• Tidak ada hasil yang ditemukan

MORFOMETRIK AYAM SENTUL, KAMPUNG DAN KEDU PADA FASE PERTUMBUHAN DARI UMUR

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Lokal

Ayam di dunia berasal dari daerah Selatan India, pegunungan Himalaya, Assam, Burma, Ceylon dan beberapa daerah di pulau Sumatra dan Jawa. Ditemukan empat spesies ayam liar yang masih dalam satu genus yaitu Gallus. Empat spesies tersebut adalah (1) Gallus gallus atau Gallus bankiva (Ayam Hutan Merah), (2) Gallus lafayetti (Ayam Hutan Ceylon), (3) Gallus sonneratii atau ayam Hutan Abu- abu dan (4) Gallus varius (Ayam Hutan Java) (Crawford, 1990). Ayam Indonesia termasuk dalam Phylum Chordata, Subphylum Vertebrata, Class Aves, Subclass Neonithes, Ordo Galliformes, Genus Gallus, Spesies Gallus gallus (Diwyanto, 2007).

Ayam lokal Indonesia yang menyebar di seluruh kepulauan Indonesia memiliki beberapa rumpun dengan karakteristik morfologis yang berbeda dan khas berdasarkan daerah asal. Sampai saat ini telah diidentifikasi sebanyak 31 rumpun ayam lokal, yaitu ayam Kampung, Pelung, Sentul, Wareng, Lamba, Ciparage, Banten, Nagrak, Rintit/Walik, Siem, Kedu Hitam, Kedu Putih, Cemani, Sedayu, Olagan, Nusa Penida, Merawang/Merawas, Sumatra, Balenggek, Melayu, Nunukan, Tolaki, Jepun, Ayunai, Tukung, Bangkok, Brugo, Bekisar, Cangehgar/Cukir/Alas dan Kasintu (Sartika dan Iskandar, 2007).

Ayam lokal Indonesia selain dipelihara sebagai ayam pedaging dan petelur juga merupakan hewan kesayangan yang bermanfaat sebagai penghias halaman, aduan, keperluan ritual atau sebagai pemberi kepuasan melalui suara kokok yang merdu. Informasi dasar yang meliputi ciri spesifik, asal usul, performa dan produktivitas diperlukan sebagai sumber daya genetik ternak ayam lokal lebih dikenal dan lebih dikembangkan secara berkelanjutan (Sulandari et al., 2007).

Ayam Kampung

Ayam Kampung adalah ayam asli Indonesia yang hampir dapat ditemukan diseluruh daerah Indonesia. Ayam ini termasuk dalam 31 galur ayam lokal (Nataamijaya, 2000). Genus dari ayam Kampung adalah Gallus gallus dan spesies dari ayam ini adalah Gallus domesticus (Brakely dan Bone, 1985).

Sumber: Diwyanto (2007)

Gambar 1. Ayam Kampung Jantan dan Betina.

Sulandari et al. (2007) menyatakan bahwa ayam Kampung dapat diketahui dari bentuk tubuh yang ramping, kaki yang panjang dan warna bulu yang beragam. Sifat fenotipe dan genotipe ayam Kampung masih bervariasi seperti warna bulu yang masih beragam yaitu warna hitam, tipe liar, pola kolumbian, bulu putih dan bulu lurik. Bentuk jengger ayam Kampung juga bervariasi yaitu tunggal, rose, pea, walnut. Nataamijaya (2005) menyatakan bahwa rataan bobot badan ayam Kampung 2.405,141 ± 151,510 g (jantan) dan 1.650,00 ± 124,31 g (betina). Panjang shank ayam Kampung jantan adalah 26,30 ± 1,73 cm dan betina adalah 20,04 ± 1,56 cm. Panjang leher ayam Kampung jantan adalah 19,12 ± 1,40 cm dan betina 21,01 ± 0,92 cm. Panjang tulang punggung ayam Kampung jantan 22,40 ± 2,16 cm dan betina adalah 22,34 ± 2,47 cm. Nugraha (2007) menyatakan bahwa tulang femur pada jantan ayam Kampung adalah 102,29 ± 6,45 mm; sedangkan pada betina adalah 83,48 ± 3,79 mm. Panjang tibia jantan adalah 152,95 ± 10,24 mm; sedangkan betina 123,14 ± 5,92 mm. Panjang shank pada jantan adalah 110,04 ± 9,11 mm; sedangkan betina 85,81 ± 4,82 mm. Lingkar shank pada jantan adalah 53,29 ± 7,44 mm; sedangkan pada betina 39,64 ± 3,02 mm. Panjang jari ketiga pada jantan 64,27 ±5,93 mm; sedangkan pada betina 52,64 ± 5,16 mm panjang sayap pada jantan adalah 234,79 ± 15,10 mm; sedangkan pada betina 192,14 ± 11,61 mm. Tinggi jengger pada jantan adalah 49,45 ± 19,40 mm; pada betina 16,84 ±10,09 mm.

