• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Sumber Daya Air

Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi, dengan jumlah sekitar 1.368 juta km3 (Angel dan Wolseley, 1992). Air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan, dan salju. Air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah (groundwater), dan gunung es (glacier). Semua badan air dapat dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui siklus hidrologi yang berlangsung kontinyu.

Secara kimia, (hidrogen) dan satu atom O (oksigen) dengan formula atau rumus molekul H2O. Di alam, air ditemukan dalam bentuk padat, cair, dan gas. Pada tekanan atmosfir (76 cmHg) dan didinginkan sampai 0oC, air berubah menjadi padat (es) dan sebaliknya, air akan berubah menjadi gas (uap), apabila dipanaskan sampai 100oC. Dalam keadaan normal (murni), air bersifat netral dan dapat melarutkan berbagai jenis zat. Air akan pecah menjadi unsur H dan O pada suhu 2.500oC.

Secara alami, air merupakan suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam berbagai konsentrasi. Air yang mengandung sekitar 1000 ppm padatan yang terlarut umumnya digolongkan sebagai air tawar. Air laut rata-rata mengandung sekitar 35000 ppm padatan yang terlarut. Sedangkan air payau konsentrasi padatan yang terlarut berada di antara batas-batas antara air laut dan air laut. Konsentrasi ion-ion pada air tawar jauh lebih rendah dari konsentrasi ion-ion dalam air laut; begitupun distribusi ion-ionnya sangat berbeda.

Tabel 1. Perbandingan konsentrasi ion-ion utama pada air tawar dan air laut (% dari konsentrasi total ion).

Sumber : UNESCO, 1978 dalam Chow, dkk., 1988 dalam Kodoatie, 2005

Ion Air Tawar (%) Air Laut (%)

HCO3- 41.0 0.0

Ca2+ 16.0 0.9

Mg2+ 14.0 4.9

Na+ 11.0 41.0

Pada air laut kation utamanya adalah Na+ dan anion utamanya adalah Cl-. Pada air tawar, Ca2+ dan Mg2+ merupakan kation utama, sedangkan anionnya adalah HCO3-. Ion-ion pada air tawar berasal dari pelapukan batu-batuan dan tanah.

Berikut data mengenai sebaran air di muka bumi : Tabel 2. Detail Jumlah Air di Dunia

No Tempat Area (106 km2 ) Volume (103 km3 ) % thd total air yang ada

% thd total air tawar 1 Laut 361.3 1.338.000,00 96,5379 2 Air Tanah Tawar Asin 134,8 134,8 10.530,00 12.870,00 0,7597 0,9286 0,0012 3 Air di tanah dangkal

(soil mouisture)

82,0 16,50 1,7333 30,061

4 Es di kutub 16,0 24.023,50 0,0246 0,047 5 Es lainnya dan salju 0,3 340,60 0,0066 68,581 6 Danau Tawar Asin 1,2 0,8 91,00 85,40 0,0062 0,972 7 Rawa / payau 2,7 11,47 0,008 0,260 8 Sungai 148,8 2,12 0,0002 9 Air biologi 510,0 1,12 0,0001 0,033 10 Air di udara 510,0 12,90 0,0009 0,006 0,003 0,037 Total air yang ada 510,0 1.385.984,61 100

Total air tawar 148,8 35.029,21 2,5274 100

Sumber : UNESCO, 1978 dalam Chow, dkk., 1988 dalam Kodoatie, 2005 Jika dilihat dari tabel persebaran air diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa jumlah air di muka bumi tidak pernah berubah (tetap), yaitu sebanyak 1.385.984.610 km3 dan dari jumlah ini air tawar hanya 35.029.210 km3. jadi jumlah air tawar 2.5% dari jumlah air secara keseluruhan. Air terdistribusi di berbagai tempat, yaitu dari air laut 96.5%, air tanah tawar 0.76%, air tanah asin 0.93%, untuk kelembaban tanah 0.0012%, dalam bentuk es di kutub 1.7%, dalam bentuk es lain dan salju 0.025%, danau-danau air tawar 0.007%, danau-danau air asin 0.006%, air rawa (payau) 0.0008%, sungai-sungai 0.0002%, di makhluk hidup 0.00001%, dan di atmosfer 0.001%. Secara lengkap sebaran air di bumi dapat dilihat pada tabel 2.

