• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lampiran 8. Bobot Udang Uji (gram) pada Percobaan 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infectious Myonecrosis Virus

Virus IMNV (infectious myonecrosis virus) adalah agen penyebab penyakit IMN. Virus ini memiliki genom tunggal dsRNA yang tidak bersegmen dengan molekul 7560 bp. Partikel IMNV berbentuk icosahedral dengan diameter 40 nm. IMNV memiliki capsid isometrik dengan protein penyusun 901-asam amino (Tang et al. 2008). Tang et al. (2008) juga melaporkan bentuk virion IMNV dengan cryomicrograph dan rekonstruksi 3-dimensinya (Gambar 1).

Keterangan: (A) Cryomicrograph virion IMNV yang telah dimurnikan dari sampel kepala udang. Tanda panah adalah contoh protrusi pada permukaan virus. (B) Rekonstruksi 3-dimensi virion

IMNV dengan resolusi 8.0-Å. Gambar 1. Virion IMNV. (Tang et al. 2008).

Analisis filogeni IMNV telah dilakukan berdasarkan RDA-dependent dari gen RNA polimerase (RdRp), hasilnya IMNV memiliki kemiripan dengan

Giardia lamblia virus (GLV) (Gambar 2) yang merupakan bagian dari famili Totiviridae (Poulos et al. 2006). Sebagian besar anggota famili Totiviridae memiliki kekurangan dalam mentransmisikan (menyebarkan) virion melalui media ekstraseluler dalam siklus hidupnya (Lightner et al. 2004). Kebanyakan, penyebaran melalui cara vertikal di dalam sel atau horizontal dengan hyphal anastomiasis kecuali GLV dan IMNV. Sebagai tambahan, IMNV juga merupakan satu-satunya virus dari famili Totiviridae yang diketahui menyebabkan penyakit pada inangnya (Tang et al. 2008).

Inang virus IMNV adalah krustase terutama menyerang udang-udang penaeid. Pada prinsipnya inang paling utama dari penyakit IMN adalah udang

vaname (L. vannamei), karena infeksi IMNV pada udang ini menyebabkan mortalitas yang tinggi dan menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan (Lightner et al. 2004). Dampak paling parah dari penyakit IMN adalah infeksi pada stadia juvenile 2-3 gram (Coelho et al. 2009) dan udang dewasa hingga 12 gram (Nunes et al. 2004) dengan mortalitas lebih dari 60%. Penyakit IMN bisa menyerang udang vaname yang dibudidayakan pada media air laut ataupun air payau bersalinitas rendah (Lightner et al. 2004). Hasil penelitian menunjukkan IMNV juga dapat menginfeksi udang Penaeus stylirostris dan udang Penaeus monodon namun tidak menimbulkan kematian pada udang (Tang et al. 2005).

Gambar 2. Filogeni IMNV, memiliki kemiripan dengan GLV. (Poulos et al.

2006).

Organ target penyakit IMN adalah otot dan organ limfoid. Jaringan yang terinfeksi yaitu otot skeletal (abdomen), ekor, haemosit, parenchymal cells organ limfoid, sedikit menyerang otot cardiac (Tang et al. 2005). IMNV merupakan tipe virus sistemik dan tidak bereplikasi pada jaringan enteric seperti hepatopankreas, saluran usus dan caeca. Proses kematian udang memerlukan waktu lebih lama karena penyakit IMN bersifat kronis. Udang yang terserang penyakit IMN bisa bertahan hidup meskipun terjadi kerusakan parah (nekrosis) pada otot abdominalnya (Tang et al. 2005).