Ayam Kampung menghasilkan telur dan karkas yang lebih kecil dibandingkan telur dan daging ayam ras, sedangkan harga produk ayam Kampung lebih mahal (Yusdja et al., 2005). Sulandari et al. (2007) menyatakan bahwa manfaat dan keunggulan ayam Kampung adalah sebagai penghasil daging dan telur serta

tahan terhadap penyakit. Ayam Kampung mudah dikenali karena banyak berkeliaran di desa-desa hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Ayam Sentul

Ayam Sentul merupakan ayam lokal di Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Ayam Sentul dipelihara secara semi intensif dan dapat dijadikan komoditas untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Ciamis (Iskandar et al., 2004). Dijelaskan pula bahwa kepemilikan ayam Sentul per kepala keluarga relatif kecil meskipun ayam ini tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Ciamis. Menurut Diwyanto (1994) ayam Sentul mempunyai keunggulan yaitu sebagai penghasil daging dan telur (tipe dwi guna), bobot badan ayam Sentul jantan 1,3 - 3,5 kg dan ayam betina 0,8 – 2,2 kg, produksi telur 118 butir/tahun. Gambar ayam Sentul jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: Diwyanto (2007)

Gambar 2. Ayam Sentul Jantan dan Betina.

Ciri khas ayam Sentul adalah warna bulunya didominasi oleh warna abu-abu baik pada jantan maupun betina. Intensitas warna abu-abu pada betina bervariasi dari abu kehitaman, abu-abu tua, abu-abu muda dan sedikit warna coklat pada dada tetapi pada jantan, variasi bulu tidak sebanyak seperti pada betina. Jantan umumnya berwarna abu-abu disertai warna merah pada bagian leher, punggung dan pinggul. Bentuk jengger pada ayam Sentul yaitu single dan pea. Bentuk postur tubuh ayam Sentul menyerupai ayam Kampung dengan tubuh yang lebih padat dan kompak. Kulit berwarna putih dan kuning, sedangkan shank berwarna abu-abu, putih dan kuning (Nataamijaya et al., 1993).

Ayam Kedu

Dikenal dua macam ayam Kedu yaitu ayam Kedu hitam dan Kedu putih. Ayam Kedu hitam mempunyai bulu hitam bercahaya hijau seperti kumbang sedangkan kulitnya berwarna kuning serta bentuk jenggernya adalah tunggal. Pial, jengger dan telinganya pada masa kecil berwarna hitam (Hardjosubroto dan Atmodjo, 1977). Bobot badan ayam Kedu hitam jantan dewasa sekitar 1,7 – 2,4 kg dan betinanya sekitar 1 – 1,6 kg dan keunggulan dari ayam Kedu hitam adalah sebagai produksi telur dengan produksi 123,9 butir/tahun (Diwyanto, 2007). Gambar ayam Kedu jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber: Diwyanto (2007)

Gambar 3. Ayam Kedu Jantan dan Betina.

Menurut Sartika (1994) ayam Kedu putih mempunyai ciri sepintas mirip ayam White Leghorn, berwarna putih polos, jengger, pial, cuping berwarna merah, langit- langit mulut berwarna putih, kaki (shank) berwarna putih/kuning dan bentuk jenggernya tunggal. Selanjutnya keunggulan dan pemanfaatan ayam Kedu putih adalah sebagai penghasil telur dan daging, kadang kala diperlukan untuk upacara keagamaan. Bobot badan ayam Kedu putih jantan sekitar 1,7 – 2,5 kg dan ayam betina sekitar 1,2 – 1,5 kg dengan produksi telur 197 butir/tahun.

