• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kenaf (Hibiscus cannabinus L.)

Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) adalah salah satu diantara tanaman jenis serat-seratan yang dapat menghasilkan serat sebagai bahan baku karung goni. Tanaman ini merupakan tanaman herba semusim dengan tipe pertumbuhan semak berbentuk semak tegak (Balittas 1996). Sistematika tanaman kenaf menurut Ben-Hill et al. (1960) diacu dalam Balittas (1996), adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plant Kingdom Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Klas : Dicotyledoneae Ordo : Malvales Famili : Malvaceae Genus : Hibiscus

Species : Hibiscus cannabinus

Sumber : http:www.visionpaper.com/kenaf2.html.-8k Gambar 1. Tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L.)

Kenaf dapat tumbuh hampir pada semua tipe tanah, tetapi tipe tanah yang ideal untuk kenaf yaitu tanah lempung berpasir atau lempung liat berpasir dengan drainase yang baik (Dempsey 1963 diacu dalam Balittas 1996). Kenaf agak tahan kekeringan, namun karena seluruh bagian vegetatifnya (batang) harus dipanen pada umur 3,5 – 4,0 bulan, maka ketersediaan air selama pertumbuhan harus cukup. Kebutuhan air untuk kenaf sebesar 600 mm selama 4 bulan. Tanaman

semakin tua semakin tahan terhadap genangan (Iswindoyono dan Sastrosupadi 1987 diacu dalam Balittas 1996). Kisaran pH cukup luas berkisar 4,5 – 6,5 sehingga kenaf dapat tumbuh baik di tanah agak masam seperti di lahan gambut. Curah hujan yang dikehendaki selama pertumbuhan sebesar 500 – 750 mm atau curah hujan setiap bulan 125 – 150 mm (Berger 1969, Sinha dan Guharoy 1987, Dempsey 1963 diacu dalam Balittas 1996).

Tinggi tanaman kenaf dapat mencapai 4 m tergantung varietas, waktu tanam, dan kesuburan tanah. Diameter batang dapat mencapai lebih dari 25 mm. Permukaan batang ada yang licin, berbulu halus, berbulu kasar, dan ada juga yang berduri.

Liu (2004) menyatakan bahwa serat kenaf terdiri atas serat bagian luar yang terdapat pada kulit sebesar 35% berat kering tangkai dan serat bagian dalam yang terdapat pada inti (core) sebesar 65% berat kering tangkai. Dimensi dan komposisi kimia serat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Dimensi serat kenaf Tipe serat Panjang sel

(mm) Lebar sel (µ) Tebal dinding Sel (µ) Lebar lumen (µ) Kulit 1,8-4,0 14-24 3,8-8,6 6,6-12,8 Core 0,4-1,0 22-37 4,8-8,2 16,5-22,7 Sumber : Liu 2004

Tabel 2. Komposisi kimia serat kenaf

Tipe serat Kadar abu (%) a-selulosa (%) Lignin (%)

Kulit 5,5 – 8,3 53 – 57,4 5,9 – 9,3

Core 2,9 – 4,2 51,2 17,0

Sumber : Liu 2004

Voulgaridis et al. (2000) telah melakukan penelitian terhadap batang kenaf yang tumbuh pada tanah dengan tingkat kesuburan rendah di wilayah Zagliveri Yunani Utara, selama periode bulan Juni – Oktober 1996. Hasil penelitiannya ditampilkan pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Dimensi sel batang kenaf dari kulit, kayu, dan empulur Posisi dari pangkal

tanaman Dimensi sel (µm)

Pangkal Tengah Ujung Rataan

Kulit Panjang serat 2.140 2250 2510 2.300 Kayu - panjang serat - pembuluh panjang Diameter - Sel parenchymatous panjang lebar 790 370 55 88 59 840 380 44 89 56 920 200 33 93 65 840 330 45 90 59 Empulur - Sel parenchymatous panjang lebar 154 121 Sumber : Voulgaridis et al. (2000)

