commit to user
PERBEDAAN KELELAHAN KERJA SEBELUM DAN
SESUDAH TERPAPAR TEKANAN PANAS PADA
TENAGA KERJA BAGIAN PENGGILINGAN
KAIN PERCA DI INDUSTRI KASUR X
SUKOHARJO
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan
Mufidatur Rochmah R.0207037
PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta
commit to user
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara yang secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, ...2011
Mufidatur Rochmah NIM. R0207037
commit to user
ABSTRAK
PERBEDAAN KELELAHAN KERJA SEBELUM DAN SESUDAH TERPAPAR TEKANAN PANAS PADA TENAGA KERJA
BAGIAN PENGGILINGAN KAIN PERCA DI INDUSTRI KASUR X SUKOHARJO
Mufidatur Rochmah1, Lusi Ismayenti2, Live Setyaningsih3
Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui dan mengkaji perbedaan kelelahan kerja
sebelum dan sesudah terpapar tekanan panas pada tenaga kerja bagian penggilingan kain perca di Industri Kasur X Sukoharjo.
Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observational
analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel yang
digunakan adalah tenaga kerja Industri Kasur X Sukoharjo di bagian penggilingan kain perca dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah nonprobability sampling dengan pendekatan sampling jenuh.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan alat Area Heat Stress Monitor
untuk mengetahui tekanan panas di tempat kerja dan Reaction Timer untuk mengetahui tingkat kelelahan kerja tenaga kerja. Teknik analisis data dilakukan dengan uji statistik Paired Sample T-Test dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16,0.
Hasil Penelitian : Hasil uji statistik untuk mengetahui perbedaan kelelahan kerja
sebelum dan sesudah terpapar tekanan panas didapatkan hasil nilai p = 0,000, dimana nilai tersebut p ≤ 0,01, maka hasilnya adalah sangat signifikan.
Simpulan Penelitian : Ada perbedaan kelelahan kerja sebelum dan sesudah
terpapar tekanan panas pada tenaga kerja bagian penggilingan kain perca di Industri Kasur X Sukoharjo.
Kata Kunci : Tekanan Panas, Kelelahan Kerja.
1.
Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
ABSTRACT
THE DIFFERENCE OF WORK FATIGUE BEFORE AND AFTER EXPOSED TO HEAT STRESS IN THE WORKERS IN SCRAP
CLOTH MILLING DIVISION IN X MATTRESS INDUSTRY OF SUKOHARJO
Mufidatur Rochmah1, Lusi Ismayenti2, Live Setyaningsih3
Objective: This research aims to find out and to study the difference of work
fatigue before and after exposed to heat stress in the workers in scrap cloth milling division in X mattress industry of Sukoharjo
Method: This study employed an analytical observational research with cross
sectional approach. The sample used was the workers in X mattress industry of Sukoharjo in scrap cloth milling division, consisting of 20 persons. The sampling technique used was non probability sampling with saturated sampling approach. The data collection was done using Heat Stress Monitor tool to find out the heat stress in the workplace and Reaction Timer to find out the work fatigue level of the workers. Technique of analyzing data used was statistical test with Paired Sample T-Test with SPSS version 16.0 computer software help.
Result: From the result of t statistic to find out the difference of work fatigue
before and after exposed to heat stress, it could be found that the p value = 0.000, in which the p value ≤ 0.01, therefore, the result was very significant.
Conclusion: There was a difference of work fatigue before and after exposed to
heat stress in the workers in scrap cloth milling division in X mattress industry of Sukoharjo.
Keywords: Heat Stress, Work Fatigue
commit to user
PRAKATA
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahNya, sehingga penulis dapat
melaksanakan penelitian dan menyelesaikan laporan skripsi dengan judul
”Perbedaan Kelelahan Kerja Sebelum dan Sesudah Terpapar Tekanan Panas pada
Tenaga Kerja Bagian Penggilingan Kain Perca Di Industri Kasur X Sukoharjo”.
Laporan ini disusun dan disajikan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan di Program Studi D.IV Kesehatan Kerja
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penelitian
dan penulisan laporan ini tidak akan berjalan dengan baik dan selesai tepat pada
waktunya. Oleh karena itu pada kesempatan ini, perkenankan penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. A.A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta periode 2007-2011.
2. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD – KR – FINASIM, selaku
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta periode
2011 sampai sekarang.
3. Bapak Putu Suriyasa, dr, MS., PKK., Sp.Ok, selaku Ketua Program D.IV
Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
periode 2007-2011 dan penguji yang telah memberikan masukan dalam
skripsi ini.
commit to user
4. Ibu Ipop Sjarifah, Dra., M.Si, selaku Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta periode 2011
sampai sekarang.
5. Ibu Lusi Ismayenti, ST., M.Kes, selaku pembimbing I yang telah
membimbing dalam penyusunan laporan skripsi ini.
6. Ibu Live Setyaningsih, SKM, selaku pembimbing II yang telah membimbing
dalam penyusunan laporan skripsi ini.
7. Bapak Sumardiyono, SKM, M.Kes, selaku tim skripsi yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.
8. Pemilik Industri Kasur X Sukoharjo, terima kasih atas izin yang telah
diberikan dan kepada tenaga kerjanya terima kasih atas bantuan dalam
penelitian ini.
9. Bapak, Ibu, dan Adikku tercinta, terima kasih atas segala doa, cinta,
dukungan dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini
dengan lancar.
10. Sahabatku Ismiati, Rohmanti, Etik Fitria Rahmawati, Febriana Zulmi,
Andriyas Wahyu Listianingrum, terima kasih atas kerjasama dan
dukungannya.
11. Wiwin Isma Indah dan Nisa Nur Khakimah, terima kasih atas kerjasama dan
dukungannya.
12. Semua teman-teman D.IV Kesehatan Kerja angkatan 2007, terima kasih atas
kerjasama dan dukungannya.
commit to user
13. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, terima kasih atas
perhatian dan segala bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan
dalam penyusunan laporan skripsi ini, sehingga kritik dan saran yang membangun
untuk kesempurnaan laporan skripsi ini sangat diharapkan. Semoga laporan
skripsi ini dapat memberi manfaat dan tambahan pengetahuan bagi banyak pihak.
