• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data dari Riskesdas (2010) menyatakan permasalahan gizi pada orang dewasa di Indonesia cenderung lebih dominan untuk kelebihan berat badan. Sebanyak 21.7% dewasa yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas 25.0 kg/m2, dengan 11.7% merupakan dewasa obes dengan IMT ≥ β7 kg/m2.

Obesitas merupakan kondisi kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa tubuh (WHO 1998), sedangkan menurut Whitney dan Rolfes (2007), obesitas adalah kondisi kelebihan lemak yang kemudian mempengaruhi kesehatan. Indikator yang paling mudah untuk menentukan sesorang obes melalui pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT), waist circumference atau lingkar pinggang. Metode lain untuk pengukuran lemak tubuh antara lain menggunakan pengukuran lipatan kulit (skinfold), hidrodensitometri (pengukuran berat badan dalam air), absorptiometri X-ray (DEXA) dan sebagainya (Sizer & Whitney 2007).

Pada pengukuran menggunakan IMT, terdapat beberapa cut off points

yang dapat digunakan. Berdasarkan penelitian WHO for Asian (2000), populasi Asia memiliki cut off point yang berbeda dari pengkategorian IMT internasional yang biasa digunakan, dimana IMT ≥ γ0 kg/m2 baru dikategorikan sebagai obesitas. Hal ini dikarenakan populasi Asia memiliki persentase lemak tubuh dan prevalensi penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi daripada populasi Kaukasia pada usia, jenis kelamin dan IMT yang sama. Selain itu, ada pula pengelompokan status gizi yang digunakan oleh Riskesdas (2010) untuk orang Indonesia. Pengelompokan status gizi menurut WHO for Asian (2000) dan Riskesdas (2010) dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 1 Pengelompokan status gizi untuk dewasa menurut IMT

Status Gizi IMT (kg/m 2 ) menurut WHO for Asian (2000) IMT (kg/m2) menurut Riskesdas (2010) Underweight < 18.5 < 18.5 Normal 18.5-22.9 18.5-24.9 Overweight 23-24.9 25-26.9 Obes I 25-29.9 ≥ β7 Obes II ≥ γ0

Sumber: WHO for Asian(2000) dan Riskesdas (2010)

Pada tahun 2004, WHO Expert Consultation mengkaji juga pengelompokan status gizi orang dewasa untuk populasi Asia. Keragaman

populasi orang Asia yang lebar menyebabkan cut off point yang sama tidak dapat diterapkan pada seluruh populasi Asia, sehingga terbentuklah diagram yang dapat sesuai dengan kondisi dan dapat digunakan pada masing-masing negara, seperti yang terdapat pada Gambar 1. Pada penelitian ini digunakan cut off point

IMT WHO for Asian (2000) karena dirasa lebih lengkap serta memudahkan pengkategorian.

Gambar 1 Diagram IMT untuk Asia (WHO Expert Consultation 2004)

Penyebab tersimpannya lemak dalam tubuh adalah kelebihan pemasukan energi daripada energi yang dikeluarkan. Pada penderita obes, jumlah lemak yang tersimpan dalam tubuh besar. Normalnya seorang pria memiliki 12-20% lemak dari berat badannya, sedangkan wanita memiliki 20-30% lemak dari berat badan (Sizer & Whitney 2007).

Secara umum, penyebab obesitas belum dapat diketahui secara pasti. Faktor keturunan dan lingkungan memberikan pengaruh yang berbeda kepada setiap orang. Faktor memiliki ayah atau ibu obes dapat meningkatkan resiko seseorang menjadi obes sebesar 30-70% lebih tinggi. Faktor genetik mempengaruhi seseorang meningkat atau menurun berat badannya ketika ia kelebihan atau kekurangan asupan energi. Hormon leptin dan ghrelin memiliki peran dalam mengatur regulasi energi dengan mengurangi atau meningkatkan nafsu untuk makan (Sizer & Whitney 2007).

Faktor penyebab eksternal dapat berupa overeating atau kelebihan makan, serta kurangnya aktivitas fisik. Menurut data Riskesdas (2007), prevalensi nasional kurang aktivitas fisik pada dewasa usia 15-24 tahun adalah 52%, yang dihitung berdasarkan kriteria „cukup‟ apabila aktivitas yang dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit atau 150 menit dalam seminggu.

