• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilam dan Lingkungan Tumbuhnya

Nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan penghasil minyak atsiri yang potensial dikembangkan di Indonesia. Indonesia merupakan pemasok utama minyak nilam di pasar dunia. Sitohang (2008) mengatakan bahwa dalam perdagangan minyak atsiri dunia, mutu minyak nilam Indonesia dikenal paling baik. Satriana (2008) mengemukakan bahwa Indonesia memasok 70% – 90% kebutuhan minyak nilam dunia setiap tahunnya. Satriana mengemukakan pula bahwa ekspor minyak nilam Indonesia cenderung terus meningkat, dengan laju peningkatan sebesar 6% per tahun atau sekitar 700 ton sampai 2000 ton minyak nilam per tahun.

Puteh (2004) dan Krismawati (2005) mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada produk apapun baik alami maupun sintetik yang dapat menggantikan minyak nilam dalam posisinya sebagai senyawa fixatif (pengikat bau) dalam industri parfum dan kosmetika. Kondisi inilah yang menyebabkan permintaan dunia terhadap minyak nilam terus meningkat. Data peningkatan jumlah ekspor minyak nilam Indonesia pada tahun 1999 sampai 2004 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Volume ekspor/impor minyak nilam Indonesia tahun 1999-2004 No. Tahun Nilai ex/im (USD) Neraca export/import

Export Import 1 2004 42.185.294,00 0,00 42.185.294,00 2 2003 33.569.962,00 0,00 33.569.962,00 3 2002 34.636.863,00 0,00 34.636.863,00 4 2001 39.319.641,00 0,00 39.319.641,00 5 2000 27.515.663,00 987,00 27.514.676,00 6 1999 35.280.894,00 799,00 35.280.095,00 Sumber : Dewan Atsiri Indonesia (Webmaster 2009) .

Data yang tercatat, menurut Krismawati (2005) bahwa pada tahun 2002 luas areal penanaman nilam 9,600 ha. Direktorat Jenderal Perkebunan (2005) mengemukakan bahwa luasnya meningkat pada tahun 2004 menjadi 16,639 ha,

dan Nuryani (2006) mengatakan bahwa pada tahun 2006 meningkat menjadi 21,602 ha. Peningkatan luas areal penanaman nilam ini memungkinkan Indonesia untuk semakin meningkatkan jumlah eksport minyak nilam pada tahun-tahun berikutnya.

Faktanya di lapangan, meskipun terjadi peningkatan luas areal penanaman, produktivitas daun kering nilam Indonesia hanya dua sampai tiga ton per hektar per tahun (Satriana 2008). Satriana (2008) juga mengemukakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan rendahnya produksi dan mutu minyak nilam Indonesia antara lain masalah teknologi, budidaya yang tidak intensif, bibit yang kurang baik, serta cara penanganan bahan baku dan penyulingan yang kurang baik.

Harga jual minyak nilam dipasar dunia mencapai US $1.000 per kg pada tahun 2008 (Hambociek 2008). Bahkan menurut Zuhri (2010) mengemukakan bahwa harga minyak nilam tertinggi pada tahun 2008 mencapai Rp.1,2 juta per kg. Pada tahun 2010 mengalami penurunan harga sampai Rp.350.000,00. per kg. Hal ini terjadi karena pada tahun 2010 sudah semakin banyak petani yang menanam nilam. Meskipun terjadi penurunan harga, Suwandi, Manajer Pemasaran PT Djasula Wangi dalam Zuhri (2010) menilai bahwa harga minyak atsiri termasuk minyak nilam dan turunannya masih cenderung naik pada 5 tahun terakhir dibandingan tahun-tahun sebelumnya. Penurunan harga minyak nilam ini dapat diminimalisir dengan ditunjang oleh manajemen agribisnis yang baik.

