• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SOSIOPRAGMATIK IMPERATIF DALAM DEBAT PILKADA DKI JAKARTA TAHUN 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN SOSIOPRAGMATIK IMPERATIF DALAM DEBAT PILKADA DKI JAKARTA TAHUN 2017"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

KAJIAN SOSIOPRAGMATIK IMPERATIF DALAM

DEBAT PILKADA DKI JAKARTA TAHUN 2017

Yulmi Hartinah, Nanang Heryana, Agus Syahrani

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak Posel: yulmi93@gmail.com

Abstract

The problem in this research is the form and meaning of imperative in the second round of election debate of DKI Jakarta in 2017 and the text material substance, in order to describe the problem. The benefit of the research is to increase the insight regarding the form and meaning of imperative in the second round of election debate of DKI Jakarta in 2017.The method in this research is descriptive method with qualitative form. Technique of presenting data analysis that is informal technique.Based on the results of this research data analysis resulted in the conclusion that there are four imperative forms include; (1) the imperative form of demand, (2) the permit imperative form, (3) the imperative form of invitation, (4) the imperative form of the order. This study succeeded in collecting twelve imperative meanings, 3 meanings of imperative command, 15 imperative meanings of invitation, 28 imperative meaning of madness, 10 eating imperative appeal, 6 imperative meaning of surrender, 7 imperative meaning of demand, 5 imperative meanings permitting, 7 meaning imperative hope, 1 imperative meaning ngelulu, 1 meaning mperatif ban, 10 meaning imperative insistence, and 8 meaning imperative plea.

Keywords: Impratif meaning, Sociopragmatic, Debate

PENDAHULUAN

Linguistik atau ilmu bahasa merupakan varian dari ilmu yang perlu dipelajari dan dikaji. Hal ini dikarenakan setiap manusia tidak bisa atau sulit sekali hidup tanpa bahasa. Bahasa merupakan satu di antara karakter alami manusia. Bahasa dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahasa verbal dan bahasa nonverbal. Bahasa verbal atau bahasa sehari-hari dapat berupa lisan maupun tulisan, sedangkan bahasa nonverbal dapat berupa isyarat, gerakan, gambar, tindakan, aktivitas, bahkan berbagai benda (bergerak atau tidak bergerak). Bahasa verbal dan nonverbal dari sisi linguistik dapat dikaji dengan menggunakan kajian pragmatik. Berdasarkan hal tersebut pragmatik mengkaji bahasa atau teks yang ada di sekitar kita, yaitu bahasa yang sehari-hari digunakan baik bahasa lisan ataupun bahasa tulisan, untuk berkomunikasi atau berinteraksi secara interpersonal, sosial, regional, bahkan global.

(2)

2 pragmatik yang mengkaji tuturan dan

mengaitkannya dengan konteks sosial. Bahasa lisan yang mengungkapkan kalimat imperatif dapat ditemukan dalam kegiatan debat. Debat merupakan kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan. Satu di antara contoh debat yang fenomenal di Indonesia adalah debat pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Debat dijadikan objek penelitian karena didalam debat, tuturan yang dihasilkan tidak terstruktur atau bisa dikatakan tuturan tersebut dituturkan sesuai dengan pemikiran penuturnya. Selaipn itu juga di dalam debat pilkada juga membahas kondisi ossial masyarakat Jakarta selama ini. Hal ini membuat hasil analisis data yang lebih tepat jika dikaji menggunakan kajian sosiopragmatik imperatif yang mendalami makna tuturan tidak hanya dari aspek situasi pada saat tuturan berlangsung, juga memperhatikan keadaan sosial.