Beberapa orang dapat menjadi obes bukan karena asupan energi berlebih, namun karena kurangnya aktivitas fisik (Whitney & Rolfes 2005).

Obesitas memiliki kaitan erat dengan sindrom metabolik. Obesitas akan mengganggu homeostasis metabolik akibat distribusi lemak dan menyebabkan timbulnya banyak faktor resiko terkait resistensi insulin dan hiperlipidemia. Obesitas sendiri meningkatkan kadar kolesterol LDL dan menurunkan kadar kolesterol HDL. Sindrom metabolik merupakan kumpulan dari penyakit degeneratif, termasuk di dalamnya diabetes tipe 2, hipertensi, penyakit kardiovaskular, tinggi trigliserida dan rendah HDL dalam darah (Sizer & Whitney 2007). Berikut merupakan tabel kriteria klinis sindrom metabolik menurut

International Diabetes Federation (2005).

Tabel 2 Kriteria klinis sindrom metabolik

Kriteria Nilai

Pria Wanita

Obesitas sentral, ukuran lingkar pinggang > 94 cm > 80 cm Ditambah > 2 faktor resiko

Kadar kolesterol HDL puasa < 40 mg/dl < 50 mg/dl

Kadar triglise/rida puasa > 150 mg/dl

Tekanan darah > 130/85 mmHg

Kadar glukosa darah puasa > 100 mg/dl

Sumber: International Diabetes Federation (2005)

Pada penelitian Furukawa et al. (2004), dijelaskan bahwa akumulasi lemak yang banyak dimiliki pada manusia obes dapat meningkatkan stres oksidatif sistemik, terlepas dari tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia). Tingginya stres oksidatif mengakibatkan disregulasi produksi adipositokin, yaitu molekul yang dihasilkan dari sel adiposit. Hal sama juga terjadi pada penelitian yang menggunakan tikus obes, yang menunjukkan penghambatan oksidase NADPH menurunkan produk stres oksidatif (ROS), melemahkan diregulasi produksi adipositokin, serta meningkatkan metabolisme lipid dan glukosa.

Penderita obesitas yang mengalami sindrom metabolik memiliki resiko terkena penyakit kardiovaskular yang semakin tinggi (Arnlov et al. 2009). Adanya asosiasi kuat antara obesitas dengan peningkatan faktor-faktor resiko kardiovaskular. Hubungan antara obesitas dan penyakit kardiovaskular sangat erat, akibat hubungannya dengan peningkatan kolesterol darah dan hipertensi. Semakin meningkatnya berat badan, semakin besar resiko terserang penyakit kardiovaskular. Berikut merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskular yang terkait dengan obesitas, yaitu: (1) kolesterol LDL yang tinggi, (2) HDL kolesterol

rendah, (3) tingginya tekanan darah (hipertensi), dan (4) diabetes (Whitney & Rolfes 2005). Skema pada Gambar 2 merupakan hubungan antar penyakit- penyakit degeneratif.

Gambar tersebut menunjukkan adanya hubungan langsung antara obesitas dengan faktor resiko aterosklerosis, diabetes, beberapa tipe kanker dan penyakit empedu. Masalah penderita obesitas sebagian besar akibat memiliki pola makan aterogenik dan kurang aktivitas fisik, baik pada masa sebelumnya maupun masa sekarang. Pola makan aterogenik secara umum merupakan pola makan yang bersifat memicu terjadinya aterogenesis, contohnya pola makan tinggi lemak jenuh, kolesterol, garam serta kurangnya asupan serat (Sizer & Whitney 2007). Selain itu, obesitas juga meningkatkan apo-B48 dan apo-B100, yaitu apolipoprotein pada VLDL dan LDL. Aterogenesis merupakan proses terjadinya aterosklerosis, yaitu menebal dan mengerasnya pembuluh arteri karena akumulasi lipid dan makrofag dalam dinding arteri yang membentuk plak (McCance et al. 2010).

