• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Obesitas

Orang sering kali menyamakan pengertian kegemukan (overweight) dengan obesitas. Padahal keduanya adalah hal yang berbeda walaupun sama-sama menggambarkan kelebihan berat tubuh. Kegemukan adalah kondisi berat tubuh melebihi berat tubuh normal, sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-masing melebihi 20 – 25 % dari berat tubuh (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Defenisi obesitas berhubungan dengan adanya ketidakseimbangan antara porsi badan, dimana berat badan melebihi ukuran persentase tertentu. Dari sudut ilmu gizi,

Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

defenisi obesitas yang baik adalah bila tercakup pengertian terjadinya penimbunan trigliserida yang berlebihan dan terdapat di seluruh tubuh (Hartasi C, dkk 1988).

2.1.1 Faktor – faktor Penyebab Obesitas

Penyebab obesitas sangat kompleks dalam arti banyak sekali faktor yang menyebabkan obesitas terjadi. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas seperti faktor lingkungan, genetik, psikis, kesehatan, obat-obatan, perkembangan dan aktivitas fisik, yang akan dijelaskan sebagai berikut

Faktor lingkungan seseorang memegang peranan yang cukup berarti, lingkungan ini termasuk pengaruh gaya hidup dan bagaimana pola makan seseorang. Kusumawardhani (2006) mengungkapkan bahwa pola makanan seseorang ada yang disebut food addiction dan food abuser. Food addiction adalah pola makan yang berlebihan. Food abuser tidak sama dengan food addiction. Food abuser adalah pola makan yang berlebih dalam periode tertentu karena mereka menyukai makanan tersebut, kecintaan makanan ini dapat berlanjut menjadi obesitas. Pada food abuser ini akan menjadi ketagihan secara emosional apabila digunakan dalam mengendalikan stress, mood dan rasa kehilangan.

Pada faktor genetik, kegemukan dapat diturunkan dari generasi ke generasi didalam sebuah keluarga. Orang tua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula. Dalam hal ini, sepertinya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam

Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

kandungan. Maka tidak heran bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak yang relatif sama besar (Zainun, 2002).

Faktor kesehatan juga dapat menyebabkan terjadinya obesitas maksudnya adalah ada beberapa penyakit yang dapat menimbulkan obesitas seperti penderita Hipotiroidisme, Sindroma Cushing, Sindroma Prader-Willi dan beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan. Obesitas juga dapat disebabkan memakai obat-obatan tertentu seperti steroid dan beberapa anti depresi (Yanovski, 2002).

Menurut Zainun (2002) faktor psikis adalah apa yang ada didalam pikiran seseorang dapat mempengaruhi kebiasaan seseorang dalam mengatur pola makanannya. Penambahan ukuran atau jumlah sel lemak menyebabkan bertambahnya jumlah sel didalam jaringan tubuh pada penderita obesitas terutama kegemukan pada anak-anak memiliki sel-sel lemak 5 kali lebih banyak dibandingkan orang normal. Aktivitas fisik yang kurang mungkin adalah penyebab utama meningkatnya obesitas di tengah masyarakat. Orang-orang yang mengkonsumsi makanan kaya akan lemak dan kurang melakukan aktivitas fisik atau jarang berolahraga akan cenderung mengalami obesitas karena tidak adanya keseimbangan antara asupan yang masuk dan energi yang keluar.

2.1.2 Patogenesis

Kusumawardhani (2006) mengungkapkan bahwa patogenesis dari obesitas diketahui multifaktorial, meliputi faktor genetik dan faktor lingkungan yang berpengaruh dalam hal regulasi berat badan, metabolisme dan prilaku makan.

Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Salihin (2002) mengungkapkan bahwa menurut patogenesisnya maka obesitas dapat dibagi dalam dua macam:

a).regulatory obesity dan b).metabolic obesity

Pada regulatory obesity gangguan primernya terletak pada pusat yang mengatur masukan makanan (central mechanism regulating food intake). Pada

metabolic obesity terdapat kelainan pada metabolisme lemak dan karbohidrat. Jadi

pada dasarnya patogenesis obesitas adalah gangguan pada pengaturan asupan makanan dan kelainan pada metabolisme tubuh khususnya lemak dan karbohidrat.