Surakarta, Juli 2011
Penulis
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
PRAKATA ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II. LANDASAN TEORI ... 7
A. Tinjauan Pustaka ... 7
B. Kerangka Pemikiran ... 46
C. Hipotesis ... 47
BAB III. METODE PENELITIAN ... 48
A. Jenis Penelitian... 48
commit to user
B. Lokasi Penelitian ... 48
C. Populasi Penelitian ... 48
D. Teknik Sampling ... 48
E. Sampel Penelitian ... 49
F. Desain Penelitian ... 49
G. Identifikasi Variabel Penelitian... 50
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 51
I. Instrumen Penelitian ... 52
J. Cara Kerja Penelitian ... 54
K. Teknik Analisis Data ... 56
BAB IV. HASIL ... 57
A. Gambaran Umum Perusahaan ... 57
B. Karakteristik Subjek Penelitian ... 58
C. Hasil Pengukuran Tekanan Panas ... 59
D. Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja ... 60
E. Uji Perbedaan Kelelahan Kerja Sebelum dan Sesudah Terpapar Tekanan Panas ... 61
BAB V. PEMBAHASAN ... 63
A. Karakteristik Subyek Penelitian ... 63
B. Analisis Univariat ... 66
C. Analisis Bivariat ... 68
D. Keterbatasan Penelitian ... 69
commit to user
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 70
A. Simpulan ... 70
B. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 72
LAMPIRAN
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kategori Beban Kerja Menurut Frekuensi Denyut Nadi Per menit . 25
Tabel 2. Standar Iklim Kerja ... 26
Tabel 3. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur ... 58
Tabel 4. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja ... 59
Tabel 5. Hasil Pengukuran Tekanan Panas di Bagian Penggilingan Kain
Perca ... 60
Tabel 6. Hasil Pengukuran Tingkat Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja
Bagian Penggilingan Kain Perca ... 60
Tabel 7. Paired Samples Test ... 61
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran
(Recuperation) ... 35
Gambar 2. Kerangka Pemikiran ... 46
Gambar 3. Desain Penelitian ... 49
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Sampel Penelitian
Lampiran 2. Data Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja Sebelum Bekerja
Lampiran 3. Data Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja Sesudah Bekerja
Lampiran 4. Gambar Penelitian
Lampiran 5. Surat Keterangan Penelitian
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Industrialisasi akan selalu diikuti oleh penerapan teknologi tinggi,
penggunaan bahan serta peralatan yang semakin kompleks dan rumit. Namun
demikian, penerapan teknologi tinggi, penggunaan bahan, peralatan yang
beraneka ragam dan kompleks tersebut seiring tidak diikuti oleh kesiapan
sumber daya manusianya (Tarwaka dkk, 2004).
Pada dasarnya tujuan utama dari perindustrian adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan manusia dengan lebih memperhatikan
subyek-subyek yang terlibat didalamnya, terutama dalam hal perlindungan terhadap
manusia dan lingkungan kerja. Peranan manusia dalam industri tidak dapat
diabaikan karena sampai saat ini dalam proses produksi masih terdapat
adanya ketergantungan antara alat-alat kerja atau mesin dengan manusia, atau
dengan kata lain adanya interaksi antara manusia, alat dan bahan serta
lingkungan kerja (Sutaryono, 2002).
Lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk
dapat bekerja secara optimal dan produktif. Oleh karena itu lingkungan kerja
harus ditangani atau didesain sedemikian rupa sehingga menjadi kondusif
terhadap pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan
nyaman (Manuaba dalam Tarwaka dkk, 2004).
commit to user
Di daerah tropis masalah pemaparan panas menjadi faktor penting
yang harus diperhatikan. Disamping cuaca kerja, sebetulnya tubuh sendiri
ketika melakukan aktifitas juga mengeluarkan panas. Keseimbangan antara
panas tubuh dan lingkungan diperlukan supaya metabolisme tubuh dapat
berjalan lancar. Pertama-tama panas dipindahkan dari organ yang
memproduksi panas ke kulit, melalui sirkulasi darah. Kemudian panas
mengalami pertukaran dari tubuh ke lingkungan (Subaris dan Haryono,
2007).
Proses pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan terjadi melalui
mekanisme konveksi, radiasi, evaporasi, dan konduksi. Bila seseorang sedang
bekerja, tubuh pekerja tersebut akan mengadakan interaksi dengan keadaan
lingkungan yang terdiri dari suhu udara, kelembaban dan gerakan atau aliran
udara. Proses metabolisme tubuh yang berinteraksi dengan panas di
lingkungannya akan mengakibatkan pekerja mengalami tekanan panas.
Tekanan panas ini dapat disebabkan karena adanya sumber panas maupun
karena ventilasi yang tidak baik. Tekanan panas yang berlebihan akan
menyebabkan pekerja cepat lelah (Subaris dan Haryono, 2007).
Kelelahan kerja tidak dapat didefinisikan secara jelas tetapi dapat
dirasakan sebagai perasaan kelelahan kerja disertai adanya perubahan waktu
reaksi yang menonjol maka indikator perasaan kelelahan kerja dan waktu
reaksi dapat dipergunakan untuk mengetahui adanya kelelahan kerja.
commit to user
dikeluhkan pekerja yang merupakan semua perasaan yang tidak
menyenangkan (Setyawati, 2010).
Industri Kasur X merupakan home industri yang beralamat di
Sukoharjo dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 45 orang yang dibagi
menjadi 2 bagian, yaitu bagian pengisian kasur sebanyak 25 orang dan bagian
penggilingan kain perca sebanyak 20 orang. Industri Kasur X Sukoharjo
memproduksi kasur dengan dua jenis yaitu kasur polester dan kasur dakron.
Dari hasil produksi tersebut diperlukan bahan yang berbeda untuk pengisian
kasur, untuk kasur polester di isi dengan kain perca yang sudah dihaluskan,
sedangkan untuk kasur dakron diisi dengan dakron yang terbuat dari plastik.
Untuk menghaluskan kain perca diperlukan proses yaitu dengan
menggunakan mesin penggiling khusus untuk kain perca.
Sebelum melakukan proses penggilingan kain perca, tenaga kerja
harus memasukkan kain perca ke dalam bak penampungan kain perca yang
terbuat dari kayu dan bambu dengan menggunakan kakinya, ini dilakukan
untuk memudahkan proses masuknya kain perca ke dalam mesin penggiling,
tetapi hal ini dapat mengakibatkan kecelakaan pada tenaga kerja. Pada saat
proses penggilingan kain perca berlangsung, debu-debu halus yang berasal
dari kain perca berterbangan ke udara sehingga ruangan harus selalu ditutup
agar debu-debu tersebut tidak berterbangan keluar ruangan. Hal ini yang
menyebabkan kondisi di dalam ruangan sangat panas karena tidak ada
commit to user
panas di dalam ruangan juga ditambah dari mesin penggiling kain perca pada
saat dioperasikan.
Dari hasil survei awal dan observasi yang dilakukan peneliti di
Industri Kasur X Sukoharjo, peneliti melakukan pengukuran tekanan panas di
tempat kerja dengan menggunakan alat ukur Area Heat Stress Monitor dan
diperoleh hasil yaitu suhu di dalam ruangan sebesar 29 oC. Untuk beban kerja
tenaga kerja dikategorikan beban kerja sedang, hal ini diketahui dari hasil
pengukuran denyut nadi pada 2 tenaga kerja dan hasil pengukuran denyut
nadi masing-masing adalah 108 denyut/menit dan 110 denyut/menit dengan
waktu kerja 7 jam dan istirahat 1 jam, maka termasuk dalam kategori waktu
kerja 75% dan waktu istirahat 25%. Maka Indeks Suhu Basah dan Bola
(ISBB) yang sesuai untuk beban kerja tersebut adalah 28,0 oC. Hasil
pengukuran tekanan panas tersebut dibandingkan dengan Surat Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 mengenai standar iklim kerja
di Indonesia, hasilnya suhu di dalam ruangan tersebut melebihi nilai ambang
batas. Selama proses penggilingan kain perca sebagian besar tenaga kerja
mengalami keluhan mudah merasa haus, cepat merasa mengantuk, dan cepat
merasa letih, sehingga mempengaruhi produktivitas tenaga kerja yang
berpengaruh pada jumlah penggilingan kain perca yang dihasilkan. Hal ini
yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang
perbedaan kelelahan kerja sebelum dan sesudah terpapar tekanan panas pada
commit to user
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan permasalahan pada
penelitian ini adalah “Adakah perbedaan kelelahan kerja sebelum dan sesudah
terpapar tekanan panas pada tenaga kerja bagian penggilingan kain perca di
Industri Kasur X Sukoharjo?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan kelelahan kerja sebelum dan sesudah
terpapar tekanan panas pada tenaga kerja bagian penggilingan kain perca
di Industri Kasur X Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tekanan panas di bagian penggilingan kain perca di
Industri Kasur X Sukoharjo.
