• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

a. Pengertian Bising

Bising adalah suara yang tidak diinginkan atau tidak dikehendaki (Anizar, 2009). Kebisingan diartikan sebagai semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Suma’mur P.K, 2009).

b. Jenis Kebisingan

Menurut Anizar (2009), jenis kebisingan dapat dikelaskan kepada beberapa jenis yaitu :

1) Bising secara terus-menerus adalah bising yang mempunyai perbedaaan tingkat intensitas bunyi di antara maksimum dan minimum yang kurang dari 3 dBA. Contohnya adalah bunyi yang dihasilkan oleh mesin penenun tekstil.

2) Bising fluktuasi ialah bunyi bising yang mempunyai perbedaan tingkat di antara intensitas yang tinggi dengan yang rendah lebih dari 3 dBA.

commit to user

3) Bising Impuls ialah bunyi bising yang mempunyai intensitas yang sangat tinggi dalam waktu yang singkat seperti tembakan senjata api, lagaan besi dan sebagainya.

4) Bising bersela ialah bunyi yang terjadi di dalam jangka waktu tertentu serta berulang. Contohnya bising ketika memotong besi akan berhenti apabila gergaji itu dihentikan. Terdapatnya kombinasi daripada jenis bunyi diatas, contohnya kebisingan berterusan dan bersela dapat terjadi secara serentak.

c. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 (delapan) jam sehari dan 5 (lima) hari kerja seminggu atau 40 jam seminggu. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan adalah 85 dBA. NAB kebisingan tersebut merupakan ketentuan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor PER. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Kebisingan (Suma’mur P.K, 2009).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Intensitas (dB) Waktu Paparan Perhari

85 8 jam 88 4 jam 91 2 jam 94 1 jam 97 30 menit 100 15 menit 103 7,5 menit 106 3,75 menit 109 1,88 menit 112 0,94 menit 115 28,19 detik 118 14,06 detik 121 7,03 detik 124 3,52 detik 127 1,76 detik 130 0,88 detik 133 0,44 detik 136 0,22 detik 139 0,11 detik 140 0 detik *

*Catatan : Walaupun sesaat tidak boleh terpapar. Sumber : Suma’mur P.K, 2009.

commit to user d. Pengendalian Kebisingan

Kebisingan dapat dikendalikan dengan :

1) Pengendalian secara tehnis yaitu mengurangi sumber kebisingan dengan menempatkan peredam suara pada sumber kebisingan, melakukan modifikasi mesin atau bangunan, dan mengganti mesin dan menyusun perencanaan bangunan baru (Budiman, 2006). Dan atau mengganti bagian-bagian peralatan logam (yang menimbulkan intensitas suara tinggi dengan “dynamic dampers”, karet atau “plastic bumbers” (Soeripto, 2008).

2) Pengendalian secara administratif Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga yaitu ear muff dan ear plug. Alat perlindungan diri tutup atau sumbat telinga harus diseleksi, sehingga dipilih yang tepat ukurannya bagi pemakai. Alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 10-25 dBA (Suma’mur P.K, 2009). 3) Penempatan penghalang pada jalan transmisi suara yaitu isolasi

ruang kerja dengan mesin merupakan upaya yang cepat dan baik untuk mengurangi kebisingan. Agar efektif, harus disusun rencana yang sebaik mungkin dan bahan-bahan yang dipakai untuk penutup harus dibuat cukup berat dan dilapisi oleh bahan yang dapat menyerap suara agar tidak menimbulkan getaran yang kuat (Sasongko, 2000).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

e. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan

Dampak bising terhadap kesehatan para pekerja menurut Buchari (2007) antara lain sebagai berikut :

1) Gangguan Fisiologis

Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

2) Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, emosi dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit, psikosomatik seperti gastristis, penyakit jantung koroner dan lain-lain.

3) Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas kerja.

commit to user 4) Gangguan keseimbangan

Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisiologis seperti kepala pusing, mual dan lain-lain.

5) Gangguan terhadap pendengaran (Ketulian)

Gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus menerus ditempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.

