• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Umum Caisin

Caisin (Brassica rapa L. cv. grup Caisin) termasuk ke dalam famili Brassicaceae.

Tanaman ini termasuk jenis sayuran daun yang dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Pada dasarnya tanaman caisin dapat tumbuh dan beradaptasi pada hampir semua jenis tanah, baik pada tanah mineral yang bertekstur ringan maupun pada tanah bertekstur liat berat dan juga pada tanah organik seperti tanah gambut. Kemasaman (pH) tanah yang optimal bagi pertanaman caisin adalah 6−6.5 sedangkan temperatur yang optimum bagi pertumbuhan caisin antara 15−20 °C (Puslitbanghorti 2014).

Caisin termasuk tanaman herba annual (semusim), artinya tumbuh vegetatif dan generatif (berbunga) pada tahun (musim) yang sama. Tinggi tanaman sekitar 20−60 cm. Tanaman caisin bertangkai daun panjang dengan diameter kurang dari 1 cm dan berwarna putih kehijauan. Daunnya tipis berbentuk lebar memanjang berwarna hijau dengan tulang daun berbentuk menyirip (Opena dan Tay 1994)

Bunga caisin tersusun dalam tandan, berwarna kuning terang, memiliki petal berjumlah 4 yang tersusun bersilangan dengan benangsari berjumlah 6. Kepala putik tunggal berada di ujung putik. Tanaman caisin bersifat hermaprodit, namun tanaman ini

memerlukan pernyerbukan silang karena bersifat self-incompatibility yang memerlukan

penyerbukan silang untuk pembentukan biji (Takayama dan Isogi dalam Atmowidi

2005).

Buah caisin berbentuk polong (silique) yang kecil dan tipis dengan panjang sekitar 5 cm. Tiap polong mengandung 10−20 butir benih. Bobot 1000 butir benih caisin sekitar 3 g. Benih caisin memerlukan 3−5 hari untuk perkecambahannya dengan kondisi kelembaban dan suhu yang optimum berkisar 20−25 °C (Opena dan Tay 1994). Benih caisin berbentuk bulat dan berukuran kecil. Permukaannya licin, mengkilap, dan

agak keras dengan kulit benih berwarna coklat kehitaman (Haryanto et al. 2003). Benih

caisin termasuk kelompok benih ortodoks yaitu benih yang memerlukan kadar air

rendah agar viabilitas benih dapat dipertahankan selama di penyimpanan (Rahayu dan Widajati 2007).

Viabilitas dan Vigor Benih

Tujuan utama penyimpanan benih adalah mempertahankan viabilitas benih dalam periode simpan hingga saatnya benih ditanam kembali. Menurut Kuswanto (2003) penyimpanan sangat erat hubungannya dengan viabilitas dan vigor benih. Penyimpanan benih di daerah tropis yang memiliki suhu tinggi (30−35 °C), dan kelembaban tinggi (80−90%) sepanjang tahun, akan memperpendek masa simpan benih. Kondisi demikian akan memacu laju respirasi dan laju deteriorasi benih sehingga persentase viabilitas benih akan cepat mengalami penurunan.

Menurut Sadjad et al. (1999) viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang

ditunjukkan melalui pertumbuhan benih atau gejala metabolismenya. Menurut Sadjad (1993) daya berkecambah merupakan viabilitas absolut yang mensimulasikan viabilitas potensial.

Vigor benih merupakan sejumlah sifat yang menggambarkan beberapa karakteristik yang berhubungan dengan penampilan suatu lot benih:

a. Kecepatan dan keserempakan benih berkecambah dan pertumbuhan kecambah

b. Kemampuan munculnya titik tumbuh kecambah pada kondisi lingkungan yang

tidak sesuai untuk pertumbuhan

c. Kemampuan benih untuk berkecambah setelah mengalami penyimpanan

(BPMBTPH 2006)

Menurut Sadjad et al. (1999) vigor daya simpan (VDS) adalah ‘parameter’ vigor

benih yang ditunjukkan dengan kemampuan benih untuk dapat disimpan dalam keadaan suboptimum. Keadaan suboptimum merupakan keadaan dimana kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban) tidak diatur atau kondisi alam terbuka. Benih yang memiliki VDS tinggi mampu disimpan untuk periode simpan yang normal dalam keadaan suboptimum dan akan lebih panjang daya simpannya jika dalam keadaan ruang simpan yang optimum.