b. Untuk mengetahui kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian
penggilingan kain perca di Industri Kasur X Sukoharjo.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan sebagai pembuktian bahwa ada perbedaan kelelahan
commit to user 2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Tempat Kerja
Memberikan masukan bagi tempat kerja agar dapat melakukan
tindakan pengendalian terhadap tekanan panas dan kelelahan kerja.
b. Bagi Program Diploma IV Kesehatan Kerja
Menambah kepustakaan dan informasi yang bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan program belajar
mengajar di Program Diploma IV Kesehatan Kerja.
c. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang perbedaan
kelelahan kerja sebelum dan sesudah terpapar tekanan panas pada
tenaga kerja bagian penggilingan kain perca di Industri Kasur X
Sukoharjo.
d. Bagi Tenaga Kerja
Diharapkan dapat memberikan informasi bagi tenaga kerja
mengenai akibat yang ditimbulkan pada saat bekerja di tempat yang
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tekanan Panas
a. Pengertian Tekanan Panas
Tekanan panas adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban
udara, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi yang dipadankan
dengan produksi panas oleh tubuh sendiri (Suma’mur, 2009).
Tekanan panas adalah beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh
manusia (Santoso, 2004).
Tekanan panas yang berlebihan akan merupakan beban tambahan
yang harus diperhatikan dan diperhitungkan. Beban tambahan berupa
panas lingkungan, dapat menyebabkan beban fisiologis, misalnya kerja
jantung menjadi bertambah (Depkes RI, 2003).
b. Mekanisme Pertukaran Panas antara Tubuh dan Lingkungan
Proses pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan terjadi
melalui mekanisme konveksi, radiasi, evaporasi, dan konduksi. Bila
seseorang sedang bekerja, tubuh pekerja tersebut akan mengadakan
interaksi dengan keadaan lingkungan yang terdiri dari suhu udara,
kelembaban dan gerakan atau aliran udara. Proses metabolisme tubuh
yang berinteraksi dengan panas di lingkungannya akan mengakibatkan
commit to user
pekerja mengalami tekanan panas. Tekanan panas ini dapat disebabkan
karena adanya sumber panas maupun karena ventilasi yang tidak baik.
Adapun uraian mengenai masing-masing mekanismenya adalah
sebagai berikut :
1) Konveksi
Konveksi adalah mekanisme pertukaran panas antara
permukaan tubuh (kulit dan pakaian) dengan udara sekitarnya.
2) Radiasi
Radiasi adalah transmisi energy electromagnetic melalui ruang.
3) Evaporasi
Evaporasi adalah proses penguapan air dari kulit sebagai akibat
perbedaan tekanan uap air antara kulit dan udara sekitar.
4) Konduksi
Konduksi adalah pertukaran panas melalui kontak langsung
antara kulit dengan zat padat, tetapi biasanya jarang terjadi sehingga
sering diabaikan (Subaris dan Haryono, 2007).
Faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas antara tubuh
dengan lingkungan sekitarnya antara lain :
1) Konduksi
Konduksi adalah pertukaran panas antara tubuh dengan
benda-benda sekitar melalui mekanisme sentuhan atau kontak langsung.
commit to user
benda sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat menambah panas
kepada badan apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh.
2) Konveksi
Konveksi adalah pertukaran panas dari badan dengan
lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh. Udara adalah
penghantar panas yang kurang baik, tetapi melalui kontak dengan
tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh.
Tergantung dari suhu udara dan kecepatan angin, konveksi
memainkan besarnya peran dalam pertukaran panas antara tubuh
dengan lingkungan. Konveksi dapat mengurangi atau menambah
panas kepada tubuh. Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu
memancarkan gelombang panas.
3) Radiasi
Radiasi adalah tenaga elektromagnetik yang panjang
gelombangnya lebih panjang dari sinar matahari.
Gelombang-gelombang demikian dapat melalui udara tanpa di absorpsi
energinya, tetapi menimbulkan panas benda yang dikena.
Sumber-sumber dari panas radiasi adalah permukaan-permukaan yang panas
dan sinar matahari.
4) Evaporasi (penguapan keringat)
Pertukaran panas secara evaporasi dapat terjadi melalui kulit
commit to user
lebih tinggi dari pada tekanan uap air di lingkungan sekitar
(Suma’mur, 2009).
Pertukaran suhu tubuh dengan lingkungan dengan cara sebagai
berikut :
1) Radiasi
Radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam
bentuk gelombang panas inframerah.
2) Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan langsung
kulit dengan benda-benda yang ada di sekitar tubuh.
3) Konveksi
Konveksi adalah pertukaran panas dari badan dengan
lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh.
4) Evaporasi
Evaporasi (penguapan air dari kulit) dapat memfasilitasi
perpindahan panas tubuh (Budi, 2010).
c. Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Respon Tubuh terhadap
Panas
Respon panas berbeda-beda untuk setiap individu. Hal ini terkait
dengan beberapa faktor sebagai berikut :
commit to user
2) Obat-obatan yang diresepkan dokter, misal : diuretics dan
antihypertensive. Obat-obatan ini dapat mengganggu sirkulasi darah
atau respon jantung terhadap tekanan.
3) Alkohol dan obat-obatan yang bersifat rekreasi, meningkatkan
volume urine, kemungkinan mengalami “heat stroke”.
4) Usia : semakin tua akan semakin sulit merespon panas karena
penurunan efisiensi cardiovascular (jantung). Semakin tua maka
semakin sulit berkeringat sehingga memperkecil kemampuan untuk
menurunkan suhu inti. Pada pekerjaan yang sama, tenaga kerja yang
berusia tua mempunyai suhu inti lebih tinggi daripada tenaga kerja
yang berusia lebih muda. Untuk itu pemulihan kondisi tubuh selama
istirahat membutuhkan waktu lebih lama.
5) Kondisi fisik : semakin fit kondisi fisik tubuh akan semakin mudah
merespon panas.
6) Etnis : pada etnis tertentu respon panas berbeda dengan etnis lain,
misal etnis Arab dan etnis Eropa. Tetapi perbedaan respon panas
pada kedua etnis tersebut lebih merupakan perbedaan diet (pola
makan) pada kedua etnis tersebut.