2. Gangguan Pendengaran

a. Pengertian Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan. Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran karena bising itu sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter percakapan sehari-hari (Buchari, 2007).

b. Fisiologi dan Mekanisme Pendengaran

Telinga manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian luar, bagian tengah, dan bagian dalam. Ketiga bagian telinga tersebut memiliki komponen-komponen berbeda dengan fungsi masing-masing

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

dan saling berkelanjutan dalam menanggapi gelombang suara yang berada disekitar manusia. Bagian luar telinga terdiri dari daun telinga dan saluran telinga yang panjangnya kurang lebih 2 cm. Fungsi utama bagian luar telinga adalah sebagai saluran awal masuknya gelombang suara di udara ke dalam sistem pendengaran manusia. Bagian tengah terdiri dari gendang telinga dan tiga tulang yaitu hammer (malleus), anvil (incus), dan stirrup (stapes). Bagian tengah telinga manusia, tepatnya pada bagian belakang gendang telinga berhubungan dengan hidung melalui tabung eustachius (arah masuknya gelombang suara dari saluran telinga luar dianggap sebagai bagian depan gendang telinga).

Pada proses masuknya gelombang suara hingga mencapai gendang telinga. Gelombang suara yang mencapai gendang telinga akan membangkitkan getaran pada selaput gendang telinga tersebut. Getaran yang terjadi akan diteruskan pada tiga buah tulang, yaitu hammer, anvil, dan stirrup yang saling terhubung di bagian tengah telinga yang akan menggerakkan fluida (cairan seperti air) dalam organ pendengaran berbentuk keong (cochlea) pada bagian dalam telinga. Selanjutnya, gerakan fluida ini akan menggerakkan ribuan sel berbentuk rambut halus di bagian dalam telinga yang akan mengonversikan getaran yang diterimanya menjadi impuls bagi saraf pendengaran. Oleh saraf pendengaran (auditory nerve), impuls tersebut akan dikirim ke otak untuk diterjemahkan menjadi suara yang

commit to user

kita dengar. Terakhir, suara akan “ditahan” oleh otak manusia kurang lebih selama 0,1 detik.

Pada kondisi atau aktivitas tertentu, misalnya saat seseorang berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain dengan perbedaan tingkat ketinggian lokasi cukup besar dalam waktu relatif singkat, akan timbul perbedaan tekanan udara antara bagian depan dan belakang gendang telinga. Akibatnya, gendang telinga tidak dapat bergetar secara efisien, dan sudah barang tentu pendengaran menjadi terganggu. Selain penyebab-penyebab traumatik, lubang pada gendang telinga juga dapat terjadi karena adanya infeksi pada bagian tengah telinga yang menjalar hingga gendang telinga. Saat hal ini terjadi, terkadang akan keluar darah dari telinga (Sihar Tigor, 2005).

Anatomi telinga lebih jelas nampak dalam sajian gambar sebagai berikut ini :

Gambar 1. Anatomi Telinga Manusia (Sumber : Sihar Tigor, 2005).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

c. Jenis-jenis Gangguan Pendengaran

Jenis-jenis gangguan pendengaran menurut Alfian Taher (2007) dalam Muslikhah (2009) :

1) Gangguan pendengaran konduktif

Gangguan pendengaran konduktif terjadi akibat adanya benturan atau karena sebab lain.

2) Gangguan pendengaran sensori neukal

Gangguan sensori disebabkan adanya penyakit di dalam bagian dalam telinga (syaraf pendengaran). Gangguan pendengaran sensori neural dikelompokkan lagi menjadi gangguan pendengaran sensorik dan gangguan pendengaran neural. Gangguan pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan, tetapi mungkin juga disebabkan trauma akustik (suara yang sangat keras), infeksi virus pada telinga dalam, obat-obatan tertentu dan penyakit meniere.

Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, syaraf pendengaran atau jalur syaraf pendengaran di otak. Kemudian getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam. Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang syaraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang syaraf pendengaran. Jika pendengaran

commit to user

melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan tuli konduktif. Namun jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensori neural. Terkadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan sensori neural terjadi secara bersamaan. Dalam kondisi seperti ini bisa menggunakan alat bantu dengar.