Gambar 2 Relasi antar penyakit-penyakit degeneratif (Sizer & Whitney 2007) Aterosklerosis merupakan respon peradangan pada endothelium yang kronik dari berbagai faktor resiko. Peradangan endothelium diakibatkan LDL yang teroksidasi pada bagian intima pembuluh darah. LDL teroksidasi menyebabkan adhesi pada monosit dan T-limposit, yang kemudian bersatu membentuk sel busa. Akumulasi sel busa pada tahap tertentu menjadi lesi yang disebut fatty streak. Seperti yang diketahui, fatty streak memproduksi semakin banyak toksin radikal oksigen yang mengakibatkan kerusakan pada dinding pembuluh. Sel otot halus kemudian mengalami proliferasi, membentuk kolagen dan terbentuklah menjadi fibrous plaque yang dimediasi sitokin. Pada tahap ini

fibrous plaque dapat mengeras akibat adanya kalsium sehingga mengganggu berjalannya aliran darah. Plak ini terdiri dari LDL, kalsium dan fibrin (Mahan dan Escott-Stump 2008). Plak yang rusak (rupture) dapat menimbulkan hemorrhage atau perdarahan sehingga disebut plak komplikasi (McCance et al. 2010).

Beberapa tipe kanker Penyakit empedu Diabetes Aterosklerosis Hipertensi Serangan jantung dan stroke Obesitas

Salah satu faktor penyebab disfungsi endothelium ini adalah dislipidemia, yaitu abnormalitas pada fraksi lipoprotein, seperti meningkatnya LDL diakibatkan kombinasi antara diet tinggi lemak dan kolesterol serta adanya faktor genetik membuat tingginya kadar LDL dalam darah sehingga semakin besar resiko terbentuknya aterosklerosis. Menurunnya kadar HDL, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas dan diet tinggi kolesterol dan lemak jenuh. Hal ini dapat dicegah dengan modifikasi diet dan perubahan gaya hidup, walaupun aterosklerosis dapat juga dikarenakan oleh faktor genetik (Mahan dan Escott- Stump 2008).

Konsumsi tinggi antioksidan telah membuktikan penghambatan modifikasi LDL yang akan membentuk aterosklerosis, serta menghambat pembentukan sel busa makrofag. Pada penelitian Aviram et al. (2000), pemberian pangan fungsional tinggi antioksidan menurunkan kerusakan LDL akibat agregasi pada manusia serta mengurangi peroksidasi lipid. Begitu pula dengan menurunkan kadar LDL darah dapat meregresi lesi aterosklerotik dan memperbaiki fungsi endothelium (McCance et al. 2010).

Hipertensi memiliki hubungan saling mempengaruhi dan dipengaruhi dengan aterosklerosis. Resiko mengalami aterosklerosis meningkat bila seseorang menderita hipertensi sehingga mengalami luka endothelium, dan berlaku pula sebaliknya pada pembuluh arteri yang mengeras dan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat. Diet tinggi lemak, natrium dan kafein penting untuk dihindari, sedangkan asupan kalium dan kalsium dapat berkontribusi menurunkan tekanan darah. Secara langsung, anak panah menunjukkan relasi obesitas dengan hipertensi yaitu melalui pengaruh hormon. Menurut Riskesdas (2007), prevalensi kasus hipertensi nasional pada usia 18 tahun ke atas sebesar 29.8%, dengan kriteria hasil pengukuran darah sistolik/ diastolik ≥140 / ≥90 mmHg.

Seperti yang telah disebutkan di atas, asupan serat mempengaruhi profil lipid darah. Asupan serat tidak larut air seperti selulosa dan lignin diketahui tidak memiliki efek terhadap kadar kolesterol serum, sedangkan serat larut air seperti pektin, gum, alga polisakarida, berpengaruh. Efek hipokolesterolemik dari serat larut air antara lain: (1) serat larut air mengikat garam empedu sehingga menurunkan kadar kolesterol serum, dan (2) bakteri memfermentasikan serat untuk menghasilkan asetat, propionate dan butirat sehingga sintesa kolesterol terhambat (Mahan & Escott-Stump 2008).

Perencanaan diet yang perlu dilakukan pada penderita obesitas untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal antara lain memahami kecukupan gizi individual, mengonsumsi makanan sedikit demi sedikit, memperbanyak konsumsi air minum, meningkatkan asupan karbohidrat kompleks. Selain itu, tidak kalah pentingnya meningkatkan aktivitas fisik. Aktivitas fisik memainkan peranan penting dalam menjaga berat badan. Aktivitas fisik yang dilakukan perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu. Cara yang diketahui paling efektif meningkatkan kadar HDL darah adalah dengan aktivitas fisik (Mahan & Escott-Stump 2008).

