• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ternak Kelinci

Dalam meningkatkan gizi masyarakat, pemerintah antara lain berusaha memasyarakatkan ternak kelinci terutama didaerah rawan gizi dan padat penduduk. Tenak kelinci cukup potensial untuk dikembangkan karena cepat berkembang biak dan mampu memanfaatkan hijauan dengan sedikit konsentrat. Keberhasilan usaha ini perlu ditunjang dengan penelitian berbagai aspek pemeliharaannya dan disesuaikan dengan kondisi setempat. Di Indonesia ada beberapa jenis kelinci unggul seperti New Zealand White, Californian yang didatangkan dari belanda. Peternak di Indonesia belum banyak mengenal berbagai bangsa atau varietas kelinci sehingga perlu diadakan pengenalan terhadap bangsa-bangsa kelinci (Nugroho, 1982).

Bangsa kelinci mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut: Kingdom: Animalia, Filum: Chordata, Subfilum: Vertebrata, Kelas: Mamalia, Ordo: Lagomorpha, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Genus: Lepus

Orictolagus, Spesies: Lepes spp, Orictolagus spp (Susilorini, 2008).

Anak kelinci dapat dipasarkan setelah berumur dua bulan. Anak kelinci pada umur ini pada jenis yang sedang telah mencapai bobot hidup kurang lebih 600-800 gram. Penggemukan kelinci dapat dilakukan setelah lepas sapih atau pada umur 5-6 minggu, lama penggemukanya cukup berkisar 2-3 bulan (Sumoprastowo, 1985).

Temperatur ideal didalam kandang kelinci berkisar 15-16ºC. meskipun demikian, pada temperatur antara 10-30ºC ternak kelinci masih dapat hidup dan berkembang biak dengan baik. Pada temperatur yang sangat rendah di bawah

10ºC ternak kelinci berusaha untuk mengkonsumsi pakan yang lebih banyak sehingga berakibat “over consumption”. Anak–anak kelinci yang dilahirkan pada suhu dibawah optimal mengalami kelainan ginjal (diatas 30ºC) terutama kelinci jenis New Zealand White menunjukkan kesulitan bernapas (panting) fertilitas pejantan menurun. Temperatur diatas 30ºC mempunyai efek negatif terhadap fertilitas (kualitas semen jantan rendah) dan meningkatkan kematian embrio dini. Sedangkan pada temperatur dibawah 10ºC menyebabkan meningkatnya biaya pakan untuk setiap perekor kelinci yang dipelihara (Kartadisastra, 1997).

Menurut Sarwono (2001) Rex termasuk kelinci baru. Ras ini mulai dikenal di Amerika Serikat sejak tahun 1980-an sebagai binatang kontes. Belakangan beralih fungsi menjadi ternak dwiguna. Sifat kuantitatif kelinci Rex sebagai berikut: umur dewasa kelamin 4-6 bulan, bobot badan dewasa kelamin 2,5-3,5 kg, litter size sapih hidup minimal 4 ekor, frekuensi beranak minimal 4 kali pertahun. Warna bulu kelinci Rex sangat bervariasi, antara lain putih (White Rex), hitam (Black Rex), biru (Blue Rex), ungu merah muda (Lilac Rex), cokelat emas (Nutria Rex), merah kuning keemasan (Orange Rex),cokelat gelap kehitam-hitaman (Havana Rex), bertotol-totol seperti anjing (Dalmatian Rex), kombinasi hitam dan orange (Harlequin Rex), cokelat keemasan (Cinnamon Rex) dan seperti kucing siam (Siamase Sable Rex).

Pakan Ternak Kelinci

Pakan bagi ternak sangat besar perananya. Pemberian pakan yang seimbang diharapkan dapat memberi produksi yang tinggi. Pakan yang diberikan hendaknya memberi persyaratan kandungan gizi yang lengkap seperti protein,

karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna (Anggorodi, 1994).

Pemberian pakan yang baik dapat meningkatkan efesiensi produktivitas, karena makanan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam dunia usaha peternakan. Oleh karena itu kelinci harus diberi ransum yang memadai sesuai dengan kebutuhannya (Anggorodi, 1994).

Makanan kelinci yang baik adalah yang terdiri dari sayuran hijau, jerami, biji-bijian, umbi dan konsentrat. Makanan hijau yang diberikan antara lain semacam rumput lapangan, limbah sayuran seperti kangkung, wortel, daun papaya, daun alas, ampas teh dan lain-lain. Sayuran hijau yang akan diberikan pada kelinci ini kalau bisa telah dilayukan dan jangan dalam keaadan segar. Proses pelayuan selain juga untuk mempertinggi kadar serat kasar, juga untuk menghilangkan getah atau racun yang dapat menimbulkan kejang-kejang atau mencret (Kristanto, 1988).

