• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tekanan Panas

a. Pengertian Tekanan Panas

Tekanan panas adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi yang dipadankan dengan produksi panas oleh tubuh sendiri (Suma’mur, 2009).

Tekanan panas adalah beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia (Santoso, 2004).

Tekanan panas yang berlebihan akan merupakan beban tambahan yang harus diperhatikan dan diperhitungkan. Beban tambahan berupa panas lingkungan, dapat menyebabkan beban fisiologis, misalnya kerja jantung menjadi bertambah (Depkes RI, 2003).

b. Mekanisme Pertukaran Panas antara Tubuh dan Lingkungan

Proses pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan terjadi melalui mekanisme konveksi, radiasi, evaporasi, dan konduksi. Bila seseorang sedang bekerja, tubuh pekerja tersebut akan mengadakan interaksi dengan keadaan lingkungan yang terdiri dari suhu udara, kelembaban dan gerakan atau aliran udara. Proses metabolisme tubuh yang berinteraksi dengan panas di lingkungannya akan mengakibatkan

commit to user

pekerja mengalami tekanan panas. Tekanan panas ini dapat disebabkan karena adanya sumber panas maupun karena ventilasi yang tidak baik.

Adapun uraian mengenai masing-masing mekanismenya adalah sebagai berikut :

1) Konveksi

Konveksi adalah mekanisme pertukaran panas antara permukaan tubuh (kulit dan pakaian) dengan udara sekitarnya. 2) Radiasi

Radiasi adalah transmisi energy electromagnetic melalui ruang. 3) Evaporasi

Evaporasi adalah proses penguapan air dari kulit sebagai akibat perbedaan tekanan uap air antara kulit dan udara sekitar.

4) Konduksi

Konduksi adalah pertukaran panas melalui kontak langsung antara kulit dengan zat padat, tetapi biasanya jarang terjadi sehingga sering diabaikan (Subaris dan Haryono, 2007).

Faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya antara lain :

1) Konduksi

Konduksi adalah pertukaran panas antara tubuh dengan benda-benda sekitar melalui mekanisme sentuhan atau kontak langsung. Konduksi dapat menghilangkan panas dari tubuh, apabila benda–

commit to user

benda sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat menambah panas kepada badan apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh.

2) Konveksi

Konveksi adalah pertukaran panas dari badan dengan lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang kurang baik, tetapi melalui kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh. Tergantung dari suhu udara dan kecepatan angin, konveksi memainkan besarnya peran dalam pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan. Konveksi dapat mengurangi atau menambah panas kepada tubuh. Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan gelombang panas.

3) Radiasi

Radiasi adalah tenaga elektromagnetik yang panjang gelombangnya lebih panjang dari sinar matahari. Gelombang-gelombang demikian dapat melalui udara tanpa di absorpsi energinya, tetapi menimbulkan panas benda yang dikena. Sumber-sumber dari panas radiasi adalah permukaan-permukaan yang panas dan sinar matahari.

4) Evaporasi (penguapan keringat)

Pertukaran panas secara evaporasi dapat terjadi melalui kulit dengan pelepasan uap air, terjadi apabila tekanan uap air pada kulit

commit to user

lebih tinggi dari pada tekanan uap air di lingkungan sekitar (Suma’mur, 2009).

Pertukaran suhu tubuh dengan lingkungan dengan cara sebagai berikut :

1) Radiasi

Radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam bentuk gelombang panas inframerah.

2) Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan langsung kulit dengan benda-benda yang ada di sekitar tubuh.

3) Konveksi

Konveksi adalah pertukaran panas dari badan dengan lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh.

4) Evaporasi

Evaporasi (penguapan air dari kulit) dapat memfasilitasi perpindahan panas tubuh (Budi, 2010).

c. Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Respon Tubuh terhadap

Panas

Respon panas berbeda-beda untuk setiap individu. Hal ini terkait dengan beberapa faktor sebagai berikut :

commit to user

2) Obat-obatan yang diresepkan dokter, misal : diuretics dan

antihypertensive. Obat-obatan ini dapat mengganggu sirkulasi darah atau respon jantung terhadap tekanan.

