• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENILAIAN RESIKO PERTAMINA (PERSERO) PABRIK ASPAL GRESIK JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENILAIAN RESIKO PERTAMINA (PERSERO) PABRIK ASPAL GRESIK JAWA TIMUR"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENILAIAN RESIKO

DI PT. PERTAMINA

ASPAL GRESIK

PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

LAPORAN TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENILAIAN RESIKO

DI PT. PERTAMINA (PERSERO) PABRIK

ASPAL GRESIK JAWA TIMUR

Attikhah Yana Saputri R0009020

PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta 2012

IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENILAIAN RESIKO

(PERSERO) PABRIK

PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

PENGESAHAN TUGAS AKHIR

Tugas Akhir dengan judul : Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko di PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal

Gresik Jawa Timur

Attikhah Yana Saputri, NIM : R0009020, Tahun : 2012 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan

Tim Penguji Tugas Akhir

Program D. III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari…... Tanggal…...

Pembimbing I

Sumardiyono, SKM., M. Kes

NIP. 19650706 198803 1 002 ………

Pembimbing II

Cr. Siti Utari, Dra. M. Kes

NIP. 19540505 198503 2 001 ……… Penguji Reni Wijayanti, dr., M. Sc NIP. 19720822 201012 2 001 ……… Surakarta,…... Ketua Prodi Tim Tugas Akhir D. III Hiperkes & KK

Cr. Siti Utari, Dra. M. Kes Sumardiyono, SKM., M. Kes NIP. 19540505 198503 2 001 NIP. 19650706 198803 1 002

(3)

commit to user

(4)

commit to user

iv

ABSTRAK

IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENILAIAN RESIKO DI PT. PERTAMINA (PERSERO) PABRIK ASPAL GRESIK

JAWA TIMUR

Attikhah Yana Saputri*, Sumardiyono*, Cr.Siti Utari*

Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya

PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik Jawa Timur dalam mencegah dan mengendalikan terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan mengidentifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko di seluruh area.

Metode : Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif

tentang identifikasi bahaya dan penilaian resiko di seluruh area PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik Jawa Timur. Data primer berasal dari observasi langsung di tempat kerja dan wawancara langsung dengan penanggung jawab masing-masing tempat. Sedangkan data sekunder berasal dari dokumen dan catatan perusahaan, serta studi kepustakaan.

Hasil : Dari hasil penelitian telah sesuai dengan Permenaker No. Per-05/

MEN/ 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan menurut OHSAS 18001.

Simpulan : Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian terhadap

implementasi Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko di seluruh area PT. Pertamina (Persero) Pabrik aspal Gresik tempat yang mempunyai resiko kecelakaan paling tinggi diantaranya :

a. Corrugating Machine

b. Press Machine

c. Single Seam

Kata kunci : Identifikasi Bahaya, Penilaian Resiko, dan Pabrik Aspal Gresik *

(5)

commit to user

v

ABSTRACT

HAZARD IDENTIFICATION AND RISK ASSESSMENT IN PT. PERTAMINA (PERSERO) PABRIK ASPAL GRESIK

EAST JAVA

Attikhah Yana Saputri*, Sumardiyono*, Cr.Siti Utari*

Objective : The purpose of this study was to determine how the effort of

PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik in East Java in preventing and controlling the occurrence of occupational accidents and occupational diseases by identifying hazards, assessing and controlling risks across the area.

Methods : This study was conducted using descriptive methods of hazard

identification and risk assessment in all areas of the PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik in East Java. Primary data derived from direct observation in the workplace and direct interviews with the person in charge of each place. While secondary data derived from company documents and records, as well as library research.

Results : From the research results are in accordance with the Minister of

Manpower No. Per-05/MEN/1996 on Occupational Safety and Health Management System (SMK3) and according to OHSAS 18001.

Conclusion : Based on observation and assessment of the implementation

of the Hazard Identification and Risk Assessment in all areas of the PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik where the accident has the highest risk include : a. Corrugating Machine

b. Press Machine

c. Single Seam

Keywords : Hazard Identification, Risk Assessment and Pabrik Aspal Gresik.

_____________________________________________________________ *) Study Programs of Diploma III Hiperkes and KK, Faculty of Medicines,

(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan tugas akhir ini dengan judul “Identifikasi

Bahaya dan Penilaian Resiko di PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik”.

Laporan ini disusun dalam rangka tugas sebagai syarat dalam menyelesaikan pendidikan sebagai mahasiswa Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Serta sebagai media pembelajaran bagi mahasiswa mengenai gambaran dalam bekerja sebagai seorang Ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Perusahaan.

Dalam pelaksanaan magang dan penyusunan laporan ini penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak akan sukses dan berhasi tanpa bantuan dari semua pihak baik bersifat material maupun spiritual. Untuk itu, penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih dan apresiasi kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Zainal Arifin Adnan, dr. Sp.D-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Sumardiyono, SKM., M.Kes selaku pembimbing I sekaligus Ketua Program Studi Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Cr.Siti Utari,Dra, M.Kes selaku pembimbing II dan tim magang yang banyak membantu dalam penyusunan laporan magang ini.

4. Ibu Reni Wijayanti, dr., M. Sc selaku penguji laporan tugas akhir.

5. Bapak S. Adi Prasetyo, selaku pembimbing I yang mana pengganti dari pembimbing pertama yaitu Ibu Inggrid Indirawati yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini.

6. Bapak Zainuddin, selaku pembimbing II serta Kepala Pabrik Aspal Gresik yang telah memberikan ijin serta membimbing saya saat melakukan magang. 7. Ibu Inggrid Indirawati, selaku Pengawas Teknik dan LK3 Pabrik Aspal

Gresik yang telah memberikan bimbingan lapangan dan saran dalam penyusunan laporan ini.

8. Orang tua yang selalu mendoakan saya tanpa henti serta selalu memberi arahan dalam mengambil keputusan, terimakasih atas doa restunya.

9. Adik-adikku dan saudaraku serta keluargaku lainnya yang selalu tidak berhenti menyemangati saya.

10. Teman-teman mahasiswa Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja angkatan 2009.

11. Serta semua pihak yang membantu saya dalam penyusunan laporan ini baik dari pihak PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik dan dari pihak universitas.

Surakarta, Februari 2012 Penulis

(7)

commit to user

vii

DAFTAR ISI

HAMAN JUDUL ... i

HAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 6

B. Kerangka Pemikira ... 41

BAB III METODE PENELITIAN

... 42

A. Metode Penelitian ... 42

B. Lokasi Penelitian ... 42

C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian ... 42

D. Sumber Data ... 43

E. Teknik Pengumpulan Data ... 43

F. Pelaksanaan ... 44

G. Analisa Data ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Hasil Penelitian ... 45

B. Pembahasan ... 48

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Simpulan ... 53

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN

(8)

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Prioritas Pencapaian ... 45

Tabel 2. Panduan Penilaian Tingkat Resiko ... 45

Tabel 3. Keterangan Faktor Severity ... 46

(9)

commit to user

ix

DAFTAR SINGKATAN

APD : Alat Pelindung Diri

ASTM : American Society for Testing and Materials dBA : Decibel ampere

ILO : International Labour Organization K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja NAB : Nilai Ambang Batas

MIGAS : Minyak dan Gas

P3K : Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan PAG : Pabrik Aspal Gresik

(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko di PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik Tahun 2012

Lampiran 2. Jenis Kegiatan yang Memerlukan Pemantauan Lampiran 3. Jenis Kegiatan yang Memerlukan Pengendalian

Lampiran 4. Jenis Kegiatan yang Memerlukan Perbaikan Tujuan dan Sasaran Lampiran 5. Keterangan Tabel

(11)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dengan adanya jalan raya dapat meningkatkan kegiatan ekonomi di suatu tempat karena menolong orang untuk pergi atau mengirim barang lebih cepat ke suatu tujuan. Dengan adanya jalan raya, komoditi dapat mengalir ke pasar setempat dan hasil ekonomi dari suatu tempat dapat dijual kepada pasaran di luar wilayah itu. Selain itu, jalan raya juga mengembangkan lalu lintas ekonomi di sepanjang lintasannya (Martina, 2012).