Tanaman nilam merupakan tanaman semak penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri yang disuling dari tanaman nilam ini dinamakan minyak nilam. Komponen utama minyak nilam berupa patchoully alcohol (45-50%),patchoully camphor, eugenol, aldehida,dan ester-ester yang memberi bau khas pada minyak nilam (Burkill 1935 dalam Dzalimi, Anggraeni, dan Hobir 1998). Nagasampagi (2001) menambahkan bahwa selain yang disebutkan oleh Burkill, terdapat beberapa komponen lain dalam minyak nilam seperti A-Bulnesene, A-Guaiene, Seychelene, A-Patchoulene, B-Patchoulene, Pogostol, Δ -candinene, Nor-patchoulenol, Caryophylene oxide, dan Nortetra-patchoulenol. Alwy (2007) menambahkan bahwa selain yang disebutkan Burkill dan Nagasampagi, minyak nilam juga mengandungcinnamic aldehyde cadinenedanbenzaldehyde.

6

Tanaman nilam memiliki banyak manfaat diantaranya di India, daun nilam yang telah dikeringkan digunakan sebagai pewangi selendang, diletakkan diantara pakaian, di dalam bantal, atau kasur agar berbau harum (Soepadio dan Tan 1978). Kalshoven (1981) melaporkan bahwa minyak nilam dapat menghambat aktivitas peneluran Callobrucheus sp. serangga yang menginvestasi tanaman polong di lapangan dan biji kering di tempat penyimpanan. Daun nilam juga biasa digunakan sebagai bahan pewangi karpet, tinta, pakaian dan rambut. Seiring dengan berkembangnya industri parfum, selain digunakan sebagai bahan baku pembuatan parfum (minyak wangi), minyak nilam juga digunakan sebagai bahan pengikat bau (fiksatif) bahan pewangi lain, sehingga bau harum parfum tersebut dapat bertahan lama (Tasma dan Hidayat 1988).

Minyak nilam mampu menekan populasi hama ketumbar Stegobium paniceumsebesar 25% - 42% selama 9 hari penyimpanan. Tepung daun nilam dan campuran minyak nilam, serbuk gergaji, dan dekstrin dalam bentuk pelet dapat mengusir kumbang jagung Sitophilus zeamays (Mardiningsih 1994). Patchoully alcohol, pogostol, dan pogoston menunjukkan aktivitas anti mikroba terhadap bakteri dan fungi periodontopatik (Van 2001).

Minyak nilam dapat digunakan sebagai bahan antiseptik, antijamur, antijerawat, obat eksem dan kulit pecah-pecah serta ketombe, juga dapat mengurangi peradangan. Minyak nilam membantu mengurangi kegelisahan dan depresi, atau membantu penderita insomnia (gangguan susah tidur), sering dipakai untuk bahan aroma terapi, serta bersifat afrodisiak (Alwy 2007), nilam juga digunakan sebagai pengusir lipas, nyamuk, lalat dan tikus (Webmaster 2008a).

Tanaman nilam yang tergolong ke dalam sub-kelas Labiatae, Ordo Solanales, dan Genus Pogostemon ini merupakan tanaman dengan bunga berwarna ungu kemerah-merahan, bergerombol, dan tumbuh di ujung tangkai. Permukaan daun kasar dengan tepi bergerigi dan ujung yang tumpul, bentuk daun lonjong, berwarna hijau dan berbulu di permukaan atas serta duduk berhadapan. Batangnya berkayu dan bercabang banyak yang bertingkat-tingkat, (Mansur dan Tasma 1987). Morfologi bunga, daun, dan batang tanaman nilam disajikan pada Lampiran 1. Tanaman ini termasuk tanaman semak tahunan, berakar serabut (Hayati 1992), terna aromatis, tegak, yang dapat mencapai tinggi 0,3-0,75 meter.

Akan tetapi di Indonesia jenis ini tidak pernah berbunga (Dzalimi et al. 1998), sehingga tidak dapat diperoleh varietas baru melalui persilangan (Lestari 2008).