Metode Pengujian Vigor

Menurut Dina et al. (2006) pengujian vigor yang sudah diterima sebagai metode

resmi dalam peraturan ISTA adalah konduktivitas listrik untuk kacang kapri (Pisum

sativum) dan accelerated aging (pengusangan cepat) untuk kedelai (Glycine max L.).

Menurut Copeland dan McDonald (2001) metode tersebut telah digunakan untuk mengevaluasi daya simpan benih. Karakteristik pengusangan cepat benih adalah cepat, murah, mudah, dan dapat digunakan untuk berbagai spesies.

Metode pengusangan cepat dapat dilakukan baik secara fisik maupun kimia. Pengusangan cepat secara fisik adalah percepatan laju kerusakan benih dengan perlakuan suhu dan RH tinggi, sehingga kadar air meningkat dan menyebabkan kemunduran benih lebih cepat. Pengusangan cepat secara kimia dapat dilakukan menggunakan larutan ataupun uap etanol untuk mempercepat kerusakan benih. Menurut Pian (1981), perlakuan benih dengan uap etanol dapat meningkatkan kandungan etanol dalam benih yang mengakibatkan perubahan sifat molekul makro yang berpengaruh terhadap enzim, membran sel, mitokondria dan organel lainnya yang berperan dalam perkecambahan benih. Benih jagung yang dimundurkan secara cepat dengan deraan uap etanol menunjukkan peningkatan kadar alkohol dalam benih tersebut, dan hubungannnya sangat nyata dengan mundurnya viabilitas benih.

Pengusangan cepat secara kimia dapat dilakukan juga dengan merendam benih dalam larutan metanol atau etanol. Addai dan Kantanka (2006) melakukan perendaman benih kedelai dalam 20% larutan etanol dan 20% larutan metanol selama 2 jam, dalam penelitiannya mereka menyimpulkan bahwa perendaman benih kedelai dalam larutan etanol memberikan indikasi yang lebih baik pada vigor daya simpan beberapa varietas kedelai dibandingkan dengan larutan metanol.

Menurut Belo dan Suwarno (2012) metode pengusangan cepat kimia dengan perendaman dalam etanol 96% adalah metode mudah dan cepat untuk mendapatkan berbagai tingkat viabilitas benih padi dibandingkan dengan metode pengusangan cepat fisik dan kimia menggunakan deraan uap etanol. Selain itu benih yang telah didera tampak bersih dan menarik, tidak lembab, dan bebas dari serangan cendawan.

Anggraeni (2013) menyebutkan etanol merupakan senyawa organik yang bersifat nonpolar. Etanol yang diserap benih dapat mendenaturasi protein secara makromolekul.

Protein yang terdapat dalam benih terdiri atas protein struktural dan protein fungsional. Jika protein fungsional rusak sistem metabolisme sel dan transpor energi akan terganggu dan mengakibatkan rusaknya protein struktural. Hal tersebut memicu terjadinya kebocoran membran yang berakibat pada rendahnya energi yang diterima oleh embrio untuk tumbuh. Saenong (1986) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa deraan etanol dapat mendenaturasi protein yang menyebabkan enzim menjadi tidak aktif.

Priestley dan Leopold (1980) mengemukakan mekanisme masuknya etanol ke dalam benih apabila benih direndam dalam larutan etanol adalah:

a. Etanol diduga dapat berpenetrasi ke dalam komponen lipida dari membran.

Setelah membran sel rusak, memutuskan ikatan lipida, bahkan dapat membuang fosfolipida dari membran.

b. Etanol setelah masuk ke dalam benih dapat menyebabkan teracaknya

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Caisin (Brassica rapa L. cv. grup Caisin) merupakan salah satu komoditas

hortikultura yang memiliki nilai komersial dan cukup digemari oleh masyarakat Indonesia. Rasa caisin yang segar dengan sedikit rasa pahit sering dimanfaatkan sebagai bahan pokok ataupun pelengkap masakan khususnya bakso, mi ayam, dan aneka masakan cina (Haryanto et al. 2003). Manfaat lain yang dimiliki oleh caisin yaitu

mampu menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk, memperbaiki fungsi ginjal, dan memperlancar pencernaan (Hodijah 2014).