Tabel 4. Sifat-sifat dan karakteristik batang dari tanaman kenaf Karakteristik/

Sifat-sifat

Letak Kulit Kayu Empulur Batang

Dimensi (cm)

Tinggi (range)

Diameter Pangkal (A)

Tengah (B) Ujung (C) 136 – 253 1,91 1,31 1,02 Proporsi (%) - Melintang - Proporsi berat Pangkal (A) Tengah (B) Ujung (C) Pangkal (A) Tengah (B) Ujung (C) 22,4 22,9 22,8 37,4 37,5 36,9 76,9 64,4 41,4 61,5 56,2 45,6 0,9 12,7 46,9 1,2 6,3 17,6 Kerapatan (g/cm3) Pangkal (A)

Tengah (B) Ujung (C) 0,22 0,32 0,43 0,28 0,31 0,27 Keasaman (pH) A+B+C 5,33 5,15 4,30 Ekstraktif (%) - larut dalam dichlorometane A+B+C 0,67 0,95 1,17 - larut dalam

air panas A+B+C 14,09 10,58 20,44

Keunggulan komoditas kenaf adalah berumur pendek (4-5 bulan), mampu beradaptasi di berbagai lingkungan tumbuh marjinal, seperti lahan banjir (bonorowo), podsolik merah kuning, gambut dan tadah hujan, gangguan hama dan penyakit sedikit dan biaya produksi rendah (Direktorat Budidaya Tanaman Semusim Direktorat Jenderal Perkebunan (2007).

Tanaman kenaf sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak dikembangkannya program Intensifikasi Serat Karung Rakyat (ISKARA) tahun 1978, yang pada waktu itu seratnya sebagian besar digunakan untuk industri karung goni. Di Indonesia ada 2 perusahaan swasta yang memanfaatkan serat kenaf sebagai bahan baku utama yaitu PT. Indonesia Nihon Seima di Tangerang yang memproduksi karung goni dan geo-textile dan PT Abadi Barindo Autotech (PT. ABA) yang ada di Purwosari Pasuruan, Jawa Timur yang memproduksi khusus fiberboard untuk industri automotif dengan pasar dalam negeri dan ekspor.

Papan Partikel (Particle board) Sifat-Sifat Papan Partikel

Kerapatan papan sangat mempengaruhi sifat-sifat papan. Dalam kebanyakan kasus, meningkatnya kerapatan papan secara otomatis meningkatkan sifat-sifat fisis, terkecuali stabilitas dimensi yaitu pengembangan tebal dan pengembangan linier akan lebih besar pada papan berkerapatan tinggi. Meningkatnya BJ papan menghasilkan kontak yang sangat bagus diantara partikel dalam lembaran selama dikempa, dan penggunaan perekat menjadi lebih efektif (Maloney 1993). Bowyer et al. (2003) menyatakan untuk menghasilkan kontak yang baik di antara partikel, biasanya dibutuhkan nisbah kempa 1,2 – 1,6. Maloney (1993) mengemukakan nisbah kempa 1,3 dapat digunakan sebagai acuan dalam pembuatan papan partikel dari kayu. Jika produk-produk berkerapatan tinggi dibuat dari jenis kayu berkerapatan rendah maka nisbah kempa meningkat secara drastis.

Jumlah perekat yang digunakan dalam pembuatan papan partikel sangat mempengaruhi sifat-sifat papan partikel (Maloney 1993; Bowyer et al. 2003). Meningkatnya resin padat yang digunakan akan menambah kekuatan dan stabilitas dimensi papan. Untuk alasan ekonomi, tidak diinginkan untuk

menggunakan perekat dalam jumlah yang besar. Pemakaian perekat menghabiskan seperempat biaya total produksi papan partikel dan biaya ini sama banyaknya dengan kebutuhan kayu. Biasanya jumlah perekat urea yang digunakan dalam pembuatan papan partikel berkisar antara 6 – 10 persen berdasarkan berat kering partikel yang digunakan (Bowyer et al. 2003).