Di Indonesia, terdapat tiga jenis nilam yang dibudidayakan oleh petani, yaitu nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth. Syn.P. patchouly Pellet. varsauvis Hook.), nilam Jawa (P. heyneanusBenth.), dan nilam kembang atau nilam sabun (P. hortensis Backer.) (Soepadio dan Tan 1978). Nilam Aceh (P. cablinBenth.) adalah jenis yang paling banyak dibudidayakan dibandingkan dua jenis lainnya karena hasil minyaknya yang tinggi (Hayati 1992) yaitu 2,5% - 5% (Krismawati 2005; Alwy 2007). Nilam Jawa memiliki kadar minyak 0,5% - 1,5% (Alwy 2007) dan berkualitas rendah, namun tetap diusahakan karena jenis nilam ini resisten terhadap nematoda (Santoso 2007).

Tanaman nilam Aceh berasal dari Filipina yang bahasa lokalnya menurut Reglos dalam Kadir (2007) disebut “Kabling”, masuk ke Indonesia melalui Singapura pada tahun 1895 (Burkill 1935 dalam Dzalimi et al. 1998), dan dinamakan Dilem Singapur untuk membedakannya dengan nilam Jawa (P. heyneanusdan P. hortensis) yang telah dikenal lebih dulu. Nilam Aceh ini telah dibudidayakan sejak tahun 1906 di daerah Tapak Tuan dan sejak 1909 telah menyebar ke pantai Timur Sumatera (Heyne 1927 dalam Dzalimi et al. 1998). Sampai sekarang jenis ini merupakan jenis yang paling banyak dibudidayakan dan dikenal dengan nama nilam Aceh.

Tanaman nilam ditemukan tumbuh secara liar di Filipina terutama di daerah dengan ketinggian 1000-2000 meter di atas permukaan laut (mdpl) (Lionnet 1962dalamHayati 1992), sedangkan di Indonesia, terutama di Sumatera Utara nilam dibudidayakan pada dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian 1500 mdpl. Tanaman nilam dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 600 mdpl meskipun pertumbuhannya agak lambat. Nilam tumbuh dan berproduksi dengan baik pada ketinggian optimum 400 mdpl.

Nilam Aceh banyak dibudidayakan di beberapa daerah seperti Sumatera Utara (Tapanuli Utara, Simalungun), Aceh (Tapak Tuan, Gayo), Sumatera Barat (Pasaman Barat), Jawa Tengah (Rempoah, Batu Raden), Yogyakarta (Sleman) dan Jawa Barat (Majalengka (Krismawati 2005), Sukabumi, Kuningan) (Novia 2006).

8

Agar dapat tumbuh dengan optimal tanaman nilam membutuhkan curah hujan 3000 mm tiap tahun dengan penyebaran yang merata sepanjang tahun. Bulan kering/curah hujan < 60 meter/bulan tidak lebih dari tiga bulan tiap tahun (Nuryani 2007). Werkhoven (1968) dalam Hayati (1992) mengemukakan bahwa membudidayakan nilam masih mungkin dilakukan pada daerah yang bercurah hujan rendah seperti yang terjadi di Seychelles (1750-2500 mm setiap tahunnya), tetapi pada kondisi ini diperlukan naungan dan mulsa.

Suhu udara antara 24–280C dengan kelembaban relatif yang tinggi (di atas 75%) (Rosman, Emmyzar, dan Pasril 1998). Nilam dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, akan tetapi pertumbuhan optimalnya pada tanah yang kaya humus, subur dan berdrainase baik (Werkhoven 1968 dalam Hayati 1992). Walaupun tanaman ini membutuhkan banyak air, namun tidak tahan genangan air (Hayati 1992), karena pada kondisi ini (permukaan air tanah dangkal dan tergenang) tanaman mudah terserang penyakit busuk akar yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora sp. (Mansur dan Tasma 1987). Kriteria kesesuaian lahan dan iklim untuk lingkungan tumbuh tanaman nilam disajikan pada Lampiran 2.

