• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka

Dalam dokumen Nining Sri Purwanti R.0208031 (Halaman 18-43)

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kebisingan a. Pengertian Kebisingan

Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel syaraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan (Suma’mur, 2009).

Kebisingan adalah semua bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan (Anizar, 2009).

b. Jenis-jenis Kebisingan

Berdasarkan atas sifat dan frekuensi bunyi, menurut Soeripto (2008), bising dapat dibagi atas :

1) Bising yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Misal: gergaji sirkuler dan katup gas.

2) Bising yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas. Misal: mesin, kipas angin dan dapur pijar.

commit to user 3) Bising yang terputus-putus.

Misal: lalu lintas dan suara kapal terbang. 4) Bising impulsif.

Misal: suara tembakan, meriam, ledakan dan pukulan. 5) Bising impulsif berulang.

Misal: mesin tempa dan pandai besi.

Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, menurut Soeripto (2008), bising dapat dibagi menjadi :

1) Bising yang mengganggu (iritating noise), intensitasnya tidak keras.

2) Bising yang menutupi (masking noise) merupakan bunyi yang menutupi pendengaran.

3) Bising yang merusak (damaging/injurious noise) yaitu bunyi yang intensitasnya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) dan akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

Menurut Anizar (2009), kebisingan dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis yaitu :

1) Bising secara terus menerus adalah bising yang mempunyai perbedaan tingkat intensitas bunyi diantara maksimum dan minimum yang kurang dari 3 dB. Contohnya adalah bunyi yang dihasilkan oleh mesin penenun tekstil.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

2) Bising fluktuasi yaitu bunyi bising yang mempunyai perbedaan tingkat di antara intensitas yang tinggi dengan yang rendah lebih dari 3 dB.

3) Bising implus yaitu bunyi bising yang mempunyai intensitas yang sangat tinggi dalam waktu yang singkat. Contohnya suara tembakan senjata api dan suara ledakan.

4) Bising bersela yaitu bunyi yang terjadi dalam jangka waktu tertentu secara berulang misalnya mesin tempa.

Menurut Tigor (2005), kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar yaitu kebisingan tetap (steady noise) dan kebisingan tidak tetap (non steady noise). Kebisingan tetap dipisahkan lagi menjadi dua jenis yaitu :

1) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise) yaitu kebisingan yang berupa nada-nada pada frekuensi yang beragam. Misalnya suara mesin dan kipas angin.

2) Broad band noise yaitu kebisingan yang terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan “nada” murni).

Sedangkan kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi menjadi tiga jenis yaitu :

1) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise) yaitu kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.

2) Intermittent noise yaitu kebisingan yang terputus-putus dan besarnya berubah-ubah. Misalnya kebisingan lalu lintas.

commit to user

3) Impulsive noise yaitu kebisingan yang dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu yang relatif singkat. Misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya.

Beberapa hal yang perlu dipahami tentang kebisingan (Ridley, 2006) :

1) Kebisingan adalah bunyi yang tidak diharapkan. 2) Beberapa bunyi-bunyian diperlukan untuk :

a) Berkomunikasi. b) Memberi peringatan.

c) Menyeimbangkan dan mengenali sesuatu. 3) Bunyi merupakan pulsa-pulsa tekanan di udara.

4) Ambang pendengaran adalah tingkat kebisingan paling rendah yang dapat dideteksi oleh telinga.

c. Nilai Ambang Batas Kebisingan (NAB)

NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggunya. NAB kebisingan adalah 85 dBA selama waktu pemaparan 8 jam. Menurut Permenakertrans RI No. PER.13/MEN/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Faktor Kimia di Tempat Kerja, NAB kebisingan adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Nilai Ambang Batas Faktor Fisik dan Kimia

Waktu pemaparan per hari Intensitas kebisingan dalam dBA 8 Jam 85 4 88 2 91 1 94 30 Menit 97 15 100 7,5 103 3,75 106 1,88 109 0,94 112 28,12 Detik 115 14,06 118 7,03 121 3,52 124 1,76 127 0,88 130 0,44 133 0,22 136 0,11 139

Sumber : Permenakertrans RI No. PER.13/MEN/2011 d. Gangguan Kebisingan di Tempat Kerja

Kebisingan dapat mempengaruhi daya kerja seseorang dan efek tersebut merugikan baik ditinjau dari pelaksanaan kerja maupun 10

commit to user

dari hasil kerja. Pengaruh dari kebisingan juga dapat merusak indera-indera pendengaran yang menyebabkan tuli progresif. Menurut Buchari (2007), gangguan kebisingan di tempat kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1) Gangguan fisiologis

Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

2) Gangguan psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur dan emosi. Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit psikosomatik seperti penyakit gastritis dan jantung koroner.

3) Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi ini dapat menyebabkan terganggunya pekerjaan bahkan terjadi kesalahan terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya bagi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktivitas kerja.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

4) Gangguan keseimbangan

Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisiologis seperti kepala pusing dan mual.

5) Gangguan terhadap pendengaran

Diantara gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus-menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.

e. Pengendalian Kebisingan

Kebisingan dapat dikurangi dengan pengendalian yang dilakukan oleh pihak ahli teknik atau pihak manajemen mempergunakan salah satu atau kedua-duanya. Pengendalian kebisinganyang pertama adalah bagaimana mengurangi kebisingan yang ditimbulkan oleh sumber. Kedua adalah dengan mengurangi kebisingan di sepanjang jalur yang dilaluinya. Ketiga adalah mengurangi kebisingan pada pendengar dengan menggunakan alat pelindung diri (Anizar, 2009).

Menurut Budiman (2006), kebisingan dapat dikendalikan dengan berbagai cara, antara lain :

commit to user 1) Pengurangan sumber bising.

Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan peredam suara pada sumber kebisingan, melakukan modifikasi mesin atau bangunan, mengganti mesin dan menyusun perencanaan bangunan baru.

2) Penempatan penghalang pada jalan transmisi suara.

Isolasi antara ruang kerja dengan ruangan mesin merupakan upaya yang cepat dalam mengurangi kebisingan. Agar efektif, harus disusun rencana yang sebaik mungkin dan bahan yang dipakai untuk penutup harus dibuat cukup berat dan dilapisi oleh bahan yang dapat menyerap suara agar tidak menimbulkan getaran yang kuat.

3) Perlindungan dengan sumbat atau tutup telinga

Tutup telinga biasanya lebih efektif dari penyumbat telinga. Alat seperti itu harus diseleksi agar terpilih yang paling tepat. Alat semacam ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 20-25 dBA. Sebagai akibat penggunaan alat tersebut, upaya perbaikan komunikasi harus dilakukan. Masalah utama pemakaian APD pendengaran adalah kedisiplinan pekerja saat menggunakannya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

2. Kelelahan Kerja

a. Definisi Kelelahan kerja

Kata kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur, 1996).Kelelahan kerja adalah perasaan lelah dan adanya penurunan kesiagaan (Setyawati, 2011).

Menurut Nurmianto (2003), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statispun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang dan tendon yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive).

Menurut Setyawati (2011), kelelahan kerja merupakan kriteria yang kompleks yang tidak hanya menyangkut kelelahan fisiologis dan psikologis tetapi dominan hubungannya dengan penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan motivasi dan penurunan produktivitas kerja.

Tarwaka (2010) menyebutkan bahwa kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.

commit to user b. Jenis Kelelahan Kerja

Berdasarkan waktu terjadinya kelelahan menurut Setyawati (2011), maka kelelahan dibagi menjadi dua yaitu :

1) Kelelahan akut yaitu kelelahan yang terjadi dengan cepat yang pada umumnya disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh yang berlebihan.

2) Kelelahan kronis yaitu kelelahan yang disebabkan oleh sejumlah faktor yang berlangsung secara terus menerus dan terakumulasi.

Sedangkan berdasarkan penyebab kelelahan menurut Setyawati (2011), maka kelelahan dibedakan menjadi dua yaitu : 1) Kelelahan fisiologis yaitu kelelahan yang timbul karena adanya

perubahan fisiologis dalam tubuh.

2) Kelelahan Psikologis yaitu kelelahan yang terjadi karena adanya pengaruh dari luar diri berupa tingkah laku atau perbuatan alam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti: suasana kerja, interaksi dengan pekerja maupun dengan atasan.