Air merupakan bahan alam yang paling berharga. Tidak ada air tidak mungkin ada kehidupan. Air tidak hanya untuk kehidupan manusia, hewan, dan tanaman tetapi juga merupakan media pengangkutan, sumber energi, dan berbagai keperluan lainnya. Tetapi juga pada suatu saat dalam bentuk hujan lebat dan banjir, bahan yang sangat berguna ini menjadi perusak, menimbulkan kerugian harta dan jiwa, dan menghanyutkan berjuta-juta ton tanah subur.

Potensi air di Indonesia secara geografis merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau, terbentang antara 6 derajat garis lintang utara sampai 11 derajat garis lintang selatan, dan dari 9 derajat sampai 141 derajat garis bujur timur serta terletak antara dua benua yaitu Benua Asia dan Australia/Ocenia. Posisi mempunyai pengaruh yang sangat strategis terhadap kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi bahkan keamanan.

Apabila potensi air tersebut dilihat secara geologis maka Indonesia merupakan salah satu negara yang paling banyak berubah wilayah geologinya di dunia. Besar curah hujan per tahun, aliran permukaan, aliran mantap dan pemanfaatan air di beberapa pulau-pulau besar di Indonesia ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 3. Sumber Air di Indonesia dari Curah Hujan

Juta m3/tahun Keperluan No Pulau CH, R mm/th Luas Area Aliran Permukaan Aliran

Mantap domestik pertanian Dom+Tani Sisa 1. Jawa 2.680 132.187 189.070 47.268 4.257 55.581 59.838 -12.571 2. Sumatera 2.820 437.606 691.900 172.975 1.634 21.351 22.985 149.990 3. Kalimantan 2.990 539.460 745.030 186.258 374 4.891 5.265 180.993 4. Sulawesi 2.340 190.116 542.600 135.650 497 6.498 6.995 128.655 5. Bali 2.120 5.561 5.670 1.418 107 1.408 1.515 -98 6. NTB 1.410 20.177 8.070 2.018 132 2.732 2.864 -847 7. NTT 1.200 47.866 9.570 2.393 123 1.622 1.745 648 8. Maluku 2.370 74.505 87.170 21.793 74 977 1.051 21.742 9. Irian Jaya 3.190 421.981 755.340 188.835 57 747 804 188.031

Sumberdaya air tidak termasuk komponen infrastruktur, namun bagian-bagian dari pengelolaan sumberdaya air bisa dikategorikan sebagai infrastruktur keairan, misalnya sistem air bersih, irigasi, drainase, pengendalian banjir, dll.

Sungai merupakan komponen alami dari sumber daya air yang alirannya terbentuk secara alami karena adanya gaya gravitasi. Alam telah membentuk komponen tersebut secara seimbang sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing. Karena sifat air yang dinamis maka keseimbangan alam dari komponen tersebut tergantung dari proses aliran air.

Terdapat delapan komponen alami sumber daya air, antara lain sungai, pantai, danau, rawa, air tanah, daerah retensi, mata air, air terjun. Sedangkan komponen artifisial sumber daya air meliputi bangunan air yang dibangun oleh manusia untuk suatu tujuan tertentu seperti waduk, embung, bendung, talang, dan lain-lain. Masing-masing komponen mempunyai bangunan utama dan beberapa bangunan bangunan pelengkap sehingga dapat bekerja sesuai dengan tujuannya.

B. Pengertian Air Daerah Aliran Sungai

Air Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah air yang mengalir pada suatu kawasan yang dibatasi oleh titik-titik tinggi dimana air tersebut berasal dari air hujan yang jatuh dan terkumpul dalam sistem tersebut. DAS memiliki beberapa bentuk dan karakteristik, antara lain :

a. Bentuk Bulu Ayam

DAS bentuk bulu ayam memiliki debit banjir sekuensial dan berurutan. Memerlukan waktu yang lebih pendek untuk mencapai mainstream. Memiliki topografi yang lebih curam daripada bentuk lainnya.

b. Bentuk Kipas

DAS berbentuk kipas memiliki debit banjir yang terakumulasi dari berbagai arah sungai dan memiliki waktu yang lebih lama daripada bentuk bulu ayam untuk mencapai mainstream. Memiliki topografi yang relatif landai daripada bulu ayam.

c. Bentuk parallel / Kombinasi

DAS bentuk kombinasi memiliki debit banjir yang terakumulasi dari berbagai arah sungai di bagian hilir. Sedangkan di bagian hulu sekuensial dan berurutan.

