• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Krioprotektan

Krioprotektan merupakan suatu zat kimia non elektrolit yang berfungsi mereduksi letal proses kriopreservasi sel baik yang berupa efek larutan maupun pembentukan kristal es ekstraseluler dan intraseluler sehingga dapat menjaga viabilitas sel setelah kriopreservasi. Terdapat dua kelompok krioprotektan dilihat dari sisi fisika/kimia dan membran sel yaitu krioprotektan ekstraseluler dan intraseluler. Krioprotektan intraseluler yaitu krioprotektan yang dapat keluar masuk membran sel dan biasanya memiliki ukuran molekul yang kecil seperti gliserol, dimethylsulfosida (DMSO), etilin glikol (EG) dan 2 propanediol. Krioprotektan ekstraseluler biasanya dengan molekul besar sehingga tidak menembus membran sel seperti fruktosa, sukrosa, protein, lipoprotein, kuning telur, serum darah dan susu (Supriatna dan Pasaribu, 1991).

Dalam proses pembekuan (kriopreservasi) semen, spermatozoa memperoleh perlakuan suhu yang sangat ekstrim rendah. Perlakuan suhu ekstrim yang mencapai – 196oC akan mengakibatkan dampak negatif terhadap spermatozoa. Pada suhu rendah di bawah titik beku akan terjadi perubahan-perubahan yang sangat hebat di dalam sel spermatozoa, serta terbentuknya kristal-kristal es. Kesemua faktor tersebut akan berakibat buruk terhadap sel spermatozoa, khususnya keutuhan membran plasma sel. Keutuhan membran plasma sel spermatozoa menjadi hal yang sangat penting karena membran plasma memiliki fungsi ganda terhadap sel. Selain berfungsi melindungi organel-organel sel dari perusakan mekanik, membran plasma juga berfungsi dalam mengatur lalu lintas zat-zat makanan dan elektrolit-elektrolit keluar masuk sel yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rusaknya membran plasma sel berarti awal dari proses berakhirnya kehidupan sel itu.

Untuk menjaga integritas membran plasma sel dari kerusakan selama proses produksi semen beku, maka ke dalam pengencer semen harus ditambahkan senyawa yang berfungsi melindungi membran plasma, sehingga dapat mengurangi efek negatif tersebut.

Salah satu senyawa yang sudah dikenal dan telah diterapkan secara luas untuk mengatasi hal tersebut adalah krioprotektan. Selain itu dalam beberapa tahun belakangan ini telah

5 dengan cukup intensif diterapkan pemakaian senyawa antioksidan di dalam pengencer semen. Seperti halnya dengan krioprotektan, pemakaian senyawa antioksidan juga dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan spermatozoa selama proses kriopreservasi semen.

Dikenal dua golongan krioprotektan, yakni krioprotektan ekstraseluler dan intraseluler. Krioprotektan ekstraseluler seperti laktosa, maltosa, dan sukrosa tidak dapat memasuki sel, sehingga mereka melindungi sel dengan cara “membungkus” membran plasma sel. Sedangkan krioprotektan intraseluler seperti gliserol, etilen glikol, dan dimethyl sulfoxide (DMSO) dapat memasuki sel, sehingga dapat melindungi sel dari dalam dengan cara menyeimbangkan osmolaritas intra dan ekstrasel serta memodifikasi struktur kristal-kristal menjadi lebih lembut. Penggunaan kedua jenis krioprotektan ini secara bersamaan diharapkan tercipta sinergi yang baik antara keduanya sehingga lebih optimal dalam melindungi sel spermatozoa dari kerusakan selama proses produksi semen beku.

2.2 Antioksidan

Telah dilakukan penelitian pembekuan spermatozoa pada domba garut menggunakan berbagai krioprotektan dan antioksidan untuk mempertahankan kualitas spermatozoa beku (Rizal, 2005). Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara kualitas spermatozoa dengan penambahan antioksidan.

Pemakaian laktosa dan gliserol sebagai krioprotektan telah dikenal luas dalam proses kriopreservasi semen berbagai jenis hewan ternak. Namun pada sapi aceh belum diketahui konsentrasi yang optimal dalam mempertahankan kualitas semen beku.

