• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Kualitas Semen Segar

Semen segar yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kerbau lumpur jantan berumur 3,5 tahun yang dijaga kondisi kesehatannya sehingga layak digunakan sebagai pejantan.

Semen yang memenuhi standar selanjutnya diproses lebih lanjut untuk dilakukan proses ekuilibrasi dan kriopreservasi. Parameter yang diamati untuk menilai baik buruknya suatu semen meliputi volume, warna, konsistensi, konsentrasi, gerakan massa, motilitas, spermatozoa hidup dan abnormalitas. Hasil analisa kualitas semen kerbau lumpur yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Hasil rata-rata evaluasi semen segar kerbau

Parameter Hasil

Volume (ml) 1,16 0,21

Warna Putih susu

Konsistensis Sedang

Konsentrasi (106/ml) 1267 26,60

Gerakan massa ++

Motilitas (%) 81,8

Spermatozoa hidup (%) 82,2

Abnormalitas (%) 10,2

Keterangan: (++) = gerakan massa spermatozoa seperti gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelas dan bergerak lamban.

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa semen kerbau lumpur yang digunakan telah memenuhi standar sebagai semen yang layak untuk diencerkan dan disimpan sebagai semen beku.

Warna semen segar semen kerbau lumpur yang diperoleh adalah putih susu. Menurut Herdis (1997), semen kerbau lumpur memiliki warna krem, krem keputihan atau putih susu dengan konsistensi sedang. Hasil rataan volume semen segar kerbau lumpur yang diperoleh adalah 1,16 ml. Menurut Toelihere (1993), volume semen pada tiap individu dipengaruhi oleh bobot hidup, pakan, individu, libido, frekuensi penampungan dan bangsa. Volume ejakulat kerbau lumpur di Indonesia berkisar antara 0,05 ml sampai dengan 2,5 ml (Toelihere, 1985). Rataan nilai konsentrasi, gerakan massa, motilitas, spermatozoa hidup dan abnormalitas secara berurutan adalah 1267 juta/ml ++, 81,8%, 82,2% dan 10,2 %. Konsentrasi spermatozoa kerbau lumpur umumnya lebih rendah dibandingkan

15 dengan sapi. Konsentrasi spermatozoa kerbau lumpur di Indonesia berkisar antara 200 – 1000 juta per ml (Toelihere, 1985). Gerakan massa kerbau lumpur di Indonesia berkisar antara 1(+) sampai 3 (+++).

Abnormalitas berbagai jenis spermatozoa kerbau lumpur di Indonesia berkisar antara 9,93 0,12 % pada kerbau lumpur mehsana (Bhavsar et al., 1990) dan 6,52 0,43% pada kerbau lumpur murrah (Krishna dan Rao, 1987).

5.2. Kualitas Spermatozoa Dalam Tiga Tahapan Pengolahan Semen 5.2.1. Motilitas Spermatozoa

Motilitas spermatozoa sangat mempengaruhi keberhasilan fertilisasi spermatozoa dengan ovum, baik yang dilakukan dengan teknik perkawinan secara langsung maupun menggunakan teknik inseminasi buatan. Penambahan antioksidan dengan konsentrasi yang optimum ke dalam bahan pengencer tris kuning telur dapat mempertahankan kualitas semen beku kerbau lumpur. Hal ini dapat dilihat dari motilitas spermatozoa yang ditambahkan antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol setelah thawing dilakukan. Menurut Toelihere (1993), semen beku yang layak digunakan dalam program inseminasi buatan (IB) harus memiliki persentase motilitas paling sedikit 40% . Hasil pengamatan motilitas spermatozoa pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Rata-rata persentase motilitas spermatozoa kerbau lumpur dalam penambahan berbagai konsentrasi -karoten dan glutation

Perlakuan Tahap pengolahan semen (%)

Pengenceran Ekuilibrasi Pasca thawing P0 66,7±2,89a 56,7±5,77ab 39,0±1,73c P1 70,0±0,00ab 61,3±3,21b 44,3±5,13de P2 70,0±0,00ab 46,7±11,5a 32,0±1,73b P3 68,3±2,89ab 63,0±4,58b 0,00±0,00a P4 70,0±0,00ab 62,3±8,73b 45,0±4,00e P5 70,6±1,15b 61,7±2,89b 40,3±1,15cde P6 68,3±2.89ab 62,3±4,04b 39,3±1,52cd

16 Keterangan: Huruf dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

P0 = glutation/ -karoten 0 g; P1,P2,P3 = -karoten 0.00625 g, 0,0125 g, 0,025 g; P4,P5,P6 = glutation 0,05 g, 0,10 g, 0,15 g.

