BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Keselamatan dan kesehatan kerja
a. Keselamatan kerja
1) Definisi keselamatan kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja, dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerajaan dan proses produksi (Tarwaka, 2008).
2) Syarat-syarat keselamatan kerja
Syarat-syarat keselamatan kerja seperti tersebut pada Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 yaitu :
a) Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
b) Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran.
c) Memberi kesempatan atau jalan penyelamatan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang membahayakan.
d) Memberi pertolongan pada kecelakaan.
commit to user
f) Mencegah atau mengendalikan timbul atau menyebar luasnya
suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, aliran udara, cuaca, sinar radiasi, kebisingan, dan getaran.
g) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja
baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan.
h) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
i) Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik.
j) Menyelenggarakan udara penyegaran udara yang cukup.
k) Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.
l) Menerapkan ergonomi di tempat kerja.
m) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang dan
barang.
n) Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
o) Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,
perlakuan, dan penyimpanan barang.
p) Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
q) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
3) Tujuan keselamatan kerja
a) Melindungi tenaga kerja dan setiap orang lain yang berada di
b) Melindungi sumber-sumber produksi agar dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
c) Menjaga proses produksi agar dapat berjalan dengan aman
tanpa hambatan apapun.
b. Kesehatan kerja
1) Definisi kesehatan kerja
Kesehatan (kedokteran) kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan sebaik-baiknya (dalam hal dimungkinkan, bila tidak cukup derajat kesehatan yang optimal), fisik, mental, emosional, maupun sosial dengan upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja serta terhadap penyakit pada umumnya (Suma’mur, 2009).
Dalam rangka upaya menjadikan tenaga kerja yang sehat dan produktif, kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapannya yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada pada keseimbangan yang mantap antara kapasitas kerja, beban kerja, dan keadaan lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja (Suma’mur, 2009).
commit to user
Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan atau kedokteran yang mempelajari bagaimana melakukan usaha preventif dan kuratif serta rehabilitatif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum dengan tujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun sosial (Tarwaka, 2008).
2) Tujuan kesehatan kerja
Menurut Tarwaka (2008) penyelenggaraan kesehatan kerja di perusahaan bertujuan untuk :
a) Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja
setinggi-tingginya baik fisik, mental, dan sosial di semua lapangan pekerjaan.
b) Mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang disebabkan
oleh kondisi lingkungan kerja.
c) Melindungi tenaga kerja dari bahaya kesehatan yang
ditimbulkan akibat pekerjaan.
d) Menempatkan tenaga kerja pada lingkungan kerja yang sesuai
dengan kondisi fisik, faal tubuh, dan mental psikologis tenaga kerja yang bersangkutan.
c. Keselamatan dan kesehatan kerja
1) Definisi keselamatan dan kesehatan kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara filosofi didefinisikan sebagai upaya dan pemikiran untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohaniah diri manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya beserta hasil karyanya dalam rangka menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera (Tarwaka, 2008).
Secara keilmuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) didefinisikan sebagai ilmu dan penerapannya secara teknis dan teknologis untuk melakukan pencegahan terhadap munculnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dari setiap pekerjaan yang dilakukan (Tarwaka, 2008).
Sedangkan dari sudut pandang ilmu hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) didefinisikan sebagai suatu upaya perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja senantiasa dalam keadaan yang sehat dan selamat serta sumber-sumber proses produksi dapat dijalankan secara aman, efisien, dan produktif (Tarwaka, 2008).
2) Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja
a) Melindungi tenaga kerja dan setiap orang lain yang berada di
commit to user
b) Melindungi sumber-sumber produksi agar dapat diakui dan
digunakan secara aman dan efisien.
c) Menjaga proses produksi agar dapat berjalan lancar tanpa
hambatan apapun.
2. Tempat kerja
Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yang dimaksud tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
3. Bahaya
a. Definisi bahaya
Pengertian hazard atau potensi bahaya adalah sesuatu yang
berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan, atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja (Tarwaka, 2008).
Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan, atau gangguan lainnya (Ramli, 2010).
Bahaya adalah sumber, situasi, atau tindakan yang berpotensi menciderai manusia atau sakit penyakit (3.8) atau kombinasi dari semuanya (OHSAS 18001: 2007).
b. Jenis bahaya
Menurut Ramli (2010), jenis bahaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Bahaya mekanis
Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun dengan penggerak. Misalnya mesin gerinda, bubut, potong, press, tempa, pengaduk, dan lain-lain.
Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya seperti garakan mengebor, memotong, menempa, menjepit, menekan, dan bentuk gerakan lainnya. Gerakan mekanis ini dapat menimbulkan cidera atau kerusakan seperti tersayat, terjepit, terpotong, atau terkupas.
2) Bahaya listrik
Bahaya listrik adalah sumber bahaya yang berasal dari energi listrik. Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan singkat. Di lingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, baik dari jaringan listrik, maupun peralatan kerja atau mesin yang menggunakan energi listrik.
3) Bahaya fisis
commit to user
a) Bising, dapat mengakibatkan bahaya ketulian atau kerusakan
indera pendengaran.
b) Tekanan
c) Getaran
d) Suhu panas atau dingin.
e) Cahaya atau penerangan.
f) Radiasi dari bahan radioaktif, sinar ultra violet, atau infra
merah.
4) Bahaya biologis
Di berbagai lingkungan kerja terdapat bahaya yang bersumber dari unsur biologis seperti flora dan fauna yang terdapat di lingkungan kerja atau berasal dari aktivitas kerja. Potensi bahaya ini ditemukan dalam industri makanan, farmasi, pertanian, kimia, pertambangan minyak, dan gas bumi.
5) Bahaya kimia
Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahaya kimiawi. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia antara lain :
a) Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat racun (toxic).
b) Iritasi, oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam
c) Kebakaran dan peledakan. Beberapa jenis bahan kimia memiliki sifat mudah terbakar dan meledak, misalnya golongan senyawa hidrokarbon seperti minyak tanah, premium, LPG, dan lain-lain.
d) Polusi dan pencemaran lingkungan.
c. Sumber bahaya
Menurut Ramli (2010) sumber bahaya dapat berasal dari unsur-unsur produksi, antara lain :
1) Manusia
Manusia berperan menimbulkan bahaya di tempat kerja yaitu pada saat melakukan aktivitas masing-masing. Misalnya pada saat seseorang melakukan pekerjaan pengelasan, maka dalam proses pekerjaan tersebut akan terkandung atau timbul berbagai jenis bahaya.
2) Peralatan
Di tempat kerja akan digunakan berbagai peralatan kerja seperti mesin, pesawat uap, pesawat angkat, alat angkut, tangga, perancah, dan lain-lain. Semua peralatan tersebut dapat menjadi sumber bahaya bagi manusia yang menggunakannya. Misalnya tangga yang tidak baik atau rusak dapat mengakibatkan bahaya jatuh dari ketinggian. Mesin yang berputar dapat menimbulkan bahaya mekanis atau fisis. Mesin kempa dapat menimbulkan bahaya
commit to user
kinetik. Peralatan listrik dapat menimbulkan bahaya listrik seperti terkena sengatan listrik.
3) Material
Material yang digunakan baik sebagai bahan baku, bahan antara atau hasil produksi mengandung berbagai macam bahaya sesuai dengan sifat dan karakteristiknya masing-masing. Material yang berupa bahan kimia mengandung bahaya seperti keracunan, iritasi, kebakaran, dan pencemaran lingkungan.
4) Proses
Kegiatan produksi menggunakan berbagai jenis proses baik yang bersifat fisis atau kimia. Sebagai contoh dalam proses pengolahan minyak digunakan proses fisis dan kimia dengan kondisi operasi seperti temperatur yang tinggi atau rendah, tekanan, aliran bahan, perubahan bentuk dari reaksi kimia, penimbunan, dan lain-lain. Semuanya mengandung bahaya. Tekanan yang berlebihan atau temperatur yang terlalu tinggi dapat menimbulkan bahaya peledakan atau kebakaran.
5) Sistem dan prosedur
Proses produksi dikemas melalui suatu sistem dan prosedur operasi yang diperlukan sesuai dengan sifat dan jenis kegiatan. Secara langsung sistem dan prosedur tidak bersifat bahaya, namun dapat mendorong timbulnya bahaya yang potensial. Sebagai contoh, sistem pengaturan kerja bagi seorang sopir selama delapan
jam terus-menerus akan menimbulkan kelelahan. Faktor kelelahan ini akan mendorong terjadinya kondisi yang tidak aman, misalnya menurunnya konsentrasi, mengantuk, dan kehilangan daya reaksi yang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya kecelakaan.
4. Kecelakaan kerja
a. Definisi kecelakaan kerja
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda, atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya (Tarwaka, 2008).
b. Unsur-unsur kecelakaan kerja
Menurut Tarwaka (2008) kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1) Tidak diduga semula, oleh karena di belakang peristiwa kecelakaan
tidak terdapat unsur kesengajaan atau perencanaan.
2) Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa
kecelakaan akan selalu disertai dengan kerugian baik fisik maupun mental.
3) Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang
commit to user
c. Klasifikasi kecelakaan kerja
Tarwaka (2008) menyatakan bahwa kecelakaan kerja di industri dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu :
1) Kecelakaan industri (industrial accident).
Kecelakaan industri yaitu suatu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali.
2) Kecelakaan di dalam perjalanan (community accident).
Kecelakaan di dalam perjalanan yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja dalam kaitannya dengan adanya hubungan kerja.
Menurut International Labour Organization (ILO), kecelakaan
kerja di industri dapat diklasifikasikan menurut jenis kecelakaan, agen penyebab atau objek kerja, jenis cidera atau luka, dan lokasi tubuh yang terluka. Klasifikasi kecelakaan kerja di industri secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Klasifikasi menurut jenis kecelakaan.
a) Terjatuh
b) Tertimpa atau kejatuhan benda atau objek kerja.
c) Tersandung benda atau objek, terbentur benda, terjepit antara
dua benda.
d) Gerakan-gerakan paksa atau peregangan otot berlebihan.
e) Terpapar atau kontak dengan benda panas atau suhu tinggi.
g) Terpapar bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
2) Klasifikasi menurut agen penyebab.
a) Mesin, seperti mesin penggerak kecuali motor elektrik, mesin
transmisi, mesin-mesin produksi, mesin-mesin pertambangan, mesin-mesin pertanian, dan lain-lain.
b) Sarana alat angkat dan angkut, seperti forklift, alat angkut
kereta, alat angkut beroda selain kereta, alat angkut di perairan, alat angkut di udara, dan lain-lain.
c) Peralatan-peralatan lain, seperti bejana tekan, tanur atau dapur
peleburan, instalasi listrik termasuk motor listrik, alat-alat tangan listrik, perkakas, tangga, perancah, dan lain-lain.
d) Bahan-bahan berbahaya dan radiasi, seperti bahan mudah
meledak, debu, gas, cairan, bahan kimia, radiasi, dan lain-lain.
e) Lingkungan kerja, seperti tekanan panas dan tekanan dingin,
intensitas kebisingan tinggi, getaran, ruang bawah tanah, dan lain-lain.
3) Klasifikasi menurut jenis luka atau cidera.
a) Patah tulang
b) Keseleo atau dislokasi atau terkilir.
c) Kenyerian otot dan kejang.
d) Gagar otak dan luka bagian dalam lainnya.
commit to user
g) Memar dan retak.
h) Luka bakar
i) Keracunan akut
j) Aspixia atau sesak napas.
k) Efek terkena arus listrik.
l) Efek terkena paparan radiasi.
m) Luka pada banyak tempat di bagian tubuh dan lain-lain.
4) Klasifikasi menurut bagian tubuh yang terluka.
a) Kepala, leher, badan, lengan, kaki, dan bagian tubuh lainnya.
b) Luka umum dan lain-lain.
d. Teori domino
Dalam buku Accident Prevention, Heinrech (1972) mengemukakan
suatu teori sebab akibat terjadinya kecelakaan yang selanjutnya dikenal dengan teori domino. Dari teori tersebut digambarkan bahwa timbulnya suatu kecelakaan atau cidera disebabkan oleh lima faktor penyebab yang secara berurutan dan berdiri sejajar antara faktor satu dengan yang lainnya. Kelima faktor tersebut adalah :
1) Domino kebiasaan
2) Domino kesalahan
3) Domino tindakan dan kondisi tidak aman.
4) Domino kecelakaan
Selanjutnya Heinrech (1972) menjelaskan bahwa untuk mencegah terjadinya kecelakaan adalah cukup dengan membuang salah satu kartu domino atau memutuskan rangkaian mata rantai domino tersebut. Berdasarkan teori dari Heinrech (1972) tersebut, Bird dan Germain (1986) memodifikasi teori domino dengan merefleksikan ke dalam hubungan manajemen secara langsung dengan sebab akibat kerugian kecelakaan. Model penyebab kerugian melibatkan lima faktor penyebab secara berurutan. Kelima faktor yang dimaksud adalah :
1) Kurangnya pengawasan, meliputi ketidaktersediaan program,
standar program, dan tidak terpenuhinya standar.
2) Sumber penyebab dasar, meliputi faktor personal dan pekerjaan.
3) Penyebab kontak, meliputi tidakan dan kondisi yang tidak sesuai
dengan standar.