Demikian pula halnya dengan penggunaan antioksidan glutation dan -karoten dalam pengencer semen yang belum lazim digunakan dalam proses kriopreservasi semen.

Glutation dan -karoten sebagai senyawa antioksidan dapat dipahami karena mampu membersihkan radikal bebas hidroksil (OH) yang sangat reaktif (Tuminah 2000) dan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipida pada membran plasma sel, sehingga memungkinkan digunakan di dalam pengencer semen. Namun demikian, pemakaian glutation dan -karoten sebagai antioksidan di dalam pengencer semen beku masih jarang

6 dibandingkan dengan antioksidan lain seperti vitamin C, vitamin E, butylated hydroxytoluene (BHT), dan lain-lain, sehingga memerlukan pengkajian yang lebih mendalam pada semen berbagai jenis hewan. Menurut Suryohudoyo (2000) glutation bersifat hidrofilik dan berperan di dalam sitosol, sedangkan -karoten bersifat lipofilik dan berperan pada membran plasma sel. Dengan demikian diharapkan bahwa dengan kombinasi antara kedua antioksidan ini dapat secara optimal melindungi sel spermatozoa dari kerusakan akibat serangan zat oksidan dan radikal bebas.

Demikian pula halnya dengan upaya kriopreservasi spermatozoa yang diaspirasi dari epididimis perlu dikaji lebih mendalam. Hal ini dimaksudkan sebagai antisipasi terhadap hewan-hewan jantan yang bermasalah dalam melakukan ejakulasi secara normal padahal hewan-hewan ini tergolong hewan langka atau memiliki mutu genetik yang unggul.

Dengan metode ini pelestarian sumberdaya hewan yang mati secara mendadak masih dapat dilakukan, serta dapat juga diterapkan pada hewan-hewan liar dan buas.

Informasi-informasi seperti tersebut di atas belum tersedia dalam jumlah yang memadai pada kerbau Aceh, bahkan belum pernah dilaporkan. Hal inilah yang melandasi diadakannya penelitian ini.

2.3 Peta Jalan Penelitian

Penelitian ini bagian dari tujuan jangka panjang yaitu untuk mendapatkan spermatozoa beku dengan nilai ekonomi tinggi, dapat digunakan sebagai sumber material genetik kerbau jantan unggul, disamping publikasi. Penelitian ini mencakup pekerjaan seleksi kerbau pejantan unggul dan mengkoleksi spermatozoa untuk dibekukan. Pada penelitian ini akan dilakukan analisis kualitas dan viabilitas spermatozoa beku dan uji fertilitas spermatozoa.

7 Belum

- Belum pernah dilakukan - Keberhasilan belum optimal Penelitian pada kerbau Aceh - Menggunakan kerbau lokal Jawa

• Glutation dan β-karoten sudah berhasil untuk membekukan spermatozoa domba garut

Aceh merupakan

8 BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT

Secara umum hasil penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan spermatozoa kerbau dalam bentuk beku yang dapat digunakan untuk inseminasi buatan guna meningkatkan mutu genetik dan populasi kerbau di Aceh. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani

Kerbau pejantan unggul dapat dijadikan sebagai donor semen dengan tujuan memperbaiki mutu genetik, melalui pendekatan teknologi reproduksi. Spermatozoa yang dikoleksi dari pejantan unggul dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai salah satu alternatif sumber spermatozoa untuk memenuhi kebutuhan dalam penerapan berbagai teknologi reproduksi.

Berdasarkan hal tersebut, maka sudah selayaknya penelitian ke arah pembekuan spermatozoa kerbau dalam rangka memberikan pelayanan IB bagi masyarakat peternak dilaksanakan. Sehingga Perguruan Tinggi memberi kontribusi aktif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Adapun keutamaan dari penelitian ini sehingga penting untuk dilakukan antara lain adalah:

1. Mengoptimalkan potensi kerbau dalam aspek meningkatkan mutu genetik dan populasi kerbau dengan cara seleksi pejantan dan membekukan semen (spermatozoa kerbau) sehingga dapat diperoleh stok spermatozoa beku yang unggul dengan cara inseminasi buatan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada daerah Aceh khususnya petani dan peternak kerbau terhadap pengembangan kerbau sehingga dapat meningkatkan ketahanan pangan di Aceh. Selain itu, manfaat jangka pangjang yang diperoleh dari penelitian ini membuka peluang untuk ekspor.