Menurut Tarwaka (2010), kelelahan diklasifikasikan menjadi dua jenis :

1) Kelelahan otot yaitu tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot.

2) Kelelahan umum biasanya ditandai dengan kurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni pekerjaan,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi.

c. Fisiologi Kelelahan

Secara fisiologis tubuh manusia dapat diumpamakan sebagai suatu mesin yang dalam menjalankannya membutuhkan bahan bakar sebagai sumber energi. Dalam melangsungkan tugas fisik tubuh dipengaruhi oleh beberapa sistem yang bekerja sendiri atau bersama-sama. Sistem tersebut adalah sistem peredaran darah, sistem pencernaan, sistem otot, sistem saraf dan sistem pernafasan (Setyawati, 2011).

Kelelahan sebagai akumulasi asam laktat di otot-otot disamping zat ini berada di aliran darah. Akumulasi asam laktat dapat menyebabkan penurunan kerja otot dan kemungkinan faktor saraf tepi dan sentral berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan. Pada saat otot berkontraksi, glikogen diubah menjadi asam laktat dan asam ini merupakan produk yang dapat menghambat kontinuitas kerja otot sehingga terjadi kelelahan. Dalam stadium pemulihan terjadi proses yang mengubah sebagian asam laktat kembali menjadi glikogen sehingga memungkinkan otot-otot dapat berfungsi normal kembali (Setyawati, 2011).

Menurut Setyawati (2011), bila pengaruh sistem aktivasi lebih kuat maka tubuh dapat secara kuat menjawab setiap stimuli. Bila pengaruh sistem inhibisi lebih kuat atau proses aktivasi sebagian 16

commit to user

menurun maka tubuh mengalami penurunan kesiagaan bereaksi terhadap suatu rangsang.

d. Gejala Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja pada umumnya dikeluhkan sebagai kelelahan dalam sikap, orientasi dan penyesuaian pekerja yang mengalami kelelahan. Gejala kelelahan kerja menurut (Setyawati, 2011) adalah :

1) Gejala-gejala yang mungkin berakibat pada pekerjaan seperti penurunan kesiagaan dan perhatian, penurunan dan hambatan persepsi, cara berpikir atau perbuatan anti sosial, tidak cocok dengan lingkungan, depresi, kurang tenaga dan kehilangan inisiatif.

2) Gejala umum yang sering menyertai gejala-gejala diatas adalah sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan serta gangguan pencernaan.

e. Penyebab Kelelahan Kerja

Dari penelitian kelelahan kerja di Indonesia sejak beberapa tahun yang lalu diperoleh pemahaman bahwa kejadian kelelahan kerja ada hubungannya dengan lingkungan kerja yang tidak bersahabat dengan pekerja baik cuaca kerja, kebisingan, getaran maupun bahan kimia tertentu dan gizi kerja. Kelelahan kerja juga berhubungan dengan stress kerja, shift kerja, kualitas tidur, dan pengetahuan K3 bekerja (Setyawati, 2011).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Menurut Setyawati (2011), dari sudut neurofisiologi, siaga merupakan keadaan tertentu pada sistem saraf sentral yang disebabkan oleh aktivitas antagonis sistem aktivasi dan inhibisi batang otak. Bila pengaruh sistem aktivasi lebih kuat maka tubuh dapat secara cepat menjawab setiap stimuli. Bila pengaruh sistem inhibisi lebih kuat atau proses aktivasi sebagian besar menurun maka tubuh mengalami penurunan kesiagaan bereaksi terhadap suatu rangsang.

Menurut Tarwaka (2010), menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi. Untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan serta efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga memberikan penyegaran.

Menurut Setyawati (2011), penyebab kelelahan kerja secara umum berkaitan dengan :

1) Pekerjaan yang monoton.

2) Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental yang tinggi.

3) Cuaca ruang kerja, pencahayaan dan kebisingan serta lingkungan kerja lain yang tidak memadai.

4) Faktor psikologis misalnya rasa tanggungjawab, ketegangan-ketegangan dan konflik-konflik.

commit to user 5) Circadian rhythm.

Menurut Tarwaka (2010), penyebab terjadinya kelelahan kerja adalah sebagai berikut :

1) Aktivitas kerja fisik. 2) Aktivitas kerja mental. 3) Sikap paksa.