Minyak bekatul dan Cokelat

Minyak bekatul didapat dari bagian yang disebut aleuron dari bekatul (Juliano 1993). Komponen utama minyak bekatul adalah trigliserida, berjumlah sekitar 80% dari minyak kasarnya. Aktivitas enzim lipolitik dalam bekatul dapat mengakibatkan hidrolisis trigliserida menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak bebas pada kondisi panas dan lembab. Hal ini merupakan penyebab kerusakan minyak bekatul selama penyimpanan. Tiga asam lemak utama minyak bekatul terdiri dari palmitat, oleat, dan linoleat (Kao & Luh 1991). Minyak bekatul kini sudah banyak diproduksi dan dijual umum. Salah satu minyak bekatul komersial diproduksi oleh Oryza Grace Rice Bran Oil®, Thailand. Berikut adalah tabel kandungan gizi dalam minyak bekatul komersial Oryza Grace Rice Bran Oil® per 100 mL:

Tabel 3 Kandungan gizi minyak bekatul Oryza Grace Rice Bran Oil® per 100ml. Komposisi dan Kandungan Zat Gizi Per 100mL

Energi 820 kkal

Protein 0 g

Karbohidrat 0 g

Total lemak 89.2 g

- Lemak jenuh 19.4 g

- Asam lemak trans 0 g

- Asam lemak tak jenuh tunggal 37.2 g

- Asam lemak tak jenuh jamak 31.4 g

- Asam lemak tak jenuh omega 3 1.2 g

- Asam lemak tak jenuh omega 6 30.0 g

Kolesterol 0 mg

Serat 0 g

Sodium 0 g

Gamma Oryzanol 229 mg

Vitamin E 7.2 mg

Sumber: Informasi Nilai Gizi Minyak Bekatul Oryza Grace Rice Bran Oil®

Gamma-oryzanol merupakan fraksi tak tersabunkan dalam minyak bekatul. Menurut Diack dan Saska (1994), struktur -oryzanol adalah keluarga

dari ester asam ferulat dari triterpenoid alkohol tidak jenuh. Berdasarkan penelitian Damayanthi et al. (2007), kandungan oryzanol di dalam minyak dari bekatul padi awet adalah sekitar 17.70 mg/ g minyak. Aktivitas antioksidan oryzanol bergantung pada gugus hidroksi fenolik di dalam bagian ferulat. Aktivitas antioksidan tertinggi oryzanol terdapat pada struktur 24- methylenecycloartanyl ferulat (Xu et al. 2001).

Minyak bekatul sangat bermanfaat karena ada kandungan vitamin E dan komponen bioaktif oryzanol yang berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang mampu melindungi melindungi tubuh dari pengaruh radikal bebas (Mulato & Suharyanto 2011). Minyak bekatul awet dan fraksinya (fraksi tak tersabunkan dan oryzanol) terbukti dapat menghambat oksidasi -VLDL dan LDL manusia secara in vitro. Di samping itu, minyak bekatul awet, faksi tak tersabunkan dan oryzanol juga dapat menghambat proliferasi sel kanker KR-4, K-562 dan melanoma (Damayanthi 2002; Damayanthi et al. 2004). Most et al. (2005) melaporkan pemberian minyak bekatul secara nyata dapat menurunkan kadar kolesterol total plasma dan kolesterol LDL dibandingkan dengan campuran minyak dengan asam lemak serupa. Hal ini kemudian diduga akibat fraksi tak tersabunkan pada minyak bekatul, termasuk di dalamnya -oryzanol. Berikut adalah struktur kimia -oryzanol.

Gambar 3 Struktur kimia -oryzanol (Cho et al. 2012)

Selain minyak bekatul, cokelat juga memiliki kandungan antioksidan yang baik. Biji cokelat diketahui penghasil senyawa polifenol paling tinggi diantara jenis bahan pangan lain. Kandungan polifenol dalam cokelat bernama flavonoid yang berfungsi dapat meningkatkan kandungan kolesterol HDL, sekaligus mengatur rasio seimbang antara HDL/LDL. Hal ini sinergis dengan manfaat minyak bekatul, yaitu dapat mengurangi resiko pembentukan plak arteri (aterosklerosis). Kandungan polifenol cokelat juga dinyatakan dapat merangsang produksi senyawa nitrit (NO) yang dapat melenturkan pembuluh

darah dan merangsang diproduksinya enzim anti-trombosit sehingga melancarkan aliran darah (Mulato & Suharyanto 2011).

