonsumsi dalam jumlah besar oleh balita dan anak-anak muda di Amerika Serikat (Malik et al. 2006).

Perkiraan saat ini adalah bahwa rata-rata asupan energi gula penduduk Amerika 15.8% dari total energi dan bahwa sumber terbesar dari penambahan gula adalah minuman ringan nondiet, yang mencakup 47% dari total gula yang ditambahkan dalam makanan. Istilah ini meliputi minuman ringan soda bersama dengan minuman gula manis lainnya seperti minuman buah, limun, dan es teh. Istilah soda mencakup carbonated beverages seperti cola. Konsumsi minuman ini terbukti meningkat 135% antara 1977 dan 2001 (Malik et al. 2006).

Pada penelitian Malik et al. (2006), diperkirakan selama ini, setiap hari konsumsi minuman berkalori di Amerika Serikat meningkat sebesar 83 Kal per orang, dimana 54 Kal / hari dari soda. Di Amerika Serikat, rata-rata, 12-oz [12 oz = 1 kaleng soda (atau 1 soda) = 1 porsi] soda menyediakan 150 Kal dan 40-50 gram gula dalam bentuk sirup jagung tinggi fruktosa [(HFCS) glukosa 45% dan 55% fruktosa], yang setara dengan 10 sendok teh gula meja. Jika kalori yang ditambahkan ke makanan khas AS tanpa mengurangi asupan dari sumber lain, 1 soda / hari bisa menyebabkan kenaikan berat badan 6.75 kg dalam satu tahun.

Sejajar dengan pola konsumsi soda adalah bahwa konsumsi buah- buahan dan minuman fruitades (minuman yang dibuat dengan menambahkan air ke bubuk atau kristal), yang sama-sama manis dan sering dikonsumsi dalam jumlah besar oleh balita dan anak-anak muda. Dari total 83 Kal perhari

peningkatan konsumsi pemanis kalori, 13 Kal perhari diperkirakan berasal dari minuman buah. Konsumsi minuman-minuman buah dan soda tersebut hampir 81% dari peningkatan asupan kalori di seluruh pemanis pada dua dekade terakhir di Amerika Serikat. Asupan minuman berkalori dapat meningkatkan berat badan dan obesitas dengan peningkatan asupan energi secara keseluruhan (Malik et al. 2006).

Gula merupakan salah satu kandungan dari minuman berkalori. Gula digunakan untuk mendeskripsikan karbohidrat sederhana, yaitu sukrosa. Sukrosa merupakan bentuk komersial dari gula tebu dan gula umbi serta gula yang biasanya digunakan untuk memasak. Secara kimia, sukrosa adalah disakarida yang terdiri dari dua monosakarida, yaitu fruktosa dan glukosa. Penyerapan yang terjadi di usus halus hanya terjadi jika molekul gula berbentuk monosakarida, oleh karena itu sukrosa dipecah menjadi bentuk monosakarida dalam saluran pencernaan. Setelah melalui proses pencernaan di saluran gastrointestinal, monosakarida dibawa melalui darah menuju hati dan jaringan lain (Mann & Stewart 2007).

Selama beberapa periode, total asupan pemanis buatan meningkat dengan tajam. Peningkatan ini disebabkan oleh penggunaan pemanis buatan yang berasal dari jagung yang diproduksi dengan cara pemotongan pati jagung secara enzimatis. Pemanis jagung memiliki kesamaan rasa dengan sukrosa tetapi harganya lebih murah dibandingkan sukrosa. Pemanis buatan jagung digunakan dalam produksi beberapa jenis makanan, seperti soft drink, bahan makanan yang dikalengkan, jelly, selai, dan salad untuk makanan penutup (Pennington & Baker 1990).

