• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

a. Pengertian Mioma Uteri

Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berbatas tegas yang berasal dari otot uterus, jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid (Mansjoer et al., 2001).

b. Jenis Mioma Uteri

Klasifikasi mioma berdasarkan Price dan Wilson (2006) berdasarkan lokasinya dibagi menjadi 3, yaitu:

1) Mioma intramural

Terletak di dalam dinding otot uterus dan dapat merusak bentuk rongga uterus, atau dapat pula menonjol pada permukaan luar.

2) Mioma subserosa

Terletak tepat di bawah lapisan serosa dan menonjol ke luar dari permukaan uterus. Tumor ini dapat bertangkai dan meluas ke dalam rongga panggul dan abdomen

commit to user

3) Mioma submukosa

Terletak tepat di bawah lapisan endometrium. Tumor-tumor ini juga dapat bertangkai dan dapat menonjol ke dalam rongga uterus, melalui ostium serviks ke dalam vagina, atau keluar melalui lubang vagina.

c. Epidemiologi

Mioma uteri merupakan neoplasma di bidang ginekologi yang paling sering terjadi pada wanita usia reproduktif, yaitu sekitar 30% (Wise et al.1, 2004). Di Indonesia, mioma uteri ditemukan 2,39%-11,70% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Wiknjosastro, 2005).

d. Etiologi dan Patogenesis

Etiologi mioma uteri sangat sedikit diketahui atau belum jelas (Wise et al., 20041; Al-Hendy dan Salama, 2006). Namun, pertumbuhan dari tumor tersebut dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan lokal dan hormon steroid, yaitu estrogen dan progesteron (Al-Hendy dan Salama, 2006). Peningkatan estrogen dan progesteron dapat meningkatkan proses mitosis yang menyumbang pada proses pertumbuhan mioma. Selain itu, beberapa kelainan yang melibatkan kromosom 6, 7, 12, dan 14 telah dikenal pasti berkaitan dengan pertumbuhan tumor. Kelainan ini berantisipasi dan menyebabkan perubahan kariotipik yang merupakan hal yang penting dalam

commit to user

pertumbuhan mioma (Fahmi, 2009). Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor (Hadibroto, 2005).

Tumor ini mungkin berasal dari sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada di dalam miometrium atau sel dari embrional pada dinding pembuluh darah uterus. Dari manapun asalnya, mioma mulai dari benih-benih multipel yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor tersebut dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler. Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti.

Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara

down-regulation apoptosis dari tumor (Hadibroto, 2005).

e. Faktor Risiko 1) Usia penderita

Mioma uteri ditemukan sekitar 30% pada wanita usia reproduksi (Lauren et al., 2003). Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10% (Wiknjosastro, 2005).

commit to user

2) Hormon endogen (Endogenous Hormonal)

Pertumbuhan dari mioma uteri dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan lokal dan hormon steroid, yaitu estrogen dan progesteron (Al-Hendy dan Salama, 2006).

3) Riwayat menarke

Risiko mioma uteri meningkat 25% pada wanita yang menarke pada usia kurang dari 11 tahun (Baird, 2003).

4) Riwayat Keluarga

Abnormalitas kariotip teridentifikasi kira-kira 40% pada operasi pengangkatan mioma uteri. Kemungkinan lebih dari satu jalur genetik (genetic pathways) berperan pada pertumbuhan mioma uteri (Flake et al., 2003).

5) Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh mempunyai asosiasi positif dengan risiko terjadinya mioma uteri (Baird et al., 2006).

6) Makanan

Dari beberapa penelitian yang dilakukan menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Muzakir, 2008).

commit to user

7) Kehamilan

Kehamilan dapat mempengaruhi mioma karena pengaruh hormon pada kehamilan yang meningkat, salah satunya estrogen, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan mioma dan dapat meningkatkan gejalanya (Somigliana et al., 2007).