7) Gizi : beberapa zat gizi akan hilang karena adanya tekanan panas.
Misal : pekerjaan berat yang memerlukan kalori lebih dari 500 kcal
akan berpotensi kehilangan zinc dari tubuh pekerja, hal ini
commit to user
di ruang panas minimal dibutuhkan asupan vitamin C 250 mg/hari
pada pekerja yang bersangkutan (Subaris dan Haryono, 2007).
Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh :
1) Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal
ini memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi
berbeda pula. Sebagaimana disebutkan pada uraian sebelumnya,
sangat terkait dengan laju metabolisme.
2) Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan
metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan
saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam
jaringan untuk dimetabolisme. Hampir seluruh metabolisme lemak
coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis
ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan
produksi epineprin dan norepineprin yang meningkatkan
metabolisme.
3) Hormon pertumbuhan
Hormon pertumbuhan (growth hormon) dapat menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15 – 20%. Akibatnya,
commit to user
4) Hormon tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hampir semua
reaksi kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin
dapat mempengaruhi laju metabolisme menjadi 50 – 100% diatas
normal.
5) Hormon kelamin
Hormon kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan
metabolisme basal kira-kira 10 – 15% kecepatan normal,
menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada perempuan,
fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena
pengeluaran hormon progesteron pada masa ovulasi meningkatkan
suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C di atas suhu basal.
6) Demam (peradangan)
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan
peningkatan metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan
suhu 10°C.
7) Status gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan
metabolisme 20 – 30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada
zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme.
Dengan demikian, orang yang mengalami mal nutrisi mudah
mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu
commit to user
hipotermia karena lemak merupakan isolator yang cukup baik,
dalam arti lemak menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga
kecepatan jaringan yang lain.
8) Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme,
mengakibatkan gesekan antar komponen otot/organ yang
menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat
meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.
9) Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada
hipotalamus, dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh
mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada
saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh.
Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga
dapat menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
10) Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan,
artinya panas tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan
yang lebih dingin. Begitu juga sebaliknya, lingkungan dapat
mempengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu antara
manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit.
Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena
commit to user
langsung ke fleksus arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa
yang mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam fleksus
arteriovenosa yang cukup tinggi (kadang mencapai 30% total curah
jantung) akan menyebabkan konduksi panas dari inti tubuh ke kulit
menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit merupakan radiator
panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh (Anas, 2007).
d. Pengaruh Pemaparan Panas terhadap Kesehatan
Panas merupakan salah satu stressor yang dapat mengganggu
kesehatan jika tidak dikelola dengan baik. Total panas yang ada pada
tubuh seseorang berasal dari kombinasi antara panas metabolik dan
panas dari lingkungan (Djafri, 2007).
Pengaruh pemaparan panas terhadap kesehatan dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1) Dehidrasi
Contohnya adalah tubuh letih, lesu, lemas, kantuk, dan muntah.
2) Heat Cramps
Heat Cramps adalah kejang otot karena kehilangan cairan dan
garam akibat keringat berlebihan yang menyebabkan kecenderungan
sirkulasi jantung kurang adequate.
3) Heat exhaustion (Heat perforation)
Heat exhaustion adalah perubahan aliran darah kulit menjadi
lebih rendah dari suhu tubuh sehingga membutuhkan volume darah
commit to user
kehilangan cairan akibat keringat berlebihan dan cenderung
menyebabkan kolapsnya sirkulasi darah. Korban merasa fatigue
(lelah berlebihan) dan lemah sebelum kolaps dan akhirnya pingsan.
4) Heat Stroke
Heat Stroke adalah temperatur tubuh 40-41 oC yang
mengakibatkan kerusakan jaringan-jaringan, seperti liver, ginjal dan
otak. Korban merasa sakit kepala, fatigue, pening, denyut nadi cepat,
disorientasi dan cepat tidak sadarkan diri (Subaris dan Haryono,
2007).
Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu
lingkungan panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Gangguan perilaku dan performansi kerja seperti, terjadinya
kelelahan, sering melakukan istirahat curian dan lain-lain.
2) Dehidrasi
Dehidrasi adalah suatu kehilangan cairan tubuh yang
berlebihan yang disebabkan oleh penggantian cairan yang tidak
cukup maupun karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan cairan
<1,5% gejalanya tidak nampak, kelelahan muncul lebih awal dan
mulut mulai kering.
3) Heat Rash
Heat Rash merupakan keadaan seperti biang keringat buntat,
commit to user
pekerja perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan
menggunakan bedak penghilang keringat.
4) Heat Cramps
Heat Cramps merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan
kaki) akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam
natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena
minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.
5) Heat Syncope atau Fainting
Heat Syncope atau Fainting merupakan keadaan yang
disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian
besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer yang
disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.
6) Heat exhaustion
Heat exhaustion terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu
banyak cairan dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering,
sangat haus, lemah dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak
dialami oleh pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara
panas (Tarwaka dkk, 2004).
Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
1) Heat Cramps (kejang panas)
Heat Cramps dialami pada lingkungan yang suhunya tinggi,
sebagai akibat bertambah banyaknya keluar keringat yang
commit to user
yang diminum tidak diberi garam untuk mengganti garam natrium
yang hilang.
Heat Cramps diderita sebagai kejang-kejang otot tubuh dan
perut yang dirasakan sangat sakit. Disamping kejang-kejang tersebut
terdapat pula gejala-gejala yang biasa dijumpai pada heat stress,
yaitu pingsan, badan terasa lemah, mual dan muntah-muntah.
2) Heat Exhaustion (penat panas)
Heat Exhaustion biasanya terjadi oleh karena lingkungan yang
sangat panas, terutama bagi yang belum beraklimatisasi terhadap
iklim (cuaca) panas. Penderita sangat banyak berkeringat, sedangkan
temperatur badan normal atau sub normal. Tekanan darah penderita
menurun dan nadi lebih cepat. Yang terkena penat panas merasa
badannya lemah, mungkin penderita mengalami pingsan, dan
kadang-kadang keadaannya letargis (lethargic).
3) Heat Stroke (pukulan atau struk panas)
Heat Stroke jarang terjadi pada pekerja dalam perusahaan
industri, namun bila terjadi biasanya keadaannya sangat parah.
Penderita umumnya laki-laki yang pekerjaannya berat dan belum
beraklimatisasi terhadap iklim kerja panas. Gejala-gejala atau tanda
kelainan saraf pusat dapat timbul, seperti vertigo, tremor, konvulsi
dan delirium. Menurunkan suhu badan dengan kompres atau selimut
kain basah dan dingin adalah pengobatan utama. Penyebab heat
commit to user
di otak. Atas dasar pengaruh suhu panas demikian, terjadi
peningkatan suhu badan penderita (hiperpireksia).
4) Miliaria
Miliaria adalah kelainan kulit, sebagai akibat keluarnya
keringat yang berlebihan (Suma’mur, 2009).
e. Penilaian Tekanan Panas
Penilaian tekanan panas dapat disebabkan oleh berbagai faktor
yang selanjutnya dapat digolongkan dalam :
1) Climatic factor : suhu udara, humidity, radiasi, kecepatan gerakan
udara.