3) Alkohol dan obat-obatan yang bersifat rekreasi, meningkatkan volume urine, kemungkinan mengalami “heat stroke”.

4) Usia : semakin tua akan semakin sulit merespon panas karena penurunan efisiensi cardiovascular (jantung). Semakin tua maka semakin sulit berkeringat sehingga memperkecil kemampuan untuk menurunkan suhu inti. Pada pekerjaan yang sama, tenaga kerja yang berusia tua mempunyai suhu inti lebih tinggi daripada tenaga kerja yang berusia lebih muda. Untuk itu pemulihan kondisi tubuh selama istirahat membutuhkan waktu lebih lama.

5) Kondisi fisik : semakin fit kondisi fisik tubuh akan semakin mudah merespon panas.

6) Etnis : pada etnis tertentu respon panas berbeda dengan etnis lain, misal etnis Arab dan etnis Eropa. Tetapi perbedaan respon panas pada kedua etnis tersebut lebih merupakan perbedaan diet (pola makan) pada kedua etnis tersebut.

7) Gizi : beberapa zat gizi akan hilang karena adanya tekanan panas. Misal : pekerjaan berat yang memerlukan kalori lebih dari 500 kcal akan berpotensi kehilangan zinc dari tubuh pekerja, hal ini mengganggu pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan. Pekerjaan

commit to user

di ruang panas minimal dibutuhkan asupan vitamin C 250 mg/hari pada pekerja yang bersangkutan (Subaris dan Haryono, 2007). Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh :

1) Kecepatan metabolisme basal

Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Sebagaimana disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju metabolisme.

2) Rangsangan saraf simpatis

Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hampir seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan

produksi epineprin dan norepineprin yang meningkatkan

metabolisme.

3) Hormon pertumbuhan

Hormon pertumbuhan (growth hormon) dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15 – 20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga meningkat.

commit to user

4) Hormon tiroid

Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hampir semua reaksi kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju metabolisme menjadi 50 – 100% diatas normal.

5) Hormon kelamin

Hormon kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-kira 10 – 15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran hormon progesteron pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C di atas suhu basal.

6) Demam (peradangan)

Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.

7) Status gizi

Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 – 30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami mal nutrisi mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami

commit to user

hipotermia karena lemak merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain.

8) Aktivitas

Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan gesekan antar komponen otot/organ yang

menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat

meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.

9) Gangguan organ

Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu. 10) Lingkungan

Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga sebaliknya, lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit.

Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena panas diedarkan melalui pembuluh darah dan juga disuplai

commit to user

langsung ke fleksus arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa yang mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam fleksus arteriovenosa yang cukup tinggi (kadang mencapai 30% total curah jantung) akan menyebabkan konduksi panas dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit merupakan radiator panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh (Anas, 2007).

d. Pengaruh Pemaparan Panas terhadap Kesehatan

Panas merupakan salah satu stressor yang dapat mengganggu kesehatan jika tidak dikelola dengan baik. Total panas yang ada pada tubuh seseorang berasal dari kombinasi antara panas metabolik dan panas dari lingkungan (Djafri, 2007).

Pengaruh pemaparan panas terhadap kesehatan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Dehidrasi

Contohnya adalah tubuh letih, lesu, lemas, kantuk, dan muntah. 2) Heat Cramps

Heat Cramps adalah kejang otot karena kehilangan cairan dan garam akibat keringat berlebihan yang menyebabkan kecenderungan sirkulasi jantung kurang adequate.

3) Heat exhaustion (Heat perforation)

Heat exhaustion adalah perubahan aliran darah kulit menjadi lebih rendah dari suhu tubuh sehingga membutuhkan volume darah lebih banyak. Kejadian ini biasanya terjadi bersamaan dengan

commit to user

kehilangan cairan akibat keringat berlebihan dan cenderung menyebabkan kolapsnya sirkulasi darah. Korban merasa fatigue

(lelah berlebihan) dan lemah sebelum kolaps dan akhirnya pingsan. 4) Heat Stroke

Heat Stroke adalah temperatur tubuh 40-41 oC yang

mengakibatkan kerusakan jaringan-jaringan, seperti liver, ginjal dan otak. Korban merasa sakit kepala, fatigue, pening, denyut nadi cepat, disorientasi dan cepat tidak sadarkan diri (Subaris dan Haryono, 2007).

Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Gangguan perilaku dan performansi kerja seperti, terjadinya

kelelahan, sering melakukan istirahat curian dan lain-lain. 2) Dehidrasi

Dehidrasi adalah suatu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan oleh penggantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan cairan <1,5% gejalanya tidak nampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut mulai kering.

3) Heat Rash

Heat Rash merupakan keadaan seperti biang keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian

commit to user

pekerja perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat.

4) Heat Cramps

Heat Cramps merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.

5) Heat Syncope atau Fainting

Heat Syncope atau Fainting merupakan keadaan yang

disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.

6) Heat exhaustion

Heat exhaustion terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus, lemah dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami oleh pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas (Tarwaka dkk, 2004).

Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut : 1) Heat Cramps (kejang panas)

Heat Cramps dialami pada lingkungan yang suhunya tinggi, sebagai akibat bertambah banyaknya keluar keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh, sedangkan air

commit to user

yang diminum tidak diberi garam untuk mengganti garam natrium yang hilang.

Heat Cramps diderita sebagai kejang-kejang otot tubuh dan perut yang dirasakan sangat sakit. Disamping kejang-kejang tersebut terdapat pula gejala-gejala yang biasa dijumpai pada heat stress, yaitu pingsan, badan terasa lemah, mual dan muntah-muntah.

2) Heat Exhaustion (penat panas)

Heat Exhaustion biasanya terjadi oleh karena lingkungan yang sangat panas, terutama bagi yang belum beraklimatisasi terhadap iklim (cuaca) panas. Penderita sangat banyak berkeringat, sedangkan temperatur badan normal atau sub normal. Tekanan darah penderita menurun dan nadi lebih cepat. Yang terkena penat panas merasa badannya lemah, mungkin penderita mengalami pingsan, dan kadang-kadang keadaannya letargis (lethargic).

3) Heat Stroke (pukulan atau struk panas)

Heat Stroke jarang terjadi pada pekerja dalam perusahaan industri, namun bila terjadi biasanya keadaannya sangat parah. Penderita umumnya laki-laki yang pekerjaannya berat dan belum beraklimatisasi terhadap iklim kerja panas. Gejala-gejala atau tanda kelainan saraf pusat dapat timbul, seperti vertigo, tremor, konvulsi dan delirium. Menurunkan suhu badan dengan kompres atau selimut kain basah dan dingin adalah pengobatan utama. Penyebab heat stroke adalah pengaruh panas langsung kepada pusat pengatur panas

commit to user

di otak. Atas dasar pengaruh suhu panas demikian, terjadi peningkatan suhu badan penderita (hiperpireksia).

4) Miliaria

Miliaria adalah kelainan kulit, sebagai akibat keluarnya keringat yang berlebihan (Suma’mur, 2009).

e. Penilaian Tekanan Panas

Penilaian tekanan panas dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang selanjutnya dapat digolongkan dalam :

1) Climatic factor : suhu udara, humidity, radiasi, kecepatan gerakan udara.

2) Non climatic factor : panas metabolisme, pakaian kerja, dan tingkat aklimatisasi (Subaris dan Haryono, 2007).

Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Suhu Efektif

Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban, dan kecepatan aliran udara.

Kelemahan penggunaan suhu efektif adalah tidak

memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh.

Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan

memperhatikan panas radiasi, dibuat Skala Suhu Efektif Yang Dikoreksi (CorectedEffective Temperature Scale). Namun tetap saja

commit to user

ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme tubuh.

2) Prediksi Kecepatan Keluar Keringat selama 4 jam/Predicted 4 hour sweat rate (P4SR)

Prediksi Kecepatan Keluar Keringat selama 4 jam yaitu banyaknya prediksi keringat keluar selama 4 jam sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta panas radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja dengan berpakaian dan juga menurut tingkat kegiatan dalam melakukan pekerjaan.