Pembangunan jalan tidak lepas dari material yang digunakan, salah satunya adalah aspal. Aspal menurut American Society for Testing and

Materials (ASTM) adalah suatu material yang berwarna coklat tua sampai

hitam, padat atau semi padat yang terdiri dari bitumen-bitumen yang terdapat di alam atau diperoleh dari residu minyak bumi (Martina, 2012).

Umumnya di semua tempat kerja selalu terdapat sumber-sumber bahaya. Hampir tidak ada tempat kerja yang sama sekali bebas dari sumber bahaya. Sumber-sumber bahaya perlu dikendalikan untuk mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk mengendalikan sumber-sumber bahaya tersebut, maka sumber-sumber bahaya tersebut harus ditemukan. Untuk menemukan dan menentukan lokasi bahaya potensial yang dapat mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, maka perlu diadakan identifikasi sumber bahaya potensial yang ada di tempat kerja (Tarwaka, 2008).

(12)

commit to user

Salah satu perusahaan yang mengolah produk dari aspal adalah PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik yang merupakan salah satu unit dari Pertamina yang merupakan sektor industri yang mana bergerak di bagian

supply point untuk menyalurkan aspal ke seluruh wilayah Unit Pemasaran V

meliputi Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, sampai ke wilayah Unit Pemasaran VI, VII, VIII (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Iria Jaya). Operasi Pabrik Aspal Gresik terbatas hanya pada pembuatan drum aspal, asphalt filling in

drum, dan aspal curah in bulk (mobil tangki), sedangkan aspalnya (on spec)

didatangkan dari kilang minyak Refinery Unit IV Cilacap serta import. Perusahaan ini bergerak di bidang migas (minyak dan gas), sehingga terdapat potensi bahaya yang cukup beresiko pula untuk diketahui dan dikendalikan.

Setiap aktifitas yang melibatkan faktor manusia, mesin dan bahan serta melalui tahap-tahap proses memiliki resiko bahaya dengan tingkat resiko yang berbeda-beda yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja tersebut disebabkan karena adanya sumber-sumber bahaya akibat dari aktifitas kerja di tempat kerja. Pekerja merupakan aset perusahaan yang sangat penting dalam proses produksi, sehingga perlu diupayakan agar tingkat kesehatan dan keselamatan tenaga kerja selalu dalam keadaan optimal (Tarwaka, 2008).

Untuk itu penulis mengambil judul identifikasi bahaya dan penilaian resiko di PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik agar dapat mengidentifikasi sumber dan potensi bahaya yang ada dan bisa melakukan

(13)

commit to user

penanggulangan awal untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka timbul permasalahan yang mendorong untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana implementasi Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko sebagai langkah awal untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja di PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik dengan rumusan masalah sebagai berikut :

a. Apakah PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik sudah menerapkan Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko sesuai dengan peraturan atau standar yang ada ?

b. Apa saja faktor dan potensi bahaya yang ada di PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik ?

c. Apa saja tindakan yang di lakukan setelah diperoleh data nilai resiko yang ada ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kesesuaian identifikasi bahaya dan penilaian resiko dengan peraturan atau standar yang ada.

2. Mengetahui faktor dan potensi bahaya di seluruh area PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik.

(14)

commit to user

3. Menentukan tindakan setelah mengetahui tingkat resiko yang ada di seluruh area PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Bagi Perusahaan

a. Sebagai masukan dalam mengidentifikasi potensi bahaya dan faktor bahaya yang ada di tempat kerjanya secara lebih teliti.

b. Masukan tentang upaya pengendalian potensi bahaya dan faktor bahaya tersebut agar dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan tindakan yang sesuai agar dalam pengendalian menjadi efektif.

2. Bagi Penulis

a. Dapat meningkatkan wawasan dalam mengidentifikasi potensi bahaya dan faktor bahaya yang ada di tempat kerja

b. Dapat melakukan observasi secara langsung sehingga bisa merencanakan tindakan pengendalian secara praktis agar kecelakaan tidak terjadi.

3. Bagi Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja

a. Menambah kepustakaan tentang penerapan dan pelaksanaan identifikasi bahaya dan pengendalian resiko.

(15)

commit to user

b. Menambah informasi data tentang Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko tentang perusahaan aspal bagi mahasiswa hiperkes yang akan melakukan penelitian yang sama.

(16)

commit to user 6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan pada dasarnya adalah kebutuhan setiap manusia dan menjadi naluri dari setiap makhluk hidup. Sejak manusia bermukim di muka bumi, secara tidak sadar mereka telah mengenal aspek keselamatan untuk mengantisipasi berbagai bahaya dari lingkungan hidup lainnya (Ramli, 2009).

Yang dimaksud dengan keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses produksi. Keselamatan kerja merupakan tugas semua orang yang berada di perusahaan. Dengan demikian keselamatan kerja adalah dari, oleh dan untuk setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di perusahaan serta masyarakat sekitar perusahaan yang mungkin terkena dampak akibat suatu proses produksi industri (Tarwaka, 2008).

Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan peningkatan produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya manusia. Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja yang baik pula. Pekerja yang menuntut produktivitas

(17)

kerja tinggi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kerja dengan kondisi kesehatan prima (Suma’mur, 2009).

Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan atau kedokteran yang mempelajari bagaimana melakukan usaha preventif dan kuratif serta rehabilitatif, terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor-faktor pekerjaan lingkungan kerja maupun penyakit umum dengan tujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial (Tarwaka, 2008).

Keselamatan dan kesehatan kerja secara praktis atau hukum merupakan suatu upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan di tempat kerja serta begitu pula orang lain yang memasuki tempat kerja maupun sumber dari proses produksi dapat secara aman dan efisien dalam pemakaiannya (Suma’mur, 1993).

Keselamatan dan kesehatan kerja secara filosofis adalah upaya dan pemikiran untuk menjamin keutuhan, dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohaniah diri manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya beserta hasil karyanya dalam rangka menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Sedangkan secara keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja adalah ilmu dan penerapan secara teknis dan

(18)

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta setiap pekerjaan yang dilakukan (Tarwaka, 2008).

Upaya perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja telah bersifat universal. Berbagai Negara mengeluarkan aturan perundangan untuk melindungi keselamatan tenaga kerjanya. Di Indonesia dikeluarkan Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Di tingkat global, perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga mendapat perhatian ILO (International Labour Organization) melalui berbagai pedoman dan konvensi mengenai keselamatan dan kesehatan kerja (Ramli, 2009).

Sasaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Suma’mur (2009), meliputi :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan, bahaya peledakan dan kebakaran.

b. Mencegah dan mengurangi timbulnya penyakit akibat kerja. c. Mencegah dan mengurangi kematian, cacat tetap dan luka ringan. d. Mengamankan material bangunan, mesin, pesawat, bahan, alat kerja

lainnya.

e. Meningkatkan produktivitas.

f. Mencegah pemborosan tenaga kerja dan modal. g. Menjamin tempat kerja yang aman.

h. Mempelancar, meningkatkan, mengamankan sumber, dan proses produksi.