Penyinaran matahari langsung menyebabkan pertumbuhan tanaman nilam kurang subur dengan daun-daun yang lebih sempit dan lebih tebal serta warna daun hijau agak kekuningan dan sedikit merah namun kadar minyaknya lebih tinggi. Apabila tanaman ternaungi maka pertumbuhannya terlihat lebih subur dengan daun-daun yang lebat, lebih tipis dengan warna daun hijau muda. Tanaman ini umumnya menunjukkan kadar minyak yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tanaman yang tidak ternaungi. Tanaman nilam akan berproduksi dengan baik pada intensitas radiasi surya 75% – 100% (Rosmanet al. 1998).

Tanaman nilam termasuk jenis tanaman yang responable terhadap ZPT. Tasma dan Hidayat (1988) mengemukakan bahwa pemberian auksin dan sitokinin memberikan hasil yang baik terhadap seluruh komponen pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi, jumlah daun, berat basah, dan berat kering daun, serta terhadap cabang dan akar tanaman.

Methylobacteriumspp.

Methylobacterium spp. anggota kingdom Bacteria, phylum Proteobacteria, kelas Alpha Proteobacteria, ordo Rhizobiales, family Methylobacteriaceae, genus Methylobacterium ini memiliki sekitar 24 species yang telah diketahui, diantaranya M. Adhaesivum, M. Aminovorans, M. Aquaticum, M. Chloromethanicum, M. Dichloromethanicum, M. Extorquens, M. Fujisawaense, M. Hispanicum, M. Isbiliense, M. Jeotgali, M. Lusitanum, M. Mesophilicum, M. Nodulans, M. Organophilum, M. Oryzae, M. Podarium, M. Populi, M. Radiotolerans, M. Rhodesianum, M. Rhodinum, M. Suomiense, M. Thiocyanatum, M. Variabile, M. Zatmanii(Webmaster 2008b).

Methylobacterium spp. merupakan bakteri obligat aerobik (Eller dan Frenzel 2001), bersifat non-motil, berbentuk batang (Eller dan Frenzel 2001, Lidstrom dan Chistoserdova 2002), tepi koloni licin, elevasi cembung, dan memiliki konsistensi lengket (Riupassa 2003), yaitu lendir yang diekresikan bakteri kepada lingkungannya yang berperan sebagai matriks dan menyangga lingkungan sekitarnya akibat cekaman kekeringan.

Bakteri yang membentuk agregat seperti ini lebih bertahan hidup pada cekaman kekeringan dibandingkan bakteri yang hidup soliter (Lindow dan Brandl 2003), gram-negatif, bersifat non-sporulating, resistan pada kekeringan,freezing, cholirine, radiasi ion dan ultraviolet (UV), dan suhu ekstrim (Trotsenko 2001 in Aken, Peres, Doty, Yoon, dan Schnoor 2004a). Methylobacterium spp. membentuk lapisan/mat yang menyatu dengan kuat pada permukaan minyak dan atau air (White 2006). Masih menurut White (2006) bahwa lapisan/mat/film ini kaya akan nitrogen.

Methylobacterium spp. hidup baik pada suhu kamar 280C (Holland dan Polacco 1992). Green (1992) in Aken, Yoon, dan Schnoor (2004b) memiliki pendapat sendiri yaitu bahwa bakteri ini biasanya tumbuh baik pada suhu sekitar 300C dalam media kultur cawan di laboratorium. Methylobacterium spp. dapat tumbuh pada suhu 50C - 300C, namun pada umumnya strainMethylobacterium spp. tumbuh baik pada suhu kisaran 300C.

Methylobacterium spp. tumbuh dengan memanfaatkan substrat senyawa karbon tunggal (C1) seperti methanol (CH3OH), termasuk methanol yang

10

dihasilkan stomata tanaman akibat dari adanya aktivitas enzim methanol dehydrogenase (Salma, Suwanto, Tjahjoleksono, dan Meryandini 2005) dan methilamina(CH3NH2) serta senyawa karbon majemuk C2, C3, dan C4(Lidstrom dan Chistoserdova 2002). Selain itu, bakteri ini dapat tumbuh pada senyawa methanethiol dan dimethylsulphide (Anesti, Vohra, Goonetillaka, McDonald, Straubler, Stackebrandt, Kelly, dan Wood 2004).Methylobacteriumspp. tumbuh lambat, kira-kira 3 hari baru mulai terlihat penggandaannya dan butuh sekitar 7 hari untuk mencapai ukuran maksimumnya 0,8 - 1,0 x 1,0 - 10,0 µm (Anestiet al. 2004).