Secara statistik (p<0,05), perlakuan pengenceran menunjukkan hasil bahwa P0 (kontrol) tidak berbeda nyata terhadap perlakuan P1 ( -karoten 0,00625 g), P2 ( -karoten 0,0125 g), P3 ( -karoten 0.025 g), P4 (glutation 0,05 g), dan P6 (glutation 0,15 g), tetapi berbeda nyata terhadap P5 (glutation 0,10 g). P1 menunjukkan nilai persentase motilitas sebesar 66,7 % dan P5 sebesar 70,6%. P1 memperoleh nilai persentase motilitas terendah sedangkan P5 memperoleh nilai persentase motilitas tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Diduga pada perlakuan kontrol, telah terjadi sedikit reaksi peroksidasi akibat berkontaknya semen dengan lingkungan yang mengandung oksigen.

Menurut Siregar (1992), 90% oksigen akan masuk ke dalam mitokondria dan terlibat di dalam proses respirasi sel untuk meghasilkan ATP dengan mengikutsertakan enzim - enzim respirasi. Dalam proses respirasi, oksigen mengalami reduksi dalam rangkaian elektron transfer di dalam mitokondria. Proses reduksi oksigen tersebut dapat menghasilkan radikal bebas dan hidrogen peroksida sebagai senyawa antara. Kemudian dinyatakan bahwa radikal bebas bersifat sangat reaktif, jika bereaksi dengan asam lemak tak jenuh akan menghasilkan lipid peroksida. Dalam hal ini, antioksidan akan berperan dalam mendonorkan satu elektronnya untuk senyawa radikal agar senyawa tersebut menjadi lebih aman.

Namun, pada perlakuan kontrol tidak ada penambahan antioksidan sehingga diduga tidak ada agen yang dapat mencegah reaksi peroksidasi ini. Akibatnya terjadi kerusakan membran plasma beserta mitokondria sehingga produksi ATP menipis yang menyebabkan turunnya daya motil spermatozoa.

Selanjutnya pada perlakuan ekuilibrasi diperoleh hasil bahwa perlakuan P0 (56,7%) tidak berbeda nyata terhadap semua perlakuan, sedangkan P2 (46,7%) menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Nilai persentase motilitas terhadap semua perlakuan menurun pada tahap ini. Diduga reaksi antara radikal bebas terutama ROS terhadap membran plasma spermatozoa semakin tinggi. Menurut Kardivel et al. (2008), senyawa ini meningkatkan peroksidasi lipida terhadap kandungan asam lemak tak jenuh yang terdapat pada membran plasma. Proses penghasilan energi melalui mekanisme respirasi sel dan jumlah spermatozoa yang mati merupakan sumber utama dihasilkannya senyawa ROS (Vishwanath dan Shannon, 1997).

Setelah dilakukannya proses ekuilibrasi, selanjutnya dilakukan proses pembekuan atau kriopreservasi. Fungsi kedua tahapan yang dilakukan sebelum kriopreservasi dilaksanakan adalah untuk menurunkan suhu pengencer secara bertahap. Penurunan suhu secara bertahap ini berfungsi

17 agar spermatozoa sedikitnya mampu beradaptasi pada suhu yang sangat rendah ketika proses pembekuan dilakukan. Berdasarkan hasil analisa data terlihat bahwa penambahan antioksidan -karoten dan glutation dengan konsentrasi yang tepat dapat mempertahankan motilitas spermatozoa kerbau lumpur pasca thawing.

Penambahan -karoten dengan konsentrasi 0,00625 g (P1) merupakan perlakuan konsentrasi -karoten terbaik dibandingkan dengan kontrol dan -karoten pada konsentrasi lainnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai persentase motilitas spermatozoa meningkat (44,3%) dibandingkan dengan kontrol (39,0%), P2 (44,3%) dan P3 (0,00%). Ketiga perlakuan ini berbeda nyata secara statistik (p<0,05). -karoten merupakan senyawa kimia yang mampu menangkal radikal bebas dengan cara memutus rantai reaksi peroksidasi lipid. Namun, kadar -karoten yang berlebih juga dapat berakibat buruk bagi tubuh.