Geometri partikel sangat mempengaruhi kualitas papan partikel yang dihasilkan, terutama sifat kekuatan bending papan (Maloney 1993). Aspek terpenting dari geometri partikel adalah perbandingan panjang partikel dengan ketebalan partikel (slenderness ratio). Partikel yang memiliki perbandingan panjang dengan tebal berkisar 150 menghasilkan papan dengan sifat kekakuan dan kekuatan bending yang paling baik (Maloney 1993). Heebink dan Hann (1959) diacu dalam Maloney (1993) telah melakukan penelitian pengaruh geometri partikel kayu northern oak terhadap kekuatan bending, dan keteguhan rekat internal papan partikel. Hasilnya ukuran serpih (flake, panjang 25.4 mm) memberikan hasil tertinggi dibandingkan ukuran tatal/serutan (planer shavings), partikel halus (fines), dan serbuk (sawdust).

Tujuan utama pengeringan partikel sebelum dibuat papan partikel adalah untuk menghindari terjadinya blister pada saat proses pengempaan panas akibat kadar air furnish yang relatif tinggi. Beberapa keuntungan yang diperoleh bila kadar air lembaran lebih rendah adalah : sifat-sifat kekuatan papan partikel umumnya lebih tinggi terutama keteguhan rekat internal, waktu kempa lebih pendek, gumpalan-gumpalan partikel dapat dihindari, dan profil kerapatan lebih seragam (Maloney 1993). Uap air atau cairan di dalam furnish berasal dari tiga sumber. Pertama, air yang terkandung di dalam partikel setelah dikeringkan. Kedua, air yang berasal dari perekat cair yang digunakan. Ketiga, air yang berasal dari reaksi kondensasi ketika perekat mengeras. Kebanyakan papan partikel atau papan serat dapat direkat pada kadar air antara 2 – 18%. Pada tingkat kadar air tinggi dibutuhkan waktu kempa yang lebih lama.

Perekat

Perekat (adhesive) adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua benda melalui ikatan permukaan (Blomquist 1983).

Marra (1992) menyatakan bahwa perekat akan mengalami lima tahapan dalam membentuk suatu ikatan, yaitu perekat mengalir lateral membentuk lapisan film (flowing), sebagian perekat beralih dari permukaan terlabur ke permukaan pasangannya (transferring), perekat merembes ke dalam sirekat (penetrating), perekat membasahi kedua permukaan sirekat (wetting) dan perekat mengalami pematangan dan menjadi substansi yang keras (solidifying).

Selama dua kayu sirekat digabungkan secara bersama, cairan perekat harus membasahi (wetting) dan tersebar secara merata yang berhubungan dengan kedua permukaan. Molekul perekat harus merata di atas permukaan dan ke dalam permukaan masing-masing yang berhubungan dengan struktur molekul kayu, sehingga gaya tarik intermolekul antara perekat dan kayu menjadi efektif. Permukaan kayu kelihatan seperti halus dan rata/datar, tetapi secara mikroskopik, terdiri atas puncak, lembah dan celah, dilengkapi serabut terlepas dan serat lainnya yang tersebar (Vick 1999).

Perekatan berkenaan dengan interaksi antara permukaan adhesive dengan permukaan substrate. Beberapa teori perekatan menekankan pada aspek mekanik, sedangkan yang lainnya menekankan pada aspek kimia. Namun pada kenyataannya, struktur kimia dan interaksinya mempengaruhi sifat mekanik, dan sifat mekanik mempengaruhi kekuatan ikatan kimia. Dengan demikian aspek mekanik dan aspek kimia tidak bisa dipisahkan, dalam memperjelaskan teori perekatan (Frihart 2005 diacu dalam Ruhendi et al. 2007).