Hubungan Ukuran Tubuh dengan Bobot Badan

Mansjoer (1981) meneliti hubungan bobot badan masing-masing dengan panjang shank, panjang betis, panjang paha, panjang dada, lingkar tarsometatarsus dan lingkar dada dan diperoleh hubungan yang nyata antara bobot badan dengan panjang tibia (r=0,98) dan bobot badan dengan panjang paha (r=0,98). Selain itu, dikemukakan pula bahwa terdapat hubungan yang nyata antara panjang shank dengan bobot badan (r=0,98) dan lingkar dada dengan bobot badan (r=0,95), serta

tidak didapatkan hubungan antara panjang dada dengan bobot badan (r=0,95) dan lingkar tarsometatarsus dengan bobot badan (r=0,96). Selanjutnya Mansjoer (1981) menyimpulkan, bahwa panjang shank merupakan penduga yang paling tepat untuk penentuan bobot badan.

Jull (1951) menyatakan, bahwa panjang kaki (a) mempunyai korelasi positif dengan bobot tubuh, dan (b) menentukan komposisi tubuhnya. Namun demikian, dikatakan bahwa dalam seleksi ayam untuk produksi daging, ayam yang mempunyai kaki terlalu panjang dianjurkan untuk disingkirkan, karena kurang menguntungkan.

Pertumbuhan

Pertumbuhan secara umum didefinisikan sebagai peningkatan ukuran atau volume dari mahkluk hidup. Pertumbuhan terjadi pada dua fase utama yaitu fase prenatal dan fase postnatal. Pertumbuhan prenatal terjadi sebelum hewan lahir sedangkan pertumbuhan postnatal terjadi setelah hewan lahir (Herren, 2000). Selanjutnya Soeparno (1998) menyatakan bahwa pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat badan hidup, bentuk, dimensi linier dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti linier dan komposisi tubuh seperti otot, lemak tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas.

Soeparno (1998) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah genetik, jenis kelamin, hormon dan kastrasi. Perbedaan laju pertumbuhan di antara bangsa dan individu ternak di dalam suatu bangsa terutama disebabkan oleh perbedaan ukuran dewasa tubuh. Jenis kelamin juga mempengaruhi pertumbuhan karena dibandingkan dengan ternak betina, ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat dan lebih berat pada umur yang sama. Kristian (2005) melaporkan bahwa jantan mempunyai ukuran-ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan betina pada ayam Pelung dan Bangkok. Tubuh hewan akan mengalami pertumbuhan yang cepat sejak hewan lahir sampai dewasa kelamin. Setelah dewasa kelamin pertumbuhan hewan masih berlanjut walaupun pertumbuhan berjalan dengan lambat tetapi pertumbuhan tulang dan otot pada saat itu telah berhenti (Herren, 2000).

Jaringan tubuh mencapai pertumbuhan maksimal dengan urutan dari jaringan syaraf, tulang, otot dan lemak. Selama periode pertumbuhan postnatal tulang tumbuh lebih awal dibandingkan dengan pertumbuhan otot dan lemak, sedangkan rusuk paling akhir (Soeparno, 1998). Ukuran tubuh dari hewan tergantung dari ukuran dan nilai dari tulang dan otot di tubuh hewan tersebut (Herren, 2000). Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor eksogenous (pakan) dan faktor endogenous (hormon) (Lawrence dan Fowler, 1997).

Morfometrik

Morfometrik diartikan sebagai suatu cara yang mencakup pengukuran bentuk atau suatu cara pengukuran yang memungkinkan sesuatu untuk diuji. Berdasarkan pengertian diatas, maka terdapat dua komponen besar mengenai morfometrik, yaitu size atau ukuran dan shape atau bentuk. Size dapat diartikan sebagai dimensi, besar, volume, ukuran relatif, sedangkan shape atau bentuk diartikan sebagai model, pola, karakteristik sebagai pembeda panampilan eksternal (Biology Online Team, 2005).