Menurut Schweigert dan Zucker (1988), kadar -karoten di dalam sel cukup rendah dan dapat bersifat toksik jika konsentrasinya berlebih. Hasil menunjukkan bahwa penambahan -karoten dengan konsentrasi terendah dapat meningkatkan motilitas spermatozoa. Sedangkan penambahan -karoten dengan konsentrasi tertinggi (P3) yakni 0,025 g dapat menghilangkan daya motil spermatozoa. Rata-rata motilitas spermatozoa (P3) pasca thawing adalah 0,00%. Rizal (2005), melaporkan bahwa penambahan -karoten dengan konsentrasi 0,002 g (56,78%) ke dalam bahan pengencer tris kuning telur menunjukkan persentase motilitas spermatozoa domba garut terbaik dibandingkan dengan konsentrasi yang lainnya (0,001 g (56,78%) dan 0,003 g (53,33%)). Gunawan et al. (2012), menyatakan hal yang sama bahwa penambahan -karoten dengan konsentrasi 0,002 % dapat mempertahankan motilitas spermatozoa sapi bali pasca thawing. Sedangkan penambahan -karoten pada konsentrasi lebih dari 0,003 % mengakibatkan penurunan kualitas spermatozoa sapi bali. Hasil ini mendukung pernyataan peneliti bahwa penambahan -karoten yang berlebih akan menurunkan motilitas spermatozoa. Nilai persentase motilitas terbaik pada perlakuan -karoten dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai persentase motilitas perlakuan -karoten pada penelitian Rizal (2005). Namun, nilai persentase motilitas pada perlakuan -karoten terbaik pada penelitian ini telah memenuhi standar semen beku (motilitas minimum 40%) yang dapat diproses untuk inseminasi buatan. Penambahan glutation dengan konsentrasi 0,05 g (P4) merupakan perlakuan konsentrasi glutation terbaik dibandingkan kontrol, glutation 0,10 g (P5) dan glutation 0,15 g (P6). Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya motilitas spermatozoa pada P4 (45,0%) dibandingkan dengan kontrol (39,0%), P5 (40,3%) dan P6 (39,3%). Hasil ini yang sama dilaporkan oleh Rizal (2005) bahwa penambahan glutation sebesar 0,05 g (52,78%) ke dalam media pengencer tris kuning telur dapat meningkatkan motilitas spermatozoa domba garut dibandingkan dengan kontrol (46.67%). Ansari et

18 al. (2011), melaporkan hal yang serupa, penambahan glutation dengan konsentrasi 0,05 mM (56,7%) pada media pengencer tris kuning telur secara nyata mampu mempertahankan motilitas spermatozoa kerbau lumpur pasca thawing dibandingkan dengan kontrol (51%). Hasil persentase yang penelitian Herdis (2012) juga menunjukan hasil yang sama, yaitu penambahan glutation dengan konsentrasi 0,05 g dan 0,10 g ke dalam bahan pengencer andromed dapat meningkatkan motilitas spermatozoa sapi bali. Penambahan glutation sebesar 0,05 mM (53,33%) dan 0,10 mM (56,67%) juga mampu mempertahankan motilitas spermatozoa sapi bali (Syarifuddin, 2012).

Penambahan baik -karoten maupun glutation dengan persentase berlebih menunjukkan persentase motilitas yang lebih rendah. Hal ini diduga karena terganggunya tekanan osmotik pada membran plasma spermatozoa. Menurut Gunawan (2012), senyawa antioksidan dalam jumlah banyak akan semakin meningkatkan tekanan osmotik larutan pengencer dan spermatozoa kurang mampu untuk beradaptasi sehingga berakibat buruk terhadap berlangsungnya proses metabolisme spermatozoa.