Gejala klinis penyakit IMN dapat dilihat secara visual dengan mengamati transparansi otot udang (Gambar 3). Udang yang terserang penyakit IMN akan kehilangan transparansi pada ototnya karena terlihat berwarna putih. Warna putih tersebut adalah nekrosis pada otot skeletal akibat infeksi virus IMNV (Poulos et al. 2006). Gejala klinis lain penyakit IMN dapat dilihat melalui histologi jaringan otot atau organ limfoid dengan pewarnaan haematoxylin - eosin (Gambar 4 dan 5). Pada histologi jaringan otot dapat dilihat bodi inklusi basophilic tunggal maupun berganda yang terdapat pada sitoplasma dan di dekat nukleus (Tang et al. 2005). Selain itu, pada jaringan otot tersebut sering juga ditemukan gumpalan nekrosis yang multifocal (Andrade et al. 2008). Sedangkan pada histologi organ limfoid dapat ditemukan akumulasi lymphoid organ speroids (LOS) yang merupakan hipertropi sel limfoid (Andrade et al. 2008).

Keterangan: Nekrosis pada otot udang yang terserang wabah penyakit IMN di tambak (A). Nekrosis pada udang eksperimen, diinjeksi virion IMNV (atas) dan udang normal (bawah) (B).

Tanda panah menunjukkan nekrosis. Gambar 3. Gejala klinis penyakit IMN. (Poulos et al. 2006).

A

Keterangan: Andrade et al. (2008) (A). Poulos et al. (2006) (B). Coelho et al. (2009) (C). Tang et al. (2005) (D). Tanda panah menunjukkan N (nukleus), S (single inclusion) dan M (multiple

inclusions). Skala bar: 50 µm (A, B, C) dan 20 µm (D).

Gambar 4. Histologi jaringan otot udang yang terinfeksi penyakit IMN dengan pewarnaan haematoxylin – eosin dari berbagai sumber.

Keterangan: Pewarnaan haematoxylin - eosin (A). Pengamatan organ limfoid udang dengan in situ hybridization (ISH) (B). Tanda panah menunjukkan probe penanda positif terinfeksi virus IMNV.

Skala bar: 50 µm.

Gambar 5. Histologi organ limfoid udang. (Andrade et al. 2008). A

B

C

D

2.2 Bakteri Vibrio harveyi

Vibrio harveyi tergolong dalam divisi Bacteria, klas Shyzomycetes, ordo Eubacteria, famili Vibrionaceae dan genus Vibrio. Bakteri Vibrio memiliki karakteristik Gram negatif, sel tunggal, berbentuk batang pendek yang bengkok (koma) atau lurus, bersifat motile, ukuran sel 1-4 mikron, berpendar dan mempunyai flagella di salah satu kutubnya (Kreig dan Peter 1984).

Sifat biokimia Vibrio ini yaitu oksidase positif, fermentatif terhadap glukosa, DNA genomnya mengandung 51% mol guanin dan sitosin (Logan 1994), tidak membentuk gas pada produksi asam dari glukosa dan dapat menggunakan sukrosa sebagai sumber energi. Bakteri V. harveyi menghasilkan lysine dekarboksilase, nitrat reduktase dan sitokrom oksidase serta enzim amilase, chitinase dan lipase (Lavilla-Pitogo et al. 1990). Protease, phospolipase, haemolysin atau eksotoksin merupakan faktor patogenitas penting V. harveyi

(Zhang dan Austin 2000).

V. harveyi akan terlihat berpendar jika diamati di ruang gelap dan pendarannya dapat bertahan 2-3 hari pada media Thiosulphate Citrate Bile-Salt Sucrose (TCBS). Kemampuan berpendar merupakan hasil aktivitas enzim luciferase yang dapat berfungsi sebagai katalisator dalam proses oksidasi reduksi. Proses oksidasi melibatkan flavin mononukleotida dan aldehid alifatik rantai panjang sebagai substratnya. Senyawa-senyawa tersebut masing-masing diubah menjadi flavin mononukelotida dan asam lemak disertai dengan pelepasan emisi cahaya dengan panjang gelombang 490 nm (Lavilla-Pitogo et al. 1990).