(19)

Seringkali program Keselamatan dan Kesehatan Kerja tidak berjalan dan mengalami hambatan karena kurangnya pengertian dan pemahaman mengenai K3, baik dari pekerja, pengawas, pengusaha ataupun pejabat pemerintah. Sering timbul anggapan bahwa K3 merupakan pemborosan, pengeluaran biaya yang sia-sia atau hanya formalitas yang harus dipenuhi oleh organisasi. K3 masih dianggap sebagai bahan tambahan bagi organisasi. Persepsi seperti ini sangat menghambat pelaksanaan K3. Aspek K3 bersifat multi dimensi. Karena itu manfaat dan tujuan K3 juga harus dilihat dari berbagai sisi seperti dari sisi hukum, perlindungan tenaga kerja, ekonomi, pengendalian kerugian, sosial dan lainnya (Ramli, 2009).

Tujuan Usaha Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Suma’mur (2009), meliputi :

a. Agar tenaga kerja dan setiap orang lain yang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat.

b. Agar sumber-sumber produksi dapat diakui dan digunakan secara aman dan efisien.

c. Agar proses produksi dapat berjalan lancar tanpa hambatan apapun. 2. Keselamatan Sistem Kerja

Persyaratan keselamatan kerja menurut Undang-undang No. 1 tahun 1970 adalah sebagai berikut :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

(20)

c. Mencegah dan mengurangi bahay kebakaran

d. Member kesempatan atau jalan menyelamatkan diri dalam kejadian kebakaran atau kejadian lainnya

e. Member pertolongan dalam kecelakaan f. Memberikan Alat Pelindung Diri bagi pekerja

g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi dan suara atau getaran yang melebihi ambang batas h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik

fisik, maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai

j. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik k. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.

Menurut Tarwaka (2008), setiap keselamatan sistem kerja digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakan kerja dari suatu tahapan proses kerja, maka perlu difikirkan dan dipertimbangkan berbagai faktor yang berkaitan dengan :

a. Keselamatan perancangan atau desain b. Keselamatan instalasi

c. Keselamatan pabrik dan lingkungan

d. Keselamatan peralatan dan perlengkapan kerja

e. Pengoprasian pabrik, penggunaan peralatan dan perlengkapan kerja secara benar melalui training dan pengawasan

(21)

f. Perencanaan perawatan yang efektif terhadap pabrik dan peralatan kerja

g. Lingkungan kerja yang nyaman melalui penyediaan penerangan dan ventilasi yang sesuai

h. Tenaga kerja yang kompeten dan terlatih

i. Ketersediaan pengawasan yang reliabel dan kapabel

j. Penegakan peraturan dan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja k. Ketersediaan sarana perlindung diri yang tepat bagi tenaga kerja l. Penekanan secara terus-menerus terhadap dilaksanakannya metode

kerja yang aman oleh seluruh tenaga kerja pada seluruh tingkatan m. Tinjauan ulang secara regular terhadap seluruh sistem kerja untuk

menjamin agar :

1) Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku 2) Sistem masih dapat dilaksanakan

3) Modifikasi pabrik selalu diperhitungkan

4) Penggantian material diperbolehkan sesuai ketentuan yang aman 5) Metode kerja baru dapat terpadu ke dalam sistem yang sudah ada 6) Penggunaan tehnologi baru harus mendukung sistem kerja yang

dilaksanakan

7) Tindakan pencegahan yang tepat harus diambil meskipun pada kecelakaan ringan atau kejadian hampir celaka

8) Keterlibatan dan kesadaran secara terus-menerus dari semua pihak untuk kepentingan di dalam keselamatan sistem kerja

(22)

n. Umpan balik secara regular mengenai setiap perubahan keselamatan sistem kerja yang telah ada.

3. Kecelakaan Kerja

Menurut Frank (1989) dalam bukunya Ramli, kecelakaan terjadi karena adanya kontak dengan suatu sumber energi seperti mekanis, kimia, kinetik dan fisik yang dapat mengakibatkan cidera pada manusia, alat, atau lingkungan.

Kecelakaan kerja menurut Tarwaka (2008), adalah kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau proper maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya . Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsure kesengajaan dan perencanaan. Tidak diharapkan atau tidak dikehendaki karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat.

Pada dasarnya kecelakaan ada sebabnya yaitu dapat digolongkan menjadi dua golongan penyebab menurut Suma’mur (1993), meliputi : a. Tindakan perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan

(Unsafe Human)

b. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (Unsafe Condition). Secara umum penyebab kecelakan kerja menurut Tarwaka (2008) dan Suma’mur (1993), dapat dikelompokkan sebagai berikut :

(23)

a. Penyebab Dasar atau Asal Mula

Sebab dasar merupakan sebab atau faktor yang mendasari secara umum terhadap kejadian atau peristiwa kecelakan. Sebab dasar kecelakaan kerja di industri antara lain meliputi :

1) Komitmen atau partisipasi dari pihak manajemen atau pimpinan perusahaan dalam upaya penerapan K3 di perusahaannya

2) Manusia atau para pekerja sendiri

3) Kondisi tempat kerja, sarana kerja dan lingkungan kerja. b. Sebab Utama

Sebab utama dari kejadian kecelakan kerja adalah adanya faktor dan persyaratan K3 yang belum dilaksanakan secara benar. Sebab utama kecelakaan kerja meliputi :

1) Faktor manusia (Unsafe Actions) 2) Faktor lingkungan (Unsafe Conditions)

3) Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja.

Menurut Tarwaka (2008) dan Ramli (2009), secara garis besar kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikelompokkan menjadi :

1) Kerugian atau biaya langsung

Kerugian langsung, adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan dan membawa dampak terhadap organisasi seperti :

(24)

a) Biaya pengobatan dan kompensasi b) Kerusakan sarana produksi. 2) Kerugian atau biaya tidak langsung.

Disamping kerugian langsung, kecelakaan juga

menimbulkan kerugian tidak langsung antara lain : a) Kerugian jam kerja

b) Kerugian produksi c) Kerugian sosial

d) Citra dan kepercayaan konsumen

Dari penyelidikan-penyelidikan, ternyata 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia. Kesalahan tersebut mungkin saja dibuat oleh perencana pabrik, oleh kontraktor yang membangunnya, pembuat mesin-mesin, pengusaha, insinyur, ahli kimia, ahli listrik, pimpinan kelompok, pelaksana, atau petugas yang melakukan pemeliharaan mesin dan peralatan (Suma’mur, 1981).

Menurut International Labour Organization (ILO), kecelakaan kerja di industri dapat diklasifikasikan menurut jenis kecelakaan, agen penyebab atau objek kerja, jenis cidera atau luka dan lokasi tubuh yang terluka. Klasifikasi kecelakaan kerja di industri secara garis besar dapat dijelaskan menurut Tarwaka (2008), sebagai berikut :

a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan b. Klasifikasi menurut agen penyebabnya c. Klasifikasi menurut jenis luka dan cideranya

(25)

d. Klasifikasi menurut lokasi bagian tubuh yang terluka.

Menurut Ramli (2009), banyak teori dan konsep tentang kecelakaan kerja yang dikembangkan para ahli, beberapa diantaranya dibahas berikut ini :

b. Pendekatan energi

Pendekatan energi mengendalikan kecelakaan melalui tiga titik yaitu dengan :

1) Pendekatan pada sumber baghaya 2) Pendekatan pada jalan energi 3) Pendekatan pada penerima c. Pendekatan manusia

Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa 85 % kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman.

d. Pendekatan teknik

Pendekatan teknik menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses maupun lingkungan kerjayang tidak aman.

e. Pendekatan administrasi

Pendekatan secara administrasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :

1) Pengaturan waktu dan jalan kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan bahaya dapat dikurangi

(26)

3) Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3

4) Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja. f. Pendekatan manajemen

Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dilakukan antara lain :

1) Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja 2) Mengembangkan organisasi K3 yang efektif

3) Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk manajemen tingkat atas.

