• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan pada dasarnya adalah kebutuhan setiap manusia dan menjadi naluri dari setiap makhluk hidup. Sejak manusia bermukim di muka bumi, secara tidak sadar mereka telah mengenal aspek keselamatan untuk mengantisipasi berbagai bahaya dari lingkungan hidup lainnya (Ramli, 2009).

Yang dimaksud dengan keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses produksi. Keselamatan kerja merupakan tugas semua orang yang berada di perusahaan. Dengan demikian keselamatan kerja adalah dari, oleh dan untuk setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di perusahaan serta masyarakat sekitar perusahaan yang mungkin terkena dampak akibat suatu proses produksi industri (Tarwaka, 2008).

Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan peningkatan produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya manusia. Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja yang baik pula. Pekerja yang menuntut produktivitas

kerja tinggi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kerja dengan kondisi kesehatan prima (Suma’mur, 2009).

Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan atau kedokteran yang mempelajari bagaimana melakukan usaha preventif dan kuratif serta rehabilitatif, terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor-faktor pekerjaan lingkungan kerja maupun penyakit umum dengan tujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial (Tarwaka, 2008).

Keselamatan dan kesehatan kerja secara praktis atau hukum merupakan suatu upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan di tempat kerja serta begitu pula orang lain yang memasuki tempat kerja maupun sumber dari proses produksi dapat secara aman dan efisien dalam pemakaiannya (Suma’mur, 1993).

Keselamatan dan kesehatan kerja secara filosofis adalah upaya dan pemikiran untuk menjamin keutuhan, dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohaniah diri manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya beserta hasil karyanya dalam rangka menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Sedangkan secara keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja adalah ilmu dan penerapan secara teknis dan

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta setiap pekerjaan yang dilakukan (Tarwaka, 2008).

Upaya perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja telah bersifat universal. Berbagai Negara mengeluarkan aturan perundangan untuk melindungi keselamatan tenaga kerjanya. Di Indonesia dikeluarkan Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Di tingkat global, perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga mendapat perhatian ILO (International Labour Organization) melalui berbagai pedoman dan konvensi mengenai keselamatan dan kesehatan kerja (Ramli, 2009).

Sasaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Suma’mur (2009), meliputi :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan, bahaya peledakan dan kebakaran.

b. Mencegah dan mengurangi timbulnya penyakit akibat kerja. c. Mencegah dan mengurangi kematian, cacat tetap dan luka ringan. d. Mengamankan material bangunan, mesin, pesawat, bahan, alat kerja

lainnya.

e. Meningkatkan produktivitas.

f. Mencegah pemborosan tenaga kerja dan modal. g. Menjamin tempat kerja yang aman.

h. Mempelancar, meningkatkan, mengamankan sumber, dan proses produksi.

Seringkali program Keselamatan dan Kesehatan Kerja tidak berjalan dan mengalami hambatan karena kurangnya pengertian dan pemahaman mengenai K3, baik dari pekerja, pengawas, pengusaha ataupun pejabat pemerintah. Sering timbul anggapan bahwa K3 merupakan pemborosan, pengeluaran biaya yang sia-sia atau hanya formalitas yang harus dipenuhi oleh organisasi. K3 masih dianggap sebagai bahan tambahan bagi organisasi. Persepsi seperti ini sangat menghambat pelaksanaan K3. Aspek K3 bersifat multi dimensi. Karena itu manfaat dan tujuan K3 juga harus dilihat dari berbagai sisi seperti dari sisi hukum, perlindungan tenaga kerja, ekonomi, pengendalian kerugian, sosial dan lainnya (Ramli, 2009).

Tujuan Usaha Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Suma’mur (2009), meliputi :

a. Agar tenaga kerja dan setiap orang lain yang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat.

b. Agar sumber-sumber produksi dapat diakui dan digunakan secara aman dan efisien.

c. Agar proses produksi dapat berjalan lancar tanpa hambatan apapun. 2. Keselamatan Sistem Kerja

Persyaratan keselamatan kerja menurut Undang-undang No. 1 tahun 1970 adalah sebagai berikut :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

c. Mencegah dan mengurangi bahay kebakaran

d. Member kesempatan atau jalan menyelamatkan diri dalam kejadian kebakaran atau kejadian lainnya

e. Member pertolongan dalam kecelakaan f. Memberikan Alat Pelindung Diri bagi pekerja

g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi dan suara atau getaran yang melebihi ambang batas h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik

fisik, maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai

j. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik k. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.

Menurut Tarwaka (2008), setiap keselamatan sistem kerja digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakan kerja dari suatu tahapan proses kerja, maka perlu difikirkan dan dipertimbangkan berbagai faktor yang berkaitan dengan :

a. Keselamatan perancangan atau desain b. Keselamatan instalasi

c. Keselamatan pabrik dan lingkungan

d. Keselamatan peralatan dan perlengkapan kerja

e. Pengoprasian pabrik, penggunaan peralatan dan perlengkapan kerja secara benar melalui training dan pengawasan

f. Perencanaan perawatan yang efektif terhadap pabrik dan peralatan kerja

g. Lingkungan kerja yang nyaman melalui penyediaan penerangan dan ventilasi yang sesuai

h. Tenaga kerja yang kompeten dan terlatih

i. Ketersediaan pengawasan yang reliabel dan kapabel

j. Penegakan peraturan dan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja k. Ketersediaan sarana perlindung diri yang tepat bagi tenaga kerja l. Penekanan secara terus-menerus terhadap dilaksanakannya metode

kerja yang aman oleh seluruh tenaga kerja pada seluruh tingkatan m. Tinjauan ulang secara regular terhadap seluruh sistem kerja untuk

menjamin agar :

1) Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku 2) Sistem masih dapat dilaksanakan

3) Modifikasi pabrik selalu diperhitungkan

4) Penggantian material diperbolehkan sesuai ketentuan yang aman 5) Metode kerja baru dapat terpadu ke dalam sistem yang sudah ada 6) Penggunaan tehnologi baru harus mendukung sistem kerja yang

dilaksanakan

7) Tindakan pencegahan yang tepat harus diambil meskipun pada kecelakaan ringan atau kejadian hampir celaka

8) Keterlibatan dan kesadaran secara terus-menerus dari semua pihak untuk kepentingan di dalam keselamatan sistem kerja

n. Umpan balik secara regular mengenai setiap perubahan keselamatan sistem kerja yang telah ada.

3. Kecelakaan Kerja

Menurut Frank (1989) dalam bukunya Ramli, kecelakaan terjadi karena adanya kontak dengan suatu sumber energi seperti mekanis, kimia, kinetik dan fisik yang dapat mengakibatkan cidera pada manusia, alat, atau lingkungan.

Kecelakaan kerja menurut Tarwaka (2008), adalah kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau proper maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya . Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsure kesengajaan dan perencanaan. Tidak diharapkan atau tidak dikehendaki karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat.

Pada dasarnya kecelakaan ada sebabnya yaitu dapat digolongkan menjadi dua golongan penyebab menurut Suma’mur (1993), meliputi : a. Tindakan perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan

(Unsafe Human)

b. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (Unsafe Condition). Secara umum penyebab kecelakan kerja menurut Tarwaka (2008) dan Suma’mur (1993), dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Penyebab Dasar atau Asal Mula

Sebab dasar merupakan sebab atau faktor yang mendasari secara umum terhadap kejadian atau peristiwa kecelakan. Sebab dasar kecelakaan kerja di industri antara lain meliputi :

1) Komitmen atau partisipasi dari pihak manajemen atau pimpinan perusahaan dalam upaya penerapan K3 di perusahaannya

2) Manusia atau para pekerja sendiri

3) Kondisi tempat kerja, sarana kerja dan lingkungan kerja. b. Sebab Utama

Sebab utama dari kejadian kecelakan kerja adalah adanya faktor dan persyaratan K3 yang belum dilaksanakan secara benar. Sebab utama kecelakaan kerja meliputi :

1) Faktor manusia (Unsafe Actions) 2) Faktor lingkungan (Unsafe Conditions)

3) Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja.

Menurut Tarwaka (2008) dan Ramli (2009), secara garis besar kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikelompokkan menjadi :

1) Kerugian atau biaya langsung

Kerugian langsung, adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan dan membawa dampak terhadap organisasi seperti :

a) Biaya pengobatan dan kompensasi b) Kerusakan sarana produksi. 2) Kerugian atau biaya tidak langsung.

Disamping kerugian langsung, kecelakaan juga

menimbulkan kerugian tidak langsung antara lain : a) Kerugian jam kerja

b) Kerugian produksi c) Kerugian sosial

d) Citra dan kepercayaan konsumen

Dari penyelidikan-penyelidikan, ternyata 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia. Kesalahan tersebut mungkin saja dibuat oleh perencana pabrik, oleh kontraktor yang membangunnya, pembuat mesin-mesin, pengusaha, insinyur, ahli kimia, ahli listrik, pimpinan kelompok, pelaksana, atau petugas yang melakukan pemeliharaan mesin dan peralatan (Suma’mur, 1981).

Menurut International Labour Organization (ILO), kecelakaan kerja di industri dapat diklasifikasikan menurut jenis kecelakaan, agen penyebab atau objek kerja, jenis cidera atau luka dan lokasi tubuh yang terluka. Klasifikasi kecelakaan kerja di industri secara garis besar dapat dijelaskan menurut Tarwaka (2008), sebagai berikut :

a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan b. Klasifikasi menurut agen penyebabnya c. Klasifikasi menurut jenis luka dan cideranya

d. Klasifikasi menurut lokasi bagian tubuh yang terluka.

Menurut Ramli (2009), banyak teori dan konsep tentang kecelakaan kerja yang dikembangkan para ahli, beberapa diantaranya dibahas berikut ini :

b. Pendekatan energi

Pendekatan energi mengendalikan kecelakaan melalui tiga titik yaitu dengan :

1) Pendekatan pada sumber baghaya 2) Pendekatan pada jalan energi 3) Pendekatan pada penerima c. Pendekatan manusia

Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa 85 % kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman.

d. Pendekatan teknik

Pendekatan teknik menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses maupun lingkungan kerjayang tidak aman.

e. Pendekatan administrasi

Pendekatan secara administrasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :

1) Pengaturan waktu dan jalan kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan bahaya dapat dikurangi

3) Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3

4) Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja. f. Pendekatan manajemen

Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dilakukan antara lain :

1) Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja 2) Mengembangkan organisasi K3 yang efektif

3) Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk manajemen tingkat atas.

4. Kecelakan Akibat Kerja

Menurut Suma’mur (1993), kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan cara :

a. Peraturan perundangan b. Standarisasi

c. Pengawasan

d. Penelitian bersifat teknis e. Dugaan dini

g. Penelitian psikologis h. Penelitian secara statistik i. Pendidikan

j. Latihan-latihan k. Penggairahan l. Asuransi

m. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.

Menurut Tarwaka (2008), pencegahan kecelakaan kerja yang baik adalah yang mengandung dan memperhatikan aspek-aspek seperti tersebut di bawah ini :

a. Desain pabrik

b. Desain komponen dan peralatan pabrik c. Pengoperasian dan pengendalian d. Sistem keselamatan

e. Pencegahan kecelakaan manusia dan organisasi f. Pemeliharaan dan monitoring

g. Pengawasan

h. Mengurangi akibat yang terjadi i. Pelatihan

j. Sistem pelaporan

5. Potensi Bahaya atau Identifiksi Hazards

Dari berbagai macam pekerjaan atau tugas yang dijalankan seseorang pasti ada diantaranya yang bersifat kritis dan mengandung

potensi bahaya besar. Untuk itu perlu diidentifikasi, apa saja tugas dan pekerjaan yang tergolong berbahaya dan beresiko tinggi (Ramli, 2009).

Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik maupun psikis terhadap tenaga kerja. Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian potensi bahaya dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi (Tarwaka, 2008).

Di dalam bidang K3, identifikasi resiko disebut juga identifikasi bahaya sedangkan di dalam bidang lingkungan identifikasi resiko disebut juga identifikasi dampak (Ramli, 2010).

Pengertian Hazards atau potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Menurut Tarwaka (2008),

hazards mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan

kerugian terhadap :

a. Manusia, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan

c. Lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan

d. Kualitas produk barang dan jasa e. Nama baik perusahaan.

Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, kita dapat lebih berhati-hati, waspada dan melakukan langkah-langkah pengamanan agar tidak terjadi kecelakaan (Ramli, 2009).

Identifikasi Hazards merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja. Langkah pertama untuk menghilangkan atau mengendalikan Hazards adalah dengan mengidentifikasi atau mengenali kehadiran Hazards di tempat kerja (Tarwaka, 2008).

Identifikasi bahaya bertujuan untuk mengidentifikasi semua kemungkinan bahaya atau resiko yang mungkin terjadi di lingkungan kegiatan dan bagaimana dampak atau keparahannya jika terjadi (Ramli, 2010).

Menurut Tarwaka (2008), hazards dapat dikelompokkan

beredasarkan kategori-kategori umum atau juga disebut sebagai energi potensi bahaya sebagai berikut :

a. Potensi bahaya dari bahan-bahan berbahaya b. Potensi bahaya udara bertekanan

c. Potensi bahaya udara panas d. Potensi bahaya kelistrikan e. Potensi bahaya mekanik

f. Potensi bahaya gravitasi dan aselerasi g. Potensi bahaya radiasi

h. Potensi bahaya mikrobiologi

i. Potensi bahaya kebisingan dan vibrasi j. Potensi bahaya ergonomi

k. Potensi bahaya lingkungan kerja

l. Potensi bahaya yang berhubungan dengan kualitas produk dan jasa, proses produksi, property, image publik.

Teknik identifikasi bahaya menurut Ramli (2010) diantaranya : a. Teknik pasif

Bahaya dapat dikenal dengan mudah jika kita mengalaminya sendiri secara langsung.

b. Teknik semi proaktif

Teknik ini disebut juga belajar dari pengalaman orang lain karena kita tidak perlu mengalaminya sendiri.

c. Metode proaktif

Metode terbaik untuk mengidentifikasi bahaya adalah cara proaktif atau mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang merugikan.

Menurut Tarwaka (2008), secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain : a. Faktor teknik

Yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri.

b. Faktor lingkungan

Yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun hasil.

c. Faktor manusia

Dimana manusia adalah merupakan atau mengandung potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima, baik fisik maupun psikis.

Bahaya yang terdapat dalam suatu aktivitas organisasi sangat banyak jenis dan juklahnya. Semakin banyak bahaya yang dapat diidentifikasi berarti semakin kecil peluang untuk terjadinya kecelakaan. Namun demikian, tidak ada teknik identifikasi yang mampu menjangkau 100 % dari seluruh bahaya yang ada. Karena itu perlu dilakuakn

berbagai kombinasi teknik identifikasi yang sesuai dengan kondisi umum, sifat kegiatan dan sumber bahaya dominan (Ramli, 2010).

Menurut Tarwaka (2008), potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut : a. Potensi bahaya fisik

Yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya : terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas dan dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran dan radiasi. b. Potensi bahaya kimia

Yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenaga kerja melalui cara :

inhalation (melalui jalan pernafasan), ingestion (melalui mulut ke

seluruh pencernaan) atau skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi bahaya kimia ini terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari, jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya (debu, gas, uap, asap), daya racun bagan (toksisitas), cara masuk ke dalam tubuh.

c. Potensi bahaya biologis

Yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara, yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyaki-penyakit

tertentu, misalnya : TBC, hepatitis A atau B, AIDS dan lain-lain ataupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi.

d. Potensi bahaya fisiologis

Yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidak serasian antara manusia dan mesin.

e. Potensi bahaya psikososial

Yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologi ketenaga-kerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antar individu yang tidak harmonis dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.

f. Potensi bahaya dari proses produksi

Yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh berbagai kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat tergantung dari : bahan dan peralatan yang dipakai, serta jenis kegiatan yang dilakukan.

6. Prinsip Identifikasi Potensi Bahaya

Menurut Tarwaka (2008), melalui teknik analisis keselamatan pekerjaan, maka suatu tugas-tugas atau pekerjaan dapat dipisah-pisahkan ke dalam suatu langkah-langkah dasar dan masing-masing dianalisis untuk menemukan potensi bahaya. Dari langkah-langkah dasar pemisahan pekerjaan, selanjutnya dipertimbangkan masing-masing langkah untuk menentukan apakah potensi bahaya dapat mengakibatkan resiko terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan kepada tenaga kerja. Potensi bahaya di tempat kerja dapat disebabkan dari berbagai jenis energi sebagai sumber bahaya. Jenis potensi bahaya energi yang ada di tempat kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan dan kerusakan dapat diidentifikasi berdasarkan kelompok energi yang digunakan sebagai berikut :

1) Energi gravitasi dan akselerasi

Seperti terjatuh karena bekerja pada ketinggian, tertabrak oleh benda, kejatuhan benda.

2) Energi listrik

Seperti energi statis penyebab peledakaan, loncatan arus pendek, bekerja dengan peralatan listrik yang tidak aman.

3) Energi mekanik

Seperti terpotong, tergunting, terbentur dan bekerja dengan peralatan mekanik yang tidak aman.

4) Energi kimia

Seperti keracunan, korosi, peledakan, kanker. 5) Energi panas

Seperti kebakaran, terbakar, tekanan panas. 6) Energi tekanan atau pressure

Seperti kebocoran, peledakan. 7) Energi kebisingan dan vibrasi

Seperti kehilangan daya dengar, cidera jaringan tubuh. 8) Energi radiasi

Seperti kerusakan jaringan, terbakar, kerusakan mata, kanker kulit.

9) Energi peledakan

Seperti kebakaran dan peledakan. 10) Energi manusia

Seperti patah tulang, hernia, keseleo. 11) Energi mikrobiologi

Menurut Tarwaka (2008), identifikasi potensi bahaya merupakan suatu cara untuk menemukan situasi yang mana sumber energi yang digunakan di tempat kerja tanpa adanya pengendalian yang memadai. Pada kebanyakan kasus, bahwa kecelakaan dan kerugian terjadi karena adanya kontak dengan sumber energi yang melampaui nilai ambang batas tubuh atau struktur bahan. Sumber-sumber energi sebagai sumber bahaya yang ada, sangat tergantung dari jenis dan kondisi tempat kerjanya, dan semuanya mempunyai potensi untuk menyebabkan gangguan sekecil apapun resikonya. Potensi bahaya di tempat kerja secara umum dapat diidentifikasi melalui :

a. Analisis kecelakaan, cidera dan kejadian hampir celaka

Sistem pelaporan kecelakaan yang efektif yang memuat tentang investigasi kecelakaan dan tindakan perbaikan yang dilakukan oleh pihak manajemen dan pengurus P2K3 merupakan hal yang sangat penting di dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

b. Konsultasi dengan pekerja

Pekerja merupakan orang yang tepat dan sering mengetahui keadaan yang sebenarnya yang berkaitan dengan potensi bahaya yang dihadapi, sehingga sangat tepat bila mereka dilibatkan dalam proses identifikasi bahaya dan evaluasi resiko di tempat kerjanya.

c. Walk Through survey

Identifikasi potensi bahaya dapat dilakukan melalui Walk

through survey langsung di tempat kerja dengan menggunakan checklist yang sesuai dengan kondisi bahaya yang ada di tempat

kerja masing-masing.

7. Pengaruh Potensi Bahaya Terhadap Tenaga Kerja

Menurut Tarwaka (2008), penyakit akibat kerja akan timbul apabila potensi bahaya yang memapari tenaga kerja berada dalam waktu dan kadar yang melebihi Nilai Ambang Batas yang diperkenankan. Tergantung dari jenis dan potensi bahaya yang ada, maka dikenal berbagai pengaruh potensi bahaya terhadap kesehatan tenaga kerja yang terpapar, seperti :

a. Secara fisik

Dimana potensi bahaya fisik yang ada akan menyebabkan gangguan-gangguan atau kerusakan pada bagian-bagian tubuh tertentu, misalnya :

1) Kebisingan yang melebihi NAB (>85 dBA), bisa menyebabkan kerusakan pada telinga sehingga timbul ketulian yang bersifat

Dokumen terkait