Ternak kelinci yang memperoleh makanan yang kurang nilai gizinya akan memberi pengaruh langsung terhadap ternak. Pengaruh ini antara lain adalah pengaruh terhadap produksi dan reproduksi (Tilman et al., 1991).

Kebutuhan Nutrisi Ternak Kelinci

Pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya produktivitas ternak. Penerapan tata laksana pemberian pakan, yang berorientasi pada kebutuhan kelinci dan ketersediaan bahan pakan, merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan produktivitas ternak kelinci secara efisien (Muslih et al., 2005).

Kelinci hanya memerlukan ransum dengan kadar lemak rendah. Bahan pakan seperti: jagung, sorghum, bekatul dan dedak sangat cocok untuk kelinci. Protein sangat penting untuk pertumbuhan anak, pembentukan daging dan pertumbuhan bulu. Banyaknya ransum untuk induk bunting dan induk menyusui per ekor dewasa per hari adalah: hijauan sekitar 1-2 kg dan konsentrat 6,7% dari bobot hidupnya. Sedangkan untuk induk kering, induk muda dan anak kelinci yang telah disapih banyaknya: rumput/hijauan sekitar 1-2 kg dan konsentrat 3,8% dari berat hidup (Sumoprastowo, 1985).

Kandungan nutrisi yang terkandung didalam pakan kelinci yakni sebagai berikut: air (maksimal 12%), Protein (12-18%), Lemak (maksimal 4%), Serat Kasar (maksimal 14%), Kalsium (1,36%), Posfor (0,7-0,9%). Pakan kelinci bisa berupa pelet dan hijauan. Kelinci yang dipelihara secara ekstensif, porsi pakan hijauan bisa mencapai 60-80% (Masanto dan Agus, 2010).

Menurut aksi agraris kanisius (1980) standar kebutuhan pakan ternak kelinci pedaging adalah protein 15-19%, serat kasar: 11-14%, lemak: 2,5-4%, vitamin A: 10.000 IU/kg, kalsium 0,9-1,5%, energi sebesar 2005-2009 Kkal/kg. Menurut Prawirokusumo (1990) kebutuhan pakan kelinci minimum yaitu protein: 12%, serat kasar: 11% dan lemak 2%, kelinci umur 2-4 bulan mengkonsumsi pakan dengan kandungan serat kasar diatas 17% akan memperlambat pencapaian bobot badan. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih umur 2-4 bulan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih No Nutrisi Jumlah 1 Protein 12-19%a 2 Lemak 2-4%a 3 Serat Kasar 11-14%a 4 Energi 2005-2900Kkal/kgb 5 Calsium 0.9-1,5%b 6 Phospor 0,7-0,9%b 7 Air 12%c Sumber: a. AAK (1980), b. Prawirokusumo (1990) c. Masanto dan Agus (2010)

Potensi Kulit Pisang sebagai Pakan Ternak

Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut: Divisi: Spermatophyta, Sub divisi: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae,

Keluarga: Musaceae, Genus: Musa, Spesies: Musa sp. Tanaman pisang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia. Selain buahnya, bagian tanaman lainya pun dapat dimananfaatkan, mulai dari bonggol sampai daun. Termasuk kulit pisang juga dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak (Suyanti, 1990).

Varietas pisang yang terbesar di Indonesia begitu banyak jumlahnya. Demikian halnya dengan kulitnya. Kulit pisang yang baik berasal dari pisang yang beraroma tajam seperti halnya kulit pisang raja yang mempunyai kulit tebal, ada yang berwarna kuning berbintik coklat (pisang raja bulu), ada juga yang berkulit tipis berwarna kuning kecoklatan (pisang raja sore) yang sangat cocok sekali dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Widyastuti, 1993).

Kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak seperti kambing, babi, kelinci, kuda dan lain-lainya. Hal ini disebabkan karena nilai gizi kulit pisang cukup baik. Untuk diberikan kepada ternak, kulit pisang perlu diiris-iris kecil-kecil, kemudian dicampur dengan bahan pakan seperti bekatul, tepung ikan,

tepung jagung dan lain-lain. Pencampuran tersebut dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan gizi ternak (Munadjim, 1983).