4. Kecelakan Akibat Kerja

Menurut Suma’mur (1993), kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan cara :

a. Peraturan perundangan b. Standarisasi

c. Pengawasan

d. Penelitian bersifat teknis e. Dugaan dini

(27)

g. Penelitian psikologis h. Penelitian secara statistik i. Pendidikan

j. Latihan-latihan k. Penggairahan l. Asuransi

m. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.

Menurut Tarwaka (2008), pencegahan kecelakaan kerja yang baik adalah yang mengandung dan memperhatikan aspek-aspek seperti tersebut di bawah ini :

a. Desain pabrik

b. Desain komponen dan peralatan pabrik c. Pengoperasian dan pengendalian d. Sistem keselamatan

e. Pencegahan kecelakaan manusia dan organisasi f. Pemeliharaan dan monitoring

g. Pengawasan

h. Mengurangi akibat yang terjadi i. Pelatihan

j. Sistem pelaporan

5. Potensi Bahaya atau Identifiksi Hazards

Dari berbagai macam pekerjaan atau tugas yang dijalankan seseorang pasti ada diantaranya yang bersifat kritis dan mengandung

(28)

potensi bahaya besar. Untuk itu perlu diidentifikasi, apa saja tugas dan pekerjaan yang tergolong berbahaya dan beresiko tinggi (Ramli, 2009).

Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik maupun psikis terhadap tenaga kerja. Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian potensi bahaya dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi (Tarwaka, 2008).

Di dalam bidang K3, identifikasi resiko disebut juga identifikasi bahaya sedangkan di dalam bidang lingkungan identifikasi resiko disebut juga identifikasi dampak (Ramli, 2010).

Pengertian Hazards atau potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Menurut Tarwaka (2008),

hazards mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan

kerugian terhadap :

a. Manusia, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan

(29)

c. Lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan

d. Kualitas produk barang dan jasa e. Nama baik perusahaan.

Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, kita dapat lebih berhati-hati, waspada dan melakukan langkah-langkah pengamanan agar tidak terjadi kecelakaan (Ramli, 2009).

Identifikasi Hazards merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja. Langkah pertama untuk menghilangkan atau mengendalikan Hazards adalah dengan mengidentifikasi atau mengenali kehadiran Hazards di tempat kerja (Tarwaka, 2008).

Identifikasi bahaya bertujuan untuk mengidentifikasi semua kemungkinan bahaya atau resiko yang mungkin terjadi di lingkungan kegiatan dan bagaimana dampak atau keparahannya jika terjadi (Ramli, 2010).

Menurut Tarwaka (2008), hazards dapat dikelompokkan

beredasarkan kategori-kategori umum atau juga disebut sebagai energi potensi bahaya sebagai berikut :

(30)

a. Potensi bahaya dari bahan-bahan berbahaya b. Potensi bahaya udara bertekanan

c. Potensi bahaya udara panas d. Potensi bahaya kelistrikan e. Potensi bahaya mekanik

f. Potensi bahaya gravitasi dan aselerasi g. Potensi bahaya radiasi

h. Potensi bahaya mikrobiologi

i. Potensi bahaya kebisingan dan vibrasi j. Potensi bahaya ergonomi

k. Potensi bahaya lingkungan kerja

l. Potensi bahaya yang berhubungan dengan kualitas produk dan jasa, proses produksi, property, image publik.

Teknik identifikasi bahaya menurut Ramli (2010) diantaranya : a. Teknik pasif

Bahaya dapat dikenal dengan mudah jika kita mengalaminya sendiri secara langsung.

b. Teknik semi proaktif

Teknik ini disebut juga belajar dari pengalaman orang lain karena kita tidak perlu mengalaminya sendiri.

(31)

c. Metode proaktif

Metode terbaik untuk mengidentifikasi bahaya adalah cara proaktif atau mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang merugikan.

Menurut Tarwaka (2008), secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain : a. Faktor teknik

Yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri.

b. Faktor lingkungan

Yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun hasil.

c. Faktor manusia

Dimana manusia adalah merupakan atau mengandung potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima, baik fisik maupun psikis.

Bahaya yang terdapat dalam suatu aktivitas organisasi sangat banyak jenis dan juklahnya. Semakin banyak bahaya yang dapat diidentifikasi berarti semakin kecil peluang untuk terjadinya kecelakaan. Namun demikian, tidak ada teknik identifikasi yang mampu menjangkau 100 % dari seluruh bahaya yang ada. Karena itu perlu dilakuakn

(32)

berbagai kombinasi teknik identifikasi yang sesuai dengan kondisi umum, sifat kegiatan dan sumber bahaya dominan (Ramli, 2010).

Menurut Tarwaka (2008), potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut : a. Potensi bahaya fisik

Yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya : terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas dan dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran dan radiasi. b. Potensi bahaya kimia

Yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenaga kerja melalui cara :

inhalation (melalui jalan pernafasan), ingestion (melalui mulut ke

seluruh pencernaan) atau skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi bahaya kimia ini terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari, jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya (debu, gas, uap, asap), daya racun bagan (toksisitas), cara masuk ke dalam tubuh.

c. Potensi bahaya biologis

Yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara, yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyaki-penyakit

(33)

tertentu, misalnya : TBC, hepatitis A atau B, AIDS dan lain-lain ataupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi.

d. Potensi bahaya fisiologis

Yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidak serasian antara manusia dan mesin.

e. Potensi bahaya psikososial

Yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologi ketenaga-kerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antar individu yang tidak harmonis dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.

(34)

f. Potensi bahaya dari proses produksi

Yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh berbagai kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat tergantung dari : bahan dan peralatan yang dipakai, serta jenis kegiatan yang dilakukan.

6. Prinsip Identifikasi Potensi Bahaya

Menurut Tarwaka (2008), melalui teknik analisis keselamatan pekerjaan, maka suatu tugas-tugas atau pekerjaan dapat dipisah-pisahkan ke dalam suatu langkah-langkah dasar dan masing-masing dianalisis untuk menemukan potensi bahaya. Dari langkah-langkah dasar pemisahan pekerjaan, selanjutnya dipertimbangkan masing-masing langkah untuk menentukan apakah potensi bahaya dapat mengakibatkan resiko terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan kepada tenaga kerja. Potensi bahaya di tempat kerja dapat disebabkan dari berbagai jenis energi sebagai sumber bahaya. Jenis potensi bahaya energi yang ada di tempat kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan dan kerusakan dapat diidentifikasi berdasarkan kelompok energi yang digunakan sebagai berikut :

1) Energi gravitasi dan akselerasi

Seperti terjatuh karena bekerja pada ketinggian, tertabrak oleh benda, kejatuhan benda.

(35)

2) Energi listrik

Seperti energi statis penyebab peledakaan, loncatan arus pendek, bekerja dengan peralatan listrik yang tidak aman.

3) Energi mekanik

Seperti terpotong, tergunting, terbentur dan bekerja dengan peralatan mekanik yang tidak aman.

4) Energi kimia

Seperti keracunan, korosi, peledakan, kanker. 5) Energi panas

Seperti kebakaran, terbakar, tekanan panas. 6) Energi tekanan atau pressure

Seperti kebocoran, peledakan. 7) Energi kebisingan dan vibrasi

Seperti kehilangan daya dengar, cidera jaringan tubuh. 8) Energi radiasi

Seperti kerusakan jaringan, terbakar, kerusakan mata, kanker kulit.