2) Non climatic factor : panas metabolisme, pakaian kerja, dan tingkat
aklimatisasi (Subaris dan Haryono, 2007).
Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan
panas, diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Suhu Efektif
Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas)
yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam
berbagai kombinasi suhu, kelembaban, dan kecepatan aliran udara.
Kelemahan penggunaan suhu efektif adalah tidak
memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh.
Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan
memperhatikan panas radiasi, dibuat Skala Suhu Efektif Yang
commit to user
ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya
panas hasil metabolisme tubuh.
2) Prediksi Kecepatan Keluar Keringat selama 4 jam/Predicted 4 hour
sweat rate (P4SR)
Prediksi Kecepatan Keluar Keringat selama 4 jam yaitu
banyaknya prediksi keringat keluar selama 4 jam sebagai akibat
kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta panas
radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja dengan
berpakaian dan juga menurut tingkat kegiatan dalam melakukan
pekerjaan.
3) Indeks Belding-Hacth
Indeks Belding-Hacth yaitu kemampuan berkeringat orang
standar yaitu orang muda dengan tinggi 170 cm dan berat badan 154
pon, dalam keadaan sehat dan memiliki kesegaran jasmani, serta
beraklimatisasi terhadap iklim kerja panas. Dalam lingkungan panas,
efek pendinginan penguapan keringat adalah mekanisme terpenting
untuk mempertahankan keseimbangan termis badan. Maka dari itu,
Belding dan Hacth mendasarkan indeksnya atas perbandingan
banyaknya keringat yang diperlukan untuk mengimbangi panas dan
kapasitas maksimal tubuh untuk berkeringat. Untuk menentukan
indeks tersebut, diperlukan pengukuran suhu kering dan suhu basah,
suhu bola, kecepatan aliran udara dan produksi panas sebagai akibat
commit to user Kelemahan Indeks Belding-Hacth adalah :
a) Dalam perusahaan dan terutama bagi bangsa (ras) yang berbeda,
pengertian orang standar tidak bisa berlaku untuk keseluruhan.
b) Indeks didasarkan atas percobaan orang tanpa pakaian, sedangkan
tenaga kerja melakukan pekerjaannya dengan berpakaian. Untuk
itu, perlu koreksi sekitar 40% terhadap Indeks Belding-Hacth, jika
digunakan untuk orang-orang yang bekerja.
4) Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) /Wet Bulb Globe Temperature
Index (WBGT)
Indeks ini digunakan sebagai cara penilaian terhadap tekanan
panas dengan rumus :
a) Untuk yang bekerja pada pekerjaan dengan adanya paparan sinar
matahari :
ISBB = (0,7 x Suhu Basah) + (0,2 x Suhu Radiasi) + (0,1 Suhu
Kering).
b) Untuk yang bekerja pada pekerjaan tanpa disertai penyinaran
sinar matahari :
ISBB = (0,7 x Suhu Basah) + (0,3 x Suhu Radiasi)
(Suma’mur, 2009).
Dari hasil pengukuran ISBB tersebut selanjutnya disesuaikan
dengan beban kerja yang diterima oleh pekerja, kemudian dilanjutkan
pengaturan waktu kerja-waktu istirahat yang tetap dapat bekerja dengan
commit to user
Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara
tuntutan tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai
tempat kerja, ketrampilan, perilaku dan persepsi dari pekerja. Beban
kerja kadang-kadang juga dapat didefinisikan secara operasional pada
berbagai faktor seperti tuntutan tugas atau upaya-upaya yang dilakukan
untuk melakukan pekerjaan (Hart dan Staveland dalam Tarwaka, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja adalah sebagai berikut :
1) Beban kerja oleh karena faktor eksternal
Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal
dari luar tubuh pekerja. Aspek beban kerja eksternal sering disebut
sebagai stressor. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah :
a) Tugas-tugas (tasks)
Tugas-tugas yang dilakukan baik yang bersifat fisik seperti,
stasiun kerja, tata ruang tempat kerja, alat dan sarana kerja,
kondisi atau medan kerja, sikap kerja, cara angkat-angkut, beban
yang diangkat-angkut, alat bantu kerja, sarana informasi termasuk
displai dan control, alat kerja, dan lain-lain. Sedangkan
tugas-tugas yang bersifat mental seperti, kompleksitas pekerjaan atau
tingkat kesulitan pekerjaan yang mempengaruhi tingkat emosi
pekerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan lain-lain.
b) Organisasi kerja
Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja
commit to user
malam, sistem pengupahan, sistem kerja, musik kerja, model
struktur organisasi, pelimpahan tugas, tanggung jawab dan
wewenang, dan lain-lain.
c) Lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan
kepada pekerja adalah :
(1) Lingkungan kerja fisik seperti : mikroklimat (suhu udara
ambien, kelembaban udara, kecepatan rambat udara, suhu
radiasi), intensitas penerangan, intensitas kebisingan, vibrasi
mekanis dan tekanan udara.
(2) Lingkungan kerja kimiawi seperti : debu, gas-gas pencemar
udara, uap logam, fume dalam udara, dan lain-lain.
(3) Lingkungan kerja biologis seperti : bakteri, virus dan parasit,
jamur, seranggga, dan lain-lain.
(4) Lingkungan kerja psikologis seperti : pemilihan dan
penempatan tenaga kerja, hubungan antara pekerja dengan
pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan keluarga dan
pekerja dengan lingkungan sosial yang berdampak kepada
performansi kerja di tempat kerja.
2) Beban kerja oleh karena faktor internal
Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari
dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja
commit to user
strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Penilaian
secara objektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis. Sedangkan
penilaian secara subjektif dapat dilakukan melalui perubahan reaksi
psikologis dan perubahan perilaku. Karena itu strain secata subjektif
berkaitan erat dengan harapan, keinginan, kepuasan dan penilaian
subjektif lainnya. Secara lebih ringkas faktor internal meliputi :
a) Faktor somatis, yaitu : jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi
kesehatan dan status gizi.
b) Faktor psikis, yaitu : motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan,
kepuasaan dan lain-lain (Rodahl, Adiputra dan Manuaba dalam
Tarwaka, 2010)
Kerja fisik akan mengeluarkan energi yang berhubungan erat
dengan kebutuhan atau konsumsi energi. Penilaian beban kerja fisik
dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode
penilaian langsung dan metode penilaian tidak langsung. Metode
pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang dikeluarkan
melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja akan
semakin banyak energi yang diperlukan atau dikonsumsi. Meskipun
metode dengan menggunakan asupan oksigen lebih akurat, namun
hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan
peralatan yang cukup mahal. Sedangkan metode pengukuran tidak
langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama kerja.
commit to user
aktivitas fungsi faal manusia lainnya (Astrand dan Rodahl dalam
Tarwaka, 2010).
Salah satu pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban
kerja adalah dengan menghitung nadi kerja, konsumsi oksigen,
kapasitas ventilasi paru dan suhu inti tubuh. Pada batas tertentu
ventilasi paru, denyut jantung dan suhu tubuh mempunyai hubungan
yang linier dengan konsumsi oksigen atau pekerjaan yang dilakukan
(Christensen dan Grandjean dalam Tarwaka, 2010).
Denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang
baik, kecuali dalam keadaan emosi dan vasodilatasi (Konz dalam
Tarwaka, 2010).
Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang
dapat dipalpasi (diraba) dipermukaan kulit pada tempat-tempat tertentu
(Depdikbud, 1996).
Tabel 1. Kategori Beban Kerja Menurut Frekuensi Denyut Nadi Per menit
Beban Kerja Denyut Jantung (denyut per menit)
commit to user
Standar iklim kerja di Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 sesuai dalam
tabel berikut :
Tabel 2. Standar Iklim Kerja
Variasi Waktu Kerja
Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)0C
f. Pengendalian Lingkungan Kerja Panas
Untuk mengendalikan pengaruh pemaparan tekanan panas
terhadap tenaga kerja perlu dilakukan koreksi tempat kerja,
sumber-sumber panas lingkungan dan aktivitas kerja yang dilakukan. Koreksi
tersebut dimaksudkan untuk menilai secara cermat faktor-faktor
tekanan panas dan mengukur ISBB pada masing-masing pekerjaan
sehingga dapat dilakukan langkah pengendalian secara benar.
Disamping itu koreksi tersebut juga dimaksudkan untuk menilai
efektifitas dari sistem pengendalian yang telah dilakukan di
commit to user
Secara ringkas teknik pengendalian terhadap pemaparan tekanan
panas di perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi
2) Mengurangi beban panas radian dengan cara :
a) Menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang
menghasilkan panas.
b) Relokasi proses kerja yang menghasilkan panas.
c) Penggunaan tameng anti panas dan alat pelindung yang dapat
memantulkan panas.
3) Mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan
melalui ventilasi pengenceran (dilution ventilation) atau pendinginan
secara mekanis (mechanical cooling). Cara ini telah terbukti secara
dramatis dapat menghemat biaya dan meningkatkan kenyamanan
(Bernard dalam Tarwaka dkk, 2004).
4) Meningkatkan pergerakan udara. Peningkatan pergerakan udara
melalui ventilasi buatan dimaksudkan untuk memperluas
pendinginan evaporasi, tetapi tidak boleh melebihi 0,2 m/detik.
Sehingga perlu dipertimbangkan bahwa menambah pergerakan udara
pada temperatur yang tinggi (> 40 oC) dapat berakibat kepada
peningkatan tekanan panas.
5) Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas dengan cara :
commit to user
b) Penyediaan tempat sejuk yang terpisah dengan proses kerja untuk
pemulihan.
c) Mengatur waktu kerja-istirahat secara tepat berdasarkan beban
kerja dan nilai ISBB (Tarwaka dkk, 2004).
Pengendalian terhadap tekanan panas dilakukan dengan beberapa
cara, diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Mengurangi beban kerja
Panas metabolisme yang digunakan untuk bekerja merupakan
penyumbang terbesar terhadap tambahan panas bagi seorang tenaga
kerja. Mengurangi beban kerja dari berat ke beban kerja ringan dapat
menurunkan tingkat tekanan panas, cara dalam mengurangi beban
kerja umumnya termasuk penggunaan tenaga untuk peralatan kerja
atau cara kerja baru untuk mengurangi upaya-upaya yang bersifat
manual.
2) Menurunkan suhu udara
Suhu udara dapat diturunkan dengan memasang ventilasi
dengan cara pengenceran dan dengan pendinginan secara aktif.
Ventilasi dengan cara pengenceran maksudnya memasukkan udara
yang lebih dingan dari tempat lain (dari luar) ke dalam lingkungan
tempat kerja panas, sehingga udara dingin bercampur dengan udara
panas dan menurunkan suhu udara di dalam tempat kerja. Cara ini
dapat dilaksanakan untuk mendinginkan seluruh ruangan atau hanya
commit to user
Pendinginan secara aktif diartikan sebagai pendinginan dengan
mesin atau penguapan dengan pendinginan, udara yang akan
digunakan didinginkan lebih dulu dengan mesin pendingin,
selanjutnya baru dimasukkan ke lingkungan tempat kerja untuk
mengencerkan udara lingkungan kerja panas.
Suhu udara yang rendah dapat membantu baik mengurangi
tambahan panas maupun mempertinggi kehilangan panas. Hal ini
merupakan faktor yang sangat nyata dalam mengendalikan tekanan
panas.
3) Menurunkan kelembaban udara
Kecepatan penguapan keringat dengan pendinginan oleh udara
dingin sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara. Kecepatan
pendinginan sering membatasai timbulnya tegangan panas dalam
tubuh agar tidak menjadi berlebihan. Kecepatan penguapan dengan
cara pendinginan dapat ditingkatkan dengan menurunkan kandungan
air dalam udara. Air dapat dihilangkan dari udara dengan
menggunakan mesin pendingin. Jadi tekanan panas diturunkan
dengan menghilangkan uap air dalam udara dan menurunkan suhu
udara.
Dengan menggunakan ruangan yang dingin akan menurunkan
tekanan panas, hal ini disebabkan oleh karena suhu udara dan
kelembaban udara yang lebih rendah, sehingga meningkatkan
commit to user 4) Menurunkan panas radiasi
Panas radiasi dapat datang dari sumber dengan suhu
permukaan yang tinggi. Bila suatu sumber panas dapat ditentukan
atau dilokalisir (diisolasi), maka panas radiasi dapat dikembalikan
secara efektif dengan memasang lembaran logam aluminium sebagai
perisai disekeliling sumber (dapur) tanpa menyentuh dinding dapur.
Permukaan logam aluminium yang menghadap ke sumber (dapur)
dibuat mengkilat. Ternyata dengan cara tersebut 95% energi panas
radiasi yang dipancarkan dari sumber akan dipantulkan kembali,
sedang yang 5% lainnya akan diabsorbsi oleh logam aluminium.
Dengan cara demikian udara dibelakang logam aluminium akan
tetap terasa dingin.
5) Meningkatkan gerakan udara
Keuntungan dari peningkatan gerakan udara adalah dapat
mempertinggi penguapan dengan pendinginan, dan pendinginan
melalui konveksi terjadi bila suhu udara lebih kecil dari 35 oC. Bila
suhu terletak antara 35 oC dan 40 oC, maka panas konveksi akan
meningkat bila gerakan udara dinaikkan. Bila suhu diatas 40oC,
menaikkan gerakan udara sesungguhnya akan meningkatkan tekanan
panas secara keseluruhan.
Penurunan tekanan panas yang terbesar terjadi bila gerakan
commit to user
perbaikan lebih lanjut dalam penguapan dengan pendinginan udara
melalui kecepatan udara > 3 meter/detik (Soeripto, 2008).
2. Kelelahan Kerja
a. Pengertian Kelelahan Kerja
Kelelahan kerja adalah parasaaan lelah dan adanya penurunan
kesiagaan (Grandjean dalam Setyawati, 2010).
Kelelahan kerja adalah suatu fonomena yang kompleks yang
disebabkan oleh faktor biologi pada proses kerja serta dipengaruhi oleh
faktor internal maupun eksternal (Chavalitsakulchai dan Shahvanaz
dalam Setyawati, 2010).