Perekat Urea Formaldehida

Blomquist (1983) menyatakan urea formaldehida merupakan hasil kondensasi dari urea dan formaldehida dengan perbandingan molar 1 : (1,5–2). Pada tahap awalnya terbentuk mono-, di-, tri-, dan tetra- methylol ureas, reaksinya secara singkat sebagai berikut :

Sumber : Blomquist (1983)

Gambar 2. Reaksi kondensasi urea dan formaldehida

Urea formaldehida ini larut dalam air dan proses pengerasannya akan terbentuk pola ikatan jaringan (cross-link). Urea formaldehida akan cepat mengeras dengan naiknya temperatur dan atau turunnya pH. Apabila pH turun secara drastis maka pot life-nya sangat pendek, dan kekuatan rekat menurun dengan pengaruh waktu. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan garam amonium dari asam kuat, dan yang sering digunakan adalah amonium klorida. Dengan adanya dua faktor yang sangat berperan dalam proses pengerasan urea formaldehida ini, maka perekat ini dapat dikempa panas maupun dikempa dingin, yaitu dengan cara mengatur keasaman perekatnya.

Kelebihan urea formaldehida yaitu warnanya putih sehingga tidak memberikan warna gelap pada waktu penggunaannya, dapat dicampur perekat melamin formaldehida agar lebih baik kualitas perekatnya, harganya relatif murah dibandingkan perekat sintetis lainnya serta tahan terhadap biodeteriorasi dan air dingin.

Kelemahan urea formaldehida tidak tahan cuaca dan menimbulkan emisi formladehida. Tohmura et al. (2000) menduga emisi formaldehida berasal dari adanya kelebihan formaldehida yang tidak bereaksi dalam pembuatan perekat tersebut, formaldehida yang dilepaskan sewaktu kondensasi diantara kelompok methylol dan formaldehida yang dikeluarkan dari degradasi hidrolisis resin matang. mengalami pertumbuhan yang signifikan (Papadopoulos 2006).

Perekat polymeric 4,4’ Diphenilmethane Diisocyanate (pMDI)

Perekat pMDI memiliki rumus molekul sebagai berikut :

Sumber: http://www.as.wiley.com/WileyCDA/WileyTitle/productCd- 0471958123.html.

Gambar 3. Rumus molekul perekat pMDI

Sejak perekat ini pertamakali diperkenalkan pada pasar papan partikel Jerman di awal tahun 1970, penggunaan perekat polymeric 4,4’ Diphenylmethane diisocyanate (pMDI) pada papan komposit telah mengalami pertumbuhan yang signifikan (Papadopoulos 2006).

Jika perekat pMDI direaksikan dengan senyawa dihidroksi (diol) terbentuklah poliuretan, yang mengandung jembatan uretan berulang-ulang. Dalam perekatan kayu, gugus hidroksil yang berasal dari kayu dimiliki oleh selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Metil, etil, propil, dan butil isosianat cepat bereaksi dengan kayu kering membentuk jembatan uretan dengan komponen dinding sel. Penelitian menunjukkan bahwa kayu yang diolah dengan sistem uretan menunjukkan ketahanan terhadap perusak hayati. Karena itu dapat diduga bahwa ikatan kimia antara kayu dengan isosianat melalui jembatan uretan sangat bermanfaat (Achmadi 1990).