Klasifikasi tingkat keparahan gangguan pendengaran tersaji dalam tabel berikut :

Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Pendengaran Rentang Batas Atas

Kekuatan Suara yang Didengar (dB)

Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Sistem Pendengaran

10 - 25 (0 - 20) Rentang normal

26 – 40

Gangguan pendengaran ringan : 1. Mengalami sedikit gangguan

dalam membedakan beberapa jenis konsonan

2. Mengalami sedikit masalah saat berbicara

41 – 55 Gangguan pendengaran sedang 56 – 70 Gangguan pendengaran cukup serius 71 – 90 Gangguan pendengaran serius

> 90 Gangguan pendengaran sangat serius Sumber : Sihar Tigor, 2005.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Penderita penurunan fungsi pendengaran menurut Lueckenotte (1997) bisa mengalami beberapa atau seluruh gejala sebagai berikut:

a. Kesulitan dalam mengerti pembicaraan.

b. Ketidakmampuan untuk mendengarkan bunyi-bunyi dengan nada tinggi.

c. Kesulitan membedakan pembicaraan bunyi lain yang parau atau bergumam.

d. Masalah pendengaran pada kumpulan yang besar, terutama dengan latar belakang yang bising.

e. Pusing atau gangguan keseimbangan. d. Jenis-jenis Ketulian Menurut Buchari (2007) yaitu :

1) Tuli sementara (Temporary Treshold Shift = TTS)

Diakibatkan pemaparan dari bising dengan intensitas tinggi, tenaga kerja akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara. Biasanya waktu pemaparannya terlalu singkat. Apabila kepada tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali kepada ambang dengar semula dengan sempurna.

2) Tuli menetap (Permanent Treshold Shift = PTS)

Biasanya akibat waktu paparan yang lama (kronis). Besarnya PTS dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

commit to user b) Lama pemaparan

c) Spektrum suara

d) Temporal pattern, bila kebisingan yang continue maka kemungkinan terjadinya TTS akan lebih besar.

e) Kepekaan individu

f) Pengaruh obat-obatan, beberapa obat dapat memperberat (pengaruh synergistik) ketulian apabila diberikan bersamaaan dengan kontak suara. Misalnya quinine, aspirin, streptoycin, kansmycin dan beberapa obat lainnya.

g) Keadaan kesehatan

e. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Ketulian

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketulian akibat kerja (occupational hearing loss) menurut Buchari (2007) adalah :

1) Intensitas suara yang terlalu tinggi 2) Usia karyawan

3) Tekanan dan frekuensi bising tersebut 4) Lamanya bekerja

5) Jarak dari sumber suara

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketulian bukan akibat kerja (non occupational hearing loss) menurut Cahyo (2007) dalam Muslikhah (2009) adalah :

1) Benturan di kepala 2) Penyakit oleh virus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

3) Gaya hidup pekerja di luar tempat kerja 4) Ketulian yang sudah ada sebelumnya

3. Karakteristik Tenaga Kerja yang Mempengaruhi Terjadinya Gangguan Pendengaran

Faktor dari dalam tubuh yang mempengaruhi terjadinya gangguan pendegaran sebagai berikut :

a. Faktor Internal 1) Usia

Semakin bertambahnya usia sebagian dari sel - sel rambut ini akan mati karena “tua”. Karena itulah manusia menjadi tuli. Namun apabila seseorang mendapat tekanan kebisingan dengan intensitas tinggi secara kontinu untuk jangka waktu yang panjang, maka banyak sel - sel rambutnya yang menjadi mati ketika ia masih berumur muda. Jadi ketulian seseorang dipengaruhi oleh lamanya terpapar kebisingan walaupun usianya masih muda. Apabila terdapat sejumlah tertentu sel rambut yang mati, maka ia akan menderita kehilangan pendengaran. Sel rambut yang berfungsi sebagai reseptor nada tinggi akan lebih dahulu mati, oleh karena itu kemunduran pendengaran akan pertama kali terjadi untuk daerah frekuensi 4000 - 6000 Hz. Oleh karena frekuensi bicara berkisar 500 - 3000 Hz, maka Noise Induced Hearing Loss (NIHL) awal biasanya tidak disadari, bahkan oleh