Bulu

Bulu Ayam Kipas

Sumber : Diktat MK Pengelolaan DAS

Gambar 1. Tiga Macam Bentuk DAS

Selain 3 bentuk diatas masih terdapat bentuk lain dari jaringan sungai seperti dendritic (tipe cabang pohon), Rectangular segi empat (triangulir), trellis, annular, dan radial (jaringan lingkaran), serta bentuk lainnya yang secara visualisasi dapat dilihat pada gambar 2. Secara formal, deskripsi tentang pola drainase belum banyak dibakukan (Asdak, 2002). Khusus untuk pola karstic terdapat di daerah pegunungan kapur, dengan pola timbul dan tenggelam. Pola complex merupakan campuran pola

dendritic dan pola parallel, dan sebagainya. Akan lebih memudahkan jika penyesuaian pola drainase berdasarkan kemiripan secara visual.

Bulu Ayam Kipas Kombinasi (a) (b) (c)

Sumber : Lab Pengaruh Hutan IPB

Air pada DAS merupakan aliran air yang mengalami siklus hidrologi secara alamiah. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti tersebut, air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah sehingga akan dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup.

Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk (terserap) ke dalam tanah (infiltrasi). Sedangkan air yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (runoff), untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral (horizontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) yang kemudian akan mengalir ke sungai.

Dari 100 % kuantitas air di dunia. 97% ditemukan dalam bentuk air asin yang berasal dari air lautan. Air tawar yang merupakan kebutuhan utama manusia di dunia tidak lebih dari 1% dari keseluruhan air yang tersedia di dunia.

Pada suatu DAS terdapat komponen-komponen lingkungan yang memiliki hubungan timbal balik di antara komponen tersebut. Dua gambar di bawah ini dapat menunjukkan hubungan yang erat dalam komponen-komponen itu. Sehingga jika terjadi perubahan pada salah satu komponen-komponen tersebut pada gilirannya dapat mempengaruhi sistem ekologi di daerah tersebut.

Sumber : Asdak, 2002

Gambar 3. Komponen-Komponen Ekosistem DAS Hulu

Sumber : Asdak, 2002 Sumber : Asdak, 2002

Gambar 4. Fungsi Ekosistem DAS Hilir

Desa Sawah/Ladang

Hutan

Sungai Tumbuhan

Hewan Manusia Hewan

Air MATAHARI

VEGETASI TANAH SUNGAI

DAS = PROSESOR

OUTPUT = DEBIT, MUATAN SEDIMEN

MANUSIA IPTEK INPUT = CURAH HUJAN

DEBIT/LUMPUR/UNSUR

C. Kualitas Air

Sebagai bagian dari kepedulian tentang keadaan lingkungan hidup, kualitas air menjadi bagian yang penting dalam isu pengembangan sumberdaya air. Kualitas air dalam hal ini mencakup keadaan fisik, kimia, dan biologi yang dapat mempengaruhi ketersediaan air untuk kehidupan manusia, pertanian, industri, rekreasi dan pemanfaatan air lainnya. Status kualitas air berkaitan dengan kuantitas air.

Persyaratan mutu air mencakup syarat fisik, kimia, dan biologi. Standar mutu air ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 (Lampiran 9). Dalam peraturan tersebut dianalisa 26 parameter, termasuk diantaranya parameter BOD, COD, dan Fecal coli. Selain itu, terdapat juga 4 kelas yang berbeda untuk membedakan kelas mutu suatu sumber daya air. Adapun penjelasan detail mengenai kelas-kelas dalam PP No.82 tahun 2001 dapat dilihat berikut ini :

1. Kelas I, air yang peruntukkannya untuk air baku air minum, dan atau untuk peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2. Kelas II, air yang peruntukkannya untuk air minum yang belum diolah/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau untuk peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3. Kelas III, air yang peruntukkannya untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air sama dengan kegunaan tersebut.

4. Kelas IV, air yang peruntukkannya dapat dipergunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

D. Pencemaran Air

Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan

(run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain-lain.