9) Energi peledakan

Seperti kebakaran dan peledakan. 10) Energi manusia

Seperti patah tulang, hernia, keseleo. 11) Energi mikrobiologi

(36)

Menurut Tarwaka (2008), identifikasi potensi bahaya merupakan suatu cara untuk menemukan situasi yang mana sumber energi yang digunakan di tempat kerja tanpa adanya pengendalian yang memadai. Pada kebanyakan kasus, bahwa kecelakaan dan kerugian terjadi karena adanya kontak dengan sumber energi yang melampaui nilai ambang batas tubuh atau struktur bahan. Sumber-sumber energi sebagai sumber bahaya yang ada, sangat tergantung dari jenis dan kondisi tempat kerjanya, dan semuanya mempunyai potensi untuk menyebabkan gangguan sekecil apapun resikonya. Potensi bahaya di tempat kerja secara umum dapat diidentifikasi melalui :

a. Analisis kecelakaan, cidera dan kejadian hampir celaka

Sistem pelaporan kecelakaan yang efektif yang memuat tentang investigasi kecelakaan dan tindakan perbaikan yang dilakukan oleh pihak manajemen dan pengurus P2K3 merupakan hal yang sangat penting di dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

b. Konsultasi dengan pekerja

Pekerja merupakan orang yang tepat dan sering mengetahui keadaan yang sebenarnya yang berkaitan dengan potensi bahaya yang dihadapi, sehingga sangat tepat bila mereka dilibatkan dalam proses identifikasi bahaya dan evaluasi resiko di tempat kerjanya.

(37)

c. Walk Through survey

Identifikasi potensi bahaya dapat dilakukan melalui Walk

through survey langsung di tempat kerja dengan menggunakan checklist yang sesuai dengan kondisi bahaya yang ada di tempat

kerja masing-masing.

7. Pengaruh Potensi Bahaya Terhadap Tenaga Kerja

Menurut Tarwaka (2008), penyakit akibat kerja akan timbul apabila potensi bahaya yang memapari tenaga kerja berada dalam waktu dan kadar yang melebihi Nilai Ambang Batas yang diperkenankan. Tergantung dari jenis dan potensi bahaya yang ada, maka dikenal berbagai pengaruh potensi bahaya terhadap kesehatan tenaga kerja yang terpapar, seperti :

a. Secara fisik

Dimana potensi bahaya fisik yang ada akan menyebabkan gangguan-gangguan atau kerusakan pada bagian-bagian tubuh tertentu, misalnya :

1) Kebisingan yang melebihi NAB (>85 dBA), bisa menyebabkan kerusakan pada telinga sehingga timbul ketulian yang bersifat sementara maupun tetap setelah terpapar untuk jangka waktu tertentu dan tanpa proteksi yang memadai.

2) Iklim kerja yang terlalu panas,bisa menyebabkan meningkatnya pengeluaran cairan tubuh melalui keringat sehingga bisa terjadi dehidrasi dan gangguan kesehatan lainnya yang lebih berat.

(38)

3) Getaran yang kuat dan terus menerus bisa menyebabkan gangguan atau kerusakan pada otot, tulang dan saraf.

4) Penerangan yang tidak baik (kurang terang, silau)bisa menyebabkan kelelahan dan kerusakan pada mata.

5) Radiasi yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan-jaringan tubuh, dan bila berlangsung untuk waktu yang lama dan terus-menerus bisa menyebabkan timbulnya kanker. 6) Pelaksanaan pekerjaan yang tidak benar dan tidak sesuai dengan

norma-norma ergonomi bisa menyebabkan kelelahan dengan

segala akibatnya, gangguan musculoskeletal dan bisa

berlangsung terus-menerus untuk waktu yang lama bisa timbul perubahan bentuk tubuh.

b. Secara psikis

Di mana adanya potensi bahaya lingkungan kerja yang mempengaruhi tenaga kerja secara psikologis yang menyebabkan rasa tidak aman dan rasa takut dalam melaksanakan pekerjaannya. Keadaan seperti ini di samping menyebabkan penurunan produktivitas kerja, juga akan dapat menyebabkan gangguan psikologis bagi tenaga kerja, misalnya dengan terjadinya konflik dalam diri tenaga kerja yang bila tidak segera diatasi dapat menyebabkan timbulnya stres kerja, baik perorangan ataupun kelompok. Hubungan antara manusia di dalam suatu organisasi kerja atau pekerjaan sangat menentukan keberhasilan tenaga kerja dalam

(39)

melakukan tugasnya sehingga perlu dibina dan ditingkatkan, untuk menciptakan suatu ketenangan bekerja dan berusaha di dalam tempat kerja.

c. Secara lokal

Di mana potensi bahaya yang mengenai bagian-bagian tubuh misalnya : dermatitis atau eczema yang dapat terjadi sebagai akibat kontak dengan bahan-bahan iritan, gangguan paru akibat inhalasi debu yang ada dalam udara, sesak nafas sebagai akibat inhalasi bahan-bahan yang bersifat asfiksian, kerusakan jaringan secara lokal sebagai akibat kecelakan kerja.

d. Secara sistemik

Di mana potensi bahaya yang ada akan masuk ke dalam aliran darah dan akan menyebabkan kerusakan jaringan atau organ tubuh bagian dalam, sehingga terjadi gangguan kesehatan secara umum, misalnya : bahan kimia beracun, bahan dalam bentuk gas, uap, kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara, bisa masuk ke dalam aliran darah tubuh melalui saluran pernafasan maupun pencernaan, dan bisa menyebabkan gangguan atau perubahan pada berbagai organ tubuh sehingga terjadi gejala-gejala secara umum.

e. Secara khusus

Beberapa jenis bahan berbahaya dapat menyebabkan gangguan khusus pada bagian tubuh tertentu, seperti merusak saraf, merusak

(40)

jaringan otak, menyebabkan kelainan darah (pembentukan dan pematangan sel-sel darah).

8. Evaluasi potensi bahaya lingkungan kerja

Menurut Tarwaka (2008), setelah semua potensi bahaya yang ada dapat dikenal dan diketahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, maka langkah selanjutnya adalah melakukna evaluasi potensi bahaya tersebut sebagai persiapan pelaksanaan upaya pengendalian selanjutnya. Dalam melakukan evaluasi potensi bahaya ini harus diperhatikan beberapa hal, antara lain :

a. Identifikasi potensi bahaya b. Pengukuran potensi bahaya c. Sampling

d. Standardisasi

e. Biological monitoring f. Record keeping.

Sedangkan menurut Ramli (2009), langkah-langkah proses pengembangan manajemen resiko dengan :

a. Pemetaan aktifitas

b. Melakukan identifikasi bahaya c. Melakukan analisa resiko d. Melakukan evaluasi resiko e. Pengendalian resiko f. Komunikasi resiko

(41)

g. Dokumentasi manajemen resiko h. Implementasi manajemen resiko. 9. Penilaian Resiko

Setelah melakukan identifikasi bahaya dilanjutkan dengan penilaian resiko yang bertujuan untuk mengevaluasi besarnya resiko serta skenario dampak yang akan ditimbulkan (Ramli, 2009).

Resiko adalah suatu kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu. Sedangkan tingkat resiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapan dan keparahan kecelakaan atau cidera dan sakit yang mungkin timbul dari pemaparan suatu hazards di tempat kerja (Tarwaka, 2008).

Resiko K3 adalah resiko yang berkaitan dengan sumber bahaya yang timbul dalam aktivitas bisnis yang menyangkut aspek manusia, peralatan, material, dan lingkungan kerja (Ramli, 2010).