Peneliti memilih menganalisis wujud dan makna imperatif dikarenakan wujud dan makna imperatif selalu hadir dalam komunikasi yang dilakukan antara manusia yang satu dan manusia yang lainnya serta memiliki fungsi komunikatif yang sangat penting. Hal ini sudah dipertegas oleh Rahardi (2009:1) yang berpendapat bahwa pada saat komunikasi sehari-hari dengan bahasa manusia sebagai media pokoknya, dipastikan akan muncul entitas imperatifnya. Hal ini akan memudahkan peneliti untuk mendapatkan data serta mendeskripsikan dan menjelaskan secara mendalam mengenai tuturan dilihat dari konteks sosial dan situasi tuturan

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka fokus penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimana wujud sosiopragmatik imperatif dalam Debat Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua Tahun 2017?, (2) Bagaimana makna sosiopragmatik imperatif dalam Debat Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua Tahun 2017?, Tujuan dalam sebuah penelitian merupakan pedoman yang digunakan untuk memecahkan masalah dan menjadi fokus

kerja sehingga penelitian ini dapat terarah dengan baik. Berdasarkan masalah penelitian tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) pendeskripsian wujud sosiopragmatik imperatif dalam Debat Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua Tahun 2017. (2) pendeskripsian makna sosiopragmatik imperatif dalam Debat Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua Tahun 2017.

(3)

3 Selanjutnya (2) kalimat imperatif,

berbicara mengenai kalimat imperatif:, Rahardi (2005:79) berpendapat bahwa kalimat imperatif bermaksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana yang diinginkan si penutur. Finoza (2013:182) mengungkapkan bahwa kalimat perintah (imperatif) merupakan kalimat yang dipakai si penutur untuk menyuruh atau melarang orang berbuat sesuatu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kalimat imperatif atau kalimat perintah merupakan kalimat yang berisi perintah atau suruhan agar si mitra tutur melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diperintahkan atau disuruh si penutur. Dalam komunikasi sehari-hari, kalimat imperatif sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari dengan maksud memerintah atau meminta lawan bicara melakukan sesuatu sebagaimana diinginkan si penutur. Dalam penelitian ini kalimat imperatif yang dimaksud adalah kalimat memerintah atau meminta yang dituturkan oleh moderator, calon gubernur, dan wakil gubernur nomor urut dua dan tiga, serta perwakilan komunitas dalam Debat Pilkada DKI Jakarta putaran kedua tahun 2017.

Selanjutnya (3) wujud imperatif: Rahardi (2005: 93) menyatakan bahwa wujud pragmatik imperatif adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakanginya. Soedjito dan Saryono (2012:1) membagi wujud imperatif menjadi enam yaitu (1) perintah biasa, (2) perintah halus, (3) permohonan, (4) ajakan dan harapan, (5) larangan, dan (6) pembiaran. Wiyanto (2012:44) membagi wujud imperatif menjadi empat yaitu (1) kalimat perintah sebenarnya, (2) kalimat persilahan, (3) kalimat ajakan, dan (4) kalimat larangan. Selanjutnya Rahardi (2015: 93) menyatakan wujud pragmatik imperatif dalam bahasa indonesia tidak selalu berupa tuturan yang bermacam-macam, dapat berupa konstruksi imperatif dan dapat pula berupa konstruksi nonimperaif. Rahardi (2005:79) membagi wujud imperatif menjadi lima yaitu (1) kalimat imperatif biasa, (2) kalimat imperatif permintaan, (3) kalimat imperatif pemberian

izin, (4) kalimat imperatif ajakan, (5) kalimat imperatif suruhan. Selanjutnya (5) makna imperatif: Rahardi (2005:93) menyatakan makna imperatif tuturan sangat ditentukan oleh bersifat konteksnya. Konteks yang dimaksud dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula intralinguistik. Hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan tujuh belas macam makna pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia. Ketujuh belas macam makna pragmatik imperatif itu ditemukan baik di dalam tuturan imperatif langsung maupun di dalam tuturan imperatif tidak langsung. Makna imperatif dalam penelitian ini berupa makna pragmatik imperatif perintah, suruhan, permintaan, permohonan, imbauan, ngelulu, larangan, ajakan, persilaan, harapan, mengizinkan, dan desakan.