8) Paritas

Dari hasil penelitian Walker et al. pada tahun 2001 dan Baird pada tahun 2003 diketahui bahwa wanita dengan nullipara mempunyai risiko terkena mioma uteri lebih tinggi dibandingkan wanita dengan multipara. Paritas menurunkan risiko terkena mioma uteri sebesar 30% (Wise1, 2004).

9) Kontrasepsi oral

Kontrasepsi oral mempunyai asosiasi negatif dengan peningkatan risiko kejadian mioma uteri. Hal tersebut dikarenakan mekanisme

flattening out hormon ovarium dan penurunan unopposed estrogen

(Faerstein et al., 2001).

10) Kebiasaan merokok

Di dalam studi epidemiologi, diketahui bahwa merokok merupakan faktor protektif terhadap mioma uteri karena merokok menurunkan 20%-50% kejadian mioma uteri. Hal itu disebabkan karena rokok menimbulkan efek anti-estrogen pada hormon endogen (Houston et al., 2001; Wise et al.2, 2004).

commit to user

f. Gejala dan Tanda

Sebagian besar mioma uteri adalah asimtomatik, namun sebagian memunculkan gejala yang sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan, dan komplikasi yang terjadi (Tropeano

et al., 2008). Berdasarkan Faerstein et al. (2001), gejala tersebut dapat

digolongkan sebagai berikut:

1) Perdarahan abnormal

Gangguan perdarahan yang umumnya terjadi adalah hipermenore, menoragia, dan dapat juga terjadi metroragia.

2) Rasa nyeri

Rasa nyeri bukan gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan.

3) Gejala dan tanda penekanan

Gangguan ini tergantung pada besar dan tempat mioma uteri. Penekanan kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.

commit to user

4) Disfungsi Reproduksi

Hubungan mioma uteri dengan infertilitas belum jelas. Namun, dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas (Hadibroto, 2005).

g. Penegakan Diagnosis

1) Anamnesis

Penderita datang dengan keluhan ada benjolan di perut bagian bawah, rasa berat, perdarahan abnormal, retensio urin, dll (Mansjoer et al., 2001).

2) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik seperti pemeriksaan bimanual didapatkan tumor padat uterus yang sering teraba berbenjol atau bertangkai. Dengan sonde didapatkan kavum uteri lebih luas (Mansjoer et al., 2001).

3) Pemeriksaan penunjang:

a) Ultra Sonografi (USG), untuk menentukan jenis tumor, lokasi

mioma, ketebalan endometrium dan keadaan adneksa dalam

rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi

dengan Computerized Tomografi Scanning (CT

Scan) ataupun Magnetic Resonance Image (MRI), tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal.

b) Hiteroskopi

Untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas.

commit to user

c) Foto Bulk Nier Oversidth (BNO), Intra Vena Pielografi (IVP) Pemeriksaaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.

d) Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.

e) Laboratorium : hitung darah lengkap dan apusan darah, untuk

menilai kadar hemoglobin dan hematokrit serta jumlah leukosit.

f) Tes kehamilan adalah untuk tes hormon Chorionic

gonadotropin. Digunakan karena bisa membantu dalam

mengevaluasi suatu pembesaran uterus, apakah oleh karena kehamilan atau oleh karena adanya suatu mioma uteri yang dapat menyebabkan pembesaran uterus menyerupai kehamilan. (Muzakir, 2008)

h. Gambaran Patologi Anatomi

Gambaran histopatologi mioma uteri adalah sebagai berikut :

1) Gambaran makroskopik

Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa putih, padat, berbatas tegas, dengan permukaan potongan memperlihatkan gambaran kumparan yang khas. Tumor mungkin satu, tapi umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif (Kumar V. et al., 2007).

commit to user

2) Gambaran mikroskopik

Pada gambaran mikroskopik mioma uteri terdiri atas berkas-berkas otot polos mengikal, yang menyerupai arsitektur miometrium normal. Sel-sel terdiri atas sel otot yang uniform dengan inti bulat panjang. Mungkin juga ditemukan fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik, degenerasi kistik, dan perdarahan (Kumar V. et al., 2007).