2.1.3 Patofisiologi

Pada penderita obesitas makanan masuk kedalam tubuh dengan jumlah makanan yang lebih besar daripada yang dipakai oleh tubuh untuk energi. Makanan berlebihan baik lemak, karbohidrat atau protein, kemudian disimpan sebagai lemak dalam jaringan adipose yang kemudian akan dipakai sebagai energi. Jumlah energi (dalam bentuk makanan) yang memasuki tubuh lebih besar daripada jumlah energi yang keluar, maka berat badan akan meningkat (Anwar, 2005).

2.1.4 Gejala dan Tanda-tanda

Sarwono (2003) mengungkapkan bahwa salah satu tanda-tanda dari obesitas adalah penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasaan dan sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Biasanya gangguan pernapasan itu terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernapasan untuk sementara (tidur apneu), sehingga pada siang hari penderita sering

Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

merasa ngantuk. Obesitas juga sering ditemukan pada berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan masalah osteoritis. Sering juga ditemukan kelainan tubuh pada penderita obesitas, seseorang yang obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efesien dan mengeluarkan keringat yang banyak. Gejala obesitas dapat ditemukan pada penderita edema (pembengkaan akibat penimbunan jumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan tangan.

Menurut Wirakusumah (1994), ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kelebihan berat badan atau obesitas. Obesitas disebabkan oleh dua faktor utama yaitu makan melebihi porsi yang diperlukan tubuh dan penggunaan energi yang rendah atau kombinasi keduanya. Beberapa faktor lain yang menyebabkan terjadinya obesitas adalah : pola makan, karakteristik individu, hereditas, psikologis, aktivitas fisik, dan gaya hidup.

a. Pola makan

Konsumsi makanan yang berlebihan terutama mengandung karbohidrat dan lemak akan menyebabkan jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh tidak seimbang dengan kebutuhan energi. Kelebihan energi ini di dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk jaringan lemak yang lama kelamaan akan mengakibatkan obesitas. Di tambah kebiasan yang tidak benar sehingga memacu seseorang dapat menjadi gemuk. Kebiasaan ini antara lain sering mengkonsumsi makanan kecil yang penuh kalori atau sering di beri istilah ”ngemil”.

Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

b. Karakteristik Individu

Karakteristik individu secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya obesitas, yaitu : umur, jenis kelamin, faktor sosio budaya, tingkat pendidikan dan pengetahuan, pekerjaan, dan tingkat pendapatan.

1. Umur dan Jenis Kelamin

Persentase lemak tubuh meningkat dengan meningkatnya umur, biasanya mulai antara umur 20 – 30 tahun (Harjadi, 1986). Bila dibiarkan usia 45–60 tahun sering menjadi usia kritis, karena pada usia ini penyakit-penyakit seperti jantung, Diabetes Melitus dan lainnya mulai menggoroti tubuh terutama pada orang-orang yang obesitas (Wirakusumah, 1994). Hasil penelitian di Austria menemukan bahwa kejadian obesitas banyak terjadi pada umur diatas 40 tahun dibanding dengan umur kurang dari 40 tahun (Suyono, 1994).

Apabila dilihat dari jenis kelamin, prevalensi obesitas sering terjadi pada perempuan dari pada laki-laki (Garrow, 1993). Perempuan mempunyai lebih banyak sel lemak dari pada laki-laki perkilogram berat badan. Hal ini disebabkan karena pada perempuan lemak tubuh diperlukan untuk fungsi reproduksi, dimana pada perempuan disaat kekurangan makanan perempuan dapat menjaga reproduksi dengan menggunakan cadangan lemak yang ada.

Garrow (1993) menyatakan bahwa prevalensi obesitas meningkat terus sampai pada umur 50 tahun untuk laki-laki, dan perempuan sampai untuk umur 65 tahun. Disamping itu juga studi di beberapa negara prevalensi gizi lebih dan obesitas, pada laki-laki cenderung meningkat pada umur 45-55 tahun dan menurun sesudah

Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

umur 55 tahun. Sedangkan pada perempuan prevalensi gizi lebih dan obesitas cenderung naik sesudah monopause. Pada umur yang sama rata-rata IMT perempuan sebelum monopause biasanya lebih rendah dibanding rara-rata IMT laki-laki. Akan tetapi secara umum prevalensi gizi lebih dan obesitas pada perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki (WHO, 1995).