Meskipun telah diketahui perekat isosianat merupakan perekat serbaguna karena diaplikasikan pada kempa panas maupun dingin, tetapi peranannya relatif kecil dibandingkan perekat konvensional lainnya. Alasannya harga perekat isosianat relatif mahal dan untuk penggunaan skala industri belum ekonomis. Alternatif pemanfaatannya adalah isosianat ditambahkan ke dalam perekat UF sehingga berperan sebagai fortifier. Fortifier merupakan perekat non-base tetapi memiliki sifat lebih unggul dibandingkan dengan base. Fungsi dari fortifier adalah untuk meningkatkan keawetan dan mutu dari sistem perekat. Penambahan fortifier tidak terlalu banyak karena akan meningkatkan biaya perekat (Blomquist 1983). Hasil penelitian Papadopoulus (2006), memperlihatkan

perekat pMDI dapat digunakan dalam jumlah yang lebih rendah dibandingkan dengan perekat konvensional seperti urea formaldehida dengan hasil pengujian yang sebanding. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Hasil uji sifat fisis mekanis papan partikel menggunakan perekat UF dan polymeric MDI (pMDI)

Jumlah Perekat (%)

No. Parameter Hasil Uji Urea

Formaldehida polymeric MDI 1. Keteguhan rekat internal 0,68 N/mm 2 7 2,8 1,01 N/mm2 9,6 6 2. Modulus patah 13,1 N/mm2 7 2,5 16,5 N/mm2 13 4,5 3. Modulus elastisitas 2300 N/mm2 13 3,8 4. Pengembangan tebal 20,9 % 13 3 Sumber : Papadopoulus (2006)

Perekat pMDI memiliki gugus diisosianat (-N=C=O) yang sangat reaktif, akan cepat bereaksi dengan gugus hidroksil yang merupakan unsur pokok kayu untuk membentuk ikatan uretan kovalen diantara kayu dan garis rekat, dan reaksi gugus isosianat dengan air yang terdapat dalam kayu untuk membentuk polyurea adalah reaksi utama yang membuatnya dapat dijadikan sebagai suatu perekat kayu (Pizzi 1983).

Wittman diacu dalam Pizzi (1983) telah menghitung lebih dari 50% pMDI dimasukkan untuk pengikatan menuju pembentukan poliurea. Pembentukan poliurea selama berikatan dengan kayu, memberikan beberapa keuntungan. Pertama, dengan terus meningkatnya distribusi berat molekul perekat maka sifat penutupan celah akan lebih baik. Kedua, pembentukan gugus amida dan gugus uretan akan mempercepat reaksi pengerasan (curing) dan kombinasi pMDI-kayu akan bertindak sebagai sistem catalyzing sendiri. Ketiga, “hybrid” perekat pMDI dengan perekat PF, UF atau MUF, gugus amidic akan secara cepat terjadi ko reaksi dengan gugus methylol dari resin berbahan dasar formaldehida, dapat meningkatkan kekuatan ikatan kedua perekat dan efisiensi pengikatan.

Penggunaan perekat pMDI memungkinkan menggunakan partikel dengan kadar air yang lebih tinggi dengan sifat mekanis yang baik. Dziurka et al. (2006) telah melakukan penelitian membuat papan partikel dengan kadar perekat pMDI 8%, hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Sifat fisis dan mekanis papan partikel menggunakan perekat pMDI 8% pada berbagai kadar air partikel

Kadar air Partikel (%) MOR (Mpa) MOE (Mpa) IB (Mpa) Pengembangan Tebal 24 jam (%) 2 18,8 2940 1,15 12,6 5 17,0 2930 1,17 15,1 10 22,9 3590 1,31 15,2 15 24,0 3740 1,43 14,9 20 22,6 3410 1,31 14,2 25 22,8 3490 1,13 13,5

Sumber : Dziurka et al. (2006)

Parafin

Parafin termasuk golongan alkana. Alkana adalah sebuah hidrokarbon jenuh asiklis, dan termasuk senyawa alifatik. Dengan kata lain, alkana adalah sebuah rantai karbon panjang dengan ikatan-ikatan tunggal. Rumus umum alkana adalah CnH2n+2 (http://id.wikipedia.org/wiki/Alkana).