Konsumsi caisin masyarakat Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2012−2013. Tahun 2012 konsumsi caisin sebesar 1.251 kg kapita-1 tahun-1 dan

meningkat menjadi 1.304 kg kapita-1 tahun-1 pada tahun 2013 (Pusdatin 2014).

Konsumsi caisin yang meningkat dipengaruhi oleh kemampuan daya beli dan pengetahuan masyarakat terhadap nilai gizi yang terkandung dalam caisin. Peningkatan konsumsi caisin juga terjadi seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Penggunaan benih yang bermutu dengan vigor tinggi dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan produktivitas sehingga permintaan caisin dapat terpenuhi.

Benih bermutu dengan vigor tinggi dapat diperoleh dari produsen yang telah melalui proses sertifikasi benih. Salah satu informasi yang tercantum pada label kemasan benih bersertifikat yaitu adanya nilai daya berkecambah benih. Ketidaksesuaian nilai viabilitas benih dengan informasi yang tercantum dalam label dapat terjadi misalnya akibat merosotnya viabilitas benih yang tidak tersimpan baik di tempat pendistribusian benih. Keadaan ini dapat menyebabkan viabilitas benih telah menurun sehingga mendahului batas minimum sebelum habis masa edarnya (masa kadaluarsa).

Vigor daya simpan (VDS) adalah ‘parameter’ vigor benih yang ditunjukkan dengan kemampuan benih untuk dapat disimpan dalam keadaan suboptimum. Keadaan suboptimum merupakan kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban) tidak diatur atau kondisi alam terbuka (Sadjad et al. 1999). Metode pengusangan cepat kimia merupakan

salah satu metode pengujian vigor daya simpan dengan menggunakan uap atau rendaman larutan tertentu untuk mempercepat proses kerusakan benih, misalnya dengan menggunakan etanol dan metanol. Proses kerusakan benih yang dihasilkan dengan metode pengusangan cepat kimia dapat menggambarkan keadaan benih yang mengalami kemunduran (penurunan nilai viabilitas dan vigor) selama penyimpanan pada kondisi suboptimum misalnya penyimpanan alami menggunakan suhu dan RH kamar.

Addai dan Kantanka (2006) melakukan perendaman benih kedelai dalam 20% larutan etanol dan 20% larutan metanol selama dua jam, dalam penelitiannya mereka menyimpulkan bahwa perendaman dalam larutan etanol memberikan indikasi yang lebih baik pada vigor daya simpan beberapa varietas kedelai dibandingkan larutan metanol.

Penelitian ini menggunakan metode pengusangan cepat dengan perendaman benih ke dalam etanol 20%. Hasil perendaman tersebut dikorelasikan dengan hasil

penyimpanan alami benih caisin dalam kemasan aluminium foil yang disimpan pada suhu dan RH kamar. Korelasi antara metode pengusangan cepat kimia dengan penyimpanan alami diharapkan mampu menghasilkan waktu deraan yang efektif untuk menduga vigor daya simpan benih caisin.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan waktu perendaman dan tolok ukur yang efektif pada metode pengusangan cepat dengan perendaman ke dalam etanol 20% yang dapat menduga vigor daya simpan 5 lot benih caisin setelah penyimpanan selama 3 dan 6 bulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini menggunakan lima lot benih caisin yaitu DRA, KML, GLR, STJ, dan TSK. Nilai daya berkecambah yang tertera pada kemasan benih berkisar 80−85% dan persentase kemurnian fisik ≥ 98% (Lampiran 1). Suhu harian pada ruang penyimpanan benih caisin berkisar 23.3−29.9 °C dengan RH berkisar 61−85% (Lampiran 2). Persentase kadar air pada kemasan tidak tercantum. Berdasarkan pengujian selama penyimpanan kelima lot benih caisin memiliki kadar air berkisar 4.27−6.81% (Tabel 1). Kadar air kelima lot benih caisin selama penyimpanan < 8% yang memenuhi persyaratan kadar air maksimum benih caisin untuk layak edar (Dirbenhorti 2012). Hal ini menunjukkan bahwa kemasan aluminium foil dan kondisi ruang simpan yang digunakan untuk penyimpanan benih caisin relatif aman.