5.2.2. Spermatozoa hidup

Spermatozoa hidup merupakan salah satu parameter penting yang harus diamati untuk menentukan kualitas semen. Selain motilitas spermatozoa, semen yang memiliki kualitas yang baik adalah semen yang memiliki jumlah spermatozoa hidup yang tinggi. Salah satu upaya untuk menjaga daya hidup spermatozoa selama proses kriopreservasi dilakukan adalah dengan menambahkan antioksidan ke dalam bahan pengencer semen. Penambahan ini bertujuan untuk melindungi spermatozoa dari radikal bebas yang dapat merusak membran plasma sel spermatozoa. Penambahan antioksidan dengan konsentrasi yang optimum dapat menjaga atau meningkatkan daya hidup spermatozoa. Persentase hidup mati spermatozoa pada berbagai macam perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 5.3. Rata-rata persentase spermatozoa hidup kerbau lumpur dalam penambahan berbagai konsentrasi -karoten dan glutation

Perlakuan Tahap pengolahan semen

Pengenceran Ekuilibrasi Pasca thawing

P0 95,7±4,04d 83,0±12,1b 45,3±7,50bc

P1 94,8±3,01d 82,7±4,61b 57,6±0,057d

P2 63,3±5,77a 46,7±11,5a 38,7±7,50b

P3 74,7±5,03b 72,3±6,80b 0,00±0,00a

P4 87,3±0,57cd 77,5±12,9b 48,0±4,35c

19

P5 89,0±0,00cd 74,3±4,04b 44,7±1,52bc

P6 84,3±7,23c 75,7±5,13b 43,7±5,50bc

Keterangan: Huruf dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

P0 = glutation/ -karoten 0 g; P1,P2,P3 = -karoten 0.00625 g, 0,0125 g, 0,025 g; P4,P5,P6 = glutation 0,05 g, 0,10 g, 0,15 g.

Pengamatan terhadap spermatozoa hidup dilakukan dengan cara membuat preparat ulasan dengan penambahan zat warna berupa eosin. Spermatozoa yang berwarna merah menandakan spermatozoa yang mati, sedangkan spermatozoa hidup tidak menyerap warna (Toelihere, 1993).

Perlakuan pada pengenceran secara statitistik (p<0,05) menunjukkan hasil bahwa P0 (kontrol) tidak berbeda nyata terhadap P1 ( -karoten 0,0625 g), P4 (glutation 0,05 g) dan P5 (glutation 0,10 g), tetapi berbeda nyata terhadap P2 ( -karoten 0,0125 g), P3 ( -karoten 0,025 g) dan P6 (glutation 0,15 g).

Diduga konsentrasi antioksidan yang terlalu tinggi menimbulkan efek tingginya tekanan osmotik.

Menurut Rizal (2005), penambahan senyawa antioksidan dalam jumlah yang lebih banyak akan semakin meningkatkan tekanan osmotik larutan pengencer dan hal ini kurang dapat diadaptasi dengan baik oleh spermatozoa.

Selanjutnya pada pengamatan perlakuan ekuilibrasi menunjukkan penurunan persentase daya hidup dibandingkan sebelumnya. Perlakuan P2 ( -karoten 0,0125 g) secara statistik (p<0,05) berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Nilai persentase daya hidup pada P2 paling kecil (46,7%) diantara perlakuan yang lain. Diduga -karoten pada konsentrasi ini belum memadai untuk mempertahankan daya hidup spermatozoa selama ekuilibrasi berlangsung.

Setelah penurunan suhu secara bertahap dilakukan, selanjutnya semen di bekukan dan di-thawing beberapa saat kemudian. Berdasarkan hasil amatan menunjukkan bahwa penambahan antioksidan -karoten dan glutation dengan dosis yang tepat mampu mempertahankan daya hidup spermatozoa kerbau. Dalam penelitian ini konsentrasi dari antioksidan -karoten yang mampu mempertahankan daya hidup spermatozoa adalah 0,00625 g (P1) dengan persentase daya hidup spermatozoa sebesar 57,6 %. Sedangkan pada -karoten 0,0125 g (P2) dan -karoten 0,025 g (P3) mengalami penurunan. P2 menunjukkan persentase daya hidup sebesar 38,7 % dan P3 0,00%. Hal ini diduga karena konsentrasi -karoten pada P2 dan P3 terlalu tinggi sehingga meningkatkan tekanan osmotik yang dapat menggangu proses metabolisme spermatozoa. Selain itu, konsentrasi antioksidan yang sangat tinggi dapat merubah pH pengencer menjadi menurun (semakin asam). Rizal (2005), melaporkan bahwa penambahan -karoten dengan konsentrasi 0,002 % memberikan nilai persentase