Perubahan-perubahan sekunder pada mioma uteri

berdasarkan Muzakir (2008) adalah sebagai berikut :

1) Atropi

Fibromioma menjadi kecil sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan.

2) Degenerasi hialin

Merupakan perubahan sekunder yang terjadi terutama pada penderita yang berusia lanjut, yang dapat meliputi sebagian besar atau sebagian kecil mioma uteri seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.

3) Degenerasi kistik

Degenerasi kistik dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi

commit to user

yang lunak ini tumor sukar dibedakan dengan kista ovarium atau suatu kehamilan.

4) Degenerasi membatu

Degenerasi membatu atau calcareous degeneration, terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.

5) Degenerasi merah

Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar disertai nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.

commit to user

i. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor.

1) Konservatif.

Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10-12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi. Selain itu, pada penanganan konservatif ini dilakukan monitor Hb dan pemberian zat besi (Muzakir, 2008)

2) Terapi medikamentosa

Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormon (GnRH) agonis memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan oleh mioma uteri. Pemberian GnRH agonis bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Dari suatu penelitian multisenter didapati data pada pemberian GnRH agonis selama 6 bulan pada pasien dengan mioma uteri didapati adanya pengurangan volume mioma sebesar 44% (Hadibroto, 2005).

commit to user

3) Embolisasi arteri uterina

Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan cara memasukkan agen emboli ke arteri uterina. Dewasa ini embolisasi arteri uterina pada pasien yang menjalani pembedahan mioma. Arteri uterina yang mensuplai aliran darah ke mioma dihambat secara permanen dengan agen emboli (partikel polivinil alkohol). Dari hasil penelitian diketahui bahwa cara ini dapat mereduksi ukuran mioma uteri 50%-60% dan 85%-95% pasien terbebas dari gejala. Selain itu, dari hasil studi menyatakan bahwa embolisasi arteri uterina lebih efektif dari segi biaya dibandingkan dengan operasi (Tropeano, 2008).

4) Terapi gen

Terapi gen didefinisikan sebagai transfer rentetan DNA esensial atau terapetik ke dalam sel pasien untuk mendapatkan keuntungan klinis. Perubahan ini dapat menghasilkan

meningkatkan produksi produk sel yang penting,

penghambatan ekspresi gen yang bersangkutan, dan induksi respon imun serta penghancuran sel-sel yang rusak dengan kematian sel yang terprogram. Bentuk gen terapi yang paling sering adalah pembentuk, penggunaan transfer gen untuk menggantikan produk gen yang abnormal atau hilang (Al-Hendy dan Salama, 2006).

commit to user

5) Penanganan operatif

Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia, nyeri pelvis yang hebat, ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena mioma berukuran kehamilan 12 minggu atau sebesar tinju dewasa), gangguan buang air kecil (retensi urin),

pertumbuhan mioma setelah menopause, infertilitas,

meningkatnya pertumbuhan mioma.

Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :

a) Miomektomi

Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan rahim/uterus. Miomektomi lebih sering dilakukan pada penderita mioma uteri secara umum. Suatu studi mendukung miomektomi dapat dilakukan pada wanita yang masih ingin bereproduksi tetapi belum ada analisis pasti tentang teori ini tetapi penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita yang belum memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan.

b) Histerektomi

Histerektomi adalah tindakan operatif yang

commit to user

(subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri. Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala.