Selanjutnya (5) debat: Debat tergambar dengan jelas dalam pimbicaraan-pembicaraan atau pidato-pidato yang pro atau kontra dalam organisasi yang lebih besar sebelum diadakannya pemilihan atau pemungutan suara dilangsungkan, menentukan kebijaksanaan yang mana yang akan diterima. Secara umum, debat merupakan suatu latihan atau praktek persengketaan atau kontroversi. Debat adalah suatu argumen untuk terdiri dari beberapa anggota.

METODE PENELITIAN

(4)

4 melibatkan berbagai metode yang ada.

Sumber data dalam penelitian ini adalah video debat pilkada DKI Jakarta putaran dua tahun 2017 yang ditayangkan pada tanggal 12 April 2017 dengan durasi 120 menit. Debat Pilkada DKI Jakarta putaran kedua diselenggarkan oleh Komisi Pemilihan Umum dengan menyisakan dua pasang kandidat calon gubernur dan calon wakil gubernur yaitu pasangan calon nomor urut dua yaitu Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat serta pasangan nomor urut tiga yaitu Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.

Data dalam penelitian ini berupa kata, frasa, atau kalimat yang mengandung wujud dan makna imperatif yang terdapat dalam debat Pilkada DKI Jakarta putaran dua tahun 2017 sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Datanya dapat diperoleh dengan menyimak video debat Pilkada DKI putaran kedua tahun 2017, mencatat data, dan menandai data untuk memisahkan kalimat yang akan digunakan. Teknik yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data dengan dokumenter. Hasil dokumentasi yang berupa video debat digunakan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang nampak pada penelitian. Alat pengumpulan data utama adalah peneliti sebagai instrumen kunci dalam penelitian karena sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, dan pelapor hasil penelitian dalam memahami dialog dalam debat. Untuk memperoleh data kata-kata maupun kalimat yang mengandung imperatif diperlukan alat pengumpul data. Adapun alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penulis sendiri yang dibantu dengan alat pengumpul data.

Teknik analisis data yang dilakukan peneliti dalam penelitian Kajian Sosiopragmatik Imperatif dalam Debat Pilkada DKI Jakarta putaran dua tahun 2017 memiliki langkah-langkah sebagai berikut. (1) Peneliti menggunakan metode deskriptif dengan teknik pemaparan untuk menganalisis data yang termasuk dalam imperatif. (2) Wujud imperatif dianalisis menggunakan makna kontekstual yang bertujuan untuk

memaparkan maksud dalam suatu peristiwa tutur yang muncul akibat adanya hubungan antara ujaran/tuturan dengan situasi meliputi tempat, waktu dan lingkungan. (3) Makna imperatif dianalisis menggunakan pertama, menentukan tuturannya. Kedua, memaparkan informasi indeksal. Ketiga, memunculkan penanda atau konteks. Keempat, melakukan teknik parafrasa untuk memperjelas makna tuturan. Kelima, melakukan pemaknaan sebagai simpulan. (4) Peneliti menggunakan hasil analisis data imperatif dan naskah (transkrip) sebagai media untuk membuat suplemen bahan teks yang dijadikan sebagai teks model bagi siswa untuk melatih siswa dari aspek pengetahuan dan keterampilan khususnya pada materi pembelajaran teks debat. (5) Peneliti akan menyimpulkan hasil analisis data imperetif berdasarkan jumlah setiap wujud dan makna imperatif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis data terhadap tuturan antara penutur dan mitra tutur dalam debat pilkada DKI Jakarta putaran kedua tahun 2017, adalah sebagai berikut: pertama, penggunaan kalimat yang mengandung unsur imperatif dalam debat pilkada DKI Jakarta putaran kedua tahun 2017 oleh kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dominan pada hampir semua sesi. Berdasarkan pengumpulan data terdapat 101 kalimat yang memperlihatkan ciri unsur imperatif yang digunakan oleh Pasangan Calon.