Pada umumnya V. harveyi bersifat patogen oportunistik, yaitu organisme yang dalam keadaan normal ada di lingkungan pemeliharaan dan bersifat saprofitik serta berkembang patogenik jika kondisi lingkungan dan inangnya memburuk. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu 300

Habitat utama bakteri V. harveyi adalah air laut di daerah tropis, sedimen pantai, dan saluran pencernaan organisme laut. Bakteri Vibrio merupakan patogen yang menyebabkan penyakit vibriosis (Egidius 1987). Vibriosis yang disebabkan C, salinitas antara 20-30 ppt dengan pH 7,0 dan bersifat anaerobik fakultatif yaitu bakteri yang dapat hidup baik dengan atau tanpa adanya oksigen (Kreig dan Peter 1984).

oleh V. harveyi adalah penyakit bakterial paling utama pada budidaya udang penaeid.

Penyakit vibriosis pada budidaya udang terjadi pada stadia larva sampai dewasa. Penyakit vibriosis yang disebabkan bakteri berpendar bersifat akut dan ganas. Udang windu stadia dewasa yang terserang bakteri Vibrio menyebabkan bercak coklat pada karapasnya. Udang yang terserang bakteri Vibrio sering ditemukan berenang di pinggir tanggul, dengan tanda-tanda kulit rusak dan berwarna coklat, nekrosis, organ limfoid berwarna hitam, bagian ekor dan kaki renangnya berwarna kemerahan, insang berwarna coklat, otot atau daging berwarna kecoklatan, ususnya kosong dan gerakannya lemah serta menyentak (Rukyani 1993). Pada uji tantang 3 strain V. harveyi terhadap Penaeus monodon

dan P. vannamei menunjukkan gejala lesi pada kutikula, terutama di apendik dan uropod atau kipas ekor (Intaraprasong et al. 2009).

Pada stadia larva, infeksi V. harveyi menyebabkan penyakit kunang-kunang, bercak merah pada dasar bak pemeliharaan, perubahan warna tubuh menjadi coklat kehitaman dan terjadi penyusutan hepatopankreas (Roza et al. 1997). Pada dosis tinggi (107 cfu/udang) semua udang mati dalam 12 jam setelah diinjeksi V. harveyi, sedangkan lethal doses 50% (LD50) salah satu strain V. harveyi 102 cfu/udang (Intaraprasong et al. 2009). Sedangkan pada udang vaname, virulensi V. harveyi tidak setinggi ketika menginfeksi udang windu. Pada udang vaname yang terinfeksi V. harveyi, tingkah laku udang tidak berenang menyentak seperti pada udang windu. Pada infeksi V. harveyi 105 cfu/ml, menyebabkan udang windu mengalami moulting 43% sedangkan pada udang vaname moulting

hanya 10% (Intaraprasong et al. 2009). Bahkan V. harveyi strain BB120 tidak menimbulkan kematian ketika diinfeksi 106

Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya ko-infeksi atau infeksi bersama beberapa patogen pada udang vaname. Ko-infeksi tersebut bisa disebabkan oleh 2 atau lebih patogen viral dan patogen bakterial. Dilaporkan hasil penelitian yang dilakukan pada 2006 di Taiwan bahwa 75% udang sampel yang dikoleksi dari tambak yang terserang infeksi berat white spot syndrome virus

cfu/udang (Phuoc et al. 2009).

(WSSV) juga terinfeksi virus infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus (IHHNV) dengan level infeksi berat, medium dan ringan masing-masing 34%, 25% dan 16% (Yeh et al. 2009). Masih di Taiwan, penelitian Tsai et al.

(2002) menunjukkan adanya ko-infeksi virus WSSV dan TSV yang dapat dideteksi menggunakan PCR. Ko-infeksi beberapa virus juga dideteksi dari sampel udang vaname yang diambil dari Provinsi Hainan, China. Sebanyak 59.8% sampel terdeteksi mengalami ko-infeksi virus taura syndrome virus (TSV) dan IHHNV, 42.7% sampel terdeteksi ko-infeksi WSSV dan IHHNV, serta ko-infeksi 3 virus WSSV, IHHNV dan TSV diperoleh dari 42.7% sampel (Tan et al. 2009).