3) Indeks Belding-Hacth

Indeks Belding-Hacth yaitu kemampuan berkeringat orang standar yaitu orang muda dengan tinggi 170 cm dan berat badan 154 pon, dalam keadaan sehat dan memiliki kesegaran jasmani, serta beraklimatisasi terhadap iklim kerja panas. Dalam lingkungan panas, efek pendinginan penguapan keringat adalah mekanisme terpenting untuk mempertahankan keseimbangan termis badan. Maka dari itu,

Belding dan Hacth mendasarkan indeksnya atas perbandingan banyaknya keringat yang diperlukan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh untuk berkeringat. Untuk menentukan indeks tersebut, diperlukan pengukuran suhu kering dan suhu basah, suhu bola, kecepatan aliran udara dan produksi panas sebagai akibat kegiatan melakukan pekerjaan.

commit to user Kelemahan Indeks Belding-Hacth adalah :

a) Dalam perusahaan dan terutama bagi bangsa (ras) yang berbeda, pengertian orang standar tidak bisa berlaku untuk keseluruhan. b) Indeks didasarkan atas percobaan orang tanpa pakaian, sedangkan

tenaga kerja melakukan pekerjaannya dengan berpakaian. Untuk itu, perlu koreksi sekitar 40% terhadap Indeks Belding-Hacth, jika digunakan untuk orang-orang yang bekerja.

4) Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) /Wet Bulb Globe Temperature

Index (WBGT)

Indeks ini digunakan sebagai cara penilaian terhadap tekanan panas dengan rumus :

a) Untuk yang bekerja pada pekerjaan dengan adanya paparan sinar matahari :

ISBB = (0,7 x Suhu Basah) + (0,2 x Suhu Radiasi) + (0,1 Suhu Kering).

b) Untuk yang bekerja pada pekerjaan tanpa disertai penyinaran sinar matahari :

ISBB = (0,7 x Suhu Basah) + (0,3 x Suhu Radiasi) (Suma’mur, 2009).

Dari hasil pengukuran ISBB tersebut selanjutnya disesuaikan dengan beban kerja yang diterima oleh pekerja, kemudian dilanjutkan pengaturan waktu kerja-waktu istirahat yang tetap dapat bekerja dengan aman dan sehat (Tarwaka dkk, 2004).

commit to user

Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, ketrampilan, perilaku dan persepsi dari pekerja. Beban kerja kadang-kadang juga dapat didefinisikan secara operasional pada berbagai faktor seperti tuntutan tugas atau upaya-upaya yang dilakukan untuk melakukan pekerjaan (Hart dan Staveland dalam Tarwaka, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja adalah sebagai berikut : 1) Beban kerja oleh karena faktor eksternal

Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja. Aspek beban kerja eksternal sering disebut sebagai stressor. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah : a) Tugas-tugas (tasks)

Tugas-tugas yang dilakukan baik yang bersifat fisik seperti, stasiun kerja, tata ruang tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi atau medan kerja, sikap kerja, cara angkat-angkut, beban yang diangkat-angkut, alat bantu kerja, sarana informasi termasuk displai dan control, alat kerja, dan lain-lain. Sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti, kompleksitas pekerjaan atau tingkat kesulitan pekerjaan yang mempengaruhi tingkat emosi pekerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan lain-lain.

b) Organisasi kerja

Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja seperti, lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja

commit to user

malam, sistem pengupahan, sistem kerja, musik kerja, model struktur organisasi, pelimpahan tugas, tanggung jawab dan wewenang, dan lain-lain.

c) Lingkungan kerja

Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja adalah :

(1) Lingkungan kerja fisik seperti : mikroklimat (suhu udara ambien, kelembaban udara, kecepatan rambat udara, suhu radiasi), intensitas penerangan, intensitas kebisingan, vibrasi mekanis dan tekanan udara.

(2) Lingkungan kerja kimiawi seperti : debu, gas-gas pencemar udara, uap logam, fume dalam udara, dan lain-lain.

(3) Lingkungan kerja biologis seperti : bakteri, virus dan parasit, jamur, seranggga, dan lain-lain.

(4) Lingkungan kerja psikologis seperti : pemilihan dan penempatan tenaga kerja, hubungan antara pekerja dengan pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan keluarga dan pekerja dengan lingkungan sosial yang berdampak kepada performansi kerja di tempat kerja.