Asupan gula pada orang amerika menyumbang sekitar 20% rata-rata asupan kalori. Kelompok usia tertentu seperti remaja memiliki konsumsi minuman berkalori yang tinggi. Salah satu alasan konsumsi gula yang tinggi adalah rasa yang manis. Sebagian besar hewan mamalia, termasuk manusia, memiliki preferensi yang tinggi terhadap substansi yang memiliki rasa manis. Hal ini terlihat dari peninggalan sejarah berupa gambar-gambar di gua yang menceritakan mengenai kesukaan manusia purba kala terhadap madu, buah ara, dan kurma (Mann & Stewart 2007). Menurut WHO (2003), peneliti merekomendasikan bahwa gula yang ditambahkan harus membentuk tidak lebih dari 10% dari total asupan makanan.

Penelitian di Afrika Selatan menunjukkan bahwa di antara remaja dan orang dewasa (lebih tua dari 10 tahun), persentase konsumsi gula yang ditambahkan dalam makanan dan minuman adalah dua kali lebih tinggi pada populasi perkotaan dibanding pedesaan dengan persentase 12.3% dibandingkan dengan 5.9% dari total asupan energi. Peneliti juga menyebutkan bahwa 33% populasi perkotaan mengkonsumsi minuman ringan berkarbonasi sementara pada daerah pedesaan hanya 3% (WHO 2003).

Jenis Minuman Berkalori

Bleich et al. (2009) membagi minuman berkalori ke dalam enam jenis, yaitu minuman bergula, jus, minuman diet, susu (termasuk yang memiliki rasa), kopi atau teh, dan alkohol. Minuman bergula terdiri dari soda, minuman olahraga, minuman berperisa buah, minuman rendah kalori, teh yang dimaniskan, dan minuman yang dimaniskan lainnya. Minuman bergula merupakan sumber kalori minuman tertinggi dibandingkan minuman lainnya. Pada tahun 1999-2004 dua pertiga orang dewasa (63%) mengkonsumsi minuman bergula dan memperoleh sumbangan energi 293 Kal tiap harinya. Pada periode tersebut, dewasa muda (dini) merupakan golongan prevalensi tertinggi (72%) yang mengkonsumsi minuman bergula dan memperoleh sumbangan energi 289 Kal tiap harinya.

Pada penelitian Barquera et al. (2008), konsumsi dari minuman bergula (berkalori) di Meksiko tahun 2006 sudah mencapai 372 Kal untuk remaja dan 411 Kal untuk dewasa. Adapun kalori pada masing-masing jenis minuman berkalori yang dikonsumsi remaja diantaranya soft drink sebesar 85 Kal, teh dan kopi 34 Kal, Jus 69 Kal, sari buah kemasan 26 Kal, alkohol 67 Kal, susu full cream 86 Kal, dan minuman lainnya sebesar 9 Kal. Sedangkan pada dewasa, konsumsi energi untuk minuman berkalori seperti soft drink sebesar 88 Kal, teh dan kopi 35 Kal, Jus 72 Kal, sari buah kemasan 27 Kal, alkohol 69 Kal, susu full cream 86 Kal, dan minuman lainnya sebesar 8 Kal.

Keputusan Ka.Badan POM (Pemeriksa Obat dan Makanan) No. HK.00.05.52.4040 Tanggal 9 0ktober 2006 tentang Kategori Pangan menetapkan kategori minuman sebagai berikut :

Tabel 2 Kategori minuman menurut BPOM

No Kategori Sub kategori Jenis

1 Minuman produk susu

1. Susu dan minuman berbasis susu

2. Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim renin (plain) 3. Susu kental dan

analognya (plain) 4. Krim (plain) dan

sejenisnya

5. Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk analog (plain)

6. Keju dan keju analog

7. Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu

8. Whey dan produk whey

1. Susu dan buttermilk (plain) - Susu segar

- Susu pasteurisasi

- Susu UHT (Ultra High Temperature) - Susu steril

- Susu tanpa lemak atau susu skim - Susu rendah lemak

- Susu rekonstitusi - Susu rekombinasi

- Susu lemak nabati/susu minyak nabati (Filled Milk)

- Susu lemak nabati rendah lemak/susu minyak nabati rendah lemak

- Susu lemak nabati tanpa lemak/susu minyak nabati tanpa lemak

Dokumen terkait