(Muzakir, 2008)

j. Komplikasi

1) Komplikasi yang ditimbulkan mioma uteri menurut Viviroy (2008):

a) Perdarahan sampai terjadi anemia

b) Degenerasi ganas

Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.

c) Torsi atau putaran tangkai

Mioma bertangkai dapat terjadi torsi atau terputarnya tumor (Price dan Wilson, 2006). Hal itu dapat menyebabkan gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. d) Setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.

e) Perlengketan pascamiomektomi.

commit to user

2) Komplikasi yang ditimbulkan mioma terhadap kehamilan

menurut Viviroy (2008), antara lain: a) Sering terjadi abortus

b) Persalinan prematuritas

c) Tertutupnya saluran indung telur sehingga menimbulkan infertilitas

d) Subfertil sampai fertil dan kadang-kadang hanya

mempunyai 1 anak saja

e) Terjadi kelainan letak janin dalam rahim f) Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir g) Inersia uteri pada kala I dan kala II

h) Atonia uteri setelah pasca persalinan, perdarahan banyak i) Kelainan letak plasenta

j) Plasenta sukar lepas (retensio plasenta) sehingga dapat terjadi perdarahan.

k. Prognosis

1) Kebanyakan mioma asimtomatis dan tidak memerlukan

pengobatan. Pada yang mempunyai gejala, histerektomi merupakan pengobatan tuntas. Miomektomi juga memberikan hasil yang baik, dan histeroskopi miomektomi memberikan hasil yang baik pada mioma submukosal yang simtomatis.

2) Pengobatan menggunakan GnRH mengurangkan kira-kira

commit to user

setengah daripada mioma tumbuh kembali apabila pengobatan dihentikan.

3) Mioma selalu berhenti tumbuh atau muncul setelah menopause.

(Fahmi, 2009)

2. Kontrasepsi Oral a. Definisi

Kontrasepsi oral adalah salah satu jenis kontrasepsi hormonal atau obat yang digunakan untuk mencegah kehamilan yang diminum secara oral (Evitaphani, 2009).

b. Macam-Macam Kontrasepsi Oral: 1) Kontrasepsi oral tipe kombinasi

Kontrasepsi oral kombinasi, atau biasa disebut dengan pil pengontrol kehamilan, merupakan sebuah metode pengontrol kehamilan dengan menggunakan kombinasi hormon estrogen dan progesteron (progestin) (Trussel, 2007).

Jenis kontrasepsi oral kombinasi menurut Saifudin (2006), antara lain:

a) Monofasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet

mengandung hormon aktif estrogen/progestin dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.

commit to user

b) Bifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet

mengandung hormon aktif estrogen/progestin dengan dua dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.

c) Trifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet

mengandung hormon aktif estrogen/progestin dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.

2) Kontrasepsi oral tipe sekuensial

Kontrasepsi ini terdiri dari estrogen saja untuk 14-16 hari. Kemudian disusul tablet kombinasi untuk 5-7 hari (Hartanto, 2003).

3) Kontrasepsi oral tipe minipil

Merupakan kontrasepsi hormonal yang microdose progestin saja, terdiri dari 21-22 tablet. Cara penggunaannya sama dengan cara tipe kombinasi, untuk penggunaan satu siklus (Hartanto, 2003; Evitaphani, 2009).

4) Kontrasepsi oral tipe pil pascasanggama

Berisi dietilstilbestrol 25 mg, diminum 2 kali sehari, dalam waktu kurang dari 72 jam pascasanggama, selama 5 hari berturut-turut.

c. Mekanisme Kerja

Mekanisme dasar dari pil-oral adalah meniru proses-proses alamiah. Pil-oral akan menggantikan produksi normal estrogen dan progesterone oleh ovarium. Pil-oral akan menekan hormon ovarium

commit to user

selama siklus haid yang normal, sehingga juga menekan

realising-factors di otak dan akhirnya mencegah ovulasi.

Mekanisme kerja kontrasepsi hormonal mempengaruhi:

1) Ovulasi

a) Estrogen menghambat ovulasi melalui efek pada hipotalamus, yang kemudian mengakibatkan supresi pada FSH dan LH kelenjar hipofisis.

b) Progesteron menghambat ovulasi dengan mengganggu fungsi

poros hipotalamus-hipofisis-ovarium dan karena modifikasi dari LH dan FSH pada pertengahan siklus yang disebabkan oleh progesteron.