Kelelahan kerja adalah respon total individu terhadap stres
psikososial yang dialami dalam satu periode waktu tertentu dan
kelelahan kerja itu cenderung menurunkan prestasi maupun motivasi
pekerja bersangkutan. Kelelahan kerja merupakan kriteria yang lengkap
tidak hanya menyangkut kelelahan yang bersifat fisik dan psikis saja
tetapi lebih banyak kaitannya dengan adanya penurunan kinerja fisik,
adanya perasaan lelah, penurunan motivasi, dan penurunan
produktivitas kerja (Cameron dalam Setyawati, 2010).
Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi
commit to user
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar
tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan
setelah istirahat (Tarwaka dkk, 2004).
Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi menurunnya
efisiensi, performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan
fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan
(Wignjosoebroto, 2003).
Dari sudut neurofisiologi diungkapkan bahwa kelelahan
dipandang sebagai suatu keadaan sistemik saraf sentral, akibat aktivitas
yang berkepanjangan dan secara fundamental dikontrol oleh aktivitas
berlawanan antara sistem aktivasi dan sistem inhibisi pada batang otak
(Grandjean dan Kogi dalam Setyawati, 2010).
Perasaan lelah pada pekerja adalah semua perasaan yang tidak
menyenangkan yang dialami oleh pekerja serta merupakan fenomena
psikososial. Latar belakang psikososial sangat berpengaruh terhadap
terjadinya kelelahan kerja dan terdapat hubungan yang erat antara
derajat gejala kelelahan dan derajat parasaan lelah (Yoshitake dalam
Setyawati, 2010).
b. Penyebab Kelelahan Kerja
Penyebab kelelahan kerja umumnya berkaitan dengan hal-hal
sebagai berikut :
1) Sifat pekerjaan yang monoton.
commit to user
3) Cuaca ruang kerja, pencahayaan dan kebisingan serta lingkungan
kerja lain yang tidak memadai.
4) Faktor psikologis, rasa tanggung jawab, ketegangan-ketegangan dan
konflik-konflik.
5) Penyakit-penyakit, rasa kesakitan dan gizi.
6) Circadian rhytm. Di informasikan dalam kaitan kejadian kelelahan
kerja shift kerja berpeluang menimbulkan kelelahan kerja sekitar
80% dan shift kerja sendiri berpeluang menimbulkan gangguan tidur
pada pekerja shift kerja malam sekitar 80% (Setyawati, 2010).
Secara fisiologi penyebab kelelahan ada dua macam yaitu :
1) Kelelahan sentral
Kelelahan sentral adalah aktivitas motor neuron tidak
mencukupi atau motor neuron mengalami impaired excitability.
2) Kelelahan perifer
Penyebab kelelahan perifer/tepi adalah terdapatnya kelainan
transmisi neuromuscular dan otot mengalami hambatan kontraksi
(Setyawati, 2010).
Penyebab kelelahan ada beberapa macam, diantaranya :
1) Aktivitas kerja fisik
2) Aktivitas kerja mental
3) Stasiun kerja tidak ergonomis
4) Sikap paksa
commit to user 6) Kerja bersifat monotoni
7) Lingkungan kerja ekstrim
8) Psikologis
9) Kebutuhan kalori kurang
10) Waktu kerja-istirahat tidak tepat (Tarwaka dkk, 2004).
Secara jelas faktor etiologi kelelahan belum diketahui, ada yang
mengemukakan karena virus tertentu atau adanya peran gangguan
kejiwaan dalam terjadinya kelelahan (Swartz dan Manu, dan Baringin
dalam Setyawati, 2010).
Faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat
bervariasi, dan untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan dan
efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan (cancel out
commit to user
Faktor-faktor penyebab kelelahan diilustrasikan dalam gambar
Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran
(Recuperation) seperti gambar berikut ini :
Tingkat Kelelahan
Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya
kelelahan kerja bermacam-macam, diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Faktor lingkungan kerja
Faktor lingkungan kerja yang tidak memadai untuk bekerja
sampai kepada masalah psikososial dapat berpengaruh terhadap
terjadinya kelelahan kerja. Lingkungan kerja yang nyaman dan
ventilasi udara yang adekuat, didukung oleh tidak adanya kebisingan
akan mengurangi kelelahan kerja.
Gambar 1. Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran (Recuperation)
commit to user 2) Waktu istirahat dan waktu bekerja
Waktu istirahat dan waktu bekerja yang proposional dapat
menurunkan derajat kelelahan kerja. Lama dan ketepatan waktu
beristirahat sangat berperan dalam mempengaruhi terjadinya
kelelahan kerja.
3) Kesehatan pekerja
Kesehatan pekerja yang selalu dimonitor dengan baik, dan
pemberian gizi yang sempurna dapat menurunkan kelelahan kerja.
4) Beban kerja
Beban kerja yang diberikan pada pekerja perlu disesuaikan
dengan kemampuan psikis dan fisik pekerja bersangkutan.
5) Keadaan perjalanan
Keadaan perjalanan, waktu perjalanan dari dan ke tempat kerja
yang seminimal mungkin dan seaman mungkin berpengaruh
terhadap kondisi kesehatan kerja pada umumnya dan kelelahan kerja
khususnya (Setyawati, 2010).
Kelelahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1) Usia
Pada usia meningkat akan diikuti dengan proses degenerasi
dari organ, sehingga dalam hal ini kemampuan organ akan menurun.
commit to user
menyebabkan tenaga kerja akan semakin mudah mengalami
kelelahan.
2) Jenis Kelamin
Pada tenaga kerja wanita terjadi siklus setiap bulan di dalam
mekanisme tubuhnya, sehingga akan mempengaruhi turunnya
kondisi fisik maupun psikisnya, dan hal itu menyebabkan tingkat
kelelahan wanita lebih besar dari pada tingkat kelelahan tenaga kerja
laki-laki.
3) Penyakit
Penyakit akan menyebabkan Hipo/hipertensi suatu organ,
akibatnya akan merangsang mukosa suatu jaringan sehingga
merangsang syaraf-syaraf tertentu. Dengan perangsangan yang
terjadi akan menyebabkan pusat syaraf otak akan terganggu atau
terpengaruh yang dapat menurunkan kondisi fisik seseorang.
4) Keadaan Psikis Tenaga Kerja
Keadaan psikis tenaga kerja yaitu suatu respon yang
ditafsirkan bagian yang salah, sehingga merupakan suatu aktivitas
secara primer suatu organ, akibatnya timbul ketegangan-ketegangan
yang dapat meningkatkan tingkat kelelahan seseorang.
5) Beban Kerja
Pada pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan
commit to user
mempercepat pula kelelahan seseorang. Beban kerja meliputi : iklim
kerja, penerangan, kebisingan, debu dan lain-lain (Suma’mur, 2009).
c. Gejala Kelelahan Kerja
Gejala-gejala kelelahan kerja adalah sebagai berikut :
1) Gejala-gejala yang mungkin berakibat pada pekerjaan seperti
penurunan kesiagaan dan perhatian, penurunan dan hambatan
persepsi, cara berpikir atau perbuatan anti sosial, tidak cocok dengan
lingkungan, depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisistif.