Tabel 1 Kadar air benih caisin selama periode simpan Lot benih Periode simpan (bulan)

0 3 6 Kadar air (%) DRA 4.44 5.40 5.87 KML 6.03 6.39 6.47 TSK 5.14 6.07 6.17 STJ 4.27 5.55 6.21 GLR 6.26 6.41 6.81

Selama penyimpanan terjadi peningkatan kadar air dalam benih namun peningkatan ini tetap berada di bawah batas toleransi maksimal benih yaitu 8%. Kondisi ini berkaitan dengan penggunaan kemasan aluminium foil. Nilai kadar air yang meningkat selama penyimpanan diduga dipengaruhi oleh suhu ruang yang berfluktuasi (Lampiran 2) dan aktivitas respirasi pada benih yang menghasilkan uap air dan panas. Menurut Justice dan Bass (2002) aluminium foil sangat sulit ditembus oleh air karena memiliki kekuatan peregangan yang besar, dan semakin meningkat dengan meningkatnya ukuran ketebalan dan rendahnya suhu.

Rahayu dan Widajati (2007) dalam penelitiannya menyebutkan benih caisin yang disimpan dalam kemasan aluminium foil mengalami peningkatan kadar air yang nyata setelah penyimpanan 9 minggu. Meskipun mengalami kenaikan kadar air, benih yang disimpan dalam kemasan aluminium foil menujukkan kadar air yang cenderung konstan dan mengalami perubahan kandungan air yang relatif kecil.

2

Percobaan I. Deteriorasi Benih Caisin Selama Periode Simpan

Deteriorasi adalah laju kemunduran benih yang berlangsung secara alami. Benih yang mengalami proses deteriorasi akan menyebabkan turunnya kualitas benih yaitu viabilitas dan vigor benih menjadi rendah (Kuswanto 1996). Laju kemunduran benih caisin selama periode simpan 0, 3, dan 6 bulan dapat ditunjukkan dengan nilai vigor daya simpan pada tolok ukur daya berkecambah setelah penyimpanan ( ), vigor daya simpan pada tolok ukur indeks vigor setelah penyimpanan , dan vigor daya simpan pada tolok ukur kecepatan tumbuh setelah penyimpanan ( ).

Tabel 2 Vigor daya simpan benih caisin pada tolok ukur daya berkecambah benih setelah penyimpanan

Lot benih Periode simpan (bulan) Pr > F KK

0 3 6

(%)a

DRA 90.67Ab 92.67Aa 86.00Bab 0.0127 2.10

KML 88.67Ab 91.33Aa 81.00Bbc 0.0143 3.49

TSK 96.67Aa 94.67Aa 86.67Ba 0.0336 3.94

STJ 87.33Ab 80.67Bb 76.00Ccd 0.0022 2.72

GLR 86.00Ab 81.33Bb 72.00Bd 0.0097 4.65

Pr > F 0.0190 0.0002 0.0004 KK 3.63 3.16 3.62 a

Angka-angka sebaris yang diikuti huruf besar yang sama dan angka-angka sekolom yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata uji 5% (uji selang berganda Duncan); KK: koefisien keragaman hasil uji-f; periode 0: Januari; periode 3 : April; periode 6: Juli .

Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 2, secara umum kondisi awal pada penyimpanan 0 bulan kelima lot benih memiliki nilai ≥ 85%. Lot DRA dan TSK adalah lot benih yang memiliki nilai daya berkecambah (DB) tinggi meskipun telah melewati periode penyimpanan selama 6 bulan. Nilai pada periode simpan 6 bulan yang dimiliki oleh lot DRA dan TSK

masing-masing sebesar 86.00% dan 86.67%. Laju deteriorasi pada setiap lot benih dapat berbeda meskipun pada awal penyimpanan memiliki nilai DB yang sama. Hal ini terlihat pada lot KML dan STJ yang pada awal penyimpanan memiliki nilai tidak berbeda nyata dengan masing-masing nilai sebesar 88.67% dan 87.33%. Pada penyimpanan setelah 6 bulan terlihat bahwa lot STJ lebih cepat mengalami penurunan menjadi 76.00% sedangkan lot KML masih memiliki nilai yang lebih tinggi sebesar 81.00%.