(5)

5 Pilkada Jakarta 2017. Wujud imperatif ajakan

biasanya digunakan dengan penanda kesantunan ayo, biar, coba, mari, harap, hendaknya, dan hendaklah. Tapi tak semua wujud imperatif ajakan ditandai dengan penanda tersebut. Hal ini disesuaikan kembali dengan konteks tuturan tersebut. Berikut adalah tuturan-tuturan yang berwujud imperatif ajakan dalam debat pilkada DKI Jakarta putaran kedua tahun 2017 sebagai berikut.: (1) Baiklah Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian kita panggilkan bintang kita malam ini, pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta periode lima tahun mendatang! (1.53—2.05). Tuturan (1) dituturkan oleh moderator kepada penonton yang ada di studio untuk sama-sama memanggil pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Wujud yang tergambar dalam tuturan ini adalah kalimat imperatif ajakan. Wujud kalimat imperatif ajakan ini muncul pada kalimat kita panggilkan. Kata kita merupakan kata ganti orang pertama jamak yang berbicara bersama dengan orang lain termasuk yang diajak berbicara, sedangkan kata panggilkan ini merupakan kata yang bermakna ajakan, imbauan, atau undangan. Di dalam kalimat tersebut tergambar wujud imperatif ajakan karena moderator mengajak seluruh penonton yang ada di studio untuk bersama-sama memanggil pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut dua dan tiga yang akan memimpin Jakarta lima tahun mendatang. Jadi antara penutur dan mitra tutur sama-sama terlibat melakukan hal tersebut. (2) Hadirin kita sambut paslon nomor urut dua dan nomor urut tiga! (2.21—2.26). Tuturan (2) dituturkan oleh moderator kepada seluruh orang yang ada di studio untuk sama-sama menyambut kedatangan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut dua dan nomor urut tiga. Wujud yang tergambar dalam tuturan ini adalah kalimat imperatif ajakan. Wujud kalimat imperatif ajakan ini muncul pada kalimat kita sambut. Kata kita merupakan kata ganti orang pertama jamak yang berbicara bersama dengan orang lain termasuk yang diajak berbicara, sedangkan kata sambut ini merupakan kata yang bermakna ajakan untuk menerima

kedatangan paslon dua dan tiga. Pada kalimat tersebut tergambar wujud imperatif ajakan karena moderator mengajak seluruh penonton yang ada di studio untuk bersama-sama menyambut kedatangan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut dua dan tiga yang akan memimpin Jakarta lima tahun mendatang. Jadi antara penutur dan mitra tutur sama-sama terlibat melakukan hal tersebut.

(6)

6 moderator kepada paslon nomor urut dua dan

tiga untuk beranjak ke tempat khusus paslon yang sudah disediakan. Wujud yang tergambar dalam tuturan ini adalah kalimat imperatif suruhan. Wujud kalimat imperatif suruhan ini muncul pada kalimat para paslon bisa menempati. Para paslon” mengacu pada paslon nomor urut dua dan nomor urut tiga. Sedangkan bisa menempati merupakan arahan dari si penutur kepada si mitra tutur. Jadi yang di inginkan si penutur agar mitra tutur duduk ditepat yang telah disediakan khusus untuk para paslon.