commit to user

orang yang bersangkutan. Terkecuali bagi seorang pemusik, ia akan menyadari gangguannya lebih dini, karena apresiasi musik membutuhkan kepekaan yang lebih tinggi dari pada untuk mendengar percakapan (Sihar Tigor, 2005).

2) Kondisi Kesehatan

Kesehatan fisik sangat penting untuk menduduki suatu pekerjaan. Tidak mungkin seseorang dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik jika sering sakit (Hasibuan, 2000).

3) Riwayat Penyakit Pendengaran Sebelumnya b. Faktor Eksternal

1) Masa kerja

Lamanya waktu pemajanan terhadap kebisingan dengan intensitas tinggi berpengaruh terhadap penurunan daya dengar. Semakin lama terpajan dengan kebisingan akan semakin tinggi ambang dengar (dB (A)) seseorang.

2) Karakteristik kebisingan, terutama kebisingan impulsif yang intensitasnya tinggi dapat menyebabkan rusaknya alat pendengar. Kerusakan dapat terjadi pada gendang pendengar atau tulang-tulang halus pada telinga bagian tengah. Getaran yang menyebabkan kerusakan tersebut dapat mencapai bagian dalam telinga melalui hantaran udara maupun melalui tulang (Suma’mur P.K, 2009).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

3) Frekuensi suara

Hilangnya daya dengar yang permanent biasanya dimulai pada frekuensi sekitar 4000 Hz dan meluas ke frekuensi-frekuensi di sekitarnya dan akhirnya kehilangan daya dengar atau ketulian menetap terjadi pada frekuensi-fekuensi yang digunakan untuk percakapan (Suma’mur P.K, 2009).

4) Intensitas Suara disekitarnya

Bekerja terus-menerus di tempat bising berakibat kehilangan daya dengar yang menetap dan tidak pulih kembali, hilangnya daya dengar permanen biasanya dimulai pada frekuensi sekitar 4000 Hz dan kemudian meluas ke frekuensi-frekuensi disekitarnya dan akhirnya kehilangan daya dengar atau ketulian menetap terjadi pada frekuensi-frekuensi yang digunakan untuk percakapan (Suma’mur P.K, 2009).

5) Ketidakpatuhan memakai Alat Pelindung Diri

4. Pengaruh Intensitas Kebisingan terhadap Gangguan Pendengaran Kehilangan pendengaran mungkin saja bukan akibat dari tuanya usia tetapi juga akibat kebisingan yang sangat keras. Kerusakan yang terjadi akibat dari kebisingan pertama kali dibatas frekuensi 4000 Hz-6000 Hz dan ini adalah batas paling sensitif untuk telinga manusia. Kerusakan pendengaran sementara ini disebut Temporary Threshold Shift. Jika kebisingan yang sangat keras ini dilanjutkan secara

berulang-commit to user

ulang sebelum pemulihan kerusakan pendengaran sementara selesai maka akibatnya adalah kerusakan pendengaran total. Kerusakan pendengaran ini disebut sebagai Permanent Threshold Shift. Intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam satuan logaritmis yang disebut desibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat didengar oleh telinga normal (Suma’mur P, 1996). Frekuensi bunyi dapat didengar telinga normal terletak antara 16 hingga 20.000 Hz.

Suara yang keras dapat memecahkan selaput gendang telinga. Ini biasanya dapat menjadi sembuh, tetapi meninggalkan lubang yang menyebabkan cacatnya atau melemahnya pendengaran. Istilah tuli menunjukkan bagian ini kehilangan pendengaran. Menjadi stone deaf berarti tidak mendengar sama sekali (Pasiak, 2000).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Dokumen terkait