Warwick et al. (1995) menyatakan bahwa sifat kuantitatif penting dalam bidang peternakan. Beberapa sifat kuantitatif yang penting adalah bobot badan, panjang jari ketiga, panjang maxilla panjang femur, panjang shank dan lingkar shank (tarsometatarsus), panjang jari ketiga, panjang sayap dan tinggi jengger (Hutt, 1949). Dinyatakan lebih lanjut bahwa beberapa sifat yang berhubungan dengan produktivitas unggas yaitu panjang shank, panjang maxilla, lingkar dada, panjang paha dan dada.

Frandson (1992) menyatakan bahwa tulang memberi dasar pada struktur eksternal dan wujud hewan. Tulang-tulang yang berpengaruh pada wujud ternak adalah humerus, ulna, radius, tibia, femur, fibula, metatarsalia dan falanges. Skeleton ayam yang dibentuk oleh tulang merupakan struktur hidup dengan fungsi utama sebagai pelindung tubuh yang memberikan kekerasan dan bentuk pada tubuh, berperan sebagai pengungkit, tempat cadangan mineral dan memberikan fasilitas tempat untuk pembentukan darah. Tulang panjang mempunyai fungsi sebagai pengungkit dan memperkuat penyokong, gerak dan prehensi.

Tulang adalah jaringan yang mempunyai respon tinggi pada lingkungan (Frandson, 1992). Sifat yang berhubungan dengan produktivitas adalah sternum, panjang shank, lingkar metatarsus, lingkar dada, panjang paha dan dada (Crawford,

1990). Ukuran dari tulang paha, betis dan shank serta perbandingan antara panjang shank dengan lingkar shank menunjukkan nilai-nilai yang efektif untuk pendugaan konformasi tubuh. Ukuran tubuh ayam dipengaruhi oleh jengger, panjang tibia, panjang sayap dan panjang femur (Nishida et al., 1980).

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Adapun lama penelitian tiga bulan dari bulan Juli sampai bulan September 2010.

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga jenis ayam lokal terdiri ayam Kampung, Sentul dan Kedu masing-masing berjumlah 25 ekor yang berumur satu hari. Ayam Kampung diperoleh dari peternak di daerah Leuwiliang sedangkan ayam Sentul dari peternak di daerah Ciamis dan ayam Kedu dari peternak di daerah Temanggung.

Pakan

Pakan yang diberikan pada ayam selama penelitian adalah pakan komersil yang diproduksi oleh PT Charoen Phokphan Indonesia BR 12 yang mengandung protein 19-21% dan energi metabolis 2920-3020 Kcal/kg. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Pakan yang digunakan pada penelitian juga dianalisa proksimat, hasil dari analisa proksimat adalah bahan kering 89,60%, protein kasar 22,77%, abu 4,78%, serat kasar 4,02%, lemak kasar 4,01%, Beta-N 25,98%, kalsiun 1,20%, fospor 0,46 dan energi bruto 4069 kal/gram.

Kandang

Kandang yang digunakan pada penelitian sebanyak dua buah dengan ukuran masing-masing kandang, 120 x 250 x 200 cm dan 150 x 64 x 150 cm. Kandang terbuat dari kayu dengan dinding kawat. Tiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum serta alas kandang diberi sekam padi. Gambar kandang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kandang Ayam Pemeliharaan

Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah jangka sorong digital dengan ketelitian hingga 0,05 cm, pita ukur, gunting, timbangan dan termometer untuk mengukur suhu dan kelembaban. Peralatan pendukung lainnya yang digunakan adalah lembar isian yang berisikan data-data yang akan diamati, alat tulis dan kamera digital

Prosedur

Persiapan Kandang dan Ayam

Sebelum ternak datang dilakukan persiapan kandang meliputi pembersihan ruangan kandang dari kotoran dan debu, membersihkan lantai, menempatkan kandang ayam ke dalam ruangan laboratorium, memasang bola lampu 60 watt pada setiap kandang untuk pemanas buatan (booder), memberikan alas (koran) pada masing-masing lantai kandang, menyiapkan tempat pakan dan air minum. Pada saat anak ayam datang, terlebih dahulu dilakukan penimbangan bobot badan untuk memperoleh kisaran berat badan awal. Setelah itu ayam-ayam dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan jenis ayam yaitu ayam Kampung, ayam Sentul dan Ayam Kedu. Penempatan ayam ke masing-masing kandang dilakukan secara acak. Penomoran anak ayam dengan memasangkan alumunium bernomor pada sayap (wing band).