Selanjutnya wujud imperatif pemberian izin yang berjumlah 24. Hal ini menunjukkan bahwa moderator sebagai pemandu debat menggunakan kalimat imperatif yang tepat untuk memberikan izin kepada para paslon untuk menyampaikan pertanyaan dan menanggapi jawaban paslon lawan sesuai waktu yang telah ditentukan untuk masing-masing pertanyaan dan tanggapan yang disampaikan. Selain itu juga moderator sebagai pemandu debat menggunakan kalimat imperatif yang tepat untuk memberikan izin kepada penonton yang ada di studio untuk memberikan tepuk tangan setelah para paslon selesai menjawab pertanyaan sesuai dengan tata tertib debat. Wujud imperatif pemberian izin biasanya ditandai dengan pemakaian kesantunan silakan, biarlah, dan beberapa ungkapan lain yang bermakna mempersilakan, seperti diperkenankan, dipersilakan, dan diizinkan. Berikut tuturan-tuturan yang mengandung wujud imperatif pemberian izin dalam debat pilkada DKI Jakarta putaran kedua tahun 2017 sebagi berikut. (1) Paslon dua lebih terlebih dahulu waktunya dua menit silakan! (22.15—22.20). Tuturan (1) ini disampaikan oleh moderator kepada paslon dua untuk menanggapi pertanyaan yang disampaikannya. Tuturan ini termasuk ke dalam wujud imperatif permberian izin karena ada penanda silakan. Kata silakan dalam tuturan tersebut menandakan pemberian izin dari moderator yang berperan sebagai pemandu debat kepada paslon dua untuk memberikan jawaban dari pertanyaan yang dibacakan moderator. (2) Saya persilakan paslon 3 menanggapi,

waktunya adalah satu setengah menit! (24.35—24.39). Tuturan (2) ini disampaikan oleh moderator kepada Anies paslon tiga untuk menanggapi jawaban yang disamapaikan Ahok dari paslon dua. Tuturan ini termasuk kedalam wujud imperatif permberian izin karena ada penanda persilakan. Kata persilakan dalam tuturan tersebut menandakan pemberian izin dari moderator yang berperan sebagai pemandu debat kepada paslon tiga untuk memberikan tanggapan dari jawaban paslon dua.

(7)

7 akan memasuki acara pembukaan debat yaitu

menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. (2) Namun karena ini adalah debat pamungkas saya minta komitmen dari seluruh pihak supaya semuanya berjalan lancar! (18.06—18.13). Tuturan (2) ini disampaikan oleh moderator kepada seluruh penonton yang hadir di studio untuk berkomitmen sesuai dengan tatatertib debat selama debat berlangsung. Tuturan ini termasuk kedalam wujud imperatif permintaan karena ada penanda minta. Kata minta dalam tuturan tersebut menandakan permintaan yang halus dari moderator kepada penonton yang ada di studio untuk menjaga komitmen sesuai dengan tata tertib di dalam debat.

Kedua, berdasarkan masalah dalam penelitian ini memunculkan makna dari penggunaan imperatif. Makna kalimat imperatif yang digunakan oleh Pasangan Calon berdasarkan klasifikasi makna imperatif perintah, makna imperatif suruhan, makna imperatif permintaan, makna imperatif permohonan, makna imperatif imbauan, makna imperatif ngelulu, makna imperatif larangan, makna imperatif ajakan, makna imperatif persilaan, makna imperatif harapan, makna imperatif mengizinkan, dan makna imperatif desakan. Makna imperatif yang digunakan oleh Pasangan Calon memperlihatkan dominasi pada makna persilaan yang berjumlah 28. Makna persilaan ini didapatkan dalam tuturan yang disampaikan moderator untuk mempersilakan para paslon untuk memberikan tanggapan dan pertanyaan kepada paslon lawan ini. Selanjutnya makna imperatif ajakan berjumlah 15. Makna ajakan ini didapatkan dari tuturan yang disampaikan oleh paslon dua dan tiga dengan maksud mangajak masyarakat Jakarta memahami program mereka dan akhirnya bermuara pada ajakan memilih mereka pada Pilkada Jakarta 2017. Selanjutnya makna imperatif imbauan berjumalah 10. Makna imbauan ini didapatkan dari tuturan yang disampaikan paslon ketika menanggapi pertanyaan dan jawaban dari paslon lawan untuk mengimbau masyarakat Jakarta mengenai kebijakan yang diusung oleh masing-masing paslon.