3. Memberi wawasan terhadap pengembangan IB pada kerbau dengan penyediaan teknik kriopreservasi menggunakan pengencer yang baik.

4. Sebagai salah satu sarana alternatif yang dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan populasi dan mutu genetik kerbau.

5. Menghasilkan publikasi ilmiah.

9 BAB 4. METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Embriologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala dan BIB Sare., Penelitian ini dimulai bulan Februari 2015 sampai Desember 2016.

4.2 Materi Penelitian Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah empat ekor kerbau pejantan dewasa kelamin asal Simeulu dengan kondisi tubuh dan kesehatan yang baik, berat badan sekitar 400 – 500 kg dan umur sekitar 3 – 5 tahun sebagai sumber semen yang akan diuji kualitasnya. Pejantan dikandangkan secara individu dan diberikan pakan berupa rumput dan leguminosa setiap hari. Untuk menjaga kesehatan, pejantan dimandikan setiap minggu.

4.3 Bahan dan Alat

Tabel 1. Komposisi pengencer dasar

Bahan Jumlah Keterangan: a = Merck, Germany, cat. K27219882 003

b = Merck, Germany, cat. K22939944 632

10 Bahan-bahan penelitian yang digunakan adalah: semen segar kerbau, bahan pengencer dasar (Tabel 1), krioprotektan laktosa-monohidrat (Merck, Germany, cat.

K27650960 033) dan gliserol (Merck, Germany, cat. K28328694 044), antioksidan glutation (Merck, Germany, cat. 336 K20146490) dan -karoten (Merck, Germany, cat.

K22585936 632), formaldehida (Merck, Germany, cat. K25421403 828), NaCl (Merck, Germany, cat. 3.9 K19690004) fisiologis, NaCl 3%, larutan hipoosmotik (Revell dan Mrode 1994), pewarna eosin B (Merck, Germany, cat. 509 K5003834), alkohol, nitrogen cair, KY jelly (Johnson and Johnson, Indonesia), dan lain-lain.

Proses kriopreservasi semen akan menggunakan peralatan sebagai berikut: vagina buatan/elektrik ejakulator, tabung spermatozoa, tabung reaksi, gelas erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, termometer, mikroskop cahaya, gelas objek, gelas penutup, pipet tetes, hemositometer, pH meter, bunsen, timbangan mikro, konteiner N2 cair dan perlengkapannya, straw mini (0.25 ml), rak straw, penangas air, lemari es, styrofoam, dan lain-lain. Sedangkan untuk mengetahui angka fertilitas dilakukan dengan analisis progesteron plasma darah dan ultrasonografi (USG).

4.4 Prosedur Penelitian

Penelitian ini meliputi pembekuan semen hasil ejakulasi dan IB. Penelitian ini terdiri atas tiga tahap percobaan, sedangkan penelitian kedua terdiri atas satu tahap.

Percobaan Tahap Pertama

Percobaan tahap pertama ini dilakukan untuk menguji efektivitas krioprotektan ekstraseluler (laktosa) dan intraseluler (gliserol) terhadap kualitas semen beku.

1. Penampungan Semen

Semen ditampung menggunakan vagina buatan satu kali dalam satu minggu.

Segera setelah ditampung, semen dinilai secara makroskopik dan mikroskopik. Penilaian makroskopik meliputi: volume, warna, konsistensi (kekentalan), derajat keasaman (pH).

Penilaian mikroskopik meliputi: gerakan massa, persentase motilitas, persentase hidup, konsentrasi, persentase abnormalitas, dan integritas membran plasma spermatozoa, yakni persentase tudung akrosom utuh (TAU) dan persentase membran plasma utuh (MPU).