Fermentasi

Secara sederhana fermentasi didefenisikan sebagai salah satu cara pengelolahan dengan melibatkan mikroba (kapang, bakteri atau ragi), baik yang ditambahkan dari luar ataupun secara spontan sudah terdapat didalam bahan bakunya (Tjitjah, 1997).

Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim–enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).

MOL (Mikroorganisme Lokal)

MOL (Mikroorganisme Lokal) merupakan salah satu cara pengembangbiakan mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Bahan pembuat MOL ini antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt.

Mikroorganisme dasar dalam MOL ini adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt. Mikroorganisme ini mempunyai sifat–sifat sebagai berikut :

a. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acid yang kemudian akan menjadi asam amino.

b. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air.

c. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

Rhizhopus sp

Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota

ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contoh spesiesnya adalah

Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi (Postlethwait dan Hopson, 2006).

Hasil penelitian dengan melakukan fermentasi bungkil kedelai memakai

Rhizopus sp, mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari

41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan (Handajani, 2007).

Saccharomyces sp

Saccharomyces sp merupakan genus khamir/ragi/en:yeast yang memiliki

kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 300C dan pH 4,8. Beberapa kelebihan

saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat

berkembang biak, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa spesies Saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13,01%. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon. Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk fermentasi antara 28-300C. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya yaitu Saccharomyces

cerevisiae, Saccharomyces boullardii, dan Saccharomyces uvarum

(http://id.wikipedia.org/Saccharomyces, Mei 2013).

Lactobacillus sp

Lactobacilus sp adalah genus bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif

bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam tubuh manusia, bakteri ini dapat ditemukan didalam vagina dan sistem pencernaan, dimana mereka bersimbiosis dan merupakan sebagian kecil dari flora usus. Banyak spesies dari

Lactobacillus memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat

baik. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah memiliki genom sendiri. Beberapa spesies Lactobacillus sering digunakan untuk industri pembuatan yoghurt, keju, acar, bir, anggur (minuman), cuka kimchi, cokelat dan makanan hasil fermentasi lainnya, termasuk juga pakan hewan, seperti silase. Ada pula roti adonan asam, dibuat dengan “kultur awal” yang merupakan kultur simbiotik antara ragi dengan bakteri asam laktat yang berkembang di media pertumbuhan air dan tepung. Laktobasili, terutama L. Casei dan L. Brevis, adalah dua dari sekian banyak organisme yang membusukkan bir. Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan membentuk asam laktat (http://id.wikipedia.org/lactobacillus sp, Mei 2013).

Pembuatan MOL menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke galon, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila kantong plastik menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan MOL (Ginting, 2009).

Trichoderma

Klasifikasi Trichoderma sp. menurut Semangun (2000) adalah sebagai berikut: Kingdom: Fungi, Phylum: Ascomycota, Class: Ascomycetes, Subclass: Hypocreomycetidae, Ordo: Hypocreales, Family: Hypcreaceae, Genus: Trichoderma, Species : T. Harzianum, T. Pseudokoningii dan T. Viridae.

Trichoderma merupakan salah satu jamur yang bersifat selulolitik yang

potensial menghasilkan selulase dalam jumlah yang relatif banyak untuk mendegradasi selulosa. Trichoderma menghasilkan enzim kompleks selulase yang dapat merombak selulosa menjadi selobiosa hingga menjadi glukosa.

Trichoderma spp. memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai enzim

ekstraseluler, khususnya selulase yang dapat mendegradasi polisakarida kompleks (Harman, 2002).

Beberapa ciri morfologi fungi Trichoderma harzianum yang menonjol antara lain koloninya berwarna hijau muda sampai hijau tua yang memproduksi konidia aseksual berbentuk globus dengan konidia tersusun seperti buah anggur dan pertumbuhannya cepat (fast grower) (Harman, 2002).

Teknologi Pengolahan Pakan berbentuk Pelet

Pada dasarnya, pelet dibuat untuk memenuhi kebutuhan gizi kelinci sacara instan, artinya hanya dengan satu jenis pakan (pelet) semua kebutuhan kelinci terpenuhi, sehingga kita tidak perlu lagi menyediakan bermacam-macam jenis pakan. Aturan dasar dalam membuat pelet adalah kandungan gizi. Jadi boleh terbuat dari apa pun selama gizi kelinci terpenuhi dan bahan yang digunakan aman.