2. Faktor Sosio Budaya

Kebudayaan suatu keluarga, kelompok masyarakat, negara atau bangsa mempunyai pengaruh yang kuat terhadap apa dan bagaimana penduduk makan atau dengan kata lain, pola kebudayaan mempengaruhi orang dalam memilih pangan. Hal ini terlihat dari adanya beberapa jenis makanan tertentu yang mempunyai nilai lebih dalam masyarakat dan bila seseorang mengkonsumsi makanan tersebut maka akan meningkatkan prestisenya dalam masyarakat. Dimana terkadang makanan tersebut kurang mengandung nilai gizi atau mungkin mengandung nilai gizi yang cenderung berlebihan yaitu protein dan lemak yang tinggi yang akan mempengaruhi terjadinya obesitas.

Selain itu ada beberapa jenis makanan tradisional dari suatu suku tertentu yang mengandung lemak tinggi, misalnya suku Minang yang makanan tradisionalnya banyak bersantan sehingga konsumsi lemak masyarakat menjadi sangat tinggi dan kemungkinan obesitas akan semakin meningkat dalam masyarakat (Irawati, 2000).

3. Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang juga dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan, karena tingkat pendidikan yang lebih

Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gizi khususnya konsumsi makanan yang lebih baik. Sering masalah gizi timbul disebabkan karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi tentang gizi yang memadai (Berg, 1997). Pengetahuan tentang makanan sehat sering kurang dipahami oleh golongan yang tingkat pendidikannya kurang. Mereka lebih mementingkan rasa dan harga dari pada nilai gizi makanan. Sebaliknya sekalipun kurangnya daya beli merupakan halangan utama tetapi sebagian masalah gizi akan dapat diatasi kalau orang tahu bagaimana memanfaatkan semua sumber yang ada.

Huttaway yang dikutip Powers (1980) dalam Mourbas (1997) mengatakan bahwa pada tingkat pendidikan yang lebih dari SLTA ternyata berhubungan dengan rendahnya berat badan dan kejadian kegemukan. Selanjutnya Sutedjo (1994) juga menemukan adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan dan IMT. Tetapi sebaliknya Mayer yang juga di kutip oleh Powers (1980) menemukan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan gizi lebih.

4. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan salah satu faktor secara yang tidak langsung dapat menyebabkan obesitas terutama pekerjaan yang tidak terlalu memerlukan aktivitas fisik yang berat. Penelitian yang dilakukan oleh Putra G di Surabaya menyatakan bahwa penderita obesitas terbanyak mempunyai pekerjaan sebagai PNS (24,6%) dan yang paling rendah adalah buruh (5,4%).

Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Aktivitas fisik diperlukan utnuk membakar energi di dalam lemak tubuh. Apabila pemasukan energi berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik akan memudahkan seseorang menjadi gemuk (Mursito, 2003).

5. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan sangat berpengaruh terhadap konsumsi energi. Seseorang yang mempunyai pendapatan perbulan yang tinggi akan mempunyai daya beli yang tinggi pula sehingga memberikan peluang yang lebih besar untuk memilih berbagai jenis makanan.

Adanya peluang tersebut mengakibatkan pemilihan jenis dan jumlah makanan tidak lagi didasarkan pada kebutuhan dan pertimbangan kesehatan, tetapi lebih mengarah kepada pertimbangan prestise dan rasa makanan yang enak, misalnya jenis

fast food. Biasanya makanan tersebut mengandung protein dan lemak tinggi, sehingga

pada akhirnya akan berdampak pada konsumsi energi yang berasal dari lemak serta protein yang tinggi. Tingginya konsumsi energi terutama yang berasal dari lemak akan berpengaruh terhadap terjadinya obesitas (Padmiari, 2001).

c. Hereditas (Faktor Keturunan)

Faktor keturunan (faktor genetik) adalah faktor bawaan yang berasal dari orang tua. Pengaruh faktor tersebut sebenarnya belum terlalu jelas sebagai penyebab obesitas. Meski demikian ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa faktor keturunan merupakan faktor penguat terjadinya obesitas. Bernet dan Gunn

Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

menyatakan bahwa orang yang mempunyai bawaan gemuk, secara alami ia akan menjadi gemuk, dan orang yang mempunyai bawaan kurus maka secara alami ia akan menjadi kurus. Keadaan ini tidak akan berubah bila tidak ada upaya yang kontinu yaitu mengubah kebiasaan makan yang menyebabkan obesitas dan meningkatkan aktivitas fisik (Wirakusumah, 1994).