4) Insiden, hal ini terjadi karena adanya kontak dengan energy atau
bahan-bahan berbahaya.
5) Kerugian, akibat rentetan faktor sebelumnya akan mengakibatkan
kerugian pada manusia itu sendiri, harta benda atau properti, dan proses produksi.
commit to user Lack of Control Inadequate Program Inadequate Program Standart Inadequate to Standart Basic Causes Personal Factor Job Factor Immediate Causes Unsafe act Unsafe Conditions Accident Contact with Energy or Substance Loss People Property Process
Gambar 1. Teori Domino
Sumber : Identifikasi Bahaya dan Pengendalian Resiko Di Departemen Pipe And Off Line PT Citra Tubindo Tbk. Batam,
2007
Selanjutnya Bird dan Germain (1986) menjelaskan bahwa upaya pencegahan kecelakaan akan berhasil dan efektif bila dimulai dengan memperbaiki manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja. Setelah dilakukan perbaikan manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), selanjutnya dapat dilakukan identifikasi dan evaluasi sumber-sumber penyebab, memprediksi gejala yang timbul, dan mencegah kontak dengan atau kepada objek kerja. Pada akhirnya kerugian kecelakaan dapat dihindarkan seminimal mungkin.
Tarwaka (2008) menyatakan bahwa secara umum penyebab kecelakaan kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Sebab dasar atau asal mula.
Sebab dasar merupakan sebab atau faktor yang mendasari secara umum terhadap kejadian atau peristiwa kecelakaan. Sebab dasar kecelakaan kerja di industri antara lain meliputi faktor :
a) Komitmen atau partisipasi dari pihak manajemen atau pimpinan perusahaan dalam upaya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahaannya.
b) Manusia atau para pekerjanya sendiri.
c) Kondisi tempat kerja, sarana kerja, dan lingkungan kerja.
2) Sebab utama
Sebab utama dari kejadian kecelakaan kerja adalah adanya faktor dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
yang belum dilaksanakan secara benar (substandards). Sebab
utama kecelakaan kerja meliputi faktor :
a) Faktor manusia atau dikenal dengan istilah tindakan tidak aman
(unsafe actions).
Yaitu merupakan tindakan berbahaya dari para tenaga kerja yang mungkin dilatarbelakangi oleh berbagai sebab, antara lain :
(1) Kurang pengetahuan dan keterampilan.
(2) Ketidakmampuan untuk bekerja secara normal.
(3) Ketidakfungsian tubuh karena cacat yang tidak nampak.
(4) Kelelahan dan kejenuhan.
(5) Sikap dan tingkah laku yang tidak aman.
(6) Kebingungan dan stres karena prosedur kerja yang baru
commit to user
(7) Belum menguasai atau belum terampil dengan peralatan
atau mesin-mesin baru.
(8) Penurunan konsentrasi dari tenaga kerja saat melakukan
pekerjaan.
(9) Sikap masa bodoh dari tenaga kerja.
(10)Kurang adanya motivasi kerja dari tenaga kerja.
(11)Kurang adanya kepuasan kerja.
(12)Sikap kecenderungan mencelakai diri sendiri.
b) Faktor lingkungan atau dikenal dengan kondisi tidak aman
(unsafe conditions).
Yaitu kondisi tidak aman dari mesin, peralatan, pesawat, bahan, lingkungan dan tempat kerja, proses kerja, sifat pekerjaan, dan sistem kerja. Lingkungan dalam artian luas dapat diartikan tidak saja lingkungan fisik, tetapi juga faktor-faktor yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas, pengalaman manusia yang lalu maupun sesaat sebelum bertugas, pengaturan organisasi kerja, hubungan sesama pekerja, kondisi ekonomi, dan politik yang bisa mengganggu konsentrasi.
c) Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja.
Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja merupakan sumber penyebab kecelakaan. Apabila interaksi antara keduanya tidak sesuai, maka akan menyebabkan terjadinya suatu kesalahan yang mengarah kepada terjadinya kecelakaan
kerja. Dengan demikian, penyediaan sarana kerja yang sesuai dengan kemampuan, kebolehan, dan keterbatasan manusia harus sudah dilaksanakan sejak desain sistem kerja.
e. Kerugian akibat kecelakaan kerja
Setiap kecelakaan adalah malapetaka, kerugian, dan kerusakan pada manusia, harta benda atau properti, dan proses produksi. Implikasi yang berhubungan dengan kecelakaan sekurang-kurangnya berupa gangguan kinerja perusahaan dan penurunan keuntungan perusahaan. Pada dasarnya, akibat dari peristiwa kecelakaan dapat dilihat dari besar kecilnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya suatu peristiwa kecelakaan. Pada umumnya kerugian akibat kecelakaan kerja cukup besar dan dapat mempengaruhi upaya peningkatan produktivitas kerja perusahaan (Tarwaka, 2008).