Ko-infeksi patogen viral dan bakterial juga berdampak negatif pada udang vaname. Ko-infeksi WSSV dan bakteri Vibrio campbellii 104 cfu/udang menyebabkan kematian 100% pada 84 hpi (hours post infection), padahal infeksi tunggal V. campbellii 104 cfu/udang tidak menyebabkan kematian dan infeksi tunggal WSSV menyebabkan mortalitas 100% pada 156 hpi (Phuoc et al. 2009). Sedangkan ko-infeksi WSSV dengan V. harveyi strain BB120 106 cfu/udang menyebabkan mortalitas 80% dalam 360 hpi, dan infeksi tunggal V. harveyi strain BB120 tidak menyebabkan mortalitas pada dosis injeksi 106 cfu/udang (Phuoc et al. 2009).

Strain V. alginolyticus yang tidak patogen pada udang bisa menjadi virulen pada udang yang terserang virus WSSV, ini dideteksi dari tambak yang terserang wabah penyakit WSS seperti dilaporkan oleh Manilal et al. (2010). Serangan ko-infeksi juga bisa terjadi antar bakteri Vibrio spp., misalnya bakteri V. parahaemolyicus dan V. harveyi yang menyebabkan red disease syndrome

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada Januari sampai Mei 2011 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Organisme Uji

Organisme uji adalah udang Litopenaeus vannamei SPF (specific pathogen free) yang diperoleh dari hatchery komersial di Anyer, Banten. Benur (post larvae) dipelihara pada kondisi terkontrol untuk mencegah peluang infeksi IMNV dari lingkungan.

Sebagai langkah biosecurity maka air pemeliharaan didisinfeksi menggunakan desinfektan kuat. Desinfeksi ganda dilakukan untuk mengurangi keberadaan patogen di air yang akan digunakan untuk penelitian. Desinfeksi ganda tersebut menggunakan kalsium hipoklorit (kaporit) 10 ppm dan kalium mono-persulfat (KMPS) dengan dosis 2 ppm.

3.3 Stok Virus dan Bakteri

Stok virus diperoleh dari udang yang terinfeksi virus IMNV, yakni udang dengan symptom penyakit IMN. Verifikasi dilakukan dengan menguji ke laboratorium PCR (kit komersial Nugen-IMNV). Udang terinfeksi dipelihara sebagai stok virus untuk bahan infeksi oral dalam penelitian ini. Otot udang tersebut dicacah dan segera diinfeksikan secara oral.

Jenis bakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah Vibrio harveyi. Isolat V. harveyi merupakan koleksi Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Bakteri dikultur ulang untuk menjaga aktivitas dan kemurniannya.

3.4 Desain Penelitian

3.4.1 Percobaan 1. Dampak Ko-Infeksi IMNV dan Berbagai Dosis V. harveyi

terhadap Mortalitas Udang Uji

Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ko-infeksi virus IMNV dengan berbagai dosis V. harveyi terhadap mortalitas udang (Tabel 1). Udang uji dengan bobot rata-rata 2.71±0.395 g sebanyak 8 ekor tiap wadah perlakuan dipelihara pada akuarium dengan volume air 10 liter. Bobot rata-rata tersebut dipilih berdasarkan penelitian ko-infeksi skala laboratorium yang dilakukan oleh Phuoc et al. (2009). Administrasi infeksi IMNV dilakukan secara oral dengan modifikasi feeding rate 10% per hari dari bobot biomassa udang uji. Udang diberi pakan otot udang yang terinfeksi penyakit IMN selama 3 hari, kemudian selanjutnya diberi pakan komersial (Coelho et al., 2009). Bakteri diinfeksikan dengan metode imersi pada hari ke-3 setelah infeksi oral IMNV yang pertama.