Kandungan asam lemak pada cokelat terdiri dari 37.5% asam lemak tidak jenuh dan sekitar 61.4% merupakan asam lemak jenuh. Perbandingan asam lemak jenuh dan tidak jenuh pada cokelat saling menetralkan dalam adanya potensi meningkatkan kolesterol darah. Tabel 4 berikut adalah komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh pada cokelat.

Cokelat bubuk, bila dibandingkan dengan olahan cokelat jenis lain seperti cokelat batang dan lainnya, memberikan kontribusi serat tertinggi, yaitu sebesar 28 gram dari 100 gram cokelat bubuk. Selain itu, cokelat bubuk juga menyumbang energi, karbohidrat, gula, lemak, lemak jenuh, MUFA dan PUFA sebesar 357 kkal, 24.3 g, 0.9 g, 14.3 g, 8.6 g, 4.7 g dan 0.4 g. Cokelat bubuk dengan demikian tidak menyumbang tinggi gula, namun lemak jenuh dan MUFA.

Tabel 4 Komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh pada cokelat

Komposisi asam lemak jenuh Jumlah

Palmitat 26.3%

Stearat 33.8%

Arakhidat 1.3%

Komposisi asam lemak tidak jenuh

Oleat 34.4%

Linoleat 3.1%

Sumber: Mulato & Suharyanto (2011)

Seperti yang tertera pada Tabel 4, lemak jenuh pada cokelat sebagian besar merupakan stearat yang diketahui bersifat netral dan tidak berpotensi meningkatkan kadar kolesterol LDL. Tingginya kadar palmitat (yang berpotensi meningkatkan kolesterol) dapat dinetralisasi dengan tingginya kadar MUFA dan PUFA yaitu oleat dan linoleat (Mulato & Suharyanto 2011).

Indonesia merupakan negara terbesar ketiga sebagai penghasil biji cokelat. Salah satu daerah penghasil dan peneliti cokelat adalah Jember, Jawa Timur. Hasil olahan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember antara lain adalah cokelat bubuk asli. Proses yang dilalui untuk mendapatkan cokelat bubuk dari biji cokelat adalah penyangraian, pengupasan, penggilingan dan penempaan. Penyangraian yang dilakukan pada 1200C diperlukan untuk menghasilkan aroma dan rasa yang khas dan memudahkan pengelupasan kulit buah. Setelah bungkil cokelat terpisah pada tahap penghalusan, maka jadilah cokelat bubuk.

Berdasarkan sifat dan fungsi kesehatan yang terdapat pada suatu bahan pangan tertentu maka sangat tepat jika asupan bahan pangan tersebut ditingkatkan. Suatu bahan pangan yang jarang dikonsumsi dapat disebabkan oleh karena sifatnya yang sulit diolah ataupun karena daya terimanya kurang. Cara meningkatkan asupan bahan pangan yang memiliki khasiat kesehatan adalah salah satunya dengan mengolahnya menjadi pangan fungsional. Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah, mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM 2005). Maka dari itu sifat sensori (rasa, bau, warna, tekstur dan lain-lain) pada pangan fungsional harus dapat diterima masyarakat. Bentuk dari pangan fungsional dapat berupa makanan atau minuman.

Minuman Emulsi

Emulsi adalah suatu dispersi suatu cairan dalam cairan lain dimana molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi bersifat saling antagonis. Bagian-bagian dari suatu emulsi adalah sebagai berikut: (1) bagian terdispersi yang biasanya berupa lemak dalam air, (2) bagian pendispersi berupa air, (3) emulsifier yang berfungsi menjaga butir minyak tetap terdispersi dalam air (Charley 1982). Minuman emulsi merupakan minuman emulsi campuran minyak dalam air.

Emulsifier adalah bahan yang membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan kestabilan emulsi yang terbentuk. Daya kerja emulsifier

disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air. Emulsifier bekerja dengan menurunkan tegangan antar permukaan minyak dan air sehingga memudahkan pembentukan emulsi (Charley 1982).