Tarwaka (2008) menyatakan bahwa secara garis besar kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikelompokkan menjadi :
1) Kerugian atau biaya langsung (Direct Costs).
Yaitu suatu kerugian yang dapat dihitung secara langsung dari mulai terjadi peristiwa sampai dengan tahap rehabilitasi, seperti :
a) Penderitaan tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan
keluarganya.
b) Biaya pertolongan pertama pada kecelakaan.
commit to user
e) Biaya kompensasi pembayaran asuransi kecelakaan.
f) Upah selama tidak mampu bekerja.
g) Biaya perbaikan peralatan yang rusak, dan lain-lain.
2) Kerugian atau biaya tidak langsung (Indirect Costs).
Yaitu merupakan kerugian berupa biaya yang dikeluarkan dan meliputi suatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah terjadinya kecelakaan, biaya tidak langsung ini antara lain mencakup :
a) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja yang mendapat
kecelakaan.
b) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja lain, seperti rasa ingin
tahu dan rasa simpati serta setia kawan untuk membantu dan memberikan pertolongan pada korban, mengantar ke rumah sakit, dan lain-lain.
c) Terhentinya proses produksi sementara, kegagalan pencapaian
target, kehilangan bonus, dan lain-lain.
d) Kerugian akibat kerusakan mesin, perkakas, atau peralatan
kerja lainnya.
e) Biaya penyelidikan dan sosial lainnya, seperti :
(1) Mengunjungi tenaga kerja yang sedang menderita akibat
kecelakaan.
(3) Mengatur dan menunjuk tenaga kerja lain untuk meneruskan pekerjaan dari tenaga kerja yang menderita kecelakaan.
(4) Merekrut dan malatih tenaga kerja baru.
(5) Timbulnya ketegangan dan stres serta menurunnya moral
dan mental tenaga kerja.
Pada umumnya, fokus hanya tertuju pada kerugian atau biaya langsung, padahal pada kenyataannya, kerugian atau biaya-biaya yang tidak langsung dan terselubung jauh lebih besar dan mempunyai dampak yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat dari fenomena gunung es dimana puncak gunung es yang nampak hanya sebagian kecil dibandingkan dengan bagian gunung es yang terpendam di dalamnya dan belum kelihatan pada saat kejadian. Dengan demikian, jelas bahwa di samping kerugian langsung akibat kejadian kecelakaan, kerugian tidak langsung harus mendapatkan perhatian yang serius karena sangat mempengaruhi kelangsungan proses produksi perusahaan secara keseluruhan (Tarwaka, 2008).
commit to user
A : biaya langsung
B : biaya tidak langsung
Gambar 2. Teori Gunung Es Sumber : Bird and Germain, 1990
Sedangkan Bird dan Germain (1986), membedakan jenis-jenis kerugian yang disebabkan karena kecelakaan kerja secara lebih detail seperti yang tersebut dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1. Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja
No. Jenis kerugian No. Komponen kerugian
1. Waktu kerja hilang dari korban. 1.1 Waktu produktif hilang oleh karena
pekerja mengalami cidera dan tidak dapat diganti dengan kompensasi atau asuransi.
2. Waktu kerja hilang dari
teman-teman korban.
2.1
2.2
2.3
Waktu kerja hilang oleh teman korban
yang ada di tempat kejadian,
membantu, dan memberi pertolongan pada korban, dan lain-lain.
Waktu kerja hilang karena simpati atau rasa keingitahuan, dan gangguan pekerjaan pada saat kejadian dan membicarakan kasus yang terjadi, saling bercerita mengenai kejadian yang serupa, kasak-kusuk mengenai kejadian kecelakaan, dan lain-lain. Waktu kerja hilang insidentil untuk
membersihkan tempat kejadian,
mengumpulkan dana untuk membantu korban dan keluarganya, dan lain-lain.
3. Waktu kerja hilang dari
supervisor. 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6
Waktu kerja hilang dari supervisor
untuk membantu dan memberi
pertolongan korban.
Investigasi penyebab kecelakaan,
seperti investigasi awal, tindak lanjut, penelitian untuk upaya pencegahan,