2) Beban kerja oleh karena faktor internal

Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tersebut dikenal dengan strain. Berat ringannya

commit to user

strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Penilaian secara objektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis. Sedangkan penilaian secara subjektif dapat dilakukan melalui perubahan reaksi psikologis dan perubahan perilaku. Karena itu strain secata subjektif berkaitan erat dengan harapan, keinginan, kepuasan dan penilaian subjektif lainnya. Secara lebih ringkas faktor internal meliputi : a) Faktor somatis, yaitu : jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi

kesehatan dan status gizi.

b) Faktor psikis, yaitu : motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasaan dan lain-lain (Rodahl, Adiputra dan Manuaba dalam Tarwaka, 2010)

Kerja fisik akan mengeluarkan energi yang berhubungan erat dengan kebutuhan atau konsumsi energi. Penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode penilaian tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang dikeluarkan melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlukan atau dikonsumsi. Meskipun metode dengan menggunakan asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang cukup mahal. Sedangkan metode pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama kerja. Kecepatan denyut jantung memiliki hubungan yang sangat erat dengan

commit to user

aktivitas fungsi faal manusia lainnya (Astrand dan Rodahl dalam Tarwaka, 2010).

Salah satu pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban kerja adalah dengan menghitung nadi kerja, konsumsi oksigen, kapasitas ventilasi paru dan suhu inti tubuh. Pada batas tertentu ventilasi paru, denyut jantung dan suhu tubuh mempunyai hubungan yang linier dengan konsumsi oksigen atau pekerjaan yang dilakukan (Christensen dan Grandjean dalam Tarwaka, 2010).

Denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan vasodilatasi (Konz dalam Tarwaka, 2010).

Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang dapat dipalpasi (diraba) dipermukaan kulit pada tempat-tempat tertentu (Depdikbud, 1996).

Tabel 1. Kategori Beban Kerja Menurut Frekuensi Denyut Nadi Per menit

Beban Kerja Denyut Jantung (denyut per menit)

Ringan Sedang Berat Sangat berat Sangat berat sekali

75-100 100-125 125-150 150-175 lebih dari 175 Sumber : Christensen dalam Tarwaka (2010)

commit to user

Standar iklim kerja di Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 sesuai dalam tabel berikut :

Tabel 2. Standar Iklim Kerja

Variasi Waktu Kerja

Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)0C Kerja Ringan Kerja Sedang Kerja Berat

Kerja terus menerus (8 jam/hari) 30,0 26,7 25,0

75% kerja 25% istirahat 30,6 28,0 25,9

50% kerja 50% istirahat 31,4 29,4 27,9

25% kerja 75% istirahat 32,2 31,1 30,0

Sumber : Kepmenaker 1999

f. Pengendalian Lingkungan Kerja Panas

Untuk mengendalikan pengaruh pemaparan tekanan panas terhadap tenaga kerja perlu dilakukan koreksi tempat kerja, sumber-sumber panas lingkungan dan aktivitas kerja yang dilakukan. Koreksi tersebut dimaksudkan untuk menilai secara cermat faktor-faktor tekanan panas dan mengukur ISBB pada masing-masing pekerjaan sehingga dapat dilakukan langkah pengendalian secara benar. Disamping itu koreksi tersebut juga dimaksudkan untuk menilai efektifitas dari sistem pengendalian yang telah dilakukan di masing-masing tempat kerja.

commit to user

Secara ringkas teknik pengendalian terhadap pemaparan tekanan panas di perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi 2) Mengurangi beban panas radian dengan cara :

a) Menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang

menghasilkan panas.

b) Relokasi proses kerja yang menghasilkan panas.

c) Penggunaan tameng anti panas dan alat pelindung yang dapat memantulkan panas.

3) Mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan melalui ventilasi pengenceran (dilution ventilation) atau pendinginan secara mekanis (mechanical cooling). Cara ini telah terbukti secara dramatis dapat menghemat biaya dan meningkatkan kenyamanan (Bernard dalam Tarwaka dkk, 2004).

4) Meningkatkan pergerakan udara. Peningkatan pergerakan udara

melalui ventilasi buatan dimaksudkan untuk memperluas

Dokumen terkait