Penanganan Anak Ayam

Pada minggu pertama, pakan diberikan dengan cara menaburkan di atas kertas koran pada lantai kandang. Pakan yang diberikan pada anak ayam adalah pakan komersil yang diproduksi oleh PT Charoen Phokphan Indonesia yaitu ransum untuk ayam pedaging fase starter. Untuk membantu menanggulangi adanya cekaman akibat penanganan pada minggu pertama, pada keadaan cuaca tidak baik maka ayam diberi vitamin (vitachik) yang dilarutkan dalam air dengan dosis 5 g tiap 12 l air minum.

Vaksinasi ND La sota melalui tetes mata dengan dosis 0,1 ml untuk vaksin aktif dan injeksi subcutan untuk vaksin inaktif dosis 0,2 ml dilakukan pada saat ayam berumur 4 hari dan 4 minggu. Vaksinasi gumboro dilakukan pada umur 6 minggu dosis 0,2 ml.

Rancangan Percobaan

Pada penelitian ini digunakan dua rancangan percobaan untuk ayam umur 1-4 minggu menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Selanjutnya Rancangan Acak Lengkap pola faktorial digunakan untuk menganalisis penelitian saat ayam berumur 5-12 minggu. Adapun formulasi untuk Racangan Acak Lengkap (RAL) sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1993):

Yij = µ + Pi + єij Keterangan :

Yij = nilai pengamatan µ = nilai tengah umum

Pi = pengaruh perlakuan ke jenis ayam

Єij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke i pada ulangan ke j

Rancangan Acak Lengkap pola faktorial, terdiri dari 2 faktor yaitu faktor pertama jenis ayam (ayam Kampung, Kedu dan Sentul) dan faktor kedua adalah jenis kelamin (jantan dan betina). Model matematika dari rancangan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1993):

Yijk = µ + αi+ βj+ (αβ)ij+ єijk Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada faktor A (jenis ayam) taraf ke-i dan faktor B (jenis kelamin) taraf ke-j dan ulangan ke-k

µ = Rataan umum pengamatan

αi = Pengaruh jenis ayam (i= ayam Kampung, Kedu, Sentul) βj = Pengaruh jenis kelamin (jantan dan betina), j = 1, 2 (αβ)ij = Pengaruh interaksi antara jenis ayam dan jenis kelamin

єijk = Pengaruh galat jenis ayam dan jenis kelamin pada ulangan k = i

Keeratan hubungan antara bobot badan dengan ukuran-ukuran tubuh dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi (Steel dan Torrie, 1993), dengan model matematis sebagai berikut :

r = koefisien korelasi bobot badan dengan ukuran tubuh = ukuran tubuh

= rerata ukuran tubuh = bobot badan

= rerata bobot badan

Selain itu juga di analisa regresi linier ganda. Adapun model matematika untuk regresi linier ganda adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1993) dengan persamaan : Y = β0 + β 1X1 + β 2X2 + β3X3… + β nXn Keterangan : Y = bobot badan X1 - Xn = ukuran-ukuran tubuh β 0 = konstanta β1 - βn = koefisien regresi

Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis ragam (ANOVA) menggunakan program minitab 14, apabila hasil analisis berbeda nyata maka akan dilanjutkan dengan uji Tukey’s. Selain itu data dianalisis korelasi dan regresi berganda untuk mengetahui peubah yang menentukan pertumbuhan ayam.

Peubah yang Diamati

Bobot Badan (Y)

Bobot badan diperoleh dengan cara ayam ditimbang menggunakan timbangan, dalam satuan gram.

Panjang Shank (PS)

Pengukuran shank dilakukan sepanjang tulang tarsometatarsus dengan menggunakan jangka sorong, dalam satuan mm.

Panjang Paruh (PPr)

Pengukuran paruh dilakukan dari hidung sampai ujung paruh dengan menggunakan jangka sorong, dalam satuan mm.