Pemeliharaan dan pengamatan dilakukan selama 14 hari mengacu pada informasi Tang et al. (2005) bahwa udang vaname yang diinfeksi virus IMNV memerlukan waktu 9-13 hari untuk menyebabkan kematian. Data yang dianalisa adalah tingkat mortalitas udang tiap perlakuan, sehingga diperoleh dosis tertinggi infeksi V. harveyi yang tidak mematikan pada infeksi tunggal namun mematikan pada ko-infeksi dengan IMNV. Dosis tersebut akan digunakan pada Percobaan 2. Tabel 1. Desain percobaan 1, dampak ko-infeksi virus IMNV dan berbagai dosis

bakteri V. harveyi terhadap mortalitas udang uji. No. Perlakuan (3 ulangan) Administrasi Infeksi IMNV Infeksi V. harveyi (cfu/ml) Jumlah Udang Uji (ekor) 1 2 3 4 5 6 7 8 VH VH VH IMNV+VH IMNV+VH IMNV+VH IMNV Kontrol - - - Oral Oral Oral Oral - 106 107 108 106 107 10 8 8 8 8 8 8 8 8 8 - -

3.4.2 Percobaan 2. Penghitungan Jumlah Bakteri Vibrio, Perkembangan Gejala Klinis Penyakit IMN dan Konfirmasi Virus IMNV di Tubuh Udang Uji dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Pada percobaan ini dilakukan penghitungan densitas Vibrio pada perlakuan infeksi tunggal V. harveyi, ko-infeksi dan kontrol (Tabel 2). Udang uji dengan bobot rata-rata 2.91±0.312 g sebanyak 15 ekor tiap wadah perlakuan dipelihara pada akuarium dengan volume air 25 liter. Dosis infeksi diperoleh dari percobaan 1 yaitu V. harveyi 107

No.

cfu/ml. Dosis tersebut adalah dosis perlakuan yang menghasilkan respon kematian pada ko-infeksi IMNV dan V. harveyi namun tidak berpengaruh terhadap mortalitas ketika diinfeksi V. harveyi saja. Penghitungan bakteri berdasarkan ciri warna koloni Vibrio di media TCBS. Koloni Vibrio tersebut digolongkan menjadi Vibrio hijau (berpendar) dan Vibrio

kuning. Penghitungan dilakukan di tubuh udang dan air. Organ sampel tubuh udang yaitu hepatopankreas. Penghitungan dilakukan pada hari ke 2, 4, 6, 8, dan 10 setelah infeksi bakteri.

Tabel 2. Desain Percobaan 2, penghitungan densitas bakteri Vibrio, pengamatan gejala klinis, histopatologi dan uji PCR IMNV.

Perlakuan Pengujian Infeksi IMNVa

Penghitungan Bakteri (hari)

b

, Gejala Klinisc, Histopatologid (hari) 1 2 3 4 VHe IMNVf+VHe IMNV - 2 dan 10 2 dan 10 2 atau 10 f Kontrol 0, 2, 4, 6, 8, 10 0, 2, 4, 6, 8, 10 - 0, 2, 4, 6, 8, 10

Keterangan: Uji PCR (a), sampel air dan hepatopankreas (b), sampel udang uji (c), sampel otot dan organ limfoid (d), dosis berdasarkan Percobaan 1 (e), infeksi oral (f).

Pada percobaan ini juga diamati perkembangan gejala klinis penyakit IMN pada perlakuan infeksi IMNV dan ko-infeksi. Pengamatan gejala klinis dilakukan sampai 14 hari setelah infeksi. Penghitungan mortalitas dilakukan pada satu wadah atau satu ulangan untuk masing-masing perlakuan. Pengamatan juga dilakukan untuk mengetahui awal munculnya gejala klinis dan mortalitas serta perkembangan penyakit IMN. Pengamatan perkembangan gejala klinis penyakit IMN yang dilakukan yaitu observasi gejala klinis secara visual dan histopatologi (Tabel 3). Pengamatan histopatologi dilakukan pada beberapa organ tubuh udang

yaitu jaringan otot dan organ limfoid. Pengambilan sampel untuk pengujian histopatologi dilakukan pada hari ke- 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 pasca infeksi. Kemudian dibandingkan infeksi virus pada infeksi tunggal IMNV dengan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Konfirmasi IMNV dilakukan dengan analisis PCR menggunakan kit komersial Nugen-IMNV (hari ke-2 dan 10 setelah infeksi).