4) Kerja statis.

5) Sifat kerja monoton. 6) Lingkungan kerja ekstrim. 7) Psikologis.

8) Kebutuhan kalori kurang.

9) Waktu kerja-istirahat tidak tepat.

Menurut Suma’mur (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal yaitu :

1) Faktor somatis atau fisik, seperti : kesehatan, gizi, pola makan, jenis kelamin dan usia.

2) Faktor psikis, seperti : pengetahuan, sikap, gaya hidup, dan pengelolaan stress.

Sedangkan faktor-faktor eksternal yaitu :

1) Faktor fisik, seperti : kebisingan, suhu, pencahayaan. 2) Faktor kimia, seperti : zat beracun.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

4) Faktor ergonomi

5) Faktor lingkungan kerja, seperti : kategori pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin perusahaan, gaji/uang lembur (insentif), hubungan sosial, posisi kerja.

Menurut Depkes RI (1991), kelelahan mempunyai beragam penyebab yang berbeda yaitu :

1) Beban Kerja

Merupakan volume pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja, baik fisik maupun mental dan tanggung jawab. Beban kerja yang melebihi kemampuan akan mengakibatkan kelelahan kerja.

2) Beban Tambahan

Beban tambahan merupakan beban di luar beban kerja yang harus ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut berasal dari lingkungan kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja.

f. Cara Mengatasi Kelelahan Kerja

Menurut Setyawati (2011), untuk mengatasi kelelahan kerja ada beberapa hal yang patut mendapat perhatian dan harus dilakukan dengan baik agar kelelahan kerja dapat dikendalikan dengan berbagai cara yaitu sebagai berikut :

1) Lingkungan kerja bebas dari zat berbahaya, penerangan memadai, sesuai dengan jenis pekerjaan yang dihadapi, maupun 20

commit to user

pengaturan udara yang adekuat, bebas dari kebisingan, getaran, serta ketidaknyamanan.

2) Waktu kerja diselingi istirahat pendek dan istirahat untuk makan.

3) Kesehatan umum dijaga dan dimonitor.

4) Pemberian gizi kerja yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerja.

5) Beban kerja berat tidak berlangsung terlalu lama.

6) Tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja, kalau perlu bagi tenaga kerja dengan tempat tinggal jauh diusahakan transportasi dari perusahaan.

7) Pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka stabilitas kerja dan kehidupannya.

8) Disediakaan fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan istirahat dilaksankan secara baik.

9) Cuti dan liburan digunakan sebaik-baiknya.

10) Diberikan perhatian khusus pada kelompok tertentu seperti tenaga kerja beda usia, wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di malam hari, tenaga baru pindahan .

11) Mengusahakan tenaga kerja bebas alkohol dan obat berbahaya. g. Pengukuran Kelelahan Kerja

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

oleh peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Tarwaka (2010) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok, yaitu: 1) Kualitas dan kuantitas kerja

Kualitas output digambarkan sebagai suatu jumlah proses kerja (waktu yang digunakan dalam setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti : target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kuantitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah causal factor.

2) Uji psikomotor (Psychomotor test)

Metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang digunakan dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi yaitu jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai pada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemajangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.

commit to user

Setyawati (2011) melaporkan, dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya. Alat ukur waktu reaksi yang telah berkembang di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli.

Menurut Tim Hiperkes (2004), tingkat kelelahan kerja dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu reaksi yang diukur dengan reaction timer yaitu :

a) Normal (N) dengan waktu reaksi 150,0-240,0 milidetik. b) Kelelahan Kerja Ringan (KKR) dengan waktu reaksi >

240,0 - < 410,0 milidetik.

c) Kelelahan Kerja Sedang (KKS) dengan waktu reaksi 410,0 - < 580,0 milidetik.

d) Kelelahan Kerja Berat (KKB) dengan waktu reaksi > 580,0 milidetik.