Lidstrom dan Chistoserdova (2002) mengemukakan bahwa karena Methylobacterium spp. ini memiliki pigmen pink, yaitu karotenoid (Riupassa 2003) maka bakteri ini diberi nama PPFMs (Pink-Pigmented Facultative Methylotrophs). Adanya pigmen merupakan salah satu cara bakteri untuk beradaptasi pada lingkungan yang terpapar sinar UV (Sundin dan Jacobs 1999).

Methylobacterium spp. banyak ditemukan pada tanah, permukaan daun berbagai jenis tanaman, seluruh bagian tanaman (Lidstrom dan Chistoserdova 2002; Salma et al. 2005), lumut dan paku-pakuan (Salma et al. 2005) dan air (Gallego, Teresa, dan Ventosa 2005), serta ditemukan pada debu dan endapan sediman di danau (Sy, Timmers, Knief, dan Vorholt 2005) bahkan White (2006) melaporkan bahwa Methylobacterium khususnya M. thiocyanatum telah berhasil di isolasi dari lidah, gusi dan plak gigi manusia.

Ismail (2002) melaporkan bahwa keberadaanMethylobacterium spp. pada filosfer sejumlah tanaman tropis di Indonesia cukup tinggi yaitu berkisar 105 cfu/gram daun. Riupassa (2003) melaporkan bahwa jumlah bakteri ini pada daun poh-pohan adalah 6,52 x 104cfu/gram daun, 4,44 x 104cfu/gram daun pada daun kemangi, dan 8,75 x 102cfu/gram daun pada kecambah taoge.

Methylobacterium spp. menghasilkan hormon pertumbuhanan (Corpe dan Basile 1982; Holland dan Polacco 1992), lebih lanjut Lidstrom dan Chistoserdova (2002) melaporkan bahwa hormon pertumbuhanan yang dihasilkan adalah jenis sitokinin trans-zeatin dan auksinIndole Acetic acid(IAA), maka dari itu bakteri ini mampu menstimulasi perkecambahan benih, dan perkembangan tanaman. Selain itu White (2006) juga mengungkapkan bahwaMethylobacteriumspp. dapat

memacu perkecambahan benih. Lee, Madhaiyan, Kim, Choi, Chung, dan Sa (2006) melaporkan bahwa Methylobacterium spp. mampu meningkatkan perkecambahan benih, indeks vigor benih, dan meningkatkan biomassa. Benih padi yang diberi perlakuan Methylobacterium spp. menunjukkan kadar hormon tanaman viz trans-zeatin riboside, isopentenyladenosine, dan IAA yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang tanpa perlakuan bakteri ini (Lee et al. 2006). Hormon tanaman ini diketahui berguna sebagai (immune) bagi tanaman. Dua strain Methylobacterium (Q4 dan Q5) signifikan (P≤0,05) dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan dua kultivar padi Japonica cv. CR76 dan Indica cv. A301 yang dikulturkan secarain vitropada media MS tanpa penambahan hormon pertumbuhan (Lee et al. 2006). Hal ini dikarenakan auksin dan sitokinin yang ditambahkan oleh dua strain Methylobacterium Q4 dan Q5. Benih kacang tanah yang diimbibisi dengan Methylobacterium spp. dapat meningkatkan daya berkecambah sampai 19,5% dibandingkan dengan kontrol.

Methylobacterium spp. memproduksi pyrroloquinoline quinon (PQQ) dengan karakteristik sebagai antioksidan (He, Nukada, Urakami, dan Murphy 2003). PQQ adalah suatu gugus prostetik (koenzim) darimethanol dehidrogenase. Pada bakteri methylotroph, perombakan methanol dan methylamina menjadi formaldehida (CH2O) memerlukan enzim methanol dehidrogenase dan methylamina dehidrogenase(Riupassa 2003). Heet al.(2003) melaporkan bahwa PQQ dapat menurunkan kematian sel karena perannya sebagai antioksidan.