Lebar Dada (LeD)

Lebar dada diperoleh dengan mengukur jarak antara tulang sternum bagian kiri dan bagian kanan dengan menggunakan jangka sorong mm

Panjang Punggung (PP)

Pengukuran panjang punggung dilakukan diantara persendian tulang leher dan tulang punggung sampai perbatasan tulang ekor dengan menggunakan pita ukur, dalam satuan cm.

Lingkar Dada (LD)

Pengukuran lingkar dada dilakukan dari bagian punggung sampai bagian dada dengan cara melingkarkan pita ukur, dalam satuan cm

Sumber : Sisson dan Grossman (1953)

Keterangan : A = paruh, B = panjang punggung, C = lingkar dada, D = lebar dada, E = panjangshank

Gambar 5. Bagian-bagian Tubuh Ayam yang Diamati A

C

D

E

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Pengukuran Suhu dan Kelembaban

Selama penelitian dilakukan pengukuran terhadap suhu dan kelembaban kandang tempat pemeliharaan. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan setiap pagi jam 07.00-08.00, siang jam 12.00-13.00, sore hari jam 16.00-17.00 dan malam jam 21.00-22.00 pada setiap harinya. Rataan suhu pada pagi hari adalah 24,69±8,74 oC, pada siang hari 29,45±11,51oC, pada sore 27±10,25 oC dan pada malam hari 25,28±10,81oC. Menurut Gunawan dan Sihombing (2004) suhu yang nyaman bagi ayam buras belum diketahui, namun diperkirakan berada pada kisaran suhu 18-25 oC. Suhu di kandang pada saat pemeliharaan ayam tidak nyaman pada siang hari, sehingga menyebabkan ayam lebih suka mengkonsumsi air daripada mengkonsumsi pakan.

Kelembaban rata-rata kandang pada pagi, siang, sore dan malam hari masing- masing adalah 71,68±8,48%; 59,48±10,23%; 58,2±8,62%; 90,91±9,14%. Kelembaban ideal menurut Bell dan Weaver (2002) adalah antara 60-70%. Kelembaban yang terlalu tinggi pada kandang disebabkan karena seringnya hujan pada saat penelitian berlangsung. Salah satu cara untuk mengurangi kelembaban adalah dengan menyalakan lampu ruangan, membuka semua jendela yang ada dan lebih sering mengganti alas litter pada kandang.

Mortalitas Ayam

Pada waktu penelitian memasuki minggu ketiga dan keempat penelitian, banyak ayam yang sakit kemudian mati. Jumlah ayam yang mati pada ayam Sentul sebanyak 19%, ayam Kampung 72% dan ayam Kedu 64%. Penyebabnya adalah seringnya hujan yang membuat kandang dan sekitarnya menjadi lembab, selain itu juga ayam belum dewasa sehingga ternak rentan terhadap serangan penyakit. Menurut hasil analisa Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, penyebab kematian ternak adalah karena serangan gumboro. Gumboro biasanya menyerang pada ayam-ayam muda umur 3-6 minggu (Diwyanto, 2007). Pada ayam yang sakit diberikan antibiotik tetrachlor dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh (tindakan kuratif/penyembuhan).

Hubungan Bobot Badan dengan Ukuran Tubuh

Korelasi antara bobot badan dengan bagian tubuh ayam Sentul, ayam Kampung dan ayam Kedu memberikan hasil yang beragam dari umur 1-12 minggu. Nilai korelasi antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan pada ayam Sentul, ayam Kampung dan ayam Kedu dapat ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Koefisien Korelasi Ukuran-ukuran Tubuh dengan Bobot Badan Ayam Sentul, Kampung dan Kedu Umur 1-12 Minggu.