3) Uji hilangnya kelipatan (Flicker fusion test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipatan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipatan. Uji kelipatan di samping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

4) Pengukuran kelelahan secara subyektif (Subjective feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Test merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Pengukuran kelelahan dengan kuesioner subjektif dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan kelelahan individu dalam kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang dapat merepresentasikan populasi secara keseluruhan. Adapun klasifikasi tingkat kelelahan subjektif berdasarkan total skor individu yaitu :

Tabel 2. Klasifikasi tingkat kelelahan subjektif berdasarkan total skor individu Tingkat Kelelahan Total Skor Individu Klasifikasi Kelelahan Tindakan Perbaikan

1 30 – 52 Rendah Belum diperlukan adanya tindakan perbaikan. 2 53 – 75 Sedang Mungkin diperlukan tindakan dikemudian hari 3 76 – 98 Tinggi Diperlukan tindakan segera 4 99 – 120 Sangat tinggi Diperlukan tindakan menyeluruh sesegera mungkin Sumber : Tarwaka, 2010 24

commit to user 3. Alat Pelindung Telinga

Menurut Tarwaka (2008), Alat Pelindung Diri (APD) merupakan seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Secara teknis alat pelindung diri tidaklah dapat melindungi tubuh secara sempurna terhadap paparan potensi bahaya. Alat Pelindung Diri (APD) merupakan sarana pengendalian yang digunakan untuk jangka pendek dan bersifat sementara manakala sistem pengendalian yang permanen belum dapat diimplementasikan. APD merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem pengendalian resiko di tempat kerja. Hal ini disebabkan oleh :

a. APD tidak menghilangkan resiko bahaya yang ada, tetapi hanya membatasi antara terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang diterima.

b. Penggunaan APD dirasa tidak nyaman, karena kekurangleluasaan gerak pada waktu bekerja dan dirasakan adanya beban tambahan karena harus dipakai selama bekerja.

Fungsi alat pelindung telinga adalah menurunkan tingkat kebisingan yang mencapai alat pendengar. Ada dua jenis alat pelindung telinga yaitu :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

a. Sumbat Telinga (ear plug)

Sumbat telinga yang paling sederhana terbuat dari kapas yang dicelupkan dalam lilin yang terbuat dari bahan sintetis. Sumbat telinga ini dapat menurunkan intensitas kebisingan sebesar 25 dBA sampai 30 dBA. Kapas telinga tidak dapat digunakan sebagai sumbat telinga karena tidak efektif (Anizar, 2009).

Ear plug dapat terbuat dari kapas, plastik, karet alami dan bahan sintetis. Untuk ear plug yang terbuat dari kapas, spon dan malam (wax) hanya bisa digunakan untuk sekali pakai (disposable). Sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastik yang dicetak (molded rubber/plastic) dapat digunakan berulang kali (non disposable) (Tarwaka, 2008).

Keuntungan pemakaian ear plug adalah ukuran kecil sehingga mudah dibawa, pada tempat kerja yang panas lebih nyaman, tidak membatasi gerakan kepala, lebih murah daripada ear muff dan lebih mudah dipakai bersama dengan kacamata dan helm. Kerugian pemakaian ear plug adalah besarnya pengurangan terhadap bising (attenuation) lebih kecil, memasang harus secara tepat sekali (sukar), sukar mengontrol, dan saluran telinga mudah terkena infeksi (Sigit, 2008).

b. Penutup Telinga (ear muff)

Penutup telinga lebih baik dari pada penyumbat telinga, karena selain menghalangi hambatan suara melalui udara, juga 26

commit to user

menghambat hantaran melalui tulang tengkorak. Penutup telinga dapat mengurangi intensitas kebisingan sebesar 30 dBA sampai 40 dBA (Anizar, 2009).

Alat pelindung jenis ini terdiri dari dua buah tutup telinga dan sebuah headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi. Pada pemakaian yang cukup lama, efektivitas ear muff dapat menurun karena bantalannya mengeras dan mengerut sebagai akibat reaksi dari bantalan dengan minyak dan keringat. Alat ini juga dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda keras atau percikan bahan kimia (Tarwaka, 2008).

Keuntungan pemakaian ear muff adalah besarnya pengurangan (attenuation) terhadap bising umumnya maksimum, performance baik, lebih stabil untuk pemakaian lama, lebih mudah

Dalam dokumen Nining Sri Purwanti R.0208031 (Halaman 18-43)

Dokumen terkait