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33 % terhadap berat badan seseorang (Dand, 2004).

d. Faktor Psikologis

Sebuah pandangan populer menyatakan bahwa obesitas bermula dari masalah emosional yang tidak teratasi.

Gangguan psikologis merupakan salah satu penyebab obesitas pada orang dewasa yang mengalami gangguan psikologis, misalnya orang dewasa yang sedang bersedih hati dan memisahkan diri dari lingkungannya atau mengalami masalah, timbul rasa lapar dan nafsu makan yang berlebihan sebagai kompensasi terhadap problemanya dan hormon akan disekresi sebagi tanggapan dari keadaan psikologis, sehingga terjadi peningkatan metabolisme energi untuk dipecah dan digunakan untuk aktivitas.

e. Gaya Hidup (Life Style) yang Kurang Tepat

Kebiasaan kurang baik atau kurang tepat selain beberapa faktor diatas, di bawah ini juga merupakan faktor yang dapat menimbulkan obesitas (Wirakusumah, 1994).

Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

a. Makan terburu-buru

Kebiasaan makan secara terburu-buru (tergesa-gesa) akan menyebabkan efek kurang menguntungkan bagi pencernaan dan dapat mengakibatkan cepat merasa lapar kembali. Padahal jika makan dikunyah lebih lama selain kelezatan makanan dapat dinikmati, juga dapat membuat lama waktu makan. Dengan demikian tanpa disadari makanan yang masuk ke mulut relatif lebih sedikit, tetapi rasa kenyang dapat terpenuhi.

b. Menghindar makan pagi

Banyak orang yang menggantikan makan pagi dengan makan siang yang berlebih atau memakan makanan kecil yang tinggi lemak dan kalori dalam jumlah yang relatif banyak. Dengan kondisi ini jika dihitung maka jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh lebih banyak jika dibandingkan kalau makan pagi.

c. Waktu makan tidak teratur

Jika jarak antara dua waktu makan terlalu panjang, ada kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan secara berlebihan. Jika keadaan tersebut berlangung relatif lama maka akan mengakibatkan terjadinya obesitas.

d. Salah memilih dan mengolah makanan

Ada berbagai sebab atau karena ketidaktahuan dimana seseorang salah memilih makanan. Sementara itu banyak juga orang memilih makanan hanya karena prestise atau gengsi semata. Makanan cepat saji seperti junk food dan fast food (burger, hot dog,) yang banyak ditawarkan sekarang banyak mengandung lemak, kalori, dan gula berlebih.

Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

e. Kebiasaan mengemil makanan ringan

Mengemil merupakan kegiatan makan diluar waktu makan. Biasanya makanan yang dikonsumsi berupa makanan kecil (makanan ringan) yang rasanya gurih, manis dan digoreng. Bila tidak dikontrol, hal ini akan mengakibatkan kegemukan karena jenis makanan tersebut adalah makanan tinggi kalori.

2.2 Pola Makan Orang Dewasa

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Menurut Suhardjo (1996), pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang (keluarga) memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, kebudayaan dan sosial.

Menurut Khumaidi (1994), kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Kebiasaan makan akan dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain adalah kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan alam dan sejak dahulu makanan juga dianggap sebagai lambang kekuasaan dan persahabatan.

Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia, makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya. Pada masyarakat dikenal pola makan dan kebiasaan makan dimana seseorang/sekelompok orang tinggal. Salah satu fungsi utama makanan adalah memberikan energi. Energi itu tidak

Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

hanya diperlukan untuk aktivitas atau kegiatan berat tetapi juga untuk berfungsinya organ-organ tubuh. Jumlah energi yang dicerna dari makanan diukur dalam kalori dan kebutuhan kalori harian seseorang akan bergantung pada usia, jenis kelamin, tingkat kegiatan, laju metabolisme dan iklim dimana seseorang tinggal (Sediaoetama, 1996).