1. Sumber Pencemar Perairan

Sumber pencemar (polutan) dapat berupa suatu lokasi tertentu (point source) atau tak tentu/tersebar (non-point/diffuse source). Sumber pencemar

point source misalnya knalpot mobil, cerobong asap pabrik, dan saluran limbah industri. Pencemar yang berasal dari point source bersifat lokal. Efek yang ditimbulkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air. Volume pencemar point source biasanya relatif tetap (Effendi, 2003).

Sumber pencemar non-point source dapat berupa point source dalam jumlah yang banyak. Misalnya limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah pemukiman (domestik), dan limpasan dari daerah perkotaan (Effendi, 2003).

Menurut sumbernya, limbah sebagai bahan pencemar air dapat dibedakan sebagai (Buchari, dkk, 2001):

1) Limbah domestik (limbah rumah tangga, perkantoran, pertokoan, dan pusat perdagangan).

2) Limbah industri, pertambangan, dan transportasi 3) Limbah laboratorium, dan rumah sakit

4) Limbah pertanian dan peternakan 5) Limbah pariwisata

Menurut bentuknya, limbah dibedakan menjadi limbah padat, limbah cair, limbah gas, dan campuran dari limbah tersebut. Selain itu, jenis limbah menurut susunan kimianya terdiri dari limbah organik dan limbah anorganik, sedangkan menurut dampaknya terhadap lingkungan dibedakan menjadi limbah bahan berbahaya dan keracunan (B3) dan limbah yang tidak berbahaya atau beracun (Buchari, dkk, 2001).

Ditinjau dari segi ketahanannya di suatu lingkungan, pencemar dibagi menjadi (Buchari, dkk, 2001) :

a) Pencemar yang tidak permanen, stabil selama kurang dari satu bulan. b) Pencemar sedang, stabil selama 1-24 bulan.

d) Pencemar permanen, stabil selama lebih dari 5 tahun. 2. Bahan Pencemar (Polutan)

Polutan adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem tersebut. Polutan alamiah adalah polutan yang memasuki suatu lingkungan secara alami, misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, dan fenomena alam yang lain. Polutan yang memasuki suatu ekosistem secara alamiah akan sukar dikendalikan.

Polutan antopogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik rumah tangga, kegiatan urban (perkotaan), maupun kegiatan industri. Intensitas polutan antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang menyebabkan tumbuhnya polutan (Effendi, 2003).

3. Parameter Kualitas Air

3.1 BOD(Biochemical Oxygen Demand)

Dekomposisi bahan organik pada dasarnya terjadi melalui dua tahap. Pada tahap pertama, bahan organik diuraikan menjadi bahan anorganik. Pada tahap kedua, bahan anorganik yang tidak stabil mengalami oksidasi manjadi bahan anorganik yang lebih stabil. Pada penentuan nilai BOD, hanya dekomposisi tahap pertama yang berperan, sedangkan oksidasi bahan anorganik (nitrifikasi) dianggap sebagai pengganggu.

Secara tidak langsung nilai BOD merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis and Cornwell, 1991). Dengan kata lain, BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 20oC selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1988).

BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable). Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein, kanji (starch), glukosa, aldehida, ester, dan sebagainya.

Pada perairan yang mengandung toksik, penentuan nilai BOD kurang cocok dilaksanakan, karena bahan-bahan toksik tersebut dapat menghambat atau mematikan mikroba yang menjadi pelaku dekomposisi bahan organik. Kondisi ini akan menyebabkan penilaian BOD menjadi underestimate. Pada perairan yang demikian sebaiknya dilakukan pengukuran COD.

Apabila mengacu pada baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 kisaran nilai BOD adalah sebagai berikut :

1. Kelas I, BOD ≤ 2 mg/L 2. Kelas II, BOD ≤ 3 mg/L 3. Kelas III, BOD ≤ 6 mg/L 4. Kelas IV, BOD ≤ 12 mg/L 3.2 COD (Chemical Oxygen Demand)

COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non biodegradable) menjadi CO2 dan H2O. pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sample (Boyd, 1988).

Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya selulosa, tannin, lignin, fenol, polisakarida, benzene, dan sebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran nilai COD dibandingkan nilai BOD.

