• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Amoksisilin dan Kalium Klavulanat

Amoksisilin dan kalium klavulanat adalah kombinasi antibakteri oral yang terdiri dari antibiotik β-laktam amoksisilin dan penghambat β-laktamase kalium klavulanat. Kalium klavulanat melindungi amoksisilin agar tidak terhidrolisis oleh enzim β-laktamase sehingga dapat memperpanjang kerja amoksisilin (Berry, 2005).

Kombinasi amoksisilin dan kalium klavulanat lebih toksik daripada amoksisilin maupun kalium klavulanat yang diberikan secara tunggal. Kombinasi ini dapat menimbulkan gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, nyeri perut dan diare. Kelebihan dosis kombinasi ini dapat menyebabkan terjadinya hipersensitivitas neuromuskular dan ketidakseimbangan elektolit sehingga terjadi gangguan ginjal. Sedangkan pemberian pada dosis subterapi dapat menyebabkan resistensi (Caron, 1991; Methews, 1995).

2.1.1 Amoksisilin

Amoksisilin memiliki rumus molekul C16H19N3O5S.3H2O dengan berat molekul 419,45. Amoksisilin merupakan suatu senyawa obat dengan pemerian serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau, berasa pahit, dan tidak stabil pada temperatur di atas 37oC. Amosisilin sukar larut dalam air dan metanol (1 gram dalam 370 ml air atau dalam 2000 ml alkohol), tidak larut dalam benzena, dalam karbon tetra klorida dan dalam kloroform (Ditjen POM, 1995; Gelone, 2005).

Gambar 1. Rumus bangun

amoksisilin

Gambar 2. Rumus bangun kalium

klavulanat

Amoksisilin merupakan antibiotik β-laktam berspektrum luas yang bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Amoksisilin dpat dirusak oleh β -laktamase sehingga amoksisilin tidak efektif untuk melawan bakteri yang memproduksi β-laktamase (Unal, 2008).

2.1.2 Kalium Klavulanat

Kalium klavulanat memiliki rumus molekul C8H8KNO5 dngan berat molekul 237,25. Kalium klavulanat merupakan suatu senyawa obat dengan pemerian serbuk putih, dan berasa pahit. Kalium klavulanat mudah larut dalam alkohol dan air (1 gram dalam 2,5 ml alkohol atau dalam 1 ml air) (USP XXX, 2007; Gelone, 2005).

Asam klavulanat merupakan metabolit yang dihasilkan oleh Streptomyces clavuligerus. Penelitian menunjukkan asam klavulanat bekerja sebagai bakterisida dan bekerja secara sinergis dengan penisilin melawan bakteri resisten-penisilin (Finlay, 2003; Boon, 1982).

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan suatu metode kromatografi yang menggunakan suatu padatan, cairan, resin penukar ion (ion exchange resin) atau polimer berpori (porous polymer) pada kolom sebagai fase diamnya, sedangkan fase geraknya berupa suatu cairan yang melewati kolom pada tekanan tinggi (Hamilton and Sewell, 1977).

KCKT merupakan metode yang sering digunakan untuk menganalisis senyawa obat. KCKT dapat digunakan untuk pemeriksaan kemurnian bahan obat, pengawasan proses sintesis dan pengawasan mutu (quality control) (Ahuja, 2005).

2.3.1 Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dapat dibagi menjadi beberapa metode, yakni: kromatografi fase normal (normal phase chromatography), kromatografi fase balik (reversed-phase chromatography), kromatografi penukar ion (ion-exchange chromatography) dan kromatografi eksklusi ukuran (size-exclusion chromatography) (Kazakevich, 2007).

Kromatografi fase balik merupakan kebalikan dari kromatografi fase normal. Kromatografi fase balik menggunakan fase diam yang bersifat hidrofobik, dan fase geraknya yang relatif lebih polar daripada fase diam. Fase diam yang populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18). Hampir 90 % senyawa kimia dapat dianalisis dengan kromatografi jenis ini (Meyer, 2004; Kazakevich, 2007).

2.3.2 Proses Pemisahan dalam Kolom KCKT

Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran fase gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan interaksi

Fase gerak → Fase diam

Gambar 3. Ilustrasi proses pemisahan yang terjadi di dalam kolom KCKT. (sumber: Meyer, V.R. 2004. Practical High-Performance Liquid Chromatography, 4th Edition. St. Gallen: John Wiley & Sons, Ltd. Page analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi perbedaan waktu perpindahan setiap komponen dalam campuran (Kazakevich, 2007).