Dimasa dewasa akan terdapat banyak situasi berbahaya yang memungkinkan seseorang untuk makan secara berlebihan, dan pada masa dewasa kegiatan ataupun aktivitasnya sering sekali menurun tetapi hal ini tidak diikuti oleh pengurangan jumlah konsumsi makanan, apalagi setelah menikah orang cenderung kurang peduli akan berat tubuh mereka (Anonimous, 2002).

Kebiasaan makan yang dimulai pada masa kanak-kanak cenderung bertahan sepanjang kehidupan dewasa. Dengan kebebasan untuk memilih, orang dewasa dapat cenderung memakan apa saja yang memuaskan baginya, seperti mengkonsumsi makanan manis yang bukan sehat dari sudut gizi.

Pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas ada dua yaitu makan dalam jumlah sangat banyak (birge) dan makan di malam hari (sindrom makan pada malam hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan. Apabila keadaan ini berlanjut dan tidak terkontrol serta makanan yang dikonsumsi tinggi maka akan menimbulkan kebiasaan makan yang tidak baik dan dapat menyebabkan kenaikan berat badan bahkan obesitas (Mutadin, 2004).

2.2.1 Pola Makan Dilihat dari Susunan Makanan dan Frekuensi Makan Orang Dewasa

Dalam 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang, manusia diharapkan memakan makanan yang beraneka ragam. Makin beragam jenis makanan yang dikonsumsi akan

Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

semakin baik, karena tidak ada satu makanan yang menyediakan semua unsur yang dibutuhkan (Wirakusumah, 2000).

Di dalam setiap jenis bahan makanan, terkandung zat gizi dimana jenis dan jumlahnya sangat bervariasi antara jenis bahan makanan yang satu dengan yang lainnya. Suatu jenis bahan makanan paling sedikit mengandung satu jenis zat gizi dengan kadar yang relatif berbeda-beda, ada yang rendah, sedang, atau tinggi. Dalam kehidupan sehari-hari boleh dikatakan tidak ada orang yang mengkonsumsi hanya satu jenis bahan makanan, tetapi terdiri dari beberapa jenis. Orang yang mengkonsumsi hidangan makanan yang terdiri dari campuran berbagai jenis bahan makanan akan memperoleh zat gizi beraneka ragam yang terkandung dalam makanan yang bersangkutan. Ini berarti kebutuhan individu akan berbagai jenis zat gizi dapat lebih dijamin pemenuhannya dengan cara mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam (Suhardjo, 1998).

Setiap bahan makanan mempunyai susunannya yang berbeda-beda. Ada yang kaya akan satu jenis zat gizi, sebaliknya ada yang miskin akan zat gizi. Pilihan yang luas terhadap kelompok pangan yang berbeda-beda akan memberi jaminan perlindungan terhadap defisiensi zat-zat esensial. Unsur-unsur zat gizi akan saling melengkapi satu sama lain. Kekurangan zat gizi dari bahan pangan yang satu akan ditutupi bahan pangan yang lain. Misalnya mengkombinasikan sumber karbohidrat yang berupa jagung, umbi-umbian, atau sagu dengan ikan dan kacang-kacangan sebagai sumber protein dan sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral (Sediaoetama, 1996).

Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Pada masa dewasa obesitas sering terjadi, seperti contoh seorang ibu rumah tangga yang juga seorang wanita karier, disaat usianya 30 tahun merupakan saat yang mantap dalam karirnya, dan akan sering mengikuti pertemuan-pertemuan seperti acara rapat yang diselingi dengan makan siang ataupun makan malam yang tak luput dari makanan-makanan lezat seperti bistik daging, rendang, spaghetti dan gulai daging. Frekuensi dan waktu makannya pun terkadang melebihi dari frekuensi makan ideal yaitu sekali makan pagi, siang dan makan malam. Hal ini disebabkan juga oleh adanya masalah-masalah yang terjadi di dalam keluarga ataupun pekerjaan yang

Dokumen terkait