20 terbaik dibandingkan kontrol (52,33%), -karoten 0,001 % (52,89%) dan -karoten 0,003 % (53.33%). Gunawan et al. (2012), melaporkan bahwa penambahan antioksidan -karoten dengan konsentrasi 0,002 % (68,33%) mampu mempertahankan persentase daya hidup spermatozoa sapi dibandingkan dengan kontrol (51,67%). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Siahaan et al. (2012) bahwa penambahan -karoten sebesar 0,002% (62,0%) mampu meningkatkan daya hidup spermatozoa sapi bali. Konsentrasi -karoten terbaik dari hasil penelitian Rizal (2005) dan Siahaan et al. (2012) lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi -karoten yang digunakan dalam penelitian ini. Sehingga memungkinkan persentase daya hidup spermatozoa akan semakin meningkat bila konsentrasi -karoten diturunkan.

-karoten memiliki kemampuan memproteksi liposom (suatu vesikel yang memiliki fosfolipida bilayer tunggal) dari kerusakan akibat serangan singlet oksigen. Salah satu turunan ROS (reactive oxygen species) seperti singlet oksigen merupakan senyawa yang menjadi penyebab menurunnya kualitas spermatozoa pasca thawing. Singlet oksigen merupakan salah satu jenis senyawa oksigen reaktif yang dapat merusak sel dengan cara menimbulkan reaksi rantai peroksida lipida (Oshima et. al., 1993). Sikka (1996) mengatakan spermatozoa mamalia kaya akan asam lemak tak jenuh dan mudah terpengaruh oleh kelompok oksigen ROS yang mampu menurunkan motilitas dan meningkatkan kerusakan morfologi spermatozoa.

21 Gambar. 4.1. Spermatozoa hidup (a) dan mati (b)

Penambahan antioksidan glutation dengan konsentrasi yang tepat ke dalam media pengencer semen juga secara nyata dapat meningkatkan daya hidup spermatozoa. Penambahan glutation dengan konsentrasi 0,05 g (P4) merupakan konsentrasi glutation yang efektif meningkatkan daya hidup spermatozoa. Persentase yang diperoleh pada P4 (48,0%). Perlakuan glutation 0,10 g (P5) juga menunjukkan nilai yang cukup baik (44,7%) dan secara statistik tidak berbeda nyata meskipun persentase spermatozoa hidup P4 lebih tinggi dibandingkan P5. Hasil ini didiukung oleh penelitian Rizal (2005) bahwa penambahan glutation dengan konsentrasi 0,05 g (58,78%) dan 0,10 g (59,67%) memberikan hasil terbaik untuk mempertahankan daya hidup spermatozoa domba garut. Syarifuddin et. al (2012), menambahkan bahwa penambahan glutation ke dalam bahan pengencer andromed dengan konsentrasi 0,5 mM (56,67%) dan 1 mM (63,33%) nyata dapat mempertahankan daya hidup spermatozoa sapi bali setelah thawing lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol (53%). Berikut juga dilaporkan oleh Gunawan et. al (2012), penambahan glutation ke dalam pengencer andromed dengan konsentrasi 1 mM dapat mempertahankan daya hidup spermatozoa sapi bali (68,33%) dibandingkan dengan kontrol (51,67%). Menurut Triwulanningsih et al. (2003), glutation dapat mengkontrol homeostatik baik di dalam maupun di luar sel. Glutation adalah antioksidan sulfhydril (-SH), antitoksin dan kofaktor enzim. Berdasarkan sifat antioksidan yang dapat menetralkan radikal bebas, maka penambahan glutation sebagai antioksidan primer diharapkan dapat mengurangi kerusakan membran plasma yang mengakibatkan kematian spermatozoa dalam jumlah yang tinggi serta meningkatkan persentase daya hidup spermatozoa.

5.2.3. Tudung Akrosom Utuh (TAU)

Akrosom merupakan bagian anterior dari kepala spermatozoa yang sangat esensial bagi spermatozoa dalam kemampuannya membuahi sel telur. Benturan spermatozoa yang terjadi akibat proses fertilisasi spermatozoa dengan ovum pada saat membuahi sel telur difasilitasi oleh akrosom.

Akrosom berfungsi untuk melindungi kepala spermatozoa yang mengandung materi genetik agar tidak rusak pada saat proses fertilisasi terjadi. Menurut Bailey et al. (2000), keutuhan akrosom merupakan bagian vital dalam proses fertilisasi. Akrosom utuh merupakan salah satu evaluasi terpenting untuk menentukan keberhasilan pembuahan. Penurunan persentase akrosom utuh berhubungan dengan menurunnya antioksidan serta meningkatnya produksi ROS (reactive oxygen species). Persentase tudung akrosom utuh pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.4.