Contohnya, campuran dua komponen dimasukkan ke dalam sistem kromatografi (partikel ● dan ▲) (Gambar 3a). Di mana komponen ▲ cenderung menetap di fase diam dan komponen ● lebih cenderung di dalam fase gerak (Gambar 3b). Masuknya eluen (fase gerak) yang baru ke dalam kolom akan menimbulkan kesetimbangan baru: molekul sampel dalam fase gerak diadsorpsi sebagian oleh permukaan fase diam berdasarkan pada koefisien distribusinya, sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan muncul kembali di fase gerak (Gambar 3c). Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua komponen akan terpisah. Komponen ● yang lebih suka dengan fase gerak akan berpindah lebih cepat daripada komponen ▲ yang cenderung menetap di fase diam, sehingga komponen ● akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram, kemudian baru diikuti oleh komponen ▲ (Gambar 3d) (Meyer, 2004).

Gambar 4. Kromatogram hasil analisis KCKT. (sumber: Meyer, V.R. 2004. Practical High-Performance Liquid Chromatography, 4th Edition. St. Gallen: John Wiley & Sons, Ltd. Page 21)

2.3.3 Konsep Umum KCKT 2.3.3.1 Faktor Tambat (k)

Waktu tambat atau retention time (tR) adalah periode waktu yang dilalui dari penyuntikan sampel hingga diperoleh rekaman signal maksimum. Waktu tambat suatu zat selalu konstan pada kondisi kromatografi yang sama. Hal ini dijadikan suatu dasar analisis kualitatif. Suatu puncak kromatografi dapat diidentifikasi dengan membandingkan waktu tambatnya terhadap baku (Meyer, 2004).

Gambar 4 menunjukkan, w adalah lebar puncak dan t0 disebut waktu hampa (void time/dead time) yaitu waktu tambat pelarut yang tidak tertahan atau waktu yang dibutuhkan oleh fase gerak untuk melewati kolom (breakthrough time) (Meyer, 2004).

Waktu tambat dipengaruhi oleh laju alir ( ) dan panjang kolom (L). Jika laju alir lambat atau kolom panjang, maka tR akan semakin besar dan sebaliknya.

t

L =

Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran derajat tambatan dari analit yang lebih independen yakni faktor tambat (k). Faktor tambat dihitung dengan membagi waktu tambat bersih (t’R) dengan waktu hampa (t0) seperti yang dapat dilihat pada rumus berikut ini.

0 0 0

'

t

t

t

t

t

k=

R

=

R

(Ornaf and Dong, 2005). Faktor tambat disebut juga sebagai faktor kapasitas (k’).

Idealnya, analit yang sama jika diukur pada dua instrumen berbeda dengan ukuran kolom yang berbeda namun memiliki fase diam dan fase gerak yang sama, maka faktor tambat dari analit pada kedua sistem KCKT tersebut secara teoritis adalah sama (Kazakevich, 2007).

2.3.3.2 Efisiensi Kolom (N)

Efisiensi adalah ukuran tingkat penyebaran puncak dalam kolom. Efisiensi kolom ditunjukkan dari jumlah lempeng teoritikal atau theoretical plates (N), yang dapat dihitung dengan rumus:

2 16       = w t N R (Kazakevich, 2007). Kolom yang efisien adalah kolom yang mampu menghasilkan pita sempit dan memisahkan analit dengan baik. Nilai lempeng akan semakin tinggi jika ukuran kolom semakin panjang, hal ini berarti proses pemisahan yang terjadi semakin baik. Hubungan antara nilai lempeng dengan panjang kolom disebut sebagai nilai HETP/High Equivalent of a Theoretical Plate (H). H dapat dihitung dengan rumus:

N

L

Gambar 5. Kromatogram hasil analisis KCKT dengan berbagai selektifitas dan efisiensi. (sumber: Kazakevich, Y. 2007. HPLC for Pharmaceutical Scientists, New Jersey: John Wiley & Sons, Ltd. Page 21)

2.3.3.3 Selektifitas atau Faktor Pemisahan (αααα)

Selektifitas (α) adalah kemampuan sistem kromatografi untuk membedakan analit yang berbeda. Selektifitas ditentukan sebagai rasio perbandingan faktor tambat (k) dari analit yang berbeda:

0 1 0 2 2 1

t

t

t

t

k

k

R R

=

=

α

(Kazakevich, 2007).