Persyaratan teknis minimal untuk nilai DB benih caisin layak edar adalah ≥ 85% (Dirbenhorti 2012). Apabila nilai benih saat penyimpanan awal (0 bulan) dihitung sebagai saat mulai berlakunya label, maka lot benih DRA dan TSK masih layak diedarkan hingga minimal 6 bulan setelah pengujian karena nilai 6 bulan > 85%. Lot STJ dan GLR sudah mendekati masa kadaluarsa

karena pada pengujian 3 bulan < 85% sedangkan lot KML pada 6 bulan setelah pengujian memiliki nilai < 85%. Hasil ini sesuai dengan masa edar

3 yang tertera pada kemasan STJ dan KML yaitu April 2014. Sementara itu, lot GLR yang memiliki masa kadaluarsa pada Desember 2014 memiliki nilai < 85% pada 3 bulan penyimpanan (April 2014). Laju penurunan nilai lot GLR yang lebih cepat dari batas kadaluarsanya menunjukkan bahwa nilai DB yang tercantum pada kemasan hanya berlaku saat dilakukan pengujian pertama saja sehingga terjadi penyimpangan pada penetapan batas kadaluarsa benih. Kondisi tersebut menyebabkan benih masih beredar padahal nilai DB kurang dari standar layak edar.

Tabel 2 menunjukkan lot KML, GLR, dan STJ memiliki nilai awal simpan yang sama, namun setelah melalui penyimpanan selama 3 dan 6 bulan lot GLR dan STJ telah lebih dulu mengalami penurunan nilai . Perbedaan laju penurunan tersebut dapat disebabkan oleh vigor awal yang dimiliki oleh masing-masing benih. Vigor benih dapat ditunjukkan oleh nilai indeks vigor (IV) dan kecepatan tumbuh (KCT).

Tabel 3 Vigor daya simpan benih caisin pada tolok ukur indeks vigor setelah penyimpanan

Lot benih Periode simpan (bulan)

Pr > F KK 0 3 6

(%)a

DRA 86.67a 84.67a 83.33a 0.2804 2.72 KML 82.00Ab 76.67Bb 76.00Babc 0.0247 2.70 TSK 86.67a 82.00a 80.67ab 0.2713 5.14 STJ 77.00c 75.33b 73.33bc 0.1537 2.62 GLR 76.00Ac 75.33Ab 68.67Bc 0.0312 3.75

Pr > F 0.0001 0.0002 0.0087 KK 2.43 2.36 5.28 a

Angka-angka sebaris yang diikuti huruf besar yang sama dan angka-angka sekolom yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata uji 5% (uji selang berganda Duncan); KK: koefisien keragaman hasil uji-f; periode 0: Januari; periode 3 : April; periode 6: Juli .

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari kelima lot benih hanya lot GLR dan STJ yang memiliki nilai indeks vigor setelah penyimpanan ( paling rendah. Indeks vigor awal ( 0 bulan) lot benih GLR dan STJ masing-masing sebesar 76.00% dan 77.00%. Nilai indeks vigor awal ( 0 bulan) yang lebih rendah pada lot benih STJ dan GLR dibandingkan dengan ketiga lot benih lainnya menyebabkan nilai nya lebih cepat menurun pada 6 bulan setelah simpan yaitu 72.00% dan 76.00% (Tabel 2). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Budiman (2012) yang menunjukkan bahwa benih cabai yang memiliki nilai indeks vigor yang rendah saat sebelum simpan (Celena, Pueddes, Tegar) dengan nilai indeks vigor masing-masing 8%, 7%, 0% memiliki viabilitas potensial (daya berkecambah) yang rendah setelah penyimpanan 4 bulan masing-masing 0%, 9%, dan 19% pada kemasan aluminium foil.

Tabel 3 menunjukkan lot DRA, TSK, dan KML memiliki nilai yaitu ≥ 75% sampai dengan periode simpan 6 bulan. Sementara itu, lot STJ dan GLR

4

telah mengalami penurunan indeks vigor pada periode simpan 6 bulan dengan masing-masing nilai sebesar 73.33% dan 68.67%.