Methylobacteriumspp. juga dapat menghasilkan enzim urease, enzim yang berperan dalam metabolisme nitrogen (Riupassa 2003), memacu pertumbuhan dan morfologi akar, menginduksi tanaman resistan secara sistemik, menggunakan 1-aminoCyclopropane 1-carboxylate (ACC) sebagai sumber nitrogen dan memproduksi ACC deaminase (Munusamy 2007; White 2006). Lemus, Lucas, Girard, dan Mellado (2009) melaporkan bahwa ACC deaminse yang dihasilkan oleh Burkholderia sp. dapat mempengaruhi level etilen serta memiliki peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat.

Selain itu, Methylobacterium spp. dapat pula menghasilkan PHB (poly β -hydroxybutyrate) (Barnard dan Sanders 1988),methylenetetrahydromethanopterin dehydrogenase (Hagemeier, Bartoschek, Griesinger, Thauer, dan Vorholt 2001),

12

formyltransferase/hydrolase complex (Fhc) (Pomper, Saurel, Milon, dan Vorholt 2002), methanol dehydrogenase (Williams, Coates, Mohammed, Gill, Erskine, Coker, Wood, Anthony, dan Cooper 2004), serta enzim dehalogenase sehingga dapat mendegradasi herbisida Dalapon (2,2-dichloropropionate) dengan cara menghilangkan halogen (Jing, Taha, Pakingking, Wahab, dan Huyop 2008).

Methylobacterium spp. ini juga berperan dalam pembentukkan rasa dan aroma pada buah stroberi yaitu sebagai dampak dari simbiosis antaraphenomenon yang dihasilkan oleh Methylobacterium extorquens dengan sel tanaman stroberi, dan sebagai endosimbion dengan sel-sel tunas pada Pinus-sylvestris (Pirttila, Laukkanen, Pospiech, Myllyla, dan Hohtola 2000). Ia juga bersimbiosis dengan legume dalam memfiksasi nitrogen pada nodul,Methylobacteriumspp. dapat pula berasosiasi dengan Rhizobia dan Agrobacterium (Lidstrom dan Chistoserdova 2002).

Tanaman-tanaman yang dilaporkan dapat berasosiasi dengan Methylobacterium spp. diantaranya Catharanthus roseus (Madagaskar periwinkle) dan Nicotiana clevelandii (Clevelands tobacco), dan para peneliti menggunakan kedua tanaman ini sebagai tanaman model untuk mempelajari interaksi yang terjalin antara Methylobacterium spp. dan Xylella fastidiosa (Andreote, Lacava, Gai, Araujo, Maccheroni, Van Overbeek, van Elsas, dan Azevedo 2006). Xylella fastidiosa menyebabkan penyakitpearce pada strowbery dengan gejala penurunan produksi dan berakhir dengan kematian tanaman. Methylobacterium spp. bersimbiosis dengan tanaman yaitu dengan memproduksi vitamin B12 yang dapat memacu perkembangan tanaman, disamping dengan memproduksi hormon tanaman sitokinin dan IAA, sebagaimana banyak dilaporkan sebelumnya (Syet al.2005).

Methylobacterium spp. dapat mendegradasi zat-zat racun seperti TNT (2,4,6-trinitrotoluene), RDX (hexahydro-1,3,5-trinitro-1,3,5-triazene), dan 0Ctahydro-1,3,5,7-tetranitro-1,3,5, HMX (tetraz0Cine) (Aken et al. 2004b). Methylobacterium spp. merupakan mikroba CH4-oksida yang dapat mengurangi emisi CH4 global (White 2006). Vannelli, Studer, Kertesz, dan Leisinger (1998) melaporkan bahwa Methylobacteriumspp. dapat pula mensintesischloromethane dengan mendegradasi (dehalogenasi) dichloromethane (DCM). Senyawa DCM

(CH2Cl2) merupakan limbah industri yang dibuang ke lingkungan dan bersifat toksik terhadap mamalia (Riupassa 2003).