Tabel 3. Pengamatan gejala klinis dan histopatologi. No Parameter

Pengamatan

Waktu Pengamatan (hari)

Sampel 1 Gejala Klinis 0, 2, 4, 6, 8, 10 Udang uji 2 Histopatologi 0, 2, 4, 6, 8, 10 Otot dan limfoid

3.5 Pengukuran Parameter 3.5.1 Penghitungan Bakteri Vibrio

Penghitungan bakteri Vibrio dilakukan dengan metode hitungan cawan menggunakan media spesifik TCBS agar. Penghitungan Vibrio dilakukan pada Percobaan 2. Vibrio hijau berpendar diamati minimal 8 jam setelah kultivasi. Pada penelitian ini pengamatan dilakukan antara 16-20 jam setelah kultivasi. Untuk sampel dari tubuh udang, sampel hepatopankreas digerus dalam tube ependorf dan ditambahkan phosphat buffer saline (PBS) steril hingga 1 ml. Selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat sampai 4. Untuk sampel air pemeliharaan, sebanyak 1 ml air pemeliharaan dimasukkan ke dalam tube ependorf. Selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat seperti dilakukan pada sampel tubuh udang (hepatopankreas). Inokulasi bakteri juga dilakukan pada pengenceran pertama dan ke-3 atau ke-4. Inokulasi dilakukan dengan mengambil 0.1 ml sampel dari pengenceran tersebut dan disebar pada media TCBS.

3.5.2 Histopatologi

Pengamatan parameter histopatologi dilakukan pada otot skeletal dan limfoid udang uji. Histopatologi dilakukan pada Percobaan 2. Sampel udang dengan atau tanpa gejala klinis diperoleh dari setiap perlakuan. Organ sampel yang diambil, difiksasi dengan larutan fiksatif davidson. Organ yang telah difiksasi minimal 24 jam dipotong sebesar 3-5 mm dan 1x1 cm, kemudian jaringan tersebut dimasukkan dalam etanol bertingkat. Proses selanjutnya jaringan dimasukkan dalam xylene lalu paraffin untuk dilakukan proses blocking. Jaringan

dipotong dengan mikrotom rotary dengan ketebalan 3 – 5 µm dan diletakkan pada gelas objek. Setelah proses tersebut, dilakukan pewarnaan dengan menggunakan

haematoxylin-eosin. Preparat diamati di bawah mikroskop untuk mengamati perubahan jaringan yang mungkin terjadi. Histopatologi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan organ akibat infeksi IMNV.

3.5.3 Gejala Klinis Penyakit IMN

Pengamatan gejala klinis dilakukan pada Percobaan 2. Pengamatan gejala klinis dari sampel meliputi beberapa stadia. Gejala-gejala klinis tersebut diamati untuk menentukan waktu awal udang menampakkan gejala klinis IMNV dan melihat perkembangan stadia gejala klinis tersebut. Pengamatan harian dilakukan secara visual pada udang uji.

Parameter gejala klinis ditentukan berdasarkan modifikasi dari pengelompokan gejala klinis menurut Costa et al. (2009). Tingkat gejala klinis dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Parameter pengamatan gejala klinis (symptom) Penyakit IMN.