Hasil pengamatan pada Tabel 4 menunjukkan dari kelima lot benih, empat di antaranya yaitu KML, TSK, STJ, dan GLR telah mengalami penurunan nilai pada periode simpan 3 bulan. Nilai

lot DRA dan TSK memiliki

nilai tertinggi yaitu ≥ 25% pada awal penyimpanan, akan tetapi hanya lot DRA yang mulai mengalami penurunan nilai pada periode simpan 6 bulan. Pada awal simpan lot benih KML, STJ, dan GLR memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Saat melewati penyimpanan 3 bulan, lot KML memiliki nilai yang lebih tinggi dengan nilai

sebesar 21.69% dibandingkan

dengan lot GLR dan STJ masing-masing sebesar 19.98% dan 19.78%.

Tabel 4 Vigor daya simpan benih caisin pada tolok ukur kecepatan tumbuh setelah penyimpanan

Lot benih Periode simpan (bulan) Pr > F KK

0 3 6

(% etmal-1

)a

DRA 25.72Aa 24.58Aa 22.15Ba 0.0015 2.73

KML 23.62Ab 21.69Bb 19.67Cb 0.0001 1.11 TSK 25.48Aa 21.59Bb 18.87Cb 0.0001 1.95 STJ 23.28Ab 19.98Bc 18.37Bb 0.0010 4.09 GLR 23.25Ab 19.78Bc 16.29Cc 0.0001 3.84 Pr > F 0.0015 0.0001 0.0001 KK 2.76 2.30 3.65 a

Angka-angka sebaris yang diikuti huruf besar yang sama dan angka-angka sekolom yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata uji 5% (uji selang berganda Duncan); KK: koefisien keragaman hasil uji-f; periode 0: Januari; periode 3 : April; periode 6: Juli .

Hasil yang diperoleh dari pengamatan vigor daya simpan pada tolok ukur daya berkecambah ( , indeks vigor , dan kecepatan tumbuh ( setelah penyimpanan kelima lot benih caisin menunjukkan kemunduran yang berbeda. Perbedaan laju kemunduran (deteriorasi) terhadap masing-masing lot benih setelah simpan dipengaruhi oleh perbedaan varietas, tanggal kadaluarsa (Lampiran 1), kadar air (Tabel 1), dan vigor awal (Tabel 3 dan 4 pada 0 bulan simpan). Copeland dan McDonald (2001) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit serta kadar air benih awal sedangkan faktor eksternal mencakup kemasan benih, komposisi gas, suhu, dan kelembaban ruang simpan.

Sifat genetik yang dimiliki oleh benih salah satunya berhubungan dengan komposisi kimia benih. Keragaman komposisi kimia yang terdapat pada varietas yang berbeda diduga menjadi salah satu alasan perbedaan vigor selama penyimpanan pada kelima lot benih caisin. Menurut Mugnisjah (2007), keragaman komposisi kimia benih berkurang antarvarietas. Pada benih kacang tanah varietas Anoa memiliki komposisi lemak sebesar 48 % dengan protein 23%

5 sedangkan pada varietas Kelinci memiliki kandungan lemak sebesar 31% dan protein sebesar 28%.

Menurut Wirawan dan Wahyuni (2002) komposisi kimia benih berkaitan dengan mutu daya simpannya. Di tempat penyimpanan yang terbuka, benih berpati dan berprotein mempunyai daya simpan yang lebih lama dibandingkan dengan benih berlemak. Berdasarkan komposisi kimia, benih dikatakan berlemak jika memiliki kandungan lemak antara 18−50%. Benih dengan kandungan lemak yang tinggi apabila disimpan dalam jangka waktu yang panjang akan mengalami penguraian lemak tak jenuh di dalam benih dan menghasilkan asam lemak bebas, lalu terurai menjadi radikal bebas yang akan merusak fungsi enzim di dalam proses metabolisme benih. Pada akhirnya benih cepat mengalami kemunduran. Menurut Mayer dan Mayber (1989) Brassica rapa memiliki kandungan lemak sebesar 34%, protein sebesar 20%, dan karbohidrat sebesar 25%.