11 2. Pengenceran dan Ekuilibrasi Semen

Semen segar yang memenuhi syarat (motilitas 70%, konsentrasi 2000 juta sel per ml, gerakan massa ++ atau +++, dan abnormalitas <15%) diencerkan sesuai dengan perlakuan yang dicobakan. Perlakuan krioprotektan yang dicobakan adalah sebagai berikut:

• Krioprotektan ekstraseluler berupa laktosa dalam tiga tingkat konsentrasi, yakni: 0 mM (L0) (kontrol), 60 mM (L60), dan 120 mM (L120).

• Krioprotektan intraseluler berupa gliserol dalam tiga tingkat konsentrasi, yakni: 3%

(G3), 5% (G5), dan 7% (G7).

Dengan demikian terdapat sembilan kombinasi perlakuan, yakni: L0G3, L0G5, L0G7, L60G3, L60G5, L60G7, L120G3, L120G5, dan L120G7.

Semen yang telah diencerkan dikemas ke dalam straw mini (0.25 ml) dengan konsentrasi 200 juta sperma motil per straw kemudian diekuilibrasikan di dalam lemari es pada sekitar 5oC selama tiga jam.

3. Kriopreservasi dan Thawing (Pencairan Kembali) Semen

Pembekuan semen dilakukan dengan cara meletakkan straw 10 cm di atas permukaan nitrogen cair (suhu sekitar –130oC) selama 15 menit. Kemudian straw dimasukkan ke dalam nitrogen cair (suhu sekitar –196oC) dan disimpan di dalam konteiner. Setelah disimpan satu minggu, setiap sampel straw masing-masing perlakuan dicairkan kembali untuk dinilai kualitasnya. Semen beku dicairkan kembali dengan cara memasukkan straw ke dalam air hangat bersuhu 37oC selama 30 detik.

Percobaan Tahap Kedua

Percobaan tahap kedua ini dilakukan untuk menguji efektivitas antioksidan glutation dan -karoten terhadap kualitas semen beku. Proses kriopreservasi semen menggunakan prosedur yang sama dengan percobaan tahap pertama. Semen diencerkan dengan komposisi pengencer terbaik dari hasil percobaan tahap pertama.

Perlakuan yang dicobakan dalam percobaan tahap kedua ini adalah sebagai berikut:

12 Pengencer tris terbaik pada percobaan tahap pertama (kontrol).

Penambahan glutation dengan tiga tingkat konsentrasi, yakni: 0.05 g (Glu0.05), 0.10 g (Glu0.10), dan 0.15 g (Glu0.15) per 100 ml pengencer.

Penambahan -karoten dengan tiga tingkat konsentrasi, yakni: 0.00625 g (Kt0.00625), 0.0125 g (Kt0.0125), dan 0.025 g (Kt0.025) per 100 ml pengencer.

Percobaan Tahap Ketiga

1. Uji Fertilitas Semen Beku

Percobaan ini dilakukan untuk menguji tingkat fertilitas semen beku empat perlakuan terbaik hasil percobaan tahap kedua dengan melakukan IB. Pada percobaan ini digunakan dosis IB sebesar 200 juta per straw.

Inseminasi dilakukan 18 – 24 jam setelah awal berahi. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa ovulasi pada kerbau terjadi 26 jam setelah awal berahi, fertilisasi terjadi 2 – 3 jam setelah ovulasi dan waktu minimum yang dibutuhkan spermatozoa fungsional di dalam tuba fallopii sekitar 6 – 8 jam (Hunter 1985).

Diagnosis kebuntingan dilakukan dengan pengukuran kadar hormon progesteron serum setiap induk 16 hari setelah inseminasi (Reichenbach et al. 1996). Pemeriksaan kebuntingan dilakukan kembali 30 hari setelah inseminasi menggunakan ultrasonografi (USG).

4.5 Parameter yang Diamati

Parameter kualitas semen yang diamati adalah:

Persentase motilitas, persentase hidup, persentase TAU, dan persentase MPU spermatozoa masing-masing setelah tahap pengenceran, ekuilibrasi, dan thawing. Konsentrasi malondialdehida (MDA) setiap perlakuan percobaan tahap kedua dianalisis pada tahap setelah thawing.

Fertilitas semen beku (angka kebuntingan).