2) Implantasi

a) Kadar estrogen atau progesteron yang berlebihan atau

kurang/inadekuat atau keseimbangan estrogen–progesteron yang tidak tepat, menyebabkan pola endometrium yang abnormal sehingga menjadi tidak baik untuk implantasi.

b) Pemberian progesteron eksogen dapat mengganggu kadar

puncak FSH dan LH, sehingga meskipun terjadi ovulasi, produksi progesteron yang berkurang dari korpus luteum menyebabkan penghambatan dari implantasi.

commit to user

3) Transpor gamet/ovum

a) Pada percobaan binatang, transpor gamet/ovum dipercepat oleh estrogen, dan hal ini disebabkan karena efek hormonal sekresi dan peristaltik tuba serta kontraktilitas uterus.

b) Pengangkutan ovum dapat diperlambat bila diberikan

progesteron sebelum terjadi fertilisasi. 4) Luteolysis

a) Yaitu degenerasi dari korpus luteum, yang menyebabkan

penurunan yang cepat dari produksi estrogen dan progesteron

oleh ovarium, yang selanjutnya menyebabkan

dilepaskannya/dibuangnya jaringan endometrium. Degenerasi dari korpus luteum menyebabkan penurunan kadar progesteron serum dan selanjutnya mencegah implantasi yang normal, merupakan efek yang mungkin disebabkan oleh pemberian estrogen dosis tinggi pasca-senggama.

b) Pemberian jangka lama progesteron menyebabkan fungsi korpus

luteum yang tidak adekuat. 5) Lendir serviks yang kental

Dengan pemberian progesteron, lendir serviks menjadi kental sehingga motilitas dan daya penetrasi dari spermatozoa sangat terhambat.

commit to user

3. Perbedaan Kejadian Mioma Uteri pada Akseptor Kontrasepsi Oral dan Bukan Akseptor Kontrasepsi Oral

Etiologi mioma uteri sangat sedikit diketahui atau belum jelas (Wise et al., 20041; Al-Hendy dan Salama, 2006). Namun, perkembangan atau pertumbuhan mioma uteri berhubungan dengan peningkatan paparan hormon ovarium, yaitu estrogen dan progesteron. Telah diketahui terdapat banyak faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya mioma uteri, salah satunya adalah penggunaan kontrasepsi oral. Hubungan antara risiko terjadinya mioma dengan penggunaan kontrasepsi oral sebenarnya belum jelas. Namun, dari hasil penelitian Faerstein et al. pada tahun 2001, didapatkan asosiasi negatif antara penggunaan kontrasepsi oral dengan risiko terjadinya mioma uteri. Sehingga, akseptor kontrasepsi oral mempunyai risiko terkena mioma lebih kecil jika dibandingkan dengan wanita yang bukan akseptor kontrasepsi oral. Hal tersebut akan menyebabkan perbedaan angka kejadian mioma di antara wanita yang merupakan akseptor kontrasepsi oral dan yang bukan akseptor kontrasepsi oral.

Menurunnya risiko kejadian mioma uteri oleh kontrasepsi oral diinterpretasikan karena tidak adanya paparan unopposed estrogen pada uterus dari fase proliferasi menstruasi fisiologi. Unopposed estrogen

adalah estrogen tanpa progesteron atau sangat sedikit progesteron.

Unopposed estrogen ini mempercepat pertumbuhan mioma uteri

commit to user

dari hasil flattening out hormon estrogen dan progesteron yang terkait penggunaan kontrasepsi oral dapat menurunkan paparan miometrium dari hormon ini (Faerstein et al., 2001). Telah diketahui bahwa terjadinya mioma uteri dimulai dari mutasi somatik miosit normal. Terjadinya proses mitotik tersebut dipacu oleh hormon ovarium, yaitu estrogen dan progesteron. Dengan menurunnya paparan hormon ovarium karena

flattening out hormon ovarium dan penurunan unopposed estrogen pada

miometrium, maka proses mutasi somatik miosit normal menjadi berkurang. Sehingga, risiko terjadinya mioma uteri juga menurun.

commit to user

Dokumen terkait