22 Tabel 5.4. Rata-rata persentase TAU spermatozoa kerbau lumpur dalam penambahan berbagai konsentrasi -karoten dan glutation

Perlakuan Tahap pengolahan semen

Pengenceran Ekuilibrasi Pasca thawing

P0 84,5±7,79c 67,0±6,92b 44,7±4,61b

P1 88,3±9,01c 86,0±6,50c 46,0±1,00b

P2 63,3±5,77a 46,7±11,5a 44,0±12,1b

P3 69,7±4,50ab 67,0±7,00c 0,00±0,00a

P4 90,7±5,50c 78,3±1,15bc 51,0±7,00b

P5 87,3±0,057c 71,7±2,89b 45,0±0,00b

P6 80,05±7,85bc 70,7±3,05b 43,7±3,05b

Keterangan: Huruf dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

P0 = glutation/ -karoten 0 g; P1,P2,P3 = -karoten 0.00625 g, 0,0125 g, 0,025 g; P4,P5,P6 = glutation 0,05 g, 0,10 g, 0,15 g.

Spermatozoa yang memiliki tudung akrosom rusak ditandai dengan warna kehitaman dibagian ujung kepala spermatozoa setelah dipaparkan dengan larutan NaCl fisiologis 1% formaldehid (formasaline). Larutan formasaline dapat memfiksasi enzim-enzim yang terdapat di vesikel akrosom bagian ujung kepala spermatozoa sehingga menyebabkan munculnya warna kehitaman (Rizal, 2005).

Berdasarkan hasil analisa statistik diperoleh hasil bahwa pada perlakuan pengenceran, penambahan -karoten dengan konsentrasi 0,0125 g (P2) berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol, karoten 0,00625 g (P1), glutation 0,05 g (P4), glutation 0,10 g (P5) dan glutation 0,15 g (P6). -karoten 0,025 g (P2) berbeda nyata terhadapa semua perlakuan, tetapi tidak berbeda nyata terhadap P6. Perlakuan P2 (63,3%) dan P3 (69,7%) merupakan perlakuan dengan hasil persentase TAU terkecil dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Diduga pada perlakuan ini, konsentrasi yang digunakan merupakan konsentrasi yang tidak tepat untuk mencegah peroksidasi lipida terjadi.

Selanjutnya perlakuan pada ekuilibrasi, nilai persentase TAU semakin menurun untuk semua perlakuan. Diduga hal ini terjadi akibat konsumsi oksigen oleh spermatozoa yang mengakibatkan terbentuknya zat sisa metabolisme. Zat sisa metabolisme ini merupakan salah satu sumber dihasilkannya radikal bebas. Secara statistik (p<0,05), P2 berbeda nyata terhadap semua perlakuan.

Nilai persentase TAU P2 (46,7%) merupakan nilai persentase TAU terendah diantara semua perlakuan. Diduga pada konsentrasi ini, antioksidan -karoten tidak memadai dalam menghambat peroksidasi lipida oleh radikal bebas. Menurut Gunawan et al.(2012), penambahan antioksidan -karoten dalam jumlah yang tidak memadai belum mampu mencegah terjadinya peroksidasi lipida.

Setelah melewati tahapan penurunan suhu pada ekuilibrasi, selanjutnya semen dibekukan.

Tahapan ini merupakan bagian yang paling kritis diantara kedua tahapan sebelumnya. Perubahan suhu

23 yang drastis mengakibatkan spermatzoa mengalami cold shock, terbentuknya kristal es, serta peroksidasi lipida. Timbulnya peroksidasi lipid selama proses pembekuan semen mempengaruhi kerusakan pada sel spermatozoa. Menurut Maxwell dan Watson (1996), kerentanan spermatozoa terhadap peroksidasi lipid disebabkan oleh fosfolipid membran plasma sel spermatozoa mamalia mengandung asam lemak tak jenuh yang sangat rentan terhadap serangan radikal bebas dan merangsang terjadinya reaksi autokatalitik yang akan merusak ikatan gandanya Sehingga dibutuhkan antioksidan sebagai agen untuk meredam aktifitas radikal bebas.