(8)

8 penganalisis konteks tuturan menggunakan

kajian sosiopragmatik ini menghasilkan penganalisisan makna yang lebih mendalam sehingga memungkinkan terjadinya ktidakselarasan antara wujud dan makna imperatif.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Wujud imperatif dalam debat pilkada DKI Jakarta putaran kedua tahun 2017 terdiri dari empat wujud yaitu ajakan, permintaan, suruhan, dan pemberian izin. Wujud imeratif yang paling dominan dalam debat pilkada DKI Jakarta putaran kedua yaitu wujud imperatif ajakan dengan jumlah 34. Hal ini menunjukan bahwa Pasangan Calon menggunakan kalimat imperatif yang tepat untuk mangajak masyarakat Jakarta memahami program mereka dan akhirnya bermuara pada ajakan memilih mereka pada Pilkada Jakarta 2017. (2) Makna imperatif dalam debat pilkada DKI Jakarta putaran kedua tahun 2017 terdiri dari makna persilaan, makna ajakan, makna imbauan, makna desakan, makna permohonan, makna permintaan, makna harapan, makna suruhan, makna mengizinkan, makna perintah, makna larangan, makna ngelulu. Berdasarkan makna imperatikf dalam debat pilkada DKI Jakarta, makna yang paling dominan ialah makna persilaan yang berjumalah 28. Hal ini menunjukan dalam debat menggunakan makna persilaan,karena diseluruh segmen dari awal sampai akhirdiisi dengan persilaan dari moderator sebagai pemandu debat yang memiliki wewenang untuk mempersilakan pihak-pihak yang terlibat dalam debat.

Saran

Berdasarkan kesimpulan dan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, beberapa saran yang peneliti dapat sampaikan adalah: (1) Peneliti dapat menggunakan debat pilkada DKI Jakarta putaran kedua sebagai objek penelitian namun dengan mengganti fokus masalah penelitian. (2) Dalam melakukan penelitian terhadap wujud dan makna

imperatif kajian sosiopragmatik ini diperlukan kecermatan dan ketelitian serta memahami konteks tuturan secara mendalam agar tidak terjadi kesalahan dalam menentukan bagian wujud dan bagian maknanya. (3) Berdasarkan hasil penelitian ini yang menghasilkan suplemen bahan teks yaitu jawaban dari permasalahan yang ketiga maka peneliti menyarankan bahwa suplemen bahan teks ini dapat digunakan untuk penelitian tindakan kelas atau penelitian pembelajaran yang dapat menguji ketepatan dan kesesuaian suplemen bahan teks sebagai bahan kontekstual dan pembelajaran pada siswa kelas X kurikulum 2013.

DAFTAR RUJUKAN

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: RinekaCipta..

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan beberapa hasil terkait rumusan permasalahan pada penelitian ini: (1) terdapat pengaruh yang

Teodise merupakan suatu usaha untuk membenarkan dan mempertahankan Tuhan dalam wajah kejahatan dengan menjawab problem- problem yang paling dasar atas beberapa

Jika tanah tersebut dijual dengan harga Rp200.000,00 per meter persegi maka uang yang diperoleh Bu Indri dari hasil penjualan tanah tersebut adalah …... Luas belah ketupat

perluasan dibanding Sensus Pertanian 1983, yaitu untuk konsep rumah tangga pertanian pengguna lahan ditambah dengan usaha budidaya kayu-kayuan kehutanan, dan setiap komoditas

Berdasarkan kesimpulan penelitian ini terkait dengan pembelajaran Rangkaian Logika, khususnya di program studi teknik komputer Amikom Mataram dapat

Berdasarkan tabel 4-11, aksi melalui tindakan harga lebih sering dilakukan oleh perusahaan operator telekomunikasi kecil, yaitu Mobile-8 dengan penurunan tarif

Dalam pembelajaran PLH dengan strategi SETS, ciri-ciri yang perlu ditampilkan adalah guru tetap memberi pembelajaran tentang konsep yang diingin- kan; siswa diajak ke