Untuk membuat pakan bentuk crumble atau pelet dari pakan bentuk tepung harus dilakukan proses lebih lanjut. Selain itu juga perlu dilakukan pengujian kepadatan atau kerekatanya jika mau dibuat pakan bentuk pelet. Caranya, ambil pakan yang berbentuk secukupnya lalu dijemur. Setelah kering, kalau pelet yang dihasilkan keras dan tidak mudah pecah berarti baik. Namun jika pelet kurang keras dan mudah pecah maka dapat diberikan tambahan perakat sintesis (white pellard) atau tepung tapioca. Penambahan bahan tersebut bertujuan untuk membantu tingkat kekerasan pelet seperti yang diinginkan (Prawirokusumo, 1990).

Pelet kelinci sampai saat ini masih menjadi masalah bagi peternak kelinci. pasalnya, sampai sekarang belum ada pabrik khusus yang menyediakan pelet kelinci. Kalau ada, hanya pabrikan skala kecil di daerah tertentu yang dikenal sebagai sentra produksi kelinci seperti di Lembang, Bogor, Klaten dan Malang. Padahal pelet ini sangat penting bagi para peternak, khususnya ketika musim kemarau tiba, dimana rumput berkualitas sulit didapatkan. pelet khusus untuk kelinci sangat penting, karena dengan begitu seorang peternak bisa menimbun untuk jangka waktu lama ini membuat arus khas keuangan untuk biaya ternak juga bisa diatur lebih mudah. Saat kelinci terjual, secara otomatis sebagian dari uangnya dibelikan untuk pakan kelinci hingga sebulan penuh (Prawirokusumo, 1990).

Pakan Penyusun Pelet Kulit Pisang Raja

Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya yaitu kira-kira sepertiga dari buah pisang yang belum di kupas.

Umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara optimal tetapi kebanyakan dibuang sebagai sampah, padahal kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak karena kandungan gizinya yang cukup tinggi. Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan baku anggur, alkohol dan kompos (Munadjim, 1983).

Kulit pisang termasuk pakan non konvensial dalam usaha (bisnis) bahan pakan, bahkan produk buangan ini kelihatan sangat bernilai untuk makanan ternak di Filipina, produk ini merupakan bahan buangan yang melimpah yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dimanfaatkan dengan tepat. Ahli nutrisi di university of Southerm Mindanao Filipina, memperkirakan bahwa jika dimanfaatkan dalam sesuai standard umumnya pemberian pakan, kulit pisang bisa di manfaatkan dalam level tertentu, sebagai pengganti bahan pakan komersial (Sabutan, 1996).

Tabel 2. Kandungan nutrisi kulit pisang raja (% BK)

Kandungan Nutrisi Jumlah

Bahan kering (%) 91,42

Protein Kasar (%) 6,48

Lemak Kasar (%) 9,7

Serat Kasar (%) 15,67

Energi Metabolisme (Kkal/kg) 3159

Sumber: Laboratorium Nutrisi pakan Ternak IPB Bogor (2000) Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan proses rekstaksi inti sawit. Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik (Devendra, 1997).

Bungkil inti sawit mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik daripada solid sawit. Produksi rata-rata sekitar 40 ton/hari/pabrik. Bahan pakan ini sangat cocok terutama untuk pakan konsentrat ternak, namun penggunaanya sebagai pakan tunggal dapat meyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, oleh

karenanya perlu diberikan secara bersama-sama dengan bahan pakan lainnya (Mathius, 2003).

Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil lainya. Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein, kandungan asam amino esensialnya cukup lengkap (Lubis, 1993). Kandungan nutrisi bungkil inti sawit tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi nutrisi bungkil inti sawit

Nutrisi Kandungan

Energi Metabolis (Kkal/kg) 2810

Protein Kasar (%) 15,40

Lemak Kasar (%) 6,49

Serat Kasar (%) 9,00

Abu (%) 5,18

Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian USU (2000). Disitasi oleh Muzakki (2011).

Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa adalah hasil ikutan yang didapati dari ekstraksi daging buah kelapa segar atau kering. Kopra merupakan buah kelapa yang dikeringkan dan digunakan sebagai sumber minyak. Pengeringan kelapa tersebut biasanya dilakukan dibawah sinar matahari atau dengan menggunakan pengeringan buatan (Woodrof, 1979).