Tipe emulsifier biasa didasarkan pada konsep HLB (Hidrophilic Lipophilic Balance) yang diteliti oleh Griffin (1979). HLB merupakan karakter yang mendefinisikan afinitas relatif untuk minyak dan air. Keseimbangan hidrofilik- lipofilik terletak di tengah, yaitu pada angka 10 dari skala HLB. Contoh produk

emulsifier yang sesuai untuk membuat emulsi oil in water adalah Tween 80 dan

sugar ester, yang memiliki HLB antara 8-16 (Riken 2002; Igoe 2011).

Menurut Goldberg (1994), pangan fungsional bentuk minuman secara keseluruhan lebih digemari. Hal ini dapat disebabkan sisi kepraktisan. Selain itu, bentuk minuman fungsional seringkali mengalami pengolahan yang lebih sedikit daripada makanan fungsional sehingga zat gizi serta antioksidan yang

terkandung di dalamnya lebih terjaga. Secara keseluruhan antioksidan yang dikonsumsi dapat lebih banyak bila disajikan dalam bentuk minuman.

Asam Lemak

Asam lemak adalah komponen organik yang terbentuk dari rantai karbon dengan hidrogen terikat dan grup asam (COOH) di ujung satu dan grup metil (CH3) pada ujung lainnya. Panjang rantai karbon pada asam lemak beragam, dimulai dari 4 hingga 24, dengan rantai karbon 18 yang paling umum terdapat pada makanan. Asam lemak jenuh dan tidak jenuh merupakan penamaan ada tidaknya ikatan rangkap pada karbon yang menggantikan ikatannya dengan hidrogen (Bender 2002). Tata penamaan asam lemak disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Tata penamaan asam lemak

Atom Karbon Jumlah Ikatan Rangkap Urutan Rangkap Pertama Singkatan Jenuh Butirat 4 0 - C4:0 Kaproat 6 0 - C6:0 Kaprilat 8 0 - C8:0 Kaprat 10 0 - C10:0 Laurat 12 0 - C12:0 Miristat 14 0 - C14:0 Palmitat 16 0 - C16:0 Stearat 18 0 - C18:0 Arakhidat 20 0 - C20:0 Behenat 22 0 - C22:0 Lignoserat 24 0 - C24:0 Monounsaturated Palmitoat 16 1 6 C16:1 ώ6 Oleat 18 1 9 C18:1 ώ9 Setolat 22 1 11 Cββ:1 ώ11 Nervonat 24 1 9 Cβ4:1 ώ9 Polyunsaturated Linoleat 18 2 6 C18:β ώ6 α- Linolenat 18 3 3 C18:γ ώγ - Linolenat 18 3 6 C18:γ ώ6 Arakhidonat 20 4 6 Cβ0:4 ώ6 Eikosapentaenoat 20 5 3 Cβ0:5 ώγ Dokosatetraenoat 22 4 6 Cββ:4 ώ6 Dokosapentaenoat 22 5 3 Cββ:5 ώγ Dokosapentaenoat 22 5 6 Cββ:5 ώ6 Dokosaheksaenoat 22 6 3 Cββ:6 ώγ Sumber: Bender (2002)

Asupan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap seperti PUFA (polyunsaturated fatty acid) dan MUFA (monounsaturated fatty acid) dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Sebaliknya asam lemak yang tidak memiliki

ikatan rangkap (asam lemak jenuh) dapat meningkatkan kolesterol darah. Diketahui adanya asosiasi meningkatnya resiko terkena penyakit kardiovaskular dan aterosklerosis dengan banyaknya asupan lemak jenuh. Konsumsi pangan yang mengandung lemak tidak jenuh yaitu yang terdapat dalam minyak ikan dan sebagainya diketahui baik bagi kesehatan jantung (Mahan & Escott-Stump 2008).