Nilai selektifitas yang didapatkan dalam sistem KCKT harus lebih besar dari 1 (Ornaf and Dong, 2005).

2.3.3.4 Resolusi (Rs)

Resolusi (Rs) merupakan derajat pemisahan dari dua puncak analit yang bersebelahan. Resolusi didefinisikan sebagai perbedaan waktu tambat antara dua puncak dibagi dengan rata-rata lebar kedua puncak

( )

[

1 2 /2

]

1 2 w w t t R R R + −

= (Ornaf and Dong, 2005).

Pada analisis kuantitatif, resolusi yang ditunjukkan harus lebih besar dari 1,5. Sementara itu, bila kedua puncak yang berdekatan memiliki perbedaan ukuran yang signifikan, maka diperlukan nilai resolusi yang lebih besar (Meyer, 2004).

2.3.3.5 Faktor Tailing dan Faktor Asimetri

Idealnya, puncak kromatogram akan memperlihatkan bentuk Gaussian dengan derajat simetris yang sempurna (Ornaf and Dong, 2005). Namun kenyataannya, puncak yang simetris secara sempurna jarang dijumpai. Jika diperhatikan secara cermat, maka hampir setiap puncak dalam kromatografi memperlihatkan tailing (Dolan, 2003). Pada Gambar 6 ditunjukkan tiga jenis bentuk puncak.

Pengukuran derajat asimetris puncak dapat dihitung dengan 2 cara, yakni faktor tailing dan faktor asimetris. Faktor tailing (Tf) dihitung dengan menggunakan lebar puncak pada ketinggian 5% (W0,05), rumusnya dituliskan sebagai berikut. a b a Tf 2 + =

Dengan nilai a dan b merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 5% seperti yang ditunjukkan di Gambar 7.

Gambar 7. Pengukuran derajat asimetris puncak. (sumber: Dolan, J.W. 2003.

Why Do Peaks Tail?. LC GC North America 21(7). Page 612) Sedangkan faktor asimetri (As) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

a b As=

Nilai a dan b dalam perhitungan faktor asimetri merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 10% seperti yang ditunjukkan di Gambar 6. Jika nilai a sama dengan b, maka faktor tailing dan asimetri bernilai 1. Kondisi ini menunjukkan bentuk puncak yang simetris sempurna (Dolan, 2003). Bila puncak berbentuk tailing, maka kedua faktor ini akan bernilai lebih besar dari 1 dan sebaliknya bila puncak berbentuk fronting, maka faktor tailing dan asimetri akan bernilai lebih kecil dari 1 (Hinshaw, 2004).

2.3.4 Instrumen KCKT

Instrumen KCKT terdiri atas 6 bagian, yakni wadah fase gerak (reservoir), pompa (pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom (column), detektor (detector) dan perekam (recorder) (McMaster, 2007).

Gambar 8. Instrumen dasar KCKT. (sumber: McMaster, M.C. 2007. HPLC A Practical User’s Guide, 2nd Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Page 106)

2.3.4.1 Wadah Fase Gerak (Reservoir)

Wadah fase gerak menyimpan sejumlah fase gerak yang secara langsung berhubungan dengan sistem (Meyer, 2004). Wadah haruslah bersih dan inert, seperti botol pereaksi kosong maupun labu gelas. Adalah hal yang penting untuk men-degass fase gerak sebelum digunakan karena gelembung gas kecil dalam fase gerak dapat terkumpul di pump head atau pun detektor sehingga akan mengganggu kondisi KCKT (Brown and DeAntonis, 1997).

2.3.4.2 Pompa (Pump)

Pompa yang digunakan pada KCKT haruslah merupakan instrumen yang kokoh untuk menghasilkan tekanan tinggi hingga 350 bar atau bahkan 500 bar. Tipe pompa yang umum digunakan adalah pompa piston bersilinder pendek (short-stroke piston pump). Laju alir dapat bervariasi dari 0,1 hingga 5 atau 10 mL/menit. Kebanyakan pompa saat ini telah memiliki saluran pembilas yang biasanya air dapat bersirkulasi. Larutan ini berfungsi untuk membilas piston agar bersih dari garam dapar (Meyer, 2004).