Persentase motilitas: persentase spermatozoa yang bergerak progresif. Ditentukan secara subjektif pada delapan pandang yang berbeda dengan mikroskop cahaya pembesaran 400

13 kali. Angka yang diberikan berkisar antara 0% hingga 100% dengan skala 5%.

Persentase hidup: persentase spermatozoa yang hidup. Ditentukan dengan menggunakan pewarnaan eosin (Toelihere 1993). Spermatozoa yang hidup ditandai oleh kepala yang berwarna putih, sedangkan yang mati ditandai oleh kepala yang berwarna merah dengan.

Jumlah spermatozoa yang dievaluasi minimal 200.

Persentase TAU: persentase spermatozoa yang memiliki tudung akrosom utuh. Tudung akrosom utuh ditandai oleh ujung kepala spermatozoa yang berwarna hitam tebal apabila semen dipaparkan di dalam larutan NaCl fisiologis-1% formalin (modifikasi metode Saacke dan White 1972). Jumlah spermatozoa yang dievaluasi minimal 200.

Persentase MPU: persentase spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh.

Ditentukan dengan menggunakan metode osmotic resistance test (Revell dan Mrode 1994).

Spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh ditandai oleh ekor yang melingkar atau menggembung, sedangkan yang rusak ditandai oleh ekor yang lurus apabila semen dipaparkan di dalam larutan hipoosmotik dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 60 menit.

Spermatozoa dievaluasi dengan mikroskop pembesaran 400 kali. Jumlah spermatozoa yang dievaluasi minimal 200.

Konsentrasi MDA: dianalisis dengan menggunakan pereaksi asam tiobarbiturat (TBA).

Fertilitas (angka kebuntingan): jumlah betina yang bunting dibagi jumlah betina yang diinseminasi dikali 100%. Ditentukan dengan cara analisis hormon progesteron dari sampel plasma darah betina 16 hari setelah inseminasi. Diagnosis kebuntingan dilakukan kembali pada hari ketiga puluh setelah inseminasi menggunakan USG.

4.6 Luaran Penelitian

Target penelitian adalah berhasil melakukan pembekuan spermatozoa kerbau dalam bentuk straw dan memiliki kualitas yang layak untuk diinseminasikan. Spermatazoa dalam bentuk beku ini dapat disimpan dalam waktu yang lama walaupun pejantan unggulnya sudah mati. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan mutu genetik dan populasi kerbau di Aceh khususnya daerah yang banyak populasi kerbau seperti Daerah Simeulu, Aceh Barat

14 dan lain-lain dalam meningkatkan ketahanan pangan terutama protein hewani dalam bentuk daging dan susu.

4.7 Indikator terukur

Indikator terukur dalam penelitian ini adalah: (1) persentase kebuntingan kerbau betina yang di IB dengan spermatozoa beku kerbau di Aceh meningkat, (2) spermatozoa beku dengan menggunakan berbagai krioprotektan dan penambahan antioksidan lebih baik, (3) persentase sel telur yang dibuahi meningkat.

4.8 Analisis Data

Percobaan tahap pertama dirancang ke dalam rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 3. Jumlah penampungan semen sebanyak enam kali sebagai ulangan.

Perbedaan antarperlakuan diuji dengan uji beda nyata terkecil (BNT) (Steel dan Torrie 1993).

Percobaan tahap kedua dirancang ke dalam RAL dengan tujuh perlakuan dan sembilan kali ulangan. Perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji BNT (Steel dan Torri 1993). Data percobaan tahap ketiga dianalisis dengan metode chi square (X2) (Steel dan Torrie 1993) dengan model matematika sebagai berikut:

(Ri)(Cj)

15 Eij = nilai harapan sel (i,j).

r = baris.

c = lajur.

db = (r-1)(c-1).

16 4.9 Fishbone Diagram

Bentuk umum diagram tulang ikan dalam mengindentifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Mendapatkan spermatozoa beku yang berkualitas dan meningkatkan keberhasilan kebuntingan kerbau

Pembekuan spermatozoa pada kerbau belum berhasil karena plasma semen mudah rusak.

Penampungan semen untuk

17

Dokumen terkait