Umur Koefisien Korelasi Ukuran Tubuh dengan Bobot Badan (r) (Minggu) Panjang Shank Panjang Paruh Lebar Dada Panjang Tubuh Lingkar Dada 1 0,084 -0,056 0,188 0,012 0,268* 2 0,049 0,150 0,170 0,138 0,320** 3 0,110 0,218 0,176 0,090 0,349** 4 0,455** 0,338** 0,316** 0,228 0,371** 5 0,669** 0,477** 0,326* 0,159* 0,552** 6 0,705** 0,530** 0,468** -0,025 0,606** 7 0,667** 0,442** 0,508** -0,003 0,661** 8 0,617** 0,444** 0,648** 0,019 0,551** 9 0,750** 0,329* 0,580** -0,002 0,679** 10 0,720** 0,283* 0,506** 0,220 0,665** 11 0,738** 0,319* 0,548** 0,341* 0,4232** 12 0,724** 0,361** 0,544** 0,269* 0,242** Keterangan: ** Sangat nyata (P<0,01)

* Nyata (P<0,05)

Hasil analisis korelasi pada Tabel 1 menunjukkan panjang shank, panjang paruh, lebar dada, panjang tubuh dan lingkar dada merupakan peubah yang bisa digunakan sebagai penduga bobot badan. Sesuai dengan pendapat Mansjoer (1985) bahwa bagian-bagian tubuh tersebut merupakan parameter-parameter pertumbuhan, dan berkorelasi positif dengan produksi daging yang dihasilkan (Mansjoer, 1981).

Analisis korelasi pada Tabel 1 untuk umur 1-3 minggu tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara panjang shank, panjang paruh, lebar dada dan panjang tubuh dengan bobot badan. Lingkar dada menunjukkan hubungan yang nyata dengan bobot badan pada umur 1-3 minggu. Pada umur 1, 2, 3 minggu nilai korelasi yang tertinggi dan nyata yaitu lingkar dada dengan panjang shank, panjang paruh, lebar dada dan panjang tubuh. Adapun nilai korelasi lingkar dada dengan bobot badan pada minggu 1, 2, 3 masing-masing 0,268; 0,320 dan 0,349.

Pada umur empat minggu untuk panjang tubuh tidak menunjukkan hubungan yang nyata dengan bobot badan. Panjang shank, panjang paruh, lebar dada dan lingkar dada menunjukkan hubungan yang nyata dengan bobot badan dari umur 4 minggu. Nilai korelasi yang tertinggi pada umur 4 minggu yaitu panjang shank dengan bobot badan (r= 0,455) dibandingkan ukuran tubuh yang lain dengan bobot badan yaitu lingkar dada, panjang paruh, lebar dada dan panjang tubuh.

Pada umur 4-12 minggu ukuran tubuh yang mempunyai korelasi positif dan nyata dengan bobot badan adalah panjang shank, panjang paruh, lebar dada dan lingkar dada. Panjang shank mempunyai nilai korelasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan peubah lainnya dengan bobot badan. Panjang punggung mempunyai nilai korelasi positif dengan bobot badan pada umur 5, 11 dan 12 minggu.

Berdasarkan hasil analisis korelasi ukuran tubuh dengan bobot badan maka untuk menduga bobot badan dari ukuran tubuh dapat dilakukan dengan mengukur salah satu dari panjang shank, panjang paruh, lebar dada maupun lingkar dada. Adapun panjang shank merupakan penduga yang paling cocok dibandingkan dengan panjang paruh, lebar dada dan lingkar dada karena mempunyai korelasi yang tinggi dan nyata dengan bobot badan pada umur 4-12 minggu.

Hasil analisis regresi berganda antara bobot badan dan ukuran tubuh pada ayam Sentul, ayam Kampung dan ayam Kedu dari umur 1-12 minggu memberikan hasil yang beragam. Nilai koefisien determinasi untuk regresi linier berganda antara bobot badan dan ukuran tubuh dari umur 1-4 minggu ditampilkan pada Tabel 2a, sedangkan umur 5-12 minggu ditampilkan pada Tabel 2b.

Pada Tabel 2a menunjukkan hasil analisis linier ganda pada ayam Sentul, Kampung dan Kedu pada umur 1-4 minggu. Ayam Kampung mempunyai nilai koefisien determinasi paling tinggi dibandingkan dengan ayam Sentul dan Kedu yaitu sebesar 54,7%. Persamaan regresi untuk bobot badan dengan ukuran tubuh ayam Kampung adalah Y = - 569 + 6,84 PS – 5,26 PPrh + 7,97 LeD + 27,5 PP + 13,2 LD.

Tabel 2b menunjukkan hasil analisis linier ganda pada ayam Sentul, Kampung

Dokumen terkait