Gambar 9. Tipe injektor sampling valve. (sumber: Meyer, V.R. 2004. Practical High-Performance Liquid Chromatography, 4th Edition. St. Gallen: John Wiley & Sons, Ltd. Page 69)

2.3.4.3 Tempat Injeksi Sampel (Injector)

Ada 3 jenis macam injektor, yakni syringe injector, sampling valve dan automatic injector. Syringe injector merupakan bentuk injektor yang paling sederhana (Synder and Kirkland, 1979).

Sampling valve atau manual injector mengandung 6 katup saluran dilengkapi dengan rotor, sample loop dan saluran jarum suntik (needle port). Larutan sampel akan disuntikkan ke dalam sampel loop dengan jarum suntik gauge 22 pada posisi “load” dan larutan sampel yang ada di sample loop kemudian akan dialirkan ke kolom dengan memutar rotor ke posisi “inject”. Ukuran sample loop eksternal bervariasi antara 6 l hingga 2 ml (Ornaf and Dong, 2005).

Automatic injector atau disebut juga autosampler memiliki prinsip yang mirip, hanya saja sistem penyuntikannya bekerja secara otomatis (Meyer, 2004).

2.3.4.4 Kolom (Column)

Kolom merupakan jantung dari instrumen HPLC karena proses pemisahan terjadi di sini. Kolom umumnya terbuat dari 316-grade stainless steel yang relatif

tahan karat dan dikemas dengan fase diam tertentu. Ukuran kolom untuk tujuan analitik berkisar antara panjang 10 hingga 25 cm dan diameter dalam 3 hingga 9 mm (Brown and DeAntonis, 1997).

2.3.4.5 Detektor (Detector)

Karakteristik detektor yang baik adalah sensitif, batas deteksi rendah, respon yang linier, mampu mendeteksi solut secara universal, tidak destruktif, mudah dioperasikan, memiliki dead volume yang kecil dan tidak sensitif terhadap perubahan temperatur serta kecepatan fase gerak (Hamilton and Sewell, 1977). Beberapa detektor yang paling sering digunakan dalam KCKT adalah detektor spektrofotometri UV-Vis, photodiode-array (PDA), fluoresensi, indeks bias dan detektor elektrokimia (Rohman, 2007).

2.3.4.6 Perekam (Recorder)

Alat pengumpul data seperti komputer, integrator dan rekorder dihubungkan ke detektor. Alat ini akan menangkap sinyal elektronik dari detektor dan memplotkannya ke dalam kromatogram sehingga dapat dievaluasi oleh analis (Brown and DeAntonis, 1997).

2.4 Validasi Metode

Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa prosedur analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Proses validasi metode untuk prosedur analitik dimulai dengan pengumpulan data validasi oleh pelaksana guna mendukung prosedur analitiknya (Bliesner, 2006).

Validasi merupakan persyaratan mendasar yang diperlukan untuk menjamin kualitas dan reabilitas hasil dari semua aplikasi analitik (Ermer, 2005).

Hasil validasi metode dapat digunakan untuk memutuskan kualitas, reabilitas dan konsistensi dari hasil analitik (Huber, 2007). Menurut USP (United States Pharmacopeia) XXX, ada 8 karakteristik utama yang digunakan dalam validasi metode, yakni akurasi/kecermatan, presisi/keseksamaan, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas, rentang dan kekuatan/ketahanan.

2.4.1 Akurasi/Kecermatan

Akurasi/kecermatan adalah kedekatan antara nilai hasil uji yang diperoleh lewat metode analitik dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dalam persen perolehan kembail (%recovery) Akurasi dapat ditentukan dengan dua metode, yakni placebo recovery dan standard addition method. Pada spiked-placebo recovery atau metode simulasi, analit murni ditambahkan (spiked) ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi, lalu campuran tersebut dianalisis dan jumlah analit hasil analisis dibandingkan dengan jumlah analit teoritis yang diharapkan. Jika plasebo tidak memungkinkan untuk disiapkan, maka sejumlah analit yang telah diketahui konsentrasinya dapat ditambahkan langsung ke dalam sediaan farmasi otentik. Metode ini dinamakan standard addition method atau metode penambahan baku. (USP XXX, 2007; Ermer, 2005; Harmita, 2004).