Level Stadia Gejala Klinis/ Symptom Simbol Tingkat Infeksi

1 Terinfeksi tanpa symptom + Ringan

2 Sedikit warna put ih lebam di dalam jaringan di beberapa segmen abdomen

++ Menengah

3 Sebagian besar jaringan

abdomen berwarna putih lebam +++ Berat 4 Bagian abdomen dari arah ekor

berwarna merah (jaringan mati)

++++ Berat

3.5.4 Mortalitas Udang

Mortalitas udang diukur pada Percobaan 1 dan 2. Perhitungan mortalitas udang menggunakan persamaan sebagai berikut:

% 100 x No Nt MR= Keterangan :

MR = Mortalitas udang uji

Nt = Jumlah udang mati pada waktu t

3.6 Analisis Data

Analisis statistik untuk mengetahui perbedaan densitas bakteri Vibrio hijau dan total Vibrio di tubuh udang antar perlakuan dievaluasi dengan t-test analysis

menggunakan software MINITAB (versi 16 untuk windows). Hasil pengamatan lain seperti mortalitas udang dan gejala klinis penyakit dianalisa secara deskriptif.

0 10 20 30 40 50 60 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Waktu Pengamatan (Hari)

M o rta li ta s (% )

V. harveyi 6 Log cfu/ml V. harveyi 7 Log cfu/ml V. harveyi 8 Log cfu/ml IMNV IMNV-V. harveyi 6 Log cfu/ml IMNV-V. harveyi 7 Log cfu/ml IMNV-V. harveyi 8 Log cfu/ml Kontrol

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Percobaan 1. Dampak Ko-Infeksi IMNV dan Berbagai Dosis V. harveyi

terhadap Mortalitas Udang Uji

Pada penelitian ini, udang uji yang diinfeksi tunggal dengan V. harveyi 106 dan 107 cfu/ml tidak mengalami mortalitas. Pada dosis infeksi yang lebih tinggi (V. harveyi 108 cfu/ml) diperoleh hasil bahwa infeksi tunggal V. harveyi menyebabkan awal mortalitas pada pengamatan hari ke-6 setelah infeksi sebesar 13%. Namun setelah hari ke-6 tidak ditemukan adanya mortalitas udang tambahan hingga akhir pengamatan pada hari ke-14 pasca infeksi (Gambar 6). Hasil pengamatan infeksi tunggal IMNV pada Percobaan 1 menunjukkan bahwa mortalitas mulai terjadi pada hari ke-9 pasca infeksi sebesar 4.2% dan mortalitas kumulatif pada akhir pengamatan (hari ke-14) sebesar 38%. Hasil akhir pengamatan mortalitas tersebut identik dengan hasil perlakuan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi dosis 106

Mortalitas udang yang lebih tinggi dan lebih cepat diperoleh dari pengamatan perlakuan ko-infeksi IMNV dengan V. harveyi pada dosis 10

cfu/ml.

Gambar 6. Mortalitas udang uji pasca infeksi dengan IMNV dan berbagai dosis V. harveyi.

7 dan 108 cfu/ml. Pada ko-infeksi IMNV dan V. harveyi 107 cfu/ml, mortalitas mulai terdeteksi pada pengamatan hari ke-7 pasca infeksi sebesar 8.3%, sedangkan

0 0 0 0 3.30 5.30 0 4.65 6.11 6.45 7.02 7.03 0 0 0 0 0 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 2 4 6 8 10

Waktu Pengamatan (Hari)

J u m la h B a k te r i ( L o g c fu /u d a n g )

V. harveyi (7 Log cfu/ml) IMNV + V. harveyi (7 Log cfu/ml) Kontrol

untuk dosis V. harveyi 108 cfu/ml mortalitas awal terjadi pada pengamatan hari ke-3 pasca infeksi sebesar 4.2%. Hasil akhir pengamatan pada hari ke-14 menunjukkan bahwa ko-infeksi IMNV dan dosis V. harveyi 107 cfu/ml menyebabkan mortalitas kumulatif mencapai 46% sedangkan pada dosis 108

Penghitungan jumlah bakteri Vibrio dilakukan di tubuh udang uji dan air pemeliharaannya. Penghitungan dilakukan pada 3 perlakuan yaitu infeksi tunggal

V. harveyi 10

cfu/ml mortalitas kumulatif mencapai 54%.