2) Gejala umum yang sering menyertai gejala-gejala di atas adalah sakit
kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu
makan serta gangguan pencernaan. Disamping gejala-gejala di atas
pada kelelahan kerja terdapat pula gejala-gejala yang tidak spesifik
berupa kecemasan, perubahan tingkah laku, kegelisahan, dan
kesukaran tidur (Gilmer dan Cameron dalam Setyawati, 2010).
Gejala-gejala kelelahan kerja adalah sebagai berikut :
1) Kelelahan bersifat umum
2) Kehilangan inisiatif
3) Tendensi depresi
4) Kecemasan
5) Peningkatan sifat mudah tersinggung
6) Penurunan toleransi
7) Kadang-kadang perilaku bersifat asosial (Grandjean dan Kogi dalam
commit to user
Gejala kelelahan kerja ada dua macam yaitu gejala subyektif dan
gejala obyektif. Gejala kelelahan kerja yang penting antara lain adalah
adanya perasaan kelelahan, somnolensi, tidak bergairah bekerja, sulit
berpikir, penurunan kesiagaan, penurunan persepsi dan kecepatan
bereaksi bekerja (Grandjean dalam Setyawati, 2010).
Somnolensi adalah kelenaan atau rasa kantuk (Ramali dan
Pamoentjak, 1987).
Gejala umum kelelahan adalah suatu perasaan letih yang luar
biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan
terhambat karena munculnya gejala kelelahan terebut. Tidak adanya
gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa
berat dan merasa mengantuk (Budiono, 2003).
Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat
ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif
biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata beban kerja
melebihi 30-40 % dari tenaga aerobik maksimal (Astrand dan Rodahl,
dan Pulat dalam Tarwaka dkk, 2004).
d. Dampak Kelelahan Kerja
Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu
prestasi kerja yang menurun, fungsi fisiologis motorik dan neural yang
menurun, badan terasa tidak enak disamping semangat kerja yang
menurun. Perasaan kelelahan kerja cenderung meningkatkan terjadinya
commit to user
maupun perusahaannya karena adanya penurunan produktivitas kerja
(Gilmer dan Suma’mur dalam Setyawati, 2010).
Resiko kelelahan ada beberapa macam, diantaranya :
1) Motivasi kerja turun
2) Performansi rendah
3) Kualitas kerja rendah
4) Banyak terjadi kesalahan
5) Stress akibat kerja
6) Penyakit akibat kerja
7) Cedera
8) Terjadi kecelakaan akibat kerja (Tarwaka dkk, 2004).
e. Pengukuran Kelelahan
Metode pengukuran kelelahan ada beberapa kelompok,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan
Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah
proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi
yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor
yang harus dipertimbangkan seperti ; target produksi, faktor sosial
dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output
(kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan
dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut
commit to user 2) Uji psiko-motor (Psychomotor test)
a) Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interprestasi dan
reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan
pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari
pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran
atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat
digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau
goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi
merupakan petunjuk lambatnya proses faal syaraf dan otot.
b) Sanders dan McCormick dalam Tarwaka dkk (2004) mengatakan
bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon
yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi terpendek
biasanya berkisar antara 150-200 milidetik. Waktu reaksi
tergantung dari stimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya
perangsangan, umur subyek, dan perbedaan-perbedaan individu
lainnya.
c) Setyawati dalam Tarwaka dkk (2004) melaporkan bahwa dalam
uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan
daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli
suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya.
d) Alat ukur waktu reaksi yang telah dikembangkan di Indonesia
biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai
commit to user
Hasil pengukuran waktu reaksi dibandingkan dengan standar
pengukuran kelelahan menurut Setyawati (2010) yaitu :
a) Normal (N) : waktu reaksi 150,0 – 240,0
mili detik
b) Kelelahan Kerja Ringan (KKR) : waktu reaksi > 240,0 –
< 410,0 mili detik
c) Kelelahan Kerja Sedang (KKS) : waktu reaksi 410,0 – <
580,0 mili detik
d) Kelelahan Kerja Berat (KKB) : waktu reaksi 580,0 mili
detik atau lebih
3) Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk
melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin
panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji
kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan
keadaan kewaspadaan tenaga kerja.
4) Perasaan kelelahan secara subyektif (Subjective feelings of fatigue)
Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research
Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang
dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subyektif. Kuesioner
tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari :
a) 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan :
commit to user 2. Lelah seluruh badan
3. Berat di kaki
4. Meguap
5. Pakiran kacau
6. Mengantuk
7. Ada beban pada mata
8. Gerakan canggung dan kaku
9. Berdiri tidak stabil
10. Ingin berbaring
b) 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi :
11. Susah berpikir
12. Lelah untuk bicara
13. Gugup
14. Tidak berkonsentrasi
15. Sulit memusatkan perhatian
16. Mudah lupa
17. Kepercayaan diri berkurang
18. Merasa cemas
19. Sulit mengontrol sikap
20. Tidak tekun dalam pekerjaan
c) 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik :
21. Sakit di kepala
commit to user 23. Nyeri di punggung
24. Sesak nafas
25. Haus
26. Suara serak
27. Merasa pening
28. Spasme di kelopak mata
29. Tremor pada anggota badan
30. Merasa kurang sehat
Sinclair dalam Tarwaka dkk (2004) menjelaskan beberapa
metode yang dapat digunakan dalam pengukuran subyektif. Metode
antara lain : ranking methods, rating methods, questionnaire
methods, interview dan checklists.
5) Uji Mental
Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan
yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan
menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test, merupakan salah
satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian
dan konstansi. Hasil tes akan menunjukkan bahwa semakin lelah
seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi akan
semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Bourdon Wiersma
test lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau
pekerjaan yang lebih bersifat mental (Grandjean dalam Tarwaka dkk,
commit to user
3. Pengaruh Tekanan Panas terhadap Kelelahan Kerja
Penyebab utama kelelahan kerja adalah faktor pekerjaan. Pada
pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan mempercepat kontraksi
otot tubuh. Oleh karena itu aliran darah akan menurun, maka asam laktat
akan terakumulasi dan mengakibatkan kelelahan (Suma’mur, 2009).
Akibat suhu lingkungan yang tinggi, suhu tubuh akan naik. Hal itu
akan menyebabkan hipotalamus merangsang kelenjar keringat sehingga
tubuh akan mengeluarkan keringat. Dalam keringat terkandung
bermacam-macam garam natrium klorida, keluarnya garam natrium klorida bersama
keringat akan mengurangi kadarnya dalam tubuh, sehingga menghambat
transportasi glukosa sebagai sumber energi. Hal itu akan menyebabkan
penurunan kontraksi otot (Guyton, 2008).
Pada saat otot berkontraksi, glikogen diubah menjadi asam laktat dan
asam ini merupakan produk yang dapat menghambat kontinuitas kerja otot
commit to user
C. Hipotesis
Ada perbedaan kelelahan kerja sebelum dan sesudah terpapar tekanan
panas pada tenaga kerja bagian penggilingan kain perca di Industri Kasur X