Tingkat resiko merupakan kombinasi dari kemungkinan kejadian dan keparahannya. Suatu resiko yang kemungkinan terjadinya sangat tinggi, dan jika terjadi akan menimbulkan bencana dan korban yang sangat besar, maka resiko tersebut dapat digolongkan sebagai ekstrem (Ramli, 2009).

Kita akan banyak menemui hazards di tempat kerja, beberapa di antaranya tentu dapat kita kendalikan dengan sedikit atau tanpa beaya. Tetapi beberapa hazards lainnya hanya akan dapat di kendalikan melalui perubahan yang signifikan terhadap aktifitas pekerjaan, peralatan,

(42)

bahan-bahan yang digunakan, desain stasiun kerja atau area kerja. Apabila kita tidak dapat mengendalikan seluruh hazards di tempat kerja secara langsung, kita perlu menentukan mana-mana yang harus kita kerjakan pertama kali untuk mengendalikannya. Untuk dapat menentukan prioritas mana hazards yang sangat serius, kita harus melakukan penilaian resiko. Beberapa hazards mungkin kurang berpotensi untuk terjadi, tetapi apabila terjadi akibatnya sangat fatal. Sementara hazards yang lain mungkin mempunyai potensi yang sering terjadi, tetapi akibatnya mungkin kurang berbahaya. Dengan demikian kita perlu membuat keputusan tentang tingkat kekerapan dan tingkat keparahan dari masing-masing hazards yang ada di tempat kerja (Tarwaka, 2008).

Resiko harus ditekan, namun memiliki keterbatasan seperti faktor

biaya, teknologi, kepraktisan, kebiasaan dan kemampuan

menjalankannya dengan konsisten. Suatu resiko misalnya dapat ditekan dengan menggunakan teknologi canggih untuk penyediaan sistem pengaman, namun dampaknya biaya akan meningkat sehingga tidak dapat diterima secara ke ekonomian (Ramli, 2009).

Menurut Tarwaka (2008), di dalam menilai suatu resiko bahaya di tempat kerja, secara umum kita perlu mempertimbangkan apa akibat atau resiko terburuk apabila itu terjadi dan berapa sering kemungkinan itu terjadi. Hal-hal atau resiko terburuk yang mungkin terjadi antara lain meliputi :

(43)

a. Cidera

Jari terputus, seseorang meninggal dunia akibat kecelakaan atau keracunaan, akibat kronis atau akut, tidak mampu bekerja untuk beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan.

b. Sakit

Gangguan fungsi paru secara permanen, sakit kepala, muntah-muntah karena keracunan, ketulian menetap dan stress.

c. Kerusakan

Apakah terjadi peledakan, kebakaran, pelepasan racun bahan-bahan kimia, mesin-mesin tidak bisa beroperasi lagi.

d. Biaya

Pabrik tidak bisa berproduksi, banyak kehilangan pekerja terampil, beaya perawatan kesehatan dan image public.

e. Keselamatan umum

Apakah ada orang lain yang terkena dampaknya, apakah pelanggan menderita kerugian.

Langkah berikutnya setelah resiko ditentukan adalah melakukan evaluasi apakah resiko tersebut dapat diterima atau tidak, merujuk kepada kriteria resiko yang berlaku atau ditetapkan oleh manajemen organisasi. Resiko yang dapat diterima sering diistilahkan sebagai As

Low As Reasonably Practicable, yaitu tingkat resiko terendah yang

(44)

Menurut Tarwaka (2008), proses penilaian resiko dapat dilakukan dengan cara :

a. Estimasi tingkat kekerapan

Estimasi terhadap tingkat kekerapan atau keseringan terjadinya kecelakaan atau sakit akibat kerja, harus mempertimbangkan tentang berapa sering dan berapa lama seorang tenaga kerja terpapar potensi bahaya. Dengan demikian kita harus membuat keputusan tentang tingkat kekerapan kecelakaan atau sakit yang terjadi untuk setiap potensi bahaya yang diidentifikasi. Untuk dapat membuat Estimasi terbaik maka kita harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1) Jumlah orang yang terpapar potensi bahaya

2) Beberapa sering mereka terpapar dan berapa lama waktu pemaparan dalam setiap harinya

3) Laporan kecelakan yang lalu, laporan kejadian hampir celaka, dan laporan yang dibuat oleh tenaga kerja dan supervisor

4) Laporan pertolongan pertama pada kecelakaan

5) Laporan kompensasi jaminan sosial tenaga kerja yang berhubungan dengan kecelakaan dan sakit akibat kerja

6) Sarana pengendalian resiko yang telah diimplementasikan di tempat kerja

7) Informasi yang didapat selama proses identifikasi potensi bahaya.

(45)

b. Estimasi tingkat keparahan

Setelah kita dapat mengasumsikan tingkat kekerapan kecelakaan atau sakit yang terjadi, selanjutnya kita harus membuat keputusan tentang seberapa parah kecelakan atau sakit yang mungkin terjadi. Penentuan tingkat keparahan dari suatu kecelakaan juga memerlukan suatu pertimbangan tentang berapa banyak orang yang ikut terkena dampak akibat kecelakaan dan bagian-bagian tubuh manusia saja yang dapat terpapar potensi bahaya.

c. Penentuan tingkat resiko

Setelah dilakukan estimasi atau penaksiran terhadap tingkat kekerapan dan keparahan terjadinya kecelakaan atau penyakit yang mungkin timbul, selanjutnya dapat ditentukan tingkat resiko dari masing-masing hazard yang telah diidentifikasi dan dinilai.

d. Prioritas resiko

Setelah dilakukan penentuan tingkat resiko, selanjutnya harus dibuat skala prioritas resiko untuk setiap potensi bahaya yang diidentifikasi dalam menyusun rencana pengendalian resiko. Potensi bahaya dengan tingkat resiko urgent harus menjadi prioritas utama, diikuti tingkat resiko high, medium dan terakhir tingkat resiko low. Sedangkan tingkat resiko none untuk sementara dapat diabaikan dari rencana pengendalian resiko, namun tidak menutup kemungkinan untuk tetap menjadi prioritas terakhir.

(46)

10. Pengendalian Resiko

Apabila suatu resiko terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja telah diidentifikasi dan dinilai, maka pengendalian resiko harus diimplementasikan untuk mengurangi resiko sampai batas-batas yang dapat diterima berdasarkan ketentuan, peraturan dan standar yang berlaku (Tarwaka, 2008).

Pengendalian resiko merupakan langkah menentukan dalam keseluruhan manajemen resiko. Berdasarkan hasil evaluasi dan analisa resiko, dapat ditentukan apakah suatu resiko dapat diterima atau tidak. Jika resiko dapat diterima, tentunya tidak perlu langkah pengendalian lebih lanjut (Ramli, 2009).

Menurut Tarwaka (2008), di dalam memperkenalkan suatu sarana

pengendalian resiko, harus mempertimbangkan apakah sarana

pengendalian resiko tersebut dapat diterapkan dan dapat memberikan manfaat kepada masing-masing tempat kerjanya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain :

a. Tingkat keparahan potensi bahaya atau resikonya

b. Adanya pengetahuan tentang potensi bahaya atau resiko dan cara memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau resiko

c. Ketersediaan dan kesesuaian sarana untuk memindahkan atau meniadakan potensi bahaya

d. Beaya untuk memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau resiko.

(47)

Pengendalian resiko harus dilakukan secara komprehensif dan menjangkau semua aktivitas yang ada dalam organisasi. Sesuai dengan prinsip manajemen K3, hasil manajemen resiko akan menentukan arah dan bentuk manajemen K3 yang akan dikembangkan dalam organisasi sehingga penerapannya tidak salah arah atau virtual. Oleh karena itu proses pengembangan manajemen resiko sangat menentukan efektifitas pelaksanaan K3 dalam organisasi, sehingga harus dilakukan secara terencana dan efektif (Ramli, 2009).