Pada lot GLR yang memiliki masa kadaluarsa lebih lama (Desember 2014) menunjukkan viabilitas yang lebih rendah setelah penyimpanan dibandingkan lot KML dan lot TSK yang memiliki masa kadaluarsa lebih singkat (April 2014). Benih GLR diduga merupakan benih carry over stock atau benih yang telah diproduksi sebagai cadangan dan telah mengalami penyimpanan. Menurut Mugnisjah (2007), benih yang diperoleh dengan membeli, kemungkinan besar benih telah melampaui periode simpan yang lama sejak dari produsen benih sampai ke tangan petani. Benih itu mungkin saja berasal dari pertanaman beberapa bulan atau beberapa tahun berselang, dan telah mengalami perlakuan tertentu untuk mempertahankan viabilitasnya.

Percobaan II. Devigorasi Benih dengan Perendaman ke dalam Etanol 20%

Devigorasi adalah laju kemunduran benih akibat perlakuan buatan seperti pengusangan cepat. Percobaan ini devigorasi dilakukan menggunakan metode pengusangan secara kimia dengan perendaman benih ke dalam etanol 20% selama 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 menit. Laju kemunduran secara buatan (devigorasi) dapat dilihat dengan mengamati nilai vigor daya simpan pada tolok ukur daya berkecambah setelah pengusangan dengan perendaman ke dalam etanol 20% ( ), vigor daya simpan pada tolok ukur indeks vigor setelah pengusangan dengan perendaman ke dalam etanol 20% ( ), dan vigor daya simpan pada tolok ukur kecepatan tumbuh setelah pengusangan dengan perendaman ke dalam etanol 20% ( ).

Berdasarkan Tabel 5, kelima lot benih caisin setelah melalui pengusangan dengan perendaman ke dalam etanol 20% selama 30−180 menit menunjukkan bahwa semua tolok ukur ( , , ) mengalami penurunan. Tabel 5 menunjukkan bahwa kelima lot benih caisin memiliki variasi nilai berkisar 29.78−92.00 sedangkan untuk nilai berkisar 24.59%−88.67%. Sementara itu, kelima lot benih caisin memiliki nilai berkisar 5.03%−22.25%.

Hasil penelitian Salehi et al. (2008) menyebutkan bahwa pada benih rumput yang direndam dalam etanol 10% menunjukkan rumput marga Lolium mengalami penurunan daya berkecambah dari 89.5% (0 jam perendaman) menjadi 5.75% (4 jam perendaman) dan marga Festuca dari 87% (0 jam perendaman) menjadi 6% (4 jam perendaman).

6

Tabel 5 Kemunduran mutu benih caisin setelah pengusangan dengan perendaman ke dalam etanol 20%

Lot benih Waktu perendaman (menit)

30 60 90 120 150 180b (%)a

DRA 92.00a 86.00a 84.67a 82.67a 81.33a 56.79a KML 92.00a 81.33ab 74.67c 60.67c 52.00b 41.55b TSK 84.00b 78.67b 78.67b 68.00b 45.33c 40.39b STJ 83.33b 63.33c 50.00d 46.67d 30.67e 29.78d GLR 70.00c 55.33d 50.00d 48.67d 40.67d 36.07c Pr > F 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 KK 2.45 3.54 2.96 5.52 3.72 3.57 (%)a

DRA 86.00a 85.33a 82.67a 75.33a 62.67a 51.95a KML 88.67a 73.33b 72.67b 60.00b 44.00b 29.92bc TSK 78.00b 72.67b 68.67b 63.33b 40.00c 32.35b STJ 78.00b 53.33c 46.67c 35.33c 24.67d 24.59c GLR 66.67c 46.67d 46.00c 41.33c 37.33c 34.02b Pr > F 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 KK 2.15 3.74 4.07 5.93 3.71 9.5 (% etmal-1 )a

DRA 21.76b 20.97a 20.64a 19.36a 17.37a 15.21a KML 22.25a 18.95b 17.56b 13.80c 11.26b 9.28b TSK 19.39c 18.53b 17.80b 15.95b 10.87b 8.63b STJ 19.71c 14.14c 11.72c 9.96d 6.75d 5.03c GLR 16.53d 12.28d 11.59c 10.86d 9.61c 8.05b Pr > F 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 KK 1.27 1.77 2.01 5.11 4.25 7.91 a

Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

(uji selang berganda Duncan); bHasil transformasi arcsin pada tolok ukur selama

Dokumen terkait