Bungkil kelapa merupakan salah satu sumber protein yang penting di Indonesia. Bungkil kelapa dapat memperbaiki defisiensi methionin dan lisin sehinnga bungkil kelapa merupakan bahan makanan yang potensial bagi unggas (Anggorodi, 1994). Komposisi nutrisi bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi nutrisi bungkil kelapa (%)

Nutrisi Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg) 1540a

protein kasar (%) 18,56a Lemak kasar (%) 1,80a Serat kasar (%) 15,00b Abu (%) 11,70c Sumber : a. Siregar (2009). b. Hartadi (1997).

c. Disitasi oleh Muzakki (2011). Bungkil Kedelai

Bungkil kedalai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil kedelai merupakan sumber protein yang sangat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan dan penggilingan (Boniran, 1999). Kandungan nutrisi kandungan kedelai tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan nutrisi bungkil kedelai

Nutrisi Kandungan Protein Kasar (%) 43,8a Serat Kasar (%) 4,4b Lemak Kasar (%) 1,5a Kalsium (%) 0,32a Posfor (%) 0,65a Sumber: a. NCR (1998) b. Hartadi et al (1997) Dedak Padi

Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan bagian penutup beras. Hasil yang mempengaruhi tinggi rendahnya serat kasar dedak. Bila dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dapat dipastikan serat kasarnya tinggi (Rasyaf, 1989).

Penggunaan dedak padi telah lazim digunakan sebagai salah satu bahan campuran pakan, baik untuk ternak ruminansia maupun non ruminansia termasuk unggas. Dedak cukup mengandung energi dan protein dan kaya akan vitamin (Rasyaf, 1990). Kandungan nutrisi dedak padi tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan nutrisi dedak padi

Uraian Jumlah kandungan

Protein Kasar (%) 13,3a

Lemak Kasar (%) 7,2a

Serat Kasar(%) 13,5b

Kalsium (%) 0,07a

Posfor (%) 1,61a

Energi Metabolisme (kkal/kg) 2850a

Sumber: a. NRC (1998) b. Hartadi et al (1997) Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan sumber protein utama, karena bahan ransum tersebut mengandung semua asam-asam amino yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dan teristimewa merupakan sumber lisin dan methionin yang baik. Tepung ikan mudah busuk sehingga terjadi penurunan kadar protein kasar (Anggorodi, 1994).

Selain sebagai sumber protein, tepung ikan juga dapat digunakan sebagai sumber kalsium. Kandungan protein atau asam amino tepung ikan dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan serta proses pembuatanya. Pemanasan yang berlebihan akan menghasilkan tepung ikan yang berwarna cokelat dan kadar protein atau asam aminonya cenderung menurun atau menjadi rusak (Boniran, 1999). Komposisi nutrisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi nutrisi tepung ikan (%)

Nutrisi Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg) 2565a

Protein kasar (%) 55a Lemak kasar (%) 8a Serat kasar (%) 1b Abu (%) 11,7a Sumber : a. Siregar (2009) b. Hartadi (1997) Mineral

Mineral merupakan nutrisi yang esensial selalu digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memesok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Ada 31 jenis mineral yang terdapat pada tubuh ternak ruminansia yang dapat diukur tetapi hanya 15 jenis mineral yang tergolong esensial untuk ternak ruminansia. Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan 15 jenis mineral esensial yaitu 7 jenis mineral esensial makro yaitu Ca, K, P, Mg, Na, Cl, dan S. Jenis mikroba ada 4 yaitu Cu, Fe, Mn, dan Zn dan 4 jenis mineral esensial langka yaitu I, Mo, Co, dan Se ( Siregar, 2008).

Garam

Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas (Pardede dan Asmira, 1997).

Garam berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defesiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada hewan lainnya, karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah

bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang, dan produksi menurun sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1994).

Garam dapur ditambahkan sebanyak 5% untuk menurunkan tingkat konsumsi konsentrat berenergi tinggi sampai menjadi 1,25-1,75 Kg/ekor/hari. Semula pengaruhnya terlihat meningkatkan konsumsi kemudian menurunkan sampai jumlah yang dikehendaki (Parakkasi, 1995).

Molases

Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi molases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tiggi dan dapat digunakan untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung.

Molases dapat dipergunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48-60% sebagai gula), kadar mineral cukup dan rasanya disukai ternak. Molases juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti Cobalt, Boron, Yodium, Tembaga, Magnesium dan seng sedangkan kelemahannya adalah kadar kalium yang tinggi dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti, et al., 1985). Komposisi nutrisi molases dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kandungan nutisi pada molases (%)

Kandungan Zat Nilai gizi

Bahan Kering 67,5 a Protein Kasar 3,4 a Serat Kasar 0,38 a Lemak Kasar 0,08 a Kalsium 1,5 a Fosfor 0,02 a

Total digestible nutriens (TDN) 56,7 b

Sumber: a. Laboratorim Ilmu Makanan Ternak, Pogram Studi Peternakan,Fakultas pertanian, USU

Dokumen terkait