Menurut Sartika (2008), asam lemak tidak jenuh ganda seperti asam linoleat dan asam linolenat memiliki fungsi esensial pada sistem transport dan metabolisme lemak, sistem imun, serta mempertahankan fungsi kerja membran sel. Asam lemak tidak jenuh merupakan substrat untuk esterifikasi kolesterol dalam sel (Bender 2002). Meningkatnya esterifikasi kolesterol menurunkan konsentrasi kolesterol dalam sel dan meningkatkan sintesis reseptor LDL. Berikut adalah mekanisme penurunan kolesterol LDL oleh asam oleat: 1) konsumsi asam oleat meningkatkan kadar asam oleat dalam hati, yang merangsang meningkatnya enzim esterifikasi kolesterol yaitu acyl-CoA cholesterol acyltransferase (ACAT), 2) peningkatan aktivitas ACAT dapat menurunkan kadar kolesterol bebas dalam hati, 3) turunnya kadar kolesterol merangsang pemecahan sterol response element binding protein, yang kemudian menstimulasi gen reseptor LDL, 4) menurunnya kadar kolesterol LDL plasma.

Tubuh manusia dapat mensistesis asam lemak dari lemak, karbohidrat atau protein, kecuali asam linoleat (omega-6) dan linolenat (omega-3). Maka dari itu asam linoleat dan asam linolenat dianggap esensial. Dietary Recommended Intake (DRI) Amerika menyarankan konsumsi asam linoleat dan asam linolenat masing-masing mencapai 5-10% dan 0.6-1.2% dari total energi (Sizer & Whitney 2007). WNPG (2004) menyatakan perbandingan kandungan omega-6 dan omega-3 yang tepat dan efektif adalah yang 3:1.

Semakin panjang dan tinggi derajat ketidakjenuhan asam lemak, sifatnya semakin reaktif terhadap oksigen, sehingga semakin mudah teroksidasi. Oksidasi merupakan masuknya oksigen ke dalam asam lemak, terutama pada asam lemak tak jenuh yang rentan karena memiliki ikatan rangkap. Oksidasi menyebabkan sifat tidak stabil sehingga membentuk rasa dan aroma yang tidak sedap. Berikut ini fase utama yang terjadi pada reaksi oksidasi: (1) inisiasi, yang menghasilkan lipid-radikal bebas, (2) propagasi, dan (3) terminasi. Mekanisme tahapan oksidasi yang dijelaskan Akoh & Min (2008) sebagai berikut:

Inisiasi: In* + RH  InH + R* Propagasi: R* + O2  ROO*

ROO* + RH  R* + ROOH Terminasi: 2ROO*  O2 + RO2R

ROO* + R*  RO2R

Tahap propagasi menghasilkan lipid-radikal bebas yang baru (R*) dan lipid hidroperoksida (ROOH). Tahap terminasi, yaitu bertemunya dua lipid-radikal bebas, dapat terjadi setelah 10-100 kali tahap sebelumnya berulang terjadi. Oksidasi asam lemak pada tanaman dapat terjadi pada masa sebelum dipanen, tidak hanya pada masa pengolahan dan penyimpanan (Akoh & Min 2008).

Antioksidan merupakan senyawa penghambat reaksi oksidasi. Contoh antioksidan adalah tokoferol dan oryzanol. Tokoferol berfungsi sebagai antioksidan, sedangkan komponen oryzanol merupakan fitosterol suatu eter senyawa asam ferulat yang dapat menurunkan kolesterol serum manusia (Wilkinson & Champagne 2004). Berdasarkan hasil penelitian Damayanthi (2002), antioksidan oryzanol pada bekatul dapat digunakan untuk mencegah atau menghambat oksidasi LDL, dengan menangkap radikal bebas selama tahap propagasi dengan mendonasikan hidrogen.

Hidrogenasi merupakan proses penambahan hidrogen pada asam lemak tak jenuh sehingga sifatnya dapat lebih stabil dan memiliki masa simpan lebih panjang. Hidrogenasi sering diterapkan produsen makanan. Hasil dari hidrogenasi asam lemak adalah asam lemak trans, yang diketahui memiliki korelasi dengan peningkatan resiko penyakit jantung koroner, kanker dan diabetes. Hal ini mungkin disebabkan oleh asam lemak trans yang dapat mempengaruhi kestabilan membran pembuluh darah (Mahan & Escott-Stump 2008). DRI atau Angka Asupan yang Direkomendasikan untuk orang Amerika untuk lemak trans sebesar 10% dari total konsumsi lemak jenuh atau 1% dari total energi. Penambahan antioksidan pada minyak dapat mencegah kerusakan

Dokumen terkait