Menurut Tarwaka (2008), pengendalian resiko dapat mengikuti pendekatan hirarki pengendalian. Hirarki pengendalian resiko adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalin resiko yang mungkin timbul yang terjadi dari beberapa tingkat secara berurutan. Di dalam hirarki pengendalian resiko terdapat dua pendekatan, yaitu : a. Pendekatan “Long Term Gain” yaitu pengendalian berorientasi

jangka panjang dan bersifat permanen dimulai dari pengendalian substitusi, eliminasi, rekayasa teknik, isolasi atau pembatasan, administrasi dan terakhir jatuh pada pilihan penggunaan alat pelindung diri

b. Pendekatan “Short Term Gain” yaitu pengendalian berorientasi jangka pendek dan bersifat temporari atau sementara. Pendekatan pengendalian ini diimplementasikan selama pengendalian yang bersifat lebih permanen belum dapat diterapkan. Pilihan

(48)

pengendalian resiko ini dimulai dari penggunaan alat pelindung diri menuju ke atas sampai dengan subsitusi.

Hirarki pengendalian resiko menurut Tarwaka (2008) dan Ramli (2009) diantaranya :

a. Eliminasi

Eliminasi merupakan suatu pengendalian resiko yang bersifat permanen dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas pertama. Eliminasi dapat dicapai dengan memindahkan objek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang kehadirannya pada batas yang tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan atau standar baku Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) atau kadarnya melalui Nilai Ambang Batas (NAB) diperkenankan. Eliminasi adalah cara pengendalian resiko yang paling baik, karena resiko terjadinya kecelakaan dan sakit akibat potensi bahaya ditiadakan. Namun pada prakteknya pengendalian dengan cara eliminasi banyak mengalami kendala karena keterkaitan antara sumbrt bahaya dan potensi bahaya saling berkaitan atau menjadi sebab dan akibat.

b. Subsitusi

Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahan-bahan dan peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau yang lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih dapat diterima.

(49)

Contohnya adalah penggunaan solar yang bersifat mudah terbakar dan reaktif yang biasa dipakai untuk bahan pembersih perkakas bengkel diganti dengan bahan deterjen atau sabun.

c. Rekayasa teknik

Pengendalian atau rekayasa teknik termasuk merubah struktur objek kerja untuk mencegah seseorang terpapar pada potensi bahaya, seperti pemberian pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian absorber suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi

d. Isolasi

Isolasi merupakan pengendalian resiko dengan cara memisahkan seseorang dari objek kerja, seperti menjalankan mesin-mesin produksi dari tempat tertutup menggunakan remote control.

e. Pengendalian administrasi

Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Metode pengendalian ini sangat tergantung dari prilaku pekerjaan dan memerlukan pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian administrasi ini. Metode ini meliputi:

(50)

1) Rekruitmen tenaga kerja baru sesuai jenis pekerjaan yang akan ditangani

2) Pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat

3) Rotasi kerja untuk mengurangi kebosanan dan kejenuhan 4) Penerapan prosedur kerja

5) Pengaturan kembali jadual kerja 6) Training keahlian dan training K3. f. Alat pelindung diri (APD)

Alat pelindung diri secara umum merupakan sarana pengendalian yang digunakan untuk jangka pendek dan bersifat sementara mana kala sistem pengendalian yang lebih permanen belum dapat diimplementasikan. APD merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem pengendalian resiko ditempat kerja. Hal ini disebabkan karena penggunaan APD mempunyai beberapa kelemahan antara lain : 1) APD tidak menghilangkan resiko bahaya yang ada, tetapi hanya

membatasi antara terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang diterima. Bila penggunaan APD gagal, maka secara otomatis bahay yang ada akan mengenai tubuh pekerja.

2) Penggunaan APD dirasakan tidak nyaman, karena

kekurangleluasaan gerak pada waktu kerja dan dirasakan adanya beban tambahan karena harus dipakai selama bekerja.

(51)

B. Kerangka Pemikiran

Kegiatan operasional di seluruh area Pertamina

Sumber Bahaya:

- Manusia

- Bangunan, Peralatan dan Instalasi - Bahan/ Material - Cara kerja - Lingkungan kerja Potensi Bahaya: - Unsafe Condition - Unsafe Human act

Proses IBPR: a. Identifikasi b. Penilaian Tidak Ada Analisis Upaya Pengendalian Resiko Kecelakaan Terkendali

Tercipta Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Tempat

Kerja

Resiko Kecelakaan

(52)

commit to user

42

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang diambil adalah penelitian deskriptif, dimana penulis memberikan gambaran yang jelas terhadap project penelitian dan data yang diperoleh dipergunakan sebagai bahan penulisan laporan. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan mendiskripsikan atau memaparkan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kini dan lebih menekankan pada data factual dari pada penyimpulan (Arif , 2003).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di seluruh area PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik yang berlokasi di Jalan Harun Tohir RT 02/RW 06 Pulopancikan Gresik, Jawa Timur.

C. Objek dan Ruang lingkup Penelitian

Obyek yang diteliti dalam penelitiaan ini adalah gambaran penerapan Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko atau IBPR di seluruh area PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik antara lain pada area :

1. Penimbunan dan penyaluran aspal melalui pipa-pipa. 2. Produksi drum.

3. Teknik. 4. Utilities.

(53)

commit to user 5. LK3.

6. Ruangan umum meliputi : a. Ruang administrasi b. Toilet

c. Photocopy

D. Sumber Data

Data yang diperoleh dan dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari data primer yaitu :

Mengadakan observasi langsung mengenai identifikasi bahaya dan penilaian resiko terhadap sumber bahaya di tempat kerja dan bagaimana penerapan yang telah dilakukan di PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi Lapangan

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis yaitu : observasi dilakukan dengan pengamatan secara langsung terhadap penerapan Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko yang ada di PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan kepada pihak yang berhubungan dengan obyek penelitian baik tenaga kerja, staf warehouse departement maupun

(54)

commit to user 3. Dokumentasi

Dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan mempelajari dokumen-dokumen serta catatan-catatan perusahaan yang berhubungan dengan obyek yang diteliti.

4. Studi Pustaka

Dilakukan untuk memperoleh pengetahuan secara teoritis dengan membaca literatur-literatur yang berhubungan dengan obyek penelitian.

F. Pelaksanaan

Kegiatan pelaksanaan penelitian dilakukan di seluruh area di PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik Jawa Timur. Pelaksanaan magang dimulai dari tanggal 15 Februari 2012 sampai dengan 9 April 2012.

G. Analisis Data

Data yang diperoleh akan dibahas secara diskriptif yaitu dengan cara menggambarkan masalah mengenai penerapan “Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko” terhadap tempat-tempat yang mempunyai potensi bahaya yang tinggi yang digunakan pada setiap proses yang dilakukan di seluruh area PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik dan cara kerja yang diterapkan sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja di PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik Jawa Timur.

(55)

commit to user

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Dari hasil observasi langsung mengenai, Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko di Seluruh Area PT. Pertamina (Persero) Pabrik Aspal Gresik Tahun 2012 tersaji pada lampiran 1 .

Setelah dilakuakukan identifikasi dan penilaian resiko dapat

dikelompokkan menurut prioritas pencapaian yang dilakukan hal ini tersaji pada tabel 1.