Parafin telah digunakan untuk meningkatkan daya tolak air pada produk-produk komposit. Tertutupnya permukaan partikel dengan parafin, menurunkan energi permukaan partikel, membuatnya lebih hidropobik dan lebih tahan terhadap pengaruh cairan pada kondisi kelembaban tinggi. Kemampuan parafin untuk menolak cairan dan uap air dikaitkan dengan komposisi kimia parafin, sifat-sifat fisis (titik leleh, viskositas, dan kandungan minyak), dan jumlah pemakaian (Muehl dan Krzysik 1997).

Beberapa peneliti sependapat bahwa parafin sebanyak 1% atau kurang memiliki sedikit atau tidak berpengaruh terhadap sifat-sifat kekuatan papan. Bila tingkat pemakaian parafin lebih tinggi, kekuatan kadang-kadang menurun, dan kondisi ini harus diimbangi dengan penambahan resin, meningkatkan kerapatan, atau merubah geometri partikel (Maloney 1993).

Suzuki et al. (1976) diacu dalam Muehl dan Krzysik (1997) telah mempelajari pengaruh 6 jenis resin dan dua taraf parafin dalam kemampuan

papan serat proses kering untuk menyerap air. Kesimpulannya, daya serap air dan pengembangan tebal cenderung menurun dengan peningkatan jumlah resin, peningkatan kerapatan panel, dan penambahan parafin. Pengaruh parafin dalam hal kemampuan menyerap air secara gradual menurun dengan meningkatnya waktu perendaman.

Hsu et al. (1990) diacu dalam Muehl dan Krzysik (1997), mempelajari pengaruh jumlah parafin terhadap sifat-sifat waferboard. Hasilnya, penambahan parafin menurunkan pengembangan tebal dan cenderung untuk meningkatkan sifat-sifat mekanis, tetapi pengaruhnya tidak meningkat secara proposional dengan jumlah parafin.

Winistorfer et al. (1992) diacu dalam Muehl dan Krzysik (1997), mengevaluasi pengaruh 10 jenis parafin dan jumlah pemakaian parafin (0,5%, 1,0%, dan 1,5% berdasarkan berat kering partikel) terhadap sifat-sifat OSB. Hasilnya, pemakaian parafin pada ketiga taraf menurunkan kualitas ikatan, tetapi semakin besar jumlah pemakaian parafin menurunkan daya serap air, pengembangan tebal, dan pengembangan linier OSB.

Muehl dan Krzysik (1997), meneliti pengaruh kandungan resin dan jumlah parafin (0%, 0,8%, dan 1,6%) terhadap sifat-sifat hardboard. Hasilnya, daya serap air dan pengembangan tebal papan dengan pemakaian parafin 0,8% - 1,6% tidak berbeda nyata, namun pemakaian parafin 1,6% menghasilkan pengembangan tebal dan daya serap air paling rendah masing-masing 10,1% dan 23,4%.

Papadopoulus (2006) telah meneliti pengaruh jumlah parafin terhadap keteguhan rekat internal papan partikel dari kayu douglas fir yang direkat dengan pMDI dan UF. Hasilnya pada saat parafin yang digunakan lebih dari 0,5% akan menurunkan keteguhan rekat internal pada papan yang direkat dengan dua jenis perekat tersebut.

Standar Pengujian Papan Partikel

Menurut Japanese Industrial Standard (JIS) A 5905 : 2003 papan partikel, berdasarkan kekuatan bending (MOE – MOR) dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu : 1) base particleboard and decorative particleboard (tipe 18,

tipe 13, dan tipe 8), 2) base particleboard (tipe 24 – 10 untuk OSB, dan tipe 17,5 - 10,5 untuk waferboard), dan 3) veneered particleboard (tipe 30-15).

Berdasarkan tipe perekat, papan partikel dikelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu tipe U (tipe perekat urea), tipe M ( tipe perekat melamin) dan tipe P (tipe perekat phenol).