Proses degradasi ini, DCM terlebih dulu diubah menjadi asam diklorik dan formaldehida, yaitu produk intermediet methylotroph (Kayser, Curum dan Vuilleumier 2002). Salma et al. (2005) menjelaskan bahwa Methylobacterium spp. melakukan fiksasi CO2yang memiliki peranan penting bagi siklus karbon di alam, menambat N2tanpa bersimbiosis atau berasosiasi dengan tanaman tertentu serta pelaku biodegradasi senyawa aromatik.

PenggunaanMethylobacteriumspp. dikombinasikan denganRhizobiumsp. akan lebih signifikan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, nodulasi, dan meningkatkan persentase hasil panen jika dibandingkan dengan penggunaan Methylobacteriumspp. danRhizobium secara terpisah. ApabilaMethylobacterium spp. di inokulasikan pada kacang tanah, kemudian kacang tanah tersebut di infeksikan Aspergillus niger atau Sclerotium rolfsii, maka 24 sampai 72 jam kemudian terjadi peningkatan aktivitas enzim peroksidase (PO), phenylalanine ammonia lyase (PAL), dan β-1-3-glucanase secara konstan. Madhaiyan, Suresh, Anandham, Senthilkumar, Poonguzhali, dan Sundaram (2006a) melaporkan hasil penelitiannya bahwa benih kacang tanah yang di imbibisi dengan Methylobacterium spp. dapat meningkatkan perkecambahan sebesar 19,5% dibanding kontrol.

Perbanyakan Tanaman dengan Kultur Jaringan

Kultur jaringan tanaman merupakan suatu metode untuk memisahkan bagian dari tanaman seperti sel, jaringan, atau organ, (daun, petal, batang, akar, mata tunas, meristem) serta menumbuhkannya dalam lingkungan tertentu dalam keadaan aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi membentuk tanaman. Prinsip yang mendasari teknik kultur jaringan adalah teori totipotensi sel yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann pada tahun 1838. Teori ini mengatakan bahwa setiap sel mempunyai kemampuan bereproduksi membentuk organ dan berkembang menjadi individu baru yang lengkap apabila ditumbuhkan dalam media dan lingkungan yang sesuai.

14

Kultur jaringan pada tanaman nilam sudah banyak dilakukan. Mapriti (1997) melakukan penelitian untuk mempelajari pertumbuhan terbaik stek mikro nilam pada media yang diperkaya dengan triptofan dan GA3. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan terbaik dicapai pada pemberian 1-2 mg/l GA3 dengan 20-30 mg/l triptofan. Hayati (1992) menyatakan hasil penelitiannya pada kultur meristem nilam bahwa media MS yang diberi BA 0,5-1 mg/l menghasilkan faktor multiplikasi yang tinggi, sedangkan pada eksplan yang berbeda yaitu batang satu buku, Mapriti (1997) mendapatkan hasil terbaik dari media yang ditambah BA 0,1 mg/l dan asam fulvat 200 mg/l. Beliau juga mengemukakan bahwa untuk mempercepat waktu inisiasi tunas dan akar dapat dilakukan dengan menambahkan humic acid 40 mg/l ke dalam media pertumbuhan.

Penelitian untuk tujuan memperluas keragaman genetik tanaman nilam juga telah dilakukan. Mariska, Suwarno, dan Damardjati (1996) menggunakan colchicin untuk meningkatkan keragaman genetik nilam. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi pada penampakan kultur pada tiap perlakuan. Keragaman yang sangat menonjol berasal dari perlakuan perendaman dalam colchicin0,5% dan 1% selama 1 hari, kultur tampak lebih tegar, daun lebih hijau, agak menggulung, dan tulang daun menonjol. Penelitian lain yang dilakukan Seswita, Mariska, dan Gati (1996) dengan meradiasi kalus nilam pada berbagai tingkatan umur dengan sinar gamma 0, 10, 20, 30 Gy. Dari perlakuan radiasi sinar gamma 10 Gy terhadap kalus berumur 6 bulan dihasilkan tunas chimera yang multiplikasinya paling baik pada media MS tanpa ZPT dan kinetin 0,1 mg/l.