2.4.2 Presisi/Keseksamaan

Presisi/keseksamaan adalah ukuran keterulangan metode analitik, termasuk di antaranya kemampuan instrumen dalam memberikan hasil analitik yang reprodusibel. Berdasarkan rekomendasi ICH (the International Conference on the Harmonisation), karakteristik presisi dilakukan pada 3 tingkatan, yakni keterulangan (repeatability), presisi antara (intermediate precision) dan

reprodusibilitas (reproducibility). Keterulangan dilakukan dengan cara menganalisis sampel yang sama oleh analis yang sama menggunakan instrumen yang sama dalam periode waktu singkat. Presisi antara dikerjakan oleh analis yang berbeda. Sedangkan reprodusibilitas dikerjakan oleh analis yang berbeda dan di laboratorium yang berbeda (USP XXX, 2007; Épshtein, 2004).

2.4.3 Spesifisitas

Spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradatif dan komponen matriks. Secara umum, spesifisitas dapat ditunjukkan oleh pendekatan secara langsung maupun tidak langsung. Pendekatan langsung dapat ditunjukkan oleh minimalnya gangguan oleh senyawa lain terhadap hasil analisis misalnya mendapatkan hasil yang sama dengan atau tanpa senyawa pengganggu, resolusi kromatografik yang bagus dan kemurnian puncak (peak purity). Pendekatan tidak langsung adalah lewat pengamatan karakteristik akurasi dari metode tersebut. Bila akurasi metode telah dapat diterima (acceptable) dan valid, maka metode tersebut otomatis telah masuk kriteria sebagai metode yang spesifik (Ermer, 2005).

2.4.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Sedangkan batas kuantitasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (USP XXX, 2007).

Menurut ICH, batas deteksi dan batas kuantitasi dapat ditentukan dengan 2 metode yakni metode non-instrumental visual dan metode perhitungan. Metode non-instrumental visual digunakan dalam analisis kromatografi lapis tipis dan metode titrimetri. Sementara itu, metode perhitungan banyak digunakan dalam analisis kromatografi cair kinerja tinggi (Rohman, 2007).

2.4.5 Linieritas

Linieritas adalah kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran analit atau sampel yang di-spiked pada konsentrasi sekurang-kurangnya lima titik konsentrasi yang mencakup seluruh rentang konsentrasi kerja (Ermer, 2005).

Berdasarkan rekomendasi ICH, linieritas dalam prakteknya diperkirakan pertama kali secara visual dari penampilan kurva plot luas area/tinggi puncak dengan konsentrasi. Bila terlihat linier, maka hubungan plot tersebut dipelajari lagi dengan metode analisis regresi. Untuk prosedur analitik penentuan kadar senyawa induk, CDER (Center for Drug Evaluation and Research, US FDA) merekomendasikan bahwa kriteria linieritasnya pada tingkat koefisien korelasi tidak lebih kecil dari 0,999 (Épshtein, 2004).

2.4.6 Rentang

Rentang adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang cukup. Rentang harus mencakup sekurang-kurangnya rentang hasil analisis yang diperlukan atau diharapkan dalam penelitian atau konsentrasi target uji (Ermer, 2005). Rentang suatu prosedur dapat divalidasi lewat pembuktian bahwa prosedur analitik tersebut

mampu memberikan presisi, akurasi dan linieritas yang dapat diterima ketika digunakan untuk menganalisis sampel (USP XXX, 2007; USP Convention, 2006).

2.4.7 Kekuatan/Ketahanan

Kekuatan/ketahanan dievaluasi dengan melakukan perubahan parameter dalam melakukan metode analitik seperti persentase kandungan pelarut organik dalam fase gerak, jumlah zat tambahan (garam, pereaksi pasangan ion, dan lain-lain) dalam fase gerak, pH larutan dapar, temperatur kolom KCKT, waktu pengekstraksian analit, komposisi pengekstraksi, perbandingan konsentrasi fase gerak, laju alir fase gerak dan tipe kolom serta pabrik pembuat kolom (Épshtein, 2004).

Dokumen terkait