Penambahan antioksidan -karoten 0,00625 g (P1) menunjukkan persentase TAU yang lebih tinggi dibandingkan kontrol (P0) dan kedua perlakuan -karoten yang lain. Persentase TAU pada P1 sebesar 46,0% dan P0 adalah sebesar 44,7 %. Secara statistik (p<0,05) keduanya tidak berbeda nyata.

Sedangkan pada kedua perlakuan karoten lainnya, yakni karoten 0,0125 g (0,0125 g) dan -karoten 0,025 g (P3) menunjukkan persentase TAU yang lebih rendah. Nilai persentase keduanya secara beurutan adalah 44,0 % dan 0,00 %. Diduga konsentrasi antioksidan yang terlalu tinggi mempengaruhi tekanan osmotik pada sel spermatozoa. Rizal (2005), melaporkan bahwa penambahan -karoten 0,002% (51,00 %) menunjukkan nilai persentase TAU lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (47,11%). Menurut Rizal dan Herdis (2010), pemakaian -karoten sebagai salah satu zat tambahan pengencer semen belum banyak dilaporkan. Tetapi dikarenakan fungsinya sebagai salah satu senyawa antioksidan, maka pemakaian senyawa tersebut untuk meningkatkan kualitas semen sangat memungkinkan. Suryohudoyo (2000), menambahkan bahwa -karoten merupakan salas satu senyawa antioksidan yang larut dalam lemak dan berfungsi memutus reaksi rantai peroksidasi lipida yang terjadi pada membran plasma sel.

Penambahan antioksidan glutation memberikan hasil yang tidak jauh berbeda. Pada tahapan pengenceran, glutation 0,05 g (P4) menunjukkan nilai persentase TAU yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol. Nilai persentase TAU P4 sebesar 51 % sedangkan pada perlakuan kontrol sebesar 44,7 %, namun keduanya tidak berbeda nyata secara statistik (p<0,05). Hasil ini didukung oleh penelitian Rizal (2005), penambahan glutation 0,05 g (54,22%) dan glutation 0,10 g (54,00%) mampu meningkatkan persentase TAU spermatzoa domba garut dibandingkan dengan kontrol (47,11%).

Ansari (2011), menambahkan bahwa penambahan glutation 0,5 Mm (86 ,3 %) mampu mempertahankan persentase TAU kerbau lumpur pakistan dibandingkan kontrol (84,0%) setelah 3 hari disimpan pada suhu 5 .

Proses penampungan dan pengolahan semen dilakukan, terjadi kontak antara semen dengan lingkungan yang mengandung oksigen. Hal ini menyebabkan meningkatnya proses metabolisme sel

24 akibat konsumsi oksigen sel yang tinggi. Produk sampingan hasil dari proses ini adalah zat sisa metabolisme yang bersifat radikal. Menurut Rizal (2005), pada tahapan ini antioksidan berperan dalam meredam daya rusak radikal bebas dengan cara mencegah terjadinya atau memutus rantai reaksi peroksidasi lipida pada membran plasma sel spermatozoa.

5.2.4. Membran Plasma Utuh (MPU)

Membran plasma utuh merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menguji kualitas spermatozoa. Membran plasma adalah salah satu bagian sel yang sangat mudah terkena dampak radikal bebas. Radikal bebas seperti singlet oksigen merupakan senyawa yang sangat reaktif karena mengalami kekurangan elektron. Senyawa ini reaktif terhadap lipid yang merupakan komponen dasar penyusun membran sel. Antioksidan berperan dalam meredam reaksi antara singlet oksigen dengan membran plasma sel dengan cara mendonorkan elektronnya sehingga mengubah singlet oksigen menjadi senyawa yang relatif lebih aman. Persentase membran plasma utuh terhadap setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Rata-rata persentase MPU spermatozoa kerbau lumpurdalam penambahan berbagai konsentrasi -karoten dan glutation

Perlakuan Tahap pengolahan semen

Pengenceran Ekuilibrasi Pasca thawing

P0 86,3±8,94bc 83,7±8,37de 47,7±3,17c

P1 94,1±3,61c 88,3±0,76d 57,0±2,00c

P2 63,3±5,77a 46,7±11,5a 38,7±7,50b

P3 63,0±11,2a 59,3±8,62b 0,00±0,00a

P4 88,7±0,057bc 68,7±1,15bc 54,3±8,14c

P5 78,0±8,67b 72,0±1,7cd 51,0±1,00c

P6 85,7±3,05bc 78,0±5,56cde 50,3±5,50c

Keterangan: Huruf dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

P0 = glutation/ -karoten 0 g; P1,P2,P3 = -karoten 0.00625 g, 0,0125 g, 0,025 g; P4,P5,P6 = glutation 0,05 g, 0,10 g, 0,15 g.

Spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh ditandai dengan bagian kepala spermatozoa yang menggembung dan bagian ekor spermatozoa yang melengkung ke atas setelah dipaparkan dengan larutan hipoosmotik. Sperma yang berada dalam lingkungan hipotonik akan mengalami penggembungan sesaat karena cairan dari lingkungan bergerak masuk ke dalam sel. Hal ini diakibatkan karena konsentrasi kadar zat terlarut di dalam sel lebih tinggi dibandingkan di lingkungan sekitar sel.

25 Perlakuan pengenceran, diperoleh hasil bahwa -karoten 0,0125 g (P2) dan -karoten 0,025 g (P3) berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Kedua perlakuan ini memiliki nilai persentase MPU terendah diantara perlakuan yang lainnya, yaitu 63,3% dan 63,0 %. Diduga pada konsentrasi ini, antioksidan -karoten tidak mampu bekerja dengan optimal dalam menangkal radikal bebas. Hipotesis yang bisa dimunculkan yakni tingginya konsentrasi -karoten di dalam pengencer menyebabkan meningginya tekanan osmotik pada sel spermatozoa.

Setelah semen diekulibrasi selama 4 jam, selanjutnya semen dievaluasi kembali. Secara statistik (p<0,05) diperoleh hasil bahwa, -karoten 0,0125 g (P2) berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Nilai persentase yang diperoleh (46,7%) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (83,7%). Penambahan -karoten pada konsentrasi ini tidak jauh lebih baik dibandingkan dengan semen tanpa penambahan -karoten. Diduga penambahan -karoten pada konsentrasi ini tidak berfungsi dalam menangkal radikal bebas, tetapi memberikan pengaruh buruk terhadap metabolisme spermatozoa. Seperti laporan Gunawan et al. (2012), penambahan -karoten dalam jumlah yang sedikit belum mampu mencehag reaksi peroksidasi lipida, sebaliknya penambahan -karoten dalam jumlah yang berlebih dapat mengakibatkan tinggi tekanan osmotik di dalam bahan pengencer.

Selanjutnya semen dibekukan ke dalam dengan menggunakan nitrogen cair setelah di freezing selama 15 menit. Kemudian setelah beberapa saat semen di thawing. Pada tahap ini terlihat bahwa nilai persentase MPU semakin menurun akibat pengaruh suhu yang terlalu rendah (-196 ). Menurut Amann (1999), terdapat dua tipe kerusakan pada sel akibat kejutan dingin, yakni secara langsung dan tak langsung. Kerusakan langsung akan mempengaruhi struktur dan fungsi seluler, sedangkan keursakan tidak langsung sulit untuk diamati dan baru terlihat setelah proses pencairan kembali (thawing). Pengaruh utama dari kejutan dingin terhadap sel spermatozoa adalah penurun motilitas dan daya hidup, perubahan permeabilitas dan perubahan komponen lipid pada membran. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh bahwa penambahan -karoten 0,0125 g (P2) dan 0,025 g (P3) berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Hasil terbaik dapat dilihat pada penambahan -karoten 0,00625 g (P1), glutation 0,05 g (P4) dan glutation 0,10 g (P5).

Penambahan -karoten dengan konsentrasi 0,00625 g (P1) merupakan penambahan antioksidan -karoten dengan konsentrasi terbaik. Hasil persentase MPU P1 (57,0%) lebih tinggi dibandingkan dengan P0 (47,7%), P2 (38,7%) dan P3 (0,00%). Pengenceran sperma tanpa

Penambahan -karoten dengan konsentrasi 0,00625 g (P1) merupakan penambahan antioksidan -karoten dengan konsentrasi terbaik. Hasil persentase MPU P1 (57,0%) lebih tinggi dibandingkan dengan P0 (47,7%), P2 (38,7%) dan P3 (0,00%). Pengenceran sperma tanpa

Dokumen terkait