Klasifikasi papan partikel berdasarkan jumlah emisi formaldehida dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi papan partikel berdasarkan jumlah emisi formaldehida Jumlah emisi formladehida Klasifikasi Simbol Rataan Maksimum F**** F**** 0,3 mg/l atau lebih rendah 0,4 mg/l atau lebih rendah F*** F*** 0,5 mg/l atau lebih rendah 0,7 mg/l atau lebih rendah F** F** 1,5 mg/l atau lebih rendah 2,1 mg/l atau lebih rendah Sumber : Standar JIS A 5908 : 2003

Parameter sifat fisis dan mekanis papan partikel menurut standar JIS A 5908 : 2003 antara lain :

- Kerapatan : 0,40 – 0,90 g/cm3

- Kadar air : 5 – 13%

- Daya serap air : -

- Pengembangan tebal 24 jam : maksimum 12%

- MOR (Modulus of Rupture) : Tipe 18 : minimum 184 kgf/cm2 Tipe 13 : minimum 133 kgf/cm2

Tipe 8 : minimum 82 kgf/cm2

- MOE (Modulus of Elasticity) : Tipe 18 : minimum 3,06 x 104 kgf/cm2 Tipe 13 : minimum 2,55 x 104 kgf/cm2

Tipe 8 : minimum 2,04 x 104 kgf/cm2 - Internal bond : Tipe 18 : minimum 3,1 kgf/cm2

Tipe 13 : minimum 2,0 kgf/cm2 Tipe 8 : minimum 1,5 kgf/cm2

Emisi Formaldehida

Formaldehida (HCHO) tidak berwarna, mudah menguap pada suhu kamar dan di bawah tekanan, memiliki bau yang tajam dan dapat mengganggu pernafasan. HCHO murni tidak tersedia secara komersial, secara umum diproduksi dan dijual dalam bentuk larutan (formalin) dengan kadar berkisar 25 – 56%, mudah larut dalam air, alkohol dan berbagai pelarut polar (http://www.arb.ca.gov/research/.pdf). Formaldehida termasuk golongan aldehida, telah digunakan lebih dari 90 tahun dan berfungsi sebagai pengawet dalam berbagai industri antara lain tekstil, kertas, kayu, kosmetik, otomotif, kulit, karet, detergen, dan besi (Roffael 1993).

Secara nasional Nilai Ambang Batas (NAB) bahan-bahan kimia dalam udara tempat kerja ditentukan menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. SE-02/MEN/1978 tanggal 22 Maret 1978, dengan nilai ambang batas emisi formaldehida dalam udara tempat kerja yang diperkenankan sebesar 2 ppm (Ali et al. 1998).

Beberapa penyakit yang telah terdeteksi sebagai akibat dari emisi formaldehida yang berlebihan antara lain iritasi dari membran mukosa pada mata, penyakit saluran pernafasan bagian atas, dan meningkatnya asam lambung. Penyakit-penyakit tersebut diderita oleh lebih dari 50% pekerja yang telah bekerja lebih dari 5 tahun di industri tekstil (Izmerof 1982 diacu dalam Ali et al. 1998). Hasil penelitian lainnya dampak emisi formaldehida pada industri tekstil dan kulit lebih banyak terlihat pada pekerja wanita. Selain penyakit-penyakit tersebut di atas, emisi formaldehida di lingkungan kerja juga meningkatkan persentase keguguran janin dan kelahiran dini serta rendahnya berat badan bayi yang dilahirkan (Sgibnev 1986 diacu dalam Ali et al. 1998). Ali et al. (1998) telah melakukan penelitian pada dua buah perusahaan kayu lapis di Samarinda, dan menyatakan bahwa jenis penyakit yang umum ditemukan pada pekerja adalah gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan pernafasan serta gangguan mata. Vick (1999) mengemukakan hal yang sama bahwa pada produk panel kayu yang dipakai di dalam ruangan, emisi formaldehida dapat mencemari lingkungan dan menimbulkan gangguan kesehatan pada selaput lendir mata, saluran pernafasan, dan menurunkan daya penciuman.