Nilai COD biasanya lebih tinggi dari nilai BOD karena bahan yang stabil (tidak terurai) dalam uji BOD dapat teroksidasi dalam uji COD. Misalnya, selulosa sering tidak terukur dalam uji BOD karena sulit dioksidasi/diuraikan, tetapi dapat dioksidasi melalui uji COD. Umumnya, besar nilai COD kira-kira dua kali nilai BOD karena senyawa kimia yang dapat dioksidasi secara kimiawi lebih besar dibandingkan dengan oksidasi secara biologis.

Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam maupun dari aktivitas rumah tangga dan industri, misalnya pabrik bubur kertas (pulp), pabrik kertas dan industri makanan. Makin besar nilai BOD atau COD,

makin tinggi tingkat pencemaran suatu perairan. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/liter, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/liter (UNESCO/WHO/UNEP, 1992 dalam Effendi 2003).

Apabila mengacu pada baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 kisaran nilai COD adalah sebagai berikut :

1. Kelas I, COD ≤ 10 mg/L 2. Kelas II, COD ≤ 25 mg/L 3. Kelas III, COD ≤ 50 mg/L 4. Kelas IV, COD ≤ 100 mg/L 3.3 Fecal coli

Bakteri adalah tanaman mikroskopik. Tiga jenis utamanya adalah

Bacilli (bentuk silindris), Sprillium (spiral), dan Cocci (bulat/sferik). Organisme yang kerap dijadikan petunjuk pencemaran tinja atau limbah ialah Bakteri Indikator polusi atau bakteri sanitasi.

Bakteri indikator polusi atau bakteri sanitasi adalah bakteri yang dapat digunakan sebagai petunjuk adanya polusi feses atau kotoran manusia atau hewan, karena organisme tersebut merupakan organisme komensal yang terdapat di dalam saluran pencernaan hewan maupun manusia. Salah satu bakteri indikator adalah Escherichia coli.

Escherichia coli adalah salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup secara normal di dalam kotoran manusia maupun hewan, oleh karena itu disebut juga Koliform fekal. E.coli adalah grup koliform yang mempunyai sifat dapat memfermentasi laktose dan memproduksi asam dan gas pada suhu 37 oC maupun suhu 44.5+0.5oC dalam waktu 48 jam.

E.coli adalah bakteri yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, bersifat gram negatif, berbentuk batang, dan tidak membentuk spora.

Apabila mengacu pada baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 kisaran nilai Fecal coli adalah sebagai berikut :

1. Kelas I, Fecal coli ≤ 100 mg/L 2. Kelas II, Fecal coli ≤ 1000 mg/L 3. Kelas III, Fecal coli ≤ 2000 mg/L 4. Kelas IV, Fecal coli ≤ 2000 mg/L

E. Analisa Regresi 1. Pengertian Regresi

Regresi mempermasalahkan hubungan antara nilai-nilai pengamatan terhadap dua peubah atau lebih, terutama hubungan yang tidak sempurna. Istilah regresi berasal dari hasil penelaahan Francis Galton (1822-1911) mengenai sifat-sifat keturunan dalam biologi.

Berdasarkan Pusat Pengolahan Data dan Statistika, Litbang Pertanian, Regresi diartikan dalam dua bentuk yakni :

a. Merupakan tempat kedudukan rata-rata (atau median atau bahkan rata-rata geometrik) populasi nilai suatu peubah, katakan nilai Y, untuk berbagai nilai atau selang nilai peubah yang lain misal nilai X, tempat kedudukan ini dapat dibayangkan berupa garis lurus atau kurva tertentu lainnya yang disebut garis regresi Y pada X. Garis regresi ini ada kalanya dapat dirumuskan berupa fungsi linier, kuadratik, logaritmik, dan lain-lain. b. Penyesuaian suatu fungsi atau kurva terhadap data, terutama bila data yang

tersedia tidak cukup banyak sehingga hanya ada satu nilai Y saja untuk setiap nilai X atau selang nilai X.

Perlu diperhatikan bahwa adanya hubungan regresi antara dua peubah tidak selalu berarti adanya hubungan sebab akibat. Untuk memperlihatkan adanya hubungan sebab akibat perlu suatu metodologi atau melalui suatu percobaan yang betul-betul terkontrol.