4.1.2 Percobaan 2. Penghitungan Jumlah Bakteri Vibrio, Perkembangan Gejala Klinis Penyakit IMN dan Konfirmasi Virus IMNV di Tubuh Udang Uji dengan PCR

4.1.2.1 Penghitungan jumlah bakteri Vibrio

7 cfu/ml, ko-infeksi IMNV dengan V. harveyi 107 cfu/ml dan kontrol. Sampel penghitungan bakteri di tubuh udang diperoleh dari organ hepatopankreas. Jumlah bakteri Vibrio koloni hijau berpendar pada tubuh udang awal adalah 0 cfu/udang. Setelah infeksi bakteri dilakukan, bakteri Vibrio koloni hijau berpendar dapat ditemukan atau diisolasi dari organ sampel pada perlakuan ko-infeksi dan infeksi tunggal V. harveyi 107

Bakteri Vibrio koloni hijau berpendar ditemukan pada setiap pengambilan sampel pada perlakuan ko-infeksi namun untuk infeksi tunggal V. harveyi mulai ditemukan pada hari ke-8 pasca infeksi. Pada perlakuan ko-infeksi, bakteri Vibrio

koloni hijau berpendar pada hari ke-2 yaitu 4.65 Log cfu/udang (4.5 x 10 cfu/ml (Gambar 7).

Gambar 7. Jumlah bakteri Vibrio koloni hijau berpendar di tubuh udang.

0 6.05 6.39 5.00 5.67 5.43 0 6.37 6.48 7.00 6.81 6.94 0 0 0 0 0 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 2 4 6 8 10

Waktu Pengamatan (Hari)

Ju m lah B akt er i ( L o g cf u /m l)

V. harveyi (7 Log cfu/ml) IMNV + V. harveyi (7 Log cfu/ml) Kontrol

cfu/udang). Koloni bakteri Vibrio hijau berpendar cenderung bertambah tinggi pada pengambilan sampel berikutnya, dan koloni bakteri tersebut paling tinggi ditemukan pada hari ke-10 pasca infeksi yaitu 7.03 Log cfu/udang (1.08 x 107

cfu/udang). Vibrio koloni hijau berpendar hanya ditemukan 2 kali pada perlakuan infeksi tunggal V. harveyi 107cfu/ml dan tidak ditemukan pada perlakuan kontrol. Bakteri Vibrio koloni hijau berpendar pada perlakuan infeksi tunggal V. harveyi

107 cfu/ml diisolasi dari hari ke-8 (3.30 Log cfu/udang atau 2 x 103 cfu/udang) dan hari ke-10 (5.30 Log cfu/udang atau 2 x 105 cfu/udang) pasca infeksi.

Penghitungan bakteri Vibrio koloni hijau berpendar juga dilakukan di air pemeliharaan. Jumlah bakteri Vibrio koloni hijau berpendar pada perlakuan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi 107 cfu/ml yang diperoleh dari 5 waktu pengambilan sampel selalu lebih tinggi dari 6 Log cfu/ml atau 106 cfu/ml (Gambar 8). Jumlah terkecil yang ditemukan yaitu pada hari ke-2 sebesar 6.37 Log cfu/ml (2.33 x 106 cfu/ml), dan terbesar pada hari ke-6 sebesar 7 Log cfu/ml (1.01 x 107

Untuk perlakuan infeksi tunggal V. harveyi 10

cfu/ml).

7 cfu/ml, jumlah Vibrio

koloni hijau berpendar yang ditemukan cenderung mengalami penurunan. Pada dua pengamatan pertama yaitu hari ke-2 dan 4 pasca infeksi, jumlah Vibrio hijau berpendar yang ditemukan di atas 6 Log cfu/ml (106 cfu/ml). Namun pada pengamatan selanjutnya (hari ke- 4, 6 dan 10 pasca infeksi) bakteri Vibrio koloni hijau berpendar yang ditemukan antara 5 Log cfu/ml sampai 6 Log cfu/ml (105– 106 cfu/ml). Sedangkan pada kontrol, koloni Vibrio hijau berpendar tidak

Dokumen terkait