Penelitian yang telah dilakukan untuk menginduksi perakaran tunas hasil radiasi ini dengan menggunakan IBA 0-2 mg/l yang dikombinasikan dengan MS penuh dan ½ MS tidak berhasil menginduksi akar. Persentase biakan yang membentuk akar tertinggi pada usaha menginduksi akar dengan menggunakan IAA dicapai pada media MS yang ditambah IAA 0,5 mg/l yaitu sebesar 50% dengan penampakan akar yang pendek dan halus.

Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang berfungsi merangsang pertumbuhan tanaman. ZPT digunakan untuk mengarahkan pertumbuhan eksplan dalam kultur in vitro. George dan Sherington (1984) membedakan istilah zat pengatur tumbuh tanaman (plant growth regulator) dari hormon pertumbuhan (plant growth substanceatauplant hormones).

Hormon pertumbuhan merupakan senyawa-senyawa aktif dalam konsentrasi rendah yang muncul secara alami dalam jaringan tanaman dan berfungsi sebagai pengatur tumbuh, sedangkan ZPT merupakan bahan kimia sintetik yang memiliki pengaruh yang sama dengan hormon pertumbuhan yang ditambahkan untuk mengubah dan atau mengatur level hormon pertumbuhan dalam tanaman sehingga dapat memanipulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Dua golongan ZPT yang sangat penting yang dikenal dalam kultur jaringan yaitu sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah pertumbuhan dan perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin dan sitokinin eksogen, mengubah level zat pengatur tumbuh endogen sel. Level zat pengatur tumbuh endogen ini kemudian menjadi trigerring factor untuk proses-proses pertumbuhan dan morfogenesis.

Auksin

Auksin adalah zat pengatur tumbuh yang digunakan untuk pembelahan sel dan diferensiasi akar. Auksin juga mempunyai kemampuan menginduksi pemanjangan sel tunas (Hayati 1992). Pengaruh auksin terhadap pertumbuhan jaringan tanaman diduga melalui dua cara (Wattimena 1988) yaitu, pertama mengaktifkan pompa ion pada plasma membran yang dapat mempertahankan pH sekitar empat pada dinding sel. Dinding sel menjadi longgar, tekanan dinding sel menjadi berkurang, air masuk ke dalam sel dan terjadi pembesaran serta pemanjangan sel. Cara kedua adalah auksin mengaktifkan enzim-enzim yang

16

berperan dalam pembuatan komponen sel. Prosesnya yaitu setelah terjadi pembesaran sel, keutuhan dinding sel terganggu (retak). Auksin mengaktifkan pembuatan komponen-komponen dinding sel dan menyusun kembali ke dalam suatu matriks dinding sel yang utuh.

Beberapa jenis auksin yang biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah IAA (Indole Acetic Acid), NAA (Naphtalene Acetic Acid), 2,4-D (2,4,-Dichlorophenoxy Acetic Acid), IBA (Indole Butyric Acid), NOA (Naphtoxy Acetic Acid), 4-CPA (4-Chlorophenoxy Acetic Acid), 2,4-5,T (2,4-5-Trichloro Acetic Acid), Dicamba (3,6-Dichloro Anisic Acid), Picloram (4-Amino-3,5,6 Trichloro Picolonic Acid), dan IAA konjugat (IAA-L-alanin, IAA-Glycine).

Tasma dan Hidayat (1988) melaporkan bahwa pemberian 0,25% auksin dan sitokinin terhadap tanaman nilam dapat memberikan hasil yang lebih baik terhadap seluruh komponen pertumbuhan tanaman, yang meliputi tinggi, jumlah

Dokumen terkait