2. Fungsi Regresi

Persamaan regresi sering dipergunakan untuk (Pusat Pengolahan Data dan Statistika, Litbang Pertanian, 1985) :

a. Deskripsi data, dalam hal persamaan regresi ada pada tahapan pencarian data dan pembandingan.

b. Mendapatkan hubungan sebab akibat, kalau kita dapat mengubah-ubah tingkat X dengan sebaik-baiknya dan mengawasi faktor-faktor lainnya supaya seragam dan kemudian mengamati peubah lainnya misalkan Y, maka persamaan regresi Y dan X dapat menjelaskan pola hubungan sebab akibat antara Y dan X.

c. Dalam suatu percobaan yang terkontrol dimana terdapat faktor lain yang sulit dikontrol tetapi diperkirakan akan mempengaruhi faktor Y, dalam hal ini analisa regresi dapat digunakan sebagai penyidik perbandingan .

d. Penyusunan model dan melihat pola hubungan antara peubah X1, X2, X3,..., Xk dengan peubah Y, regresi dapat digunakan untuk menemukan hubungan atau model yang paling tepat, yang mungkin hanya melibatkan beberapa saja dari peubah X1, X2, X3,..., Xk tersebut.

3. Permodelan Analisa Regresi

Terdapat beberapa model analisa regresi yang dapat digunakan dalam pembuatan model kualitas air DAS Cisadane, antara lain (Stewart, 2002): 3.1 Linear

Merupakan sebuah persamaan garis lurus yang dapat ditulis dalam bentuk :

... (1)

yang dalam hal ini a menyatakan intersep atau perpotongan dengan sumbu tegak, dan b adalah kemiringan atau gradiennya.

y ● ●● ● ● ●● ● x Sumber : Walpole, 2002

Gambar 5. Diagram Pencar dan Garis Regresi y = a+ bx

3.2 Polinomial

Persamaan yang memiliki bentuk umum :

y = an xn + an-1 xn-1 + … +a1x + a0 ……… ... (2) an, an-1,…, a1, a0 adalah konstanta/koefisien polinom

n adalah bilangan bulat tak negatif

x adalah variabel bebas yang nilainya dapat dipergunakan untuk meramal y adalah variabel terikat

a. Polinomial Berderajat Dua

y = a2x2 + a1x1+ a0 ... (3) b. Polinomial Berderajat Tiga

y =a3x3 + a2x2 + a1x1 + a0 ... (4)

3.3 Eksponensial

Secara umum, fungsi eksponensial adalah fungsi yang berbentuk : f(x) = ax ………… ... (5)

x adalah variabel bebas yang nilainya dapat dipergunakan untuk meramal a adalah konstanta positif

y adalah variabel terikat

Terdapat tiga jenis fungsi eksponensial y = ax. Jika 0 < a < 1, fungsi eksponensial tersebut turun; jika a = 1, fungsi tersebut konstan; dan jika a > 1, fungsi tersebut naik. Ketiga kasus ini dipaparkan dalam gambar di bawah ini. Karena (1/a)x = a-x, grafik y = (1/a)x merupakan pencerminan grafik y = ax terhadap sumbu y.

(0,1) 1 (0,1) 0 0 x 0 x (a) y = ax, 0 <a < 1 (b) y = 1x (c) y = ax, a>1

Sumber : Walpole, 2002

3.4 Logaritma

Jika a>0 dan a≠1, fungsi eksponensial f(x) = ax merupakan fungsi turun atau naik, dan karenanya satu-ke-satu. Jadi ia mempunyai fungsi invers f-1, yang disebut sebagai fungsi logaritma dengan bilangan pokok a dan dilambangkan dengan log, jika kita gunakan perumusan fungsi invers :

f-1(x) = y f-1(x) = y Maka kita peroleh:

logax = y ay = x ... (6) x adalah variabel bebas yang nilainya dapat dipergunakan untuk meramal a adalah konstanta positif

y adalah variabel terikat y y = x y = loga x, a>1 y = loga x, a>1 y = ln x y = еx x Sumber : Walpole, 2002

Gambar 7. Grafik Fungsi Eksponensial Y = Еx

dan Fungsi Inversnya, Logaritma Natural.

4. Koefisien Korelasi, R2

Setelah persamaan regresi jadi, proses selanjutnya adalah menaksir persamaan tersebut dari data, masalah berikutnya yang dihadapi adalah menilai

Dokumen terkait