Perekat UF mengandung formaldehida bebas dalam jumlah yang sangat kecil dimana proporsi besar dari formaldehida bebas dalam bentuk terkondensasi. Pada proses pembuatan papan partikel perekat terkondensasi akan mengeras/memadat di bawah pengaruh katalis dan panas. Sejumlah kecil formaldehida terdapat dalam papan dan beberapa saat sebagian akan dilepaskan ke atmosfir (Roffael 1993).

Kehadiran formaldehida mampu bereaksi dengan uap air yang ada di dalam papan partikel untuk membentuk methylene glycol yang mana pada gilirannya mengalami polimerisasi. Jembatan resin di antara partikel kayu mengandung ikatan tidak stabil yang akan melepaskan formaldehida khususnya di bawah kondisi suhu dan kelembaban tinggi. Hidrolisis resin yang mengeras adalah penyebab pembentukan formaldehida, yang dipercepat dengan pengurangan pH dalam kondisi asam (Roffael 1993).

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian pembuatan papan partikel limbah inti kenaf skala laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit, pengujian sifat fisis mekanis dilakukan di Laboratorium Kayu Solid dan Laboratorium Keteknikan Kayu, penelitian penunjang dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan - Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, dan pengujian emisi formaldehida dilakukan di PT. Mutu Agung Lestari (MAL) Depok. Penelitian dimulai pada bulan Juni 2007 sampai Januari 2008.

Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan meliputi :

- Screen,rotary blender, cetakan ukuran 30x30 cm, stick besi, kantong plastik, aluminium foil, gergaji mesin, kaliper, milimeter sekrup, oven, timbangan, baskom, Mesin Universal Testing merek Instron, seng ukuran 40x40 cm, Spraygun, dan mesin kempa panas.

- Peralatan untuk uji emisi : desikator, penjepit kawat, gelas piala 1000 ml, labu volumetrik, labu ukur, gelas piala 100 ml, pipet, erlenmeyer asah 100 ml, cawan, spektrofotometer, penangas air (PT. MAL Depok)

Keterangan :

Kiri - kanan (atas) : timbangan, rotary blender, cetakan ukuran 30x30 cm, baskom, kaliper, milimeter sekrup

Kiri – kanan (bawah) : screen, spraygun, stick besi, oven, UTM merk Instron, dan mesin kempa panas

Bahan-bahan yang digunakan :

1. Partikel limbah inti kenaf (Hibiscus cannabinus L.), diperoleh dari PT. Abadi Barindo Autotech (PT. ABA) Bekasi, berukuran rata-rata panjang, lebar, dan tebal masing-masing 6,64 mm, 2,49 mm, dan 1,57 mm, berumur ± 5 bulan. Karakteristik sifat kimia partikel limbah inti kenaf yang digunakan dalam penelitian ini tercantum dalam Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Sifat kimia partikel limbah inti kenaf

Zat Ekstraktif Lignin (%) Holoselulosa (%) Selulosa (%) Kelarutan dalam air dingin (%) Kelarutan dalam air panas (%)

Kelarutan dalam Ethanol Benzene 1:2

2,39 4,77 1,04 17,55 75,94 39,46

2. Perekat Urea formaldehida dari PT. Pamolite Adhesive Industry Surabaya, dengan kadar perekat padatan/Solid Content (SC) sebesar 66%.

3. Perekat PMDI dari PT. Polychemi Asia Pasifik Jakarta, dengan SC 98% 4. Parafin, dari toko bahan kimia Bratachem Bogor.

5. Bahan-bahan kimia untuk uji emisi formaldehida (PT. MAL Depok).

Keterangan :

(kiri – kanan) : partikel inti kenaf, parafin, perekat urea formaldehida, dan perekat pMDI

Gambar 5. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan papan partikel

Dokumen terkait