Tabel 1. Prioritas Pencapaian

Ketentuan Pengisian Prioritas

Jumlah

Prioritas Risk Pengendalian/Control

I I - II Pemantauan 129

II III Pengendalian 12

III IV Tujuan&Sasaran 3

Total 144

Sumber : Data Primer, 2012

Keterangan panduan penilaian tingkat resiko yang terdapat pada tabel identifikasi bahaya dan penilaian resiko tersaji pada tabel 2.

Tabel 2. Panduan Penilaian Tingkat Resiko

LI K ELI H O O D SEVERITY RISK = LIKELIHOOD X SEVERITY SLIGHTLY HARMFUL (S) NILAI < 15 HARMFUL (H) 15 < NILAI < 23 EXTREMELY HARMFUL (E) 23 < NILAI < 30 HIGHLY UNLIKELY (HU)

NILAI < 12 TRIVIAL RISK (I) TOLERABLE RISK

(II)

MODERATE RISK (III) UNLIKELY (UL)

12 < NILAI < 24 TOLERABLE RISK

(II) MODERATE RISK (III) SUBSTANTIAL RISK(IV) LIKELY (LK) 24 < NILAI < 40 MODERATE RISK (III) SUBSTANTIAL RISK(IV) INTOLERABLE RISK (V) Sumber : Data Sekunder, 2012

(56)

Keterangan Faktor Severity yang terdapat pada tabel identifikasi bahaya dan penilaian resiko tersaji pada tabel 3.

Sumber : Data Sekunder, 2012

No Faktor Severity Nilai Keterangan

1 Nilai Kerugian (NK)

Definisi

Nilai kerugian terhadap manusia dan property 1 Rendah, x < Rp. 1.000.000 5 Medium, Rp. 1.000.000 < x < Rp. 10.000.000 10 Tinggi, x > Rp. 10.000.000 2 Jumlah Pekerja Yang Terpapar (JP) Definisi

Terpapar terhadap bahaya potensial yang terjadi 1 Sedikit orang sekali dalam setahun (Jarang) 3 Beberapa orang setiap bulan (Tidak Biasa) 5 Beberapa orang setiap minggu (Kadang-kadang) 7 Sedikit orang sekali setiap hari (Sering)

10 Banyak orang berkali-kali setiap hari (terus menerus) 3 Dampak Terhadap

Manusia (DO)

Definisi Mengacu kepada akibat yang terjadi kepada fisik dan mental manusia

1 Tidak menimbulkan cidera

3 Ringan ; memerlukan P3K (tergores, memar, iritasi mata, pusing, bising, ketidaknyamanan)

5 Sedang ; memerlukan perawatan medis lebih lanjut /pemeriksaan berkala (luka bakar, terpotong, luka yang terkoyak, patah tulang, terkilir serius, tuli, asma, gegar otak, cacat minor permanen)

7 Berat ; (cacat tetap, Amputasi, patah tulang berat, keracunan, luka kompleks, luka fatal, kanker, penyakit mematikan, penyakit fatal akut, kematian)

10 Mengacu kepada akibat yang terjadi kepada fisik dan mental manusia

4 Frekuensi dan Lama Paparan atau Frekuensi kondisi yang terjadi (FP)

Definisi

Frekuensi dan lamanya paparan bahaya potensial kepada pekerja

10 Atau suatu kondisi yang terjadi pada waktu tertentu 7 Harian, terus menerus

5 Harian, tidak terus menerus 3 Mingguan

1 Bulanan 5 Gangguan terhadap

Operasi (PP)

Definisi

Proses Operasi (Penyaluran) yang sedang berlangsung 10 Menyebabkan proses operasi berhenti 1 hari atau lebih 5 Menyebabkan proses operasi berhenti dibawah 1 hari 1 Tidak menyebabkan proses operasi berhenti

(57)

Keterangan Faktor Likelihood yang terdapat pada tabel identifikasi bahaya dan penilaian resiko tersaji pada tabel 4.

Tabel 4. Keterangan Faktor Likelihood

No Faktor Likelihood Nilai Keterangan

1 Pengaruh ke

Lingkungan (PL)

Definisi Paparan dari bahaya potensial kepada lingkungan di sekitar bahaya potensial yang ada

1 Tidak ada pengaruh

5 Lokasi sekitar sumber bahaya potensial yang ada 10 Sampai keluar lokasi sekitar sumber bahaya potensial

yang ada 2 Pemakaian APD

(PA)

Definisi

Pemakaian Alat Pelindung Diri oleh dan untuk pekerja 1 Tersedia APD dan ditaati, tersedia pengendalian resiko

yang cukup

5 Tersedia APD dan tidak ditaati

10 Tidak disediakan APD, tidak tersedia pengendalian resiko yang cukup

3 Sejarah

Kecelakaan dan Keluhan (SK)

Definisi Kejadian kecelakaan dan keluhan (yang terjadi pada metode sistem yang sama) yang telah tercatat dan terekam

1 Belum pernah ada kecelakaan, keluhan 5 Belum pernah ada kecelakaan, ada keluhan 10 Pernah terjadi kecelakaan

4 Perundangan / Persyaratan Lainnya (PU)

Definisi

Perundangan dan persyaratan K3 yang terkait 1 Tidak ada UU/persyaratan lainnya

5 Ada UU / persyaratan lainnya dan dipatuhi 10 Ada UU / persyaratan lainnya dan tidak dipatuhi Sumber : Data Sekunder, 2012

(58)

B. Pembahasan

Identifikasi dan penilaian resiko yang sudah dilakukan di PAG sudah sesuai dengan Permenaker No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), menempatkan manajemen resiko sebagai salah satu elemen penting antara lain pada klausal 2.2.1, menebutkan “perencanaan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko”. Sedangkan salah satu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang berlaku secara global adalah OHSAS 18001. Menurut OHSAS 18001, mengelola resiko terbagi atas tiga bagian yaitu Hazard Identification,

Rick Assessment dan Risk Control, biasanya dikenal dengan HIRARC.

Pada pokok-pokok persyaratan OHSAS 18001 klausal 4.3 tentang analisa bahaya K3 dan pengendaliannya, persyaratan perencanaannya meliputi : 1. Identifikasi bahaya dan evaluasi resiko

2. Mengembangkan metodelogi untuk mengidentifikasi bahaya dan pengendalian resiko

3. Menetapkan prosedur untuk mengidentifikasi bahaya dan pengendalian resiko

4. Impementasi identifikasi bahaya dan pengendalian resiko

5. Memelihara metode dan prosedur identifikasi bahaya dan penilaian resiko 6. Kurangi resiko melalui pilihan pengendalian

7. Tetapkan prosedur untuk memilih teknik pengendalian 8. Implementasi prosedur pengendalian resiko

Gambar

Tabel 1. Prioritas Pencapaian
Tabel 3. Keterangan Faktor Severity
Tabel 4. Keterangan Faktor Likelihood

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Wujud imperatif dalam debat pilkada DKI Jakarta putaran

Meng upgrade alokasi DCH birate dari daerah lower ke daerah upper (256 Kbps). Metode downgrade ini memiliki beberapa fungsi,

Gambaran mengenai variabel pendidikan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan angka melek huruf menurut provinsi, variabel pendapatan digambarkan dengan menggunakan angka

Waste transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream. Berdasarkan Tabel I.4 diketahui

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Sedangkan untuk Mobile augmented reality sendiri adalah sebuah antar muka berbasis AR yang memiliki potensi menjadi zero-click interface dari Internet of Things ini

Dalam keadaan terpaksa, misalnya pasien tidak mungkin untuk diangkut ke kota/rumah sakit besar, sedangkan tindakan darurat harus segera diambil maka seorang dokter atau bidan

yang bertujuan untuk memberikan rasa manfaat yang sama dari adanya